EPHITYMIA

De permen_jahe

40.7K 3.6K 250

Disc : Naruto by Masashi Kishimoto No Summary Mais

Bab 1
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Ekstra

Bab 2

4.1K 452 15
De permen_jahe

Sasuke mengeratkan pegangan di ransel yang tersampir di pundaknya. Terdiam beberapa langkah dari pintu ruang kelas yang ditempati Naruto. Pemandangan yang tersaji di depannya membuatnya segan untuk mendekat.

Hinata tengah menyodorkan kantong plastik ke arah Naruto yang baru saja keluar dari kelas. Tampak malu - malu, rona merah samar menyebar di pipi gadis itu. Menunduk, masih dengan tangan terulur, rambutnya yang panjang sedikit menutupi wajahnya.

Naruto mengerjap mendapati lagi - lagi gadis ini datang ke kelasnya dan memberinya makan siang. Ini sudah terjadi beberapa kali. Dan seperti biasa, Naruto akan menerima pemberian gadis itu dengan senyum tipis dan ucapan terima kasih. Reaksi Hinata masih sama, wajahnya kian memerah dan dengan kepala tertunduk malu, berbalik dan pergi.

Sasuke mengamati gadis yang melewatinya. Sekilas, pandangan mereka bertemu. Hinata tersenyum padanya dan Sasuke menanggapinya dengan senyum kaku. Tatapannya masih terus terpaku pada gadis itu yang kini berjalan menjauh.

"Hey...''

Tepukan di bahunya membawa kembali kesadaran Sasuke. Di depannya Naruto berdiri dengan satu alis terangkat, seolah bertanya keperluannya datang ke kelasnya.

Sasuke menelan ludah. Ini sudah tiga hari sejak obrolan mereka dalam perjalanan pulang. Sasuke hanya ingin bertanya tentang permintaannya.

"Aku hanya ingin tahu, apa sudah ada perkerjaan untukku?'' Tanya Sasuke, berusaha sebisa mungkin menampilkan ekspresi biasa saja.

"Ah... itu'' Naruto mengusap rambutnya dengan tangan yang bebas ''Aku bertanya pada beberapa kenalanku dan ada kafe yang kebetulan membutuhkan pekerja tambahan. Sebenarnya mereka butuh pekerja tetap, tapi kita bisa mencobanya. Kau mau?''

Seketika aura di wajah Sasuke menjadi cerah. Senyumnya lebar dan hal itu membuat Naruto tertegun sesaat. Menemukan hal menarik dari teman sekamarnya ini.

Mereka memang teman sekamar, tapi mereka jarang berinteraksi satu sama lain. Naruto yang sibuk dengan kegiatannya sendiri, dan Sasuke yang entah kenapa sering menghilang sepulang sekolah.

Interaksi mereka hanya sebatas ucapan selamat pagi dan selamat malam, ataupun obrolan basa - basi lainnya.

"Kapan aku bisa kesana?''

"Sepulang sekolah aku akan mengantarmu'' Naruto menawarkan diri dengan senang hati.

"Tidak perlu. Berikan saja aku alamatnya, aku akan datang sendiri'' tolak Sasuke. Dia merasa tidak enak karena sudah merepotkan Naruto.

"Aku akan mengantarmu. Sudah kubilang kan kalau kafe itu milik kenalanku dan mereka sebenarnya mencari pekerja tetap yang full time. Aku akan bicara dulu dengan mereka''

Senyum di wajah Sasuke lenyap. Dahinya mengeryit. Memikirkan perkataan Naruto. Pemuda pirang itu benar, jika yang dicari bukan pekerja paruh waktu, pasti kemungkinan besar dia tidak akan di terima, lain halnya jika Naruto bisa meyakinkan pemilik kafe untuk menerimanya, setidaknya untuk sementara. 

"Baiklah'' Sasuke menyerah.

"Oke. Sepulang sekolah kita kesana''

Senyum Sasuke kembali begitu Naruto yang ada di depannya juga tersenyum. Pemuda pirang itu memiliki senyum yang menular, siapapun yang melihat Naruto tersenyum akan otomatis ikut melengkungkan bibirnya,  tidak heran jika banyak gadis yang jatuh hati padanya, termasuk Hinata.

"Kau sudah makan Sasuke?''

Sasuke menggeleng. Dia jarang makan siang. Lebih suka tertidur diperpustakaan.

"Kita makan bersama'' Naruto mengangkat kantong plastik di tangannya, menunjukkannya pada Sasuke. Kantong plastik pemberian Hinata.

"Tidak. Itu untukmu. Tidak sopan kalau aku ikut memakannya'' tolak Sasuke.

"Tidak apa. Ini sudah diberikan padaku, jadi ini milikku. Lagipula biasanya Hinata memberiku banyak makanan. Aku tidak bisa menghabiskannya sendiri''.

"Tapi....'' penolakan Sasuke terhenti di tenggorokan. Naruto lebih dulu menyambar tangannya, menggenggam jemarinya. Pemuda pirang itu menariknya ke suatu tempat untuk makan bersama.

Sasuke duduk tenang dengan kepala menoleh beberapa kali, memandangi interior kafe yang terlihat unik di matanya. Mengagumi dindingnya yang sengaja memperlihatkan susunan batu bata dan menjadikannya dekoratif unik, matanya juga dibuat melebar dengan lampu gantung di atasnya. Duduk di kursi tinggi dengan segelas jus tergeletak di depannya, kali ini Sasuke mengamati Naruto yang tengah asik berbincang dengan seseorang yang mungkin saja si pemilik kafe. Seorang pria muda yang terlihat ramah dengan wajah yang tertutupi masker. Sasuke menunduk, menggoyang sedikit gelas jusnya. Bulir - bulir jeruk berputar pelan di dalam gelas, bergerak bersamaan.

"Sasuke....''

Merasa dipanggil Sasuke mendongak. Naruto sudah kembali bersama dengan pria muda tadi. Berdiri di sampingnya. Sasuke buru - buru berdiri, merasa tidak sopan karena hanya dirinya saja yang duduk.

"Ini temanku, namanya Kakashi yang punya kafe ini''

Sasuke tersenyum mengulurkan tangan menyalami pria itu. Pria bernama Kakashi tersenyum tipis padanya, terlihat dari matanya yang menyipit. Sasuke sedikit mengamati fitur wajah pria yang mungkin saja berusia pertengahan dua puluhan itu. Sepertinya ramah, dan bos yang baik.

"Ini Sasuke yang aku ceritakan. Jadi bagaimana?''

Naruto memasukan kedua tangannya dalam saku jaket yang dipakainya. Wajahnya fokus pada ekspresi Kakashi yang masih tidak terbaca. Diam - diam Sasuke mengigit bibir, mungkin saja dia tidak diterima, karena seperti yang Naruto bilang, kafe ini mencari pekerja full time bukan pelajar yang sedang butuh uang tambahan.

"Kafe ini sedang butuh pegawai, tapi bukan pegawai part time'' Perkataan Kakashi jelas menimbulkan kekecewaan di hati Sasuke ''Tapi kau bisa bekerja disini kalau mau''.

Mata Sasuke melebar, tidak percaya begitu melihat senyuman tipis di wajah Kakashi. Pandangannya beralih pada Naruto yang sedikit menaikan dagu seolah tengah membanggakan usahanya, berhasil mencarikan Sasuke pekerjaan.

"Kau bisa bekerja mulai besok. Datanglah jam empat. Kau akan bekerja sampai jam sembilan malam. Kau tinggal di asrama sama dengan Naruto kan, berarti kau harus sudah pulang sebelum jam sepuluh''.

"Jadi aku bisa bekerja disini?'' Sasuke masih tidak percaya dengan keberuntungannya.

"Ya''.

"Terima kasih. Terima kasih banyak'' Sasuke membungkuk beberapa kali saking senangnya.

"Kau tidak berterima kasih padaku?'' Naruto mencebik, merasa jasanya dilupakan oleh Sasuke.

"Tentu saja aku juga berhutang padamu. Terima kasih'' Sasuke tidak bisa menahan senyum lebarnya. Dia mencari kerja bukan karena ingin membeli sesuatu, tapi karena dirinya tidak ingin bergantung dengan pemberian ayahnya. Sasuke akan menerima bantuan ayahnya jika itu berkaitan dengan ibunya, tapi untuk kebutuhan sehari - hari, Sasuke ingin berusaha sendiri tanpa campur tangan orang tua itu.

"Aku tidak menerima ucapan terima kasih saja'' Naruto memasang wajah datar.

"Kau ingin apa?'' Mendadak Sasuke gugup begitu melihat wajah datar Naruto.

"Ayo jalan - jalan dulu sebelum pulang'' Sasuke tidak menyangka ternyata Naruto memiliki banyak ekspresi di wajahnya, berbeda dengan kesan pertamanya. Wajahnya kini tampak seperti anak kecil yang tengah meminta permen pada ibunya. Sasuke jadi tidak tega untuk menolak.

"Kemana?''

"Kemana saja. Berkeliling di sekitar sini. Setelah kau kerja, kau tidak akan ada waktu lagi meski hanya untuk jalan - jalan'' Naruto tersenyum begitu lebar. Dalam hati Sasuke mengira mulut temannya akan robek, ini senyum paling lebar yang dilihat Sasuke selama mengenal pemuda itu.

"Kami pergi dulu'' Naruto menyalami Kakashi sementara Sasuke kembali membungkukkan badannya.

Keduanya keluar dari kafe beriringan. Berjalan menikmati suasana remang karena matahari baru saja tenggelam. Deretan toko dan kios menyalakan lampunya. Menampilkan warna - warni yang memanjakan mata.

Naruto mengajak Sasuke masuk ke sebuah pusat perbelanjaan. Naruto mengatakan dia butuh sepatu baru untuk olah raga dan meminta Sasuke memilihkan untuknya. Sasuke menolak, dia tidak tahu sepatu seperti apa yang disukai Naruto dan takut kalau pilihannya tidak disukai temannya itu, tapi Naruto mengatakan kalau dia akan membeli yang dipilihkan Sasuke. Dengan canggung Sasuke menunjuk sebuah sepatu yang menarik di matanya dan Naruto tanpa mengatakan apapun membeli sepatu pilihan Sasuke.

"Kau ingin itu?''

Naruto menghampiri Sasuke yang tengah asik berdiri di depan rak yang dipenuhi botol - botol parfum. Sasuke mencium aroma parfum di botol yang ada di tanganya.

"Ah... tidak'' Sasuke mengembalikan botol parfum ke raknya.

"Aku akan membelikannya untukmu kalau mau'' tawar Naruto.

"Tidak. Aromanya terlalu feminim. Tidak cocok untukku'' Sasuke tersenyum tipis, memilih untuk menyingkir dari area itu.

Naruto memandangi botol parfum yang tadi di pegang Sasuke. Mengambilnya dan mencoba mencium aroma yang menguar dari dalam botol itu. Dahinya mengeryit sebentar, lalu mengembalikan botol di tangannya ke rak. Naruto mempercepat langkah mengejar Sasuke yang sudah berpindah ke bagian lain.

"Kau pelayan baru ya? Aku belum pernah melihatmu?''

Sasuke buru - buru menarik tangannya menjauh begitu meletakan gelas minuman ke salah satu pelanggan kafe. Pria dengan wajah penuh tindikan yang memesan minuman itu berusaha menyentuh tangannya kalau Sasuke tidak cepat menariknya.

"Ini hari pertamaku''

Meski agak kesal Sasuke tetap berusaha bersikap sopan pada tamunya itu yang datang bersama dua temannya.

"Aku akan lebih sering datang kesini kalau begitu'' yang lain ikut menimpali, kali ini seorang pria dengan rambut tersisir rapi.

"Jam berapa kau pulang, kami bisa mengantarmu?''

Sasuke mundur beberapa langkah dengan dua tangan memeluk nampan di dada, menjauhi si pria bertindik yang berusaha meraih tangannya.

"Maaf. Aku harus kembali bekerja'' Sasuke membungkuk sedikit lalu berbalik berniat pergi. Namun si pria bertindik lebih cepat. Tangannya meraih siku Sasuke, menahan pemuda itu untuk tidak pergi.

"Tunggulah sebentar, kau bisa menemani kami dulu. Bukan begitu teman - teman''

Dua teman pria bertindik itu kompak mengacungkan jempol tanda setuju dengan perkataan temannya.

"Maaf. Bisa lepaskan tanganku'' Sasuke menatap tajam pria yang masih memegangi sikunya. Berharap pria itu segera sadar kalau dia tidak ingin menanggapi permintaannya.

Si pria bertindik justru menguatkan cekalannya, memnbuat Sasuke mendesis sakit. Kalau saja ini bukan kafe, Sasuke sudah pasti akan menghajar pria itu.

"Lepaskan dia Pain. Jangan mengganggunya''

Teguran pelan bernada tegas menginterupsi apa yang tengah terjadi. Sasuke mengenal suara milik bosnya itu. Pria dengan masker di wajahnya sudah berdiri di belakang Sasuke, menatap siku Sasuke yang masih ditahan pria bertindik bernama Pain.

"Ah... kau tidak seru Kakashi. Aku hanya ingin berkenalan dengannya'' Pain memasang wajah kecewa, dengan berat hati melepaskan pegangannya di tangan Sasuke.

Begitu tangannya terlepas, Sasuke buru - buru pergi setelah lebih dulu membungkuk pada Kakashi, mengucapkan terima kasih.

Kakashi memandangi Sasuke yang sudah kembali sibuk dengan pekerjaannya, kemudian beralih pada Pain dan dua temannya.

"Dia temannya Naruto. Kalian jangan berbuat macam - macam padanya'' perkataan terakhir Kakashi sebelum pria itu pergi meninggalkan ketiganya.

Tanpa ada yang menyadari Pain mengetatkan rahangnya. Wajahnya mengeras begitu nama Naruto disebut oleh Kakashi.

"Ini akan menarik'' Pain menikmati lagi minumannya, sesekali matanya melirik sosok Sasuke yang berjalan kesana - kemari mengantarkan pesanan. Dua temannya yang duduk bersama Pain saling tatap dengan pandangan penuh arti. Sepertinya mereka paham apa yang tengah dipikirkan Pain.

Sasuke berjalan terburu - buru. Perasaannya sedikit tidak enak sejak keluar dari kafe tempatnya bekerja. Beberapa kali Sasuke melihat jam di pergelangan tangannya masih jam sembilan lewat lima belas menit. Belum terlalu malam. Dia juga baru pergi beberapa meter dari kafe, tapi rasanya Sasuke merasakan sesuatu yang sejak tadi mengikutinya. Beberapa kali Sasuke menoleh ke belakang, semua terlihat normal. Beberapa orang berjalan cepat sama seperti dirinya, Sasuke menduga mereka juga tengah dalam perjalanan pulang. Selain itu tidak ada hal mencurigakan lainnya.

Jarak tempat Sasuke bekerja dengan asrama tempat tinggalnya tidak sampai tiga puluh menit berjalan kaki. Sasuke tidak ingin repot - repot menaiki kendaraan umum untuk jarak sedekat itu, selain untuk menghemat ongkos juga.

Di ujung jalan sebelum belokan, perasaan Sasuke semakin tidak enak. Sasuke memeluk ransel yang dibawanya di dada, mempercepat langkahnya. Jalanan yang dilaluinya mulai sepi. Sesekali Sasuke menoleh ke belakang dan hanya mendapati jalanan lengang. Tidak ada orang di belakangnya, tapi justru membuat perasaannya semakin tidak nyaman.

Sasuke tercekat begitu wajahnya kembali melihat ke depan, mendapati pria yang dikenali Sasuke sebagai pelanggan kafe tadi sudah berdiri di depannya menghadang jalannya bersama dua temannya. Menyeringai melihat wajah terkejut Sasuke.

Tanpa sadar Sasuke mengeratkan pelukannya pada tas di dadanya, mundur beberapa langkah ke belakang begitu pria bertindik itu mendekatinya. Tatapannya membuat Sasuke bergidig ngeri.

"Mau kemana? Bagaimana kalau kami mengantarmu hum..?''

Pain terus bergerak maju, menikmati ekspresi cemas di wajah Sasuke. Sangat menarik. Pemuda itu sudah menarik perhatiannya sejak di kafe tadi, apalagi begitu Kakashi memberitahunya jika pemuda itu adalah teman Naruto membuat keinginannya mendekati Sasuke semakin besar.

Punggung Sasuke membentur dinding di belakangnya. Dia sudah tidak bisa mundur lagi. Menelan ludah begitu menyadari wajah Pain semakin dekat. Sasuke mengeryit saat sentuhan tangan Pain terasa di wajahnya. Perasaan jijik tidak bisa dia sembunyikan. Sasuke memalingkan wajah berusaha menghindar dari sentuhan tangan itu.

"Mau apa kau?Jangan menggangguku''

Sasuke mendapati suaranya bergetar saat bicara.

Pertanyaan Sasuke di jawab dengan tawa oleh Pain dan dua temannya, tawa yang membuat bulu kuduk Sasuke merinding. Otaknya berpikir keras bagaimana dia akan keluar dari situasi tidak menguntungkan ini. Matanya jelalatan mengamati keadaan sekitar berharap ada orang lewat hingga bisa dimintai bantuan, tapi sialnya tempat itu begitu sepi dan tidak ada siapapun disana.

"Kau ingin tahu apa mauku?''

Sasuke merasakan sakit di lengan kirinya, Pain mencekalnya dengan erat Sasuke yakin akan ada bekasnya nanti. Tubuhnya tertarik kemudian di dorong keras ke belakang. Dua orang segera memegangi lengannya, tas miliknya jatuh di dekat kakinya.

Sasuke tidak tinggal diam, kakinya menginjak salah satu orang yang memeganginya. Orang itu mengaduh dan reflek memegangi kakinya yang diinjak Sasuke, begitu salah satu cekalan lepas, Sasuke mendorong orang satunya lagi hingga jatuh. Sasuke menyambar tasnya cepat, berlari menjauh dari tiga pria berandal yang masih belum menyerah untuk menangkapnya.

Sasuke baru berlari beberapa meter saat tubuhnya menabrak seseorang.

"Kau kenapa?''

Suara orang yang familiar memasuki gendang telinga Sasuke. Kepalanya terangkat ingin melihat siapa orang yang sudah ditabraknya.

Naruto berdiri di depannya, memegangi kedua bahunya. Menatapnya khawatir. Sasuke menoleh ke belakang, mencoba memberi tahu apa yang tengah terjadi padanya. Tiga orang pria yang mengejarnya berhenti begitu melihat siapa yang bersama Sasuke.

Naruto maju, melewati Sasuke, membiarkan temannya itu berdiri di belakang punggungnya.

Sasuke masih mencoba menenangkan napasnya yang memburu, berdiri diam dan hanya memandangi punggung teman sekamarnya, kedua tangannya memeluk tasnya makin erat.

"Sudah kuduga akan seperti ini. Untung saja Kakashi memberitahuku''

Sasuke tahu, perkataan itu ditujukkan ke tiga pria yang mengejarnya. Diam - diam Sasuke bersyukur bosnya memberitahu Naruto.

"Sial sekali, kenapa kau harus datang'' Pain meludah ke tanah. Mendecih tidak suka dengan kedatangan Naruto. Dua temannya berdiri di belakangnya.

Kali ini Sasuke tidak yakin apakah harus bersyukur atau tidak. Sasuke sadar kini Naruto juga dalam bahaya. Tiga pria itu jelas bukan orang baik. Di jalanan sepi seperti ini, jarang sekali ada orang yang lewat. Sulit untuk mendapatkan bantuan.

"Naruto...''

Sasuke mengulurkan tangan, menyentuh pundak temannya dari belakang. Pemuda pirang itu menoleh, tersenyum lebar seperti biasa seolah tidak menyadari perasaan khawatir yang ditunjukkan Sasuke sekarang.

"Kau pulang dulu. Aku akan membereskan ini'' Naruto mendorong Sasuke pelan, menyuruh pemuda itu pergi.

"Tapi...'' Sasuke jelas tidak mungkin meninggalkan Naruto sendirian bersama tiga pria mengerikan itu.

"Jangan khawatir, aku kenal mereka'' Naruto berusaha sebaik mungkin menampilkan ekspresi santai agar Sasuke mau pergi dari tempat itu. Naruto harus memastikan Sasuke selamat sampai asrama.

Tatapan Sasuke beberapa kali beralih antara Naruto dan tiga pria yang masih berdiri beberapa meter di depan mereka. Dari percakapan singkat Naruto dan apa yang dikatakan Pain, memang kedengarannya mereka saling kenal. Tapi Sasuke tetap masih ragu untuk pergi.

"Pergi saja. Ini tidak akan lama'' tidak sabar, Naruto mendorong bahu Sasuke, menyuruh pemuda itu menjauh. Naruto melambaikan tangan begitu Sasuke melangkah pergi.

Sasuke masih bolak balik menoleh ke belakang, ingin tahu apa yang dilakukan Naruto. Hanya saja, pemuda pirang  itu terus melambaikan tangan menyuruhnya pergi.

Menarik napas dalam, Sasuke memeluk erat tas di dadanya. Berjalan cepat meninggalkan Naruto bersama tiga pria berandalan di jalanan sepi itu.

Begitu sampai asrama, petugas penjaga gerbang sedikit mengomel lagi karena Sasuke hampir terlambat. Sasuke mencoba menjelaskan kalau sekarang dia kerja paruh waktu dan mungkin akan pulang di jam - jam mepet. Sasuke sebenarnya juga ingin memberi tahu penjaga itu kalau Naruto masih berada di luar, tapi dia tidak ingin menambah masalah untuk Naruto hingga pemuda itu memilih untuk diam saja.

Sudah hampir jam sebelas, dan Naruto belum kembali. Sasuke cemas setengah mati. Berdiri memandangi jalan di belakang asrama yang ditempatinya lewat jendela. Seharusnya Sasuke tahu, meskipun Naruto baik - baik saja, temannya itu tidak akan bisa masuk ke asrama karena gerbang sudah ditutup. Lalu sekarang Naruto tidur dimana. Sasuke menyesal kenapa dia meninggalkan Naruto sendirian tadi bukannya membantu pemuda pirang itu.

Kamarnya di lantai dua memudahkannya untuk melihat jalanan sepi di luar gedung asrama. Tidak mungkin Naruto akan memanjat gedung jika dia pulang, Sasuke berharap pemuda itu baik - baik saja dan menginap di rumah salah satu temannya.

Tuk.

Suara benturan di kaca jendela menyadarkannya. Matanya mengerjap beberapa kali. Tidak sadar jika sejak tadi dia melamun.

Tuk.

Terdengar lagi, seseorang melempari kaca jendelanya. Sasuke membuka jendela, menjulurkan kepala mencari siapapun yang sudah melempar kerikil ke jendela.

Eskpresi kaget tidak bisa disembunyikan Sasuke begitu melihat tiga pria yang mengganggunya tadi kini tengah berlutut di bawah kamar yang ditempatinya, tepat di bawah jendela kamarnya. Keadaan sekitar yang remang dengan lampu jalan redup membuat Sasuke tidak bisa melihat jelas wajah ketiga pria itu, tapi Sasuke yakin jika wajah ketiganya tampak babak belur dengan darah yang setengah kering menodai wajah mereka.

Sasuke tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Dia tidak berani keluar ataupun menanyakan apa yang tengah mereka lakukan. Mendadak ponselnya berbunyi. Sasuke buru - buru mengambil benda itu, melihat siapa yang menelponnya malam - malam begini. Nama Naruto tertera di atas layar, bergerak - gerak seiring dering ponselnya.

"Kau dimana?''

Tanpa basa - basi Naruto langsung menanyakan lokasi si penelpon. Kepalanya di julurkan keluar jendela mencari keberadaan Naruto yang Sasuke yakin tidak jauh dari situ.

Naruto muncul dari arah jalan yang sedikit gelap. Melambaikan tangan dengan senyum lebar. Ada pendar nyala ponsel yang ditempelkan di telinga.

Diam - diam Sasuke menarik napas lega melihat pemuda itu baik - baik saja.

"Apa yang kau lakukan?'' Fokus Sasuke kembali ke tiga orang yang masih bersimpuh dengan kepala menunduk. Naruto menghampiri tiga pria itu. Berdiri di salah satu sisinya.

"Mereka ingin meminta maaf padamu''

Suara Naruto terdengar dari ponsel. Sasuke diam. Tidak merespon, tapi tatapannya masih tertuju ke tiga pria di bawah jendelanya.

"Tidak masalah kalau kau tidak ingin memaafkan mereka. Aku akan menyuruh mereka berlutut disini sampai pagi''

Perkataan itu diakhiri tawa Naruto. Sasuke tidak suka tawa itu dan juga tidak ingin tiga pria itu berlutut disana semalaman. Udara sangat dingin di luar, bisa - bisa mereka membeku disana.

"Tidak perlu. Aku sudah memaafkan mereka. Suruh saja mereka mereka pergi. Dan minta jangan menggangguku''

"Ah... kau tidak seru Sasuke. Aku bahkan berencana mengikat mereka juga''

Tiga pria yang masih berlutut itu mendongak dan menatap ngeri Naruto yang juga tengah menatapnya dengan seringai kejam. Merasa menyesal karena tidak mendengarkan ucapan Kakashi untuk tidak mengganggu Sasuke.

"Jangan berbuat aneh - aneh. Biarkan saja mereka pergi. Dan kau..'' jeda sejenak ''Kau akan tidur dimana?''

"Baiklah. Aku akan menyuruh mereka pergi''

Sasuke masih memperhatikan Naruto dari jendela. Pemuda pirang itu menurunkan ponsel dari telinganya. Berbicara sesuatu yang tidak bisa di dengar Sasuke, tapi tiga pria itu terlihat ketakutan. Buru - buru ketiganya berdiri, membungkuk berkali - kali pada Naruto, lalu mendongak ke atas menatap Sasuke. Sasuke sampai mundur selangkah karena kaget, tapi tiga pria itu hanya membungkuk lalu buru - buru kabur dari tempat itu.

Sasuke memperhatikan kejadian itu dalam diam. Merasa apa yang dilakukan Naruto berlebihan, tapi dia tidak bisa berbuat apa - apa.

"Aku akan menginap di tempat temanku. Cepat tidur Sasuke. Sudah malam. Aku pergi''

Suara Naruto terdengar lagi sebelum bunyi 'tut' tanda sambungan terputus mengakhiri pembicaraan mereka. Sekali lagi Sasuke melihat Naruto melambai ke arahnya, sebelum pemuda itu berbalik, menaikan tudung jaketnya menutupi kepala kemudian berjalan cepat menjauh dari area gedung asrama.

Tbc .

Kemaren malem niatnya mau up tapi baru ngetik beberapa word malah ketiduran. 😁

Continue lendo

Você também vai gostar

495K 37K 59
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.
239K 35.9K 65
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
633 86 4
"Mama!" Omega itu memutar leher, mengedarkan pandang mencari asal suara. Terjepit di antara orang-orang yang berebut baris paling depan, seorang boca...
26.1K 3K 22
"Hey bodoh aku akan terlambat karna mu" Ucap jiang cheng sepanjang perjalanan, kesal? Tentu saja, ia hanya ingin bekerja dengan tenang namun apa ini...