SARANGKALA

By riankobe

32K 1.6K 141

Demit penculik bayi yang meneror sebuah kampung di kota Banten More

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
chapter 10
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15

Chapter 11

1.4K 97 5
By riankobe

Pukul sepuluh pagi setelah kamu sampai dirumah untuk ganti baju, kamu mendapat telepon dari bu bidan. Dia memberitahu bahwa bu warsih sudah siuman, namun saat kamu bertanya kapan bisa pulang, jawabannya belum dalam waktu dekat.

Bu bidan menyuruh kamu untuk membawa bayi dan kelima anak bu warsih kerumahnya saja. mengingat bu warsih juga tidak ada keluarga dikampung itu. Kalaupun ada tetangga yang mau ikut menginap untuk menemani si bayi, bidan yuyun mempersilahkannya. bu bidan menyebut ditelepon merasa kasian pada Kamu, Sari dan Indah jika harus menyuruh mereka pulang pergi untuk mengurus si bayi.

"Bagaimana kalau suami bu Warsih pulang bu ?"

"Tidak apa-apa. Ibu sudah minta izin kepada pak lurah untuk membawa si bayi dan anak-anak bu warsih kerumah ibu." Jawab bu warsih ditelpon ketika Kamu bertanya.

"Apa nanti tidak akan jadi masalah bu ? saya takut."

"Ibu yang jamin kalau ada apa-apa, pak lurah juga tadi langsung rapat dengan beberapa warga dan RT mengenai suami bu warsih ini, untuk membuat laporan ke polisi untuk ikut mencari."

"Memangnya suami bu Warsih hilang bu ? bukannya terakhir kata bu warsih dia pergi dari rumah."

"Tidak tahu. Biarlah itu menjadi urusan pak lurah saja. kita fokus pada anak-anak dan kesembuhan bu Warsih."

"Memangnya apa yang terjadi dengan bu warsih semalam bu ?" Tanya kamu masih merasa penasaran.

Bu bidan tidak menjawab, dia beralasan bu warsih bangun dan minta diantar ke kamar mandi. Bu bidan mengucapkan salam kemudian telpon ditutup.

Tidak butuh waktu lama bagi Kamu, Sari dan indah untuk menetaskan rasa penasarannya. Didesa kecil sebuah kabar menyebar dengan cepat dari mulut ke mulut, apalagi sebuah kabar buruk.

Adalah sari yang pertama mendengar kabar mengenai kebenaran yang terjadi dengan bu warsih itu. Saat dia pergi ke warung untuk membeli sabun cuci. Sari mendengar kabar dari ibu-ibu yang sedang berkerumun diwarung sambil memilih sayuran. Lantas ketika pulang sari menceritakannya pada Kamu dan Indah.

"Kamu denger semuanya ?"

"Iyah, aku pura-pura sudah tahu saja kejadiannya. Jadi mencoba bersikap biasa saja saat ibu-ibu membicarakannya. Padahal aku sedang menguping." Kata Sari yang kini jidatnya mulai berkeringat.

"Wi, kamu yang lebih dulu pergi ke kamar mandi kan ? terus aku dan Indah ga jadi mandi karena kamu juga tiba-tiba mengajak pulang untuk mandi dirumah bu bidan saja. apa karena kamu melihat hal ganjil ?"

Kamu melihat Indah dan Sari, kemudian dia menceritakan apa yang terjadi malam dari awal dia terbangun dan memergoki bu Warsih sedang menatapnya lalu minta diantar ke kamar mandi. Juga saat dia dilempar bumbu dapur dan piring kaleng. Dan terakhir saat hendak mandi dia melihat bercak darah di dinding bambu.

"Berarti kata ibu-ibu diwarung itu mengenai kejadian semalam mungkin hampir benar." Kata sari.

"Memangnya apa ?" Indah sudah tidak sabar.

"Semalam saat bu warsih dikeluarkan dari kamar mandi, salah satu tetanggnya melihat bu warsih dalam keadaan mengerikan. Bahkan dia menyangka bahwa malam itu bu warsih sudah menjadi mayat."

"Mayat ?"

"Iyah, orang-orang disana melihat bu bidan membungkus leher bu warsih dengan kain. Namun tidak bisa menutupi darah yang membasahi badannya. Bahkan sampai berceceran ke tanah. wajahnya terlihat pucat dan tubuhnya sudah lemas tak berdaya, bahkan saat orang-orang mencoba mengangkatnya keatas motor darah terus mengucur membasahi orang yang membawa motor."

"Kamu tidak bercanda kan ?" Tanya indah, tentu saja kamu dan Sari menatap Indah, pertanyaan macam apa itu.

"Apa yang terjadi dengan bu Warsih ?" kamu bertanya.

"Tidak tahu. Tidak ada yang membicarakan penyebabnya, orang-orang diwarung hanya bercerita kondisi bu warsih semalam sebelum dibawa ke rumah sakit saja. apa mungkin ada hubungannya dengan kejadian mistis yang kamu alami semalam ?"

"Jangan membicarakan setan dong, aku takut. Mana sekarang tidak ada bu bidan lagi dirumah." Gerutu Indah.

"Aku tidak tahu, tapi saat aku diganggu hal-hal aneh itu aku tidak mendengar apapun yang terjadi didalam kamar mandi. "

Sari, Indah dan Kamu diam untuk sesaat mungkin membayangkan hal buruk apa yang terjadi dengan bu warsih semalam hingga bisa membuat kondisinya separah sekarang. Orang-orang pun sepertinya tidak ada yang sadar untuk mencari tahu atau setidaknya membuat spekulasi aya yang terjadi, mereka hanya terus membicarakan dan mengasihani kondisi bu warsih saja.

Selepas mengganti baju kamu kembali ke rumah bu warsih. anak-anak bu warsih dan si bayi sedang dijaga seorang tetangga. Kemudian kamu mengutarakan perintah bu bidan kepada tetangga bu warsih untuk membawa si bayi dan kelima anaknya untuk ikut menginap atau diungsikan sementara ke rumah bidan Yuyun.

"Wah, ibu tentu tidak keberatan neng. Bukannya ibu tidak peduli atau tidak mau menanggung beban untuk mengurus anak-anak ini. Tapi ibu rasa kalau dirumah bu bidan lebih aman dan nyaman. Dan kalau si bayi rewel tentu neng-neng ini ahlinya. Ibu pasti merasa tenang dan lega." Jawab tetangga bu warsih.

"Ibu juga boleh menginap disana, sekalian menemani kami kok bu."

"Insyaalloh, kalau ga ada halangan ibu nanti kesana. Tapi tidak janji ya."

Untungnya anak-anak bu warsih yang kecil tidak rewel, cukup diiming-imingi jajan diwarung semuanya setuju untuk ngungsi sementara ke rumah bu bidan.

Saat perjalanan ke rumah bu bidan, kamu memperhatikan si cikal, anak perempuan pertama bu warsih. dari semenjak kamu melihatnya, dia tidak banyak bicara. Usianya mungkin masih kecil namun keadaan menuntutnya untuk menjadi dewasa, dari kemarin kamu memperhatikan dia sangat telaten mengurus adik-adiknya. Sepengetahuan kamu tak pernah si cikal membantah atau protes pada perintah ibunya.

"Kamu kelas berapa ?"

"Lima."

"Sebentar lagi kelas enam dong. Cita-citanya mau jadi apa ?" Tanya Indah. Obrolan sedikit canggung ini untuk mencairkan suasana selama perjalanan agar sedikit lebih akrab dengan anak-anak bu warsih.

"Tidak tahu, terserah ibu saja." tentu kamu kaget mendengar jawabannya. Bahkan untuk pertanyaan sepele macam cita-cita saja dia menyerahkannya pada perintah ibunya.

Kamu tidak melihat raut sedih atau khawatir dari wajah si cikal. Mungkin dia mencoba bersikap biasa saja untuk menutupi kesedihannya atau mungkin dia memang benar-benar tidak merasa khawatir dengan ibunya.

Sesampainya dirumah, para tetangga bidan yuyun datang untuk melihat keadaan anak-anak bu warsih, mereka ikut bersimpatik membawa makanan dan kue-kue. Anak-anak bu warsih merasa senang-senang saja ketika rumah penuh dengan makanan sementara si cikal hanya diam, entah diam karena dia tidak peduli dengan semua orang yang datang atau diam karena merasa khawatir dengan ibunya.

Hari menjelang sore, langit terlihat gelap. Hari ini langit tidak terlihat kuning seperti kemarin, awan-awan hitam menutupinya. Para tetangga yang datang mulai pulang satu persatu untuk menyiapkan hidangan buka puasa untuk keluarganya. Kamu hari ini tidak usah memasak lagi, makanan yang dibawa tidak akan habis walaupun dimakan semua orang yang ada dirumah bu bidan yuyun.

Langit sudah gelap ketika adzan magrib belum berkumandang. Gerimis mulai turun, lampu-lampu diteras tetangga sudah mulai menyala. Jalanan didepan rumah sudah terlihat sepi tidak ada orang yang lewat lagi.

Sari dan indah menyantap makanan pemberian tetangga. Kamu merebus susu sapi yang tadi dibawa tetangga bu warsih dari peternakan. Si bayi sedang diajak main oleh kaka-kakanya diruang tengah.

Menjelang malam, hujan turun semakin deras. Hujan disertai angin bahkan membuat suara adzan isya dari masjid tidak terdengar. Sudah pasti tidak akan ada orang yang meninap dirumah bu bidan untuk menemani kamu. Sepertinya para tetangga ogah untuk keluar rumah saat kondisi hujan lebat begini.

Si bayi mulai rewel, terus menangis padahal baru saja diberi susu sapi. Mungkin karena suara hujan yang membuatnya terganggu. Kamu, sari dan indah bergantian menggendongnya. Sementara si cikal duduk didepan jendela, membuka sedikit gorden melihat keadaam diluar yang gelap gulita. Kamu menyuruh si cikal untuk jauh-jauh dari jendela kaca dan menutup gordennya, dengan alasan takut ada petir yang menyambar, entah benar atau tidak jika berdiri didepan kaca akan tersambar petir tapi kamu selalu ingat teori dari ibunya itu.

"Telpon bu bidan aja ? bagaimana ini si bayi rewel begini. "

Kamu mengambil telepon seluler namun sayangnya jaringan dilayar muncul tanda E. kamu harus mencari akal sendiri agar si bayi bisa tenang. Sari punya ide, dia membuat ayunan dari kain batik. Kain batik yang panjang di ikatkan pada papan yang menyangga pintu masuk menuju dapur. Sari harus naik keatas kursi agar sampai ke tiang penyangga.

Setelah selesai, si bayi diletakan diatas ayunan. Kamudian sari mengayunkannya dengan pelan, dan benar saja sekarang si bayi berhenti menangis. sementara Indah menemani anak-anak diruang tengah, kamu dan Sari duduk didapur untuk menenangkan si bayi.

Tidak begitu lama terdengar suara petir yang cukup keras dengan dibarengi lampu dirumah bu bidan mati, anak-anak bu warsih berteriak karena kaget, keadaan menjadi gelap seketika. Dua anak bu warsih menangis karena ketakutan karena Indah yang penakut tiba-tiba berlari menuju dapur meninggalkan anak-anak.

"Kamu kenapa ?" Kata sari sambil menyorotkan lampu dan telpon selulernya.

"Aku takut."

"Dasar, biar aku aja yang ke ruang tengah." Kata kamu.

"Sekalian cari lilin atau lampu disana, biar aku cari disini." Pesan Sari.

Kedua anak bu warsih masih menangis, mereka berdua sekarang meminta pulang kerumah. Kamu bingung harus membujuknya bagaimana sekarang, mengajaknya ke warung untuk jajan sungguh tidak mungkin untuk kondisi sekarang. Sementara dua anak yang lain juga si cikal hanya duduk melihat kedua adiknya sedang menangis.

"De jangan nangis, kata ibu kalau kamu nangis malem-malem nanti didatengin setan. Setan sangat suka anak kecil yang menangis." kata si cikal tiba-tiba.

Kamu kaget mendengarnya, tapi ucapan si cikal itu ampuh menghentikan tangisan kedua adiknya. Mereka berdua sekarang tampak ketakutan, masih dalam keadaan terisak mereka berdua memeluk si cikal.

"Makanya sekarang tidur biar setannya ga nyulik kamu."

Gara-gara perkataan si cikal membuat kamu malas untuk berkeliling rumah mencari lilin. Tapi kamu kembali berpikir rasional, kalaupun ada setan, tentu tidak akan berani masuk kedalam rumah, karena dirumah sekarang banyak orang.

"Tunggu disini dulu yah, kaka mau cari lilin."

Kamu mencari disetiap bagian lemari ruang tengah, meja televisi, dan lemari yang menyimpan buku-buku bidan yuyun, namun nihil kamu tidak menemukannya. Kamu masuk kedalam kamar, dan mencari diatas lemari baju, tapi tidak menemukannya juga. Kemudian kamu berteriak kepada sari untuk menanyakan apaka dia berhasil menemukan lampu atau lilin, jawabannya nihil juga.

"Coba cari dikamar bu bidan ?" kata Sari.

Continue Reading

You'll Also Like

17.3K 423 13
The infamous killers get transferred to a dangerous asylum where only people that are very dangerous for humanity was locked up there, and unfortunat...
5.9K 1.5K 61
Author(s) Mo Chen Huan 莫晨欢 Artist(s) N/A Year 2020 Status in COO 110 Chapters (Complete)
99.5K 2.9K 44
Anna was a complete mess when her mom died. She became a clam and suicidal. After an attempt on her life, sixteen year old Anna is sent to an instit...
13.8K 209 25
Lisa Roberts, Jill Robert's younger sister. When Jill was a killer in the 2011 WoodsBoro murders, Jill let her baby sister survive, knowing only hers...