DEVANDRA ( PUBLISH ULANG )

By Mariposablue_

113K 3.4K 164

[PROSES REVISI] FOLLOW SEBELUM MEMBACA! Vandra Adila Dirgama atau yang lebih sering di panggil Vandra ini ada... More

2.visual tokoh
3. Awal (REVISI)
4. Penakluk Pangeran Es? (REVISI)
5. Penakluk Pangeran Es? (2) (REVISI)
6. Perasaan Cemburu (REVISI)
7. Pesawat Kertas (REVISI)
8.Penasaran (REVISI)
9. Terimakasih Denata (REVISI)
10. Khawatir (REVISI)
11. Apapun untuk Vandra (REVISI)
12. Pahlawan (REVISI)
13. The Eagle atau Aku? (REVISI)

1. He's Back (REVISI)

17.2K 514 30
By Mariposablue_

Tolong jangan panggil aku Thor, panggil aja Sasa ok? Jangan panggil Kakak juga, aku masih belum terlalu tua hehe

Revisi: 10 Febuari 2021.

HAPPY READING!

1. He's Back

"Aku salah satu bintang dari sekian juta bintang yang tersebar di langit yang ingin dekat dengan rembulannya dan aku lah yang paling terang."- Vandra Adila Dirgama.

_________

Matahari mulai menampakkan dirinya, cahayanya berlomba-lomba menyentuh kulit gadis itu yang dilapisi piyama. Mata gadis itu mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang dating lalu dibangkitkannya tubuh Vandra dari tidut menjadi posisi duduk.

"Hoam..." Gadis itu menguap, di arahkannya pandangan gadis itu pada nakas yang ada di samping tempat tidurnya, matanya membelalak terkejut. "Ya ampun." Lanjutnya, lantas gadis itu segera bankit dari tempat tidurnya menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.

"Andra bangun, Nak, sudah jam tujuh lewat nih. Jangan sampai kamu terlambat di hari pertama loh." Ujar Kirana yang tak lain adalah Ibu dari Vandra.

"Ya, Ma. Ini lagi siap-siap kok." Jawab Vandra bohong, padahal dirinya baru saja hendak ke kamar mandi.

Tak lama gadis itu berjalan menuruni tangga dengan cepat lalu menyambar dua lembar roti, dioleskannya selai rasa strawberry di atasnya, setelah selesai gadis itu lalu berjalan menuju pintu utama rumahnya. "Assalamualaikum, Ma." Pamit Vandra pada Ibunya.

"Waalaikumsalam. Sarapan dulu, Andra." Ucap Ibunya itu, Kirana­­­­, wanita itu baru saja keluar dari dapur.

"Andra udah bawa roti kok Ma. Di sekolah nanti Andra beli makanan di kantin." Ucap Vandra sedikit keras. Baru saja beberapa langkah dari pintu, Vandra membalikan tubuhnya seartus ratus delapan puluh derajat lalu berjalan kembali menuju Ibunya.

"Eh, kok balik lagi?" tannya Kirana bingung sedang Vandra, gadis itu menampilkan giginya yang putih memeberikan cengiran.

"Mau nunggu Bang Rafa, Ma." Ujar Vandra masih cengengesan. Kirana menggelengkan kepalanya sambil menghela napas.

"Rafa udah berangkat pas Mama pergi ke kamar kamu, katanya ada urusan penting di sekolah." Jelas Kirana yang diangguki oleh gadis itu.

"Kalau gitu Andra berangkat dulu ya Ma? Assalamualaikum." Ujar Vandra memberi salam.

Kirana mengangguk. "Waalaikumsalam."

***

Vandra menunggu di sebuah halte yang tak jauh dari rumahnya, ia menunggu bus yang tak kunjung tiba dengan perasaan gelisah. Tiba-tiba sebuah mobil berwarna hitam berhenti tepat dihadapan gadis itu, seorang laki-laki kemudian keluar dari mobil itu dan menghampiri Vandra, gadis itu terkejut mendapati laki-laki itu di sini.

"Hai, Andra." Sapanya dengan sebuah senyuman khasnya, senyuman yang dahulu selalu menenangkannya, namun sekarang tidak lagi.

Vandra diam, ia tak tau harus bagaimana.. Laki-laki itu terus berjalan mendekati Vandra tanpa ragu, tanpa rasa bersalah sedikit pun. Vandra sejujurnya tak suka laki-laki itu menaampakkan wajahnya lagi, ah, padahal dirinya sedang dalam proses melupakan laki-laki itu sejak enam bulan lalu, dan sekarang jadi sia-sia ketika laki-laki itu kembali.

Dindng pertahanan bisa saja runtuh ketika dia kembali lagi.

Mau apa lagi sih, Yud, batin Vandra tak suka sekaligus merasa sedih.Vandra mengalihkan pandangannya dari laki-laki bernama Yudha itu, ya, dia adalah Yudha Dirgantara yang tak lain dan tak bukan adalah mantan kekasih Vandra.

"Mau sekolah, kan? Ayok aku anterin.?" Tawarnya pada Vandra namun gadis itu tetap tak merespon. "Yuk," ajaknya kemudian tangan laki-laki itu meraih pergelangan Vandra agar mengikutinya, Yudha membawanya untuk masuk ke dalam mobil. Baru saja dua langkah, gadis itu segera berontak, ia menghempas lengan Yudha yang berada ditangannya dngan kuat.

"Kamu mau apa lagi?" Tanya Vandra dengan nada tak suka, ia menatap mata milik Yudha dengan lekat, laki-laki itu tau ada banyak kemarahan yang gadis itu pendam. Untuk sejenak mereka saling menatap satu sama lain, yang satu dengan tatapan benci dan yang satu dengan tatapan rindu.

"Aku mau kita bicara ini baik-baik." Kata Yudha membuat Vandra tertawa miris.

"Apa? Apa yang mau kamu jelasin sekarang?" mata Vandra berkaca-kaca mengatakan itu sedang laki-laki itu justru diam. "Udah kan, kayanya emang gak ada yang perlu lagi dibicarakan." Ujar gadis itu, Yudha menunduk, ia sungguh menyesali ucapannya waktu itu. Tak lama sebuah bus akhirnya dating, Vandra bersyukur pada Tuhan karena mendaangkan bus diwaktu yang tepat.

Vandra segera berlari masuk ke dalam bus, Yudha tak lama menyusul namun bus itu lebih dulu melaju tdengan Vandra yang ada di dalamnya. Yudha sempat mengejar namun tentu saja larinya tak secepat laju mobil itu.

Yudha berteriak kesal. 'Arghhh. Sial." Makinya, laki-laki itu bahkan menendang ban mobilnya sendiri karena kesal. "Gue gak akan lepasin lo, gue pastiin kita bakal bersama lagi, karena lo cuma milik gue, Vandra Adila Dirgama." Yudha berujar dengan senyum licik di wajahnya.

Sedangkan di dalam bus, Vandra terus menghalau air matanya yang hendak keluar, ah, entah kenapa dirinya menangis, padahal laki-laki itu tak pantas ditangisi.

Semoga ini kali terakhir aku bertemu dengannya,batin Vandra pemuh harap.

Enam bulan yang lalu,

"Bang Rafa mau ke mana?" Tanya Vandra ketika melihat Rafa yang hendak keluar membuat laki-laki itu menghentikan langkahnya.

"Biasa ada urusan." Jawab Rafa.

"Halah sok punya urusan." Ejek Vandra membuat Rafa mengelus dada.

"Gabut bilang dong, jangan solimi padahal pingin ikut." Rafa berujar mengejek balik, Vandra kemudian melempar bantal sofa pada wajah Rafa namun sasarannya meleset. "Wah Adik durhaka." Ucap Rafa gelelng-geleng kepala. "Ikut, gak? Kalo engga gue pergi nih." Ujarnya. Baru saja Rafa berjalan selangkah, suara Vandra lagi-lagi membuatnya berhenti.

"Ehh, tunggu." Gadis itu lantas pergi ke kamarnya utuk mengganti pakaian. Setelah selesai ia pun segera menyusul Rafa ke luar.

Mereka segera berangkat. Rafa yang menyetir sedang Vandra duduk di kursi di samping kemudi. Setelah beberapa lama mereka akhrnya sampai di sebuah taman yang menjadi tujuan Rafa. Rafa turun dari mobilnya diikuti oleh Vandra. " Bang Rafa ada urusan apa di taman?" Tanya Vandra. Rafa menoleh pada adiknya itu.

"Rumah temen gue di deket sini." Jawab Rafa. Vandra hanya mengangguk saja. "Lo tunggu di sini aja, terserah mau kemana tapi jangan jauh-jauh dai sini." Jelas Rafa.

"Kalo Andra ikut emang kenapa?" Tanya Vandra bimgung, laki-laki itu menghela napas.

"Di sana banyak buaya. Emang mau di makan buaya." Ujar Rafa dengan ekspresi hendak menerkam gadis itu, gadis itu membelalakan matnya takut. Vandra spontan menggeleng kuat. Maksud gue buaya darat, lanjutnya dalam hati.

"Enggak, enggak, Andra gak mau ikut." Putus Vandra. Rafa tersenyum.

"Ya udah, gue ke sana dulu." Mendengar itu Vandra mengangguk. Rafa tersenyum lalu diletakkannya lengan Rafa di atas kepala Vandra, diacak-acaknya rambut gadis itu hingga sedikit berantakan. "Jangan jauh-jauh." Vandra mengangguk sebagai jawaban.

Setelah kepergian Rafa, Vandra pergi mencari tempat untuk duduk, tempat yang tidak terlalu ramai. Pandangannya melihat kesegala arah, sampai manik indahnya itu menatap ke satu titik. Betapa terkejutnya gadis itu mendapati laki-laki yang ia kenali ada di sini, padahal beberapa hari ini laki-laki itu begitu susah sekali dihubungi. Sebenarnya hal yang paling mengejutkan adalah laki-laki itu bersama seorang gadis, dan gadis itu bersikap manja pada laki-laki di sebelahnya.

Vandra terus berjalan mendekati mereka, langkahnya gemetar, matanya mulai berkaca-kaca. Langkahnya terhenti ketika mendengar percakapan mereka. "Ah, aku seneng banget sebentar lagi kita bakal tunangan. Gak nyangka banget hubungan kita sampai sejauh ini." Ujar gadis itu sambil merangkul laki-laki di sampingnya namun taka da jawaban dari laki-laki di sebelahnya.

"Yudha," panggil Vandra lirih, keduanya menoleh pada Vandra. Yudha terkejut sedangkan gadis itu mengernyit bingung. Yudha berdiri dari dudknya diikuti oleh gadis di sampingnya. Yudha berjalan mendekati Vandra, ketika hendak meraih lengan Vandra, gadis itu justru menjauh.

"Ini gak seperti yang kamu pikirin." Ujar Yudha memberi penjelasan.

"Ini alasan kenapa kamu sulit buat dihubungi?" Tanya Vandra.

"Aku cuma butuh waktu buat jelasin semuanya." Vandra menggeleng, rasanya tidak ada yang dapat dipercaya lagi dari kata-kata laki-laki itu.

Gadis yang tadi bersama Yudha mendekati keduanya. "Dia siapa?" Tanya gadis itu tetapi tiak membuat mereka berniat menjawab. "Sayang, aku tanya dia siapa?" nada gadis itu semakin membentak, gadis itu merasa kesal diacuhkan.

"I'm a his girlfriend." Jawab Vandra menatap gadis itu dengan sorot tajam. Gadis itu kemudian tertawa kencang lalu untuk seperkian detik kemudian ekspresi itu berubah menjadi tatapan marah. Gadis itu lalu mendekat pada Vandra hingga keduanya berhadapan, tanpa aba-aba gadis itu menjambak rambut Vandra hingga gadis itu meringis.

"Lo denger baik-baik. YUDHA IS MINE AND YUDHA IS MY FUTURE HUSBAND! Jadi jangan jadi pelakor!" Ujar gadis itu tepat di wajah Vandra, gadis itu ingin sekali menangis, bukan karena kepalanya yang sakit akibat jambakan gadis itu, tetapi karena hatinya yang sakit.

"RISKA LEPASIN DIA! GUE BILANG LEPASIN DIA!" ucapan Yudha barusan membuat gadis itu menatap tak percaya padanya.

"KAMU BELAIN DIA? LIAT APA YANG BAKAL AKU LAKUIN SAMA DIA." Setelah berucap gadis itu melepas cekalannya di rambut Vandra, detik berikutnya gadis itu menganggkat tangannya tinggi-tinggi berniat menampar Vandra. Akan tetapi usahanya itu kalah cepat dengan Yudha, laki-laki itu dengan cepat menangkap lengan Riska lalu dihempaskannya dengan kuat.

"LO DIEM!" ucap Yudha dengan jari telunnjuk yang diarahkan tepat di wajah gadis itu untuk memperingstinya, gadis itu akhirnya diam walau pun dengan wajah yang masam. Yudha beralih menghadap Vandra, menatapnya lekat-lekat gadis yang masih berstatus sebagai pacarnya itu, tidak tau kalau nanti.

"Andra biar aku jelasin dulu semuanya?" ucapnya membuat Vandra menoleh.

"Jawab aku, apa bener kamu sama dia mau tunangan?" pertanyaan itu membuat Yudha terdiam sejenak, laki-laki itu kemudian meraih sebelah tangan Vandra namun segera ditepis oleh gadis itu.

Yudha menarik napas prustasi. "Ya aku emang mau tunangan sama Riska, dan aku lagi cari waktu yang tepat buat­—" ­­

"Buat apa? Buat putusin aku?" potong Vandra. Yudha menggeleng, bukan itu maksudnya. "Kalau gitu kamu gak perlu cari-cari lagi waktu yang tepa, karena mulai saat ini KITA PUTUS!" lanjutnya kemudian berbalik pergi meninggalkan Yudha dan Riska.

Aku hanya salah satu dari bintang dari sejuta bintang yang ada di langit yang ingin dekat dengan rembulannya, akan tetapi hanya aku satu-satunya yang paling terang, yang mampu menemani rembulannya kala gelap, batin Vandra. Hatinya benar-benar sakit. Rasanya sia-sia saja menemani laki-laki itu saat dulu sedang terpuruk, sia-sia karena itu semua tak membuat Yudha hanya bersamanya.

"VANDRA TUNGGU?" Yudha ingin mengejar Vandra namun lengannya justru dicekal Riska."Lepasin tangan gue atau lo bakal nyesel." Ujarnya melihat tangan gadis itu di tangannya. Riska akhirnya melepaskan cekalannya.

Vandra terus berlari tanpa memperhatikan jalan, kemudian tubuhnya tak sengaja menabrak dada bidang seorang laki-laki. Bruk,suara kedua tubuh yang bertubruk itu terdengar begitu kuat, Vandra hamper saja terjungkal kalau saja laki-laki itu tak menangkap tubuhnya dengan cepat.

"Dek, lo kenapa?" Tanya Rafa. Ternyata Rafa adalah laki-laki yang bertabrakan dengan Vandra tadi. Vandra menunduk—tak mau mempelihatkan wajah sedihnya pada Rafa, ia tidak mau Rafa marah, terlebih laki-laki itu tidak tau kalau dirinya berpacaran.

Vandra mengusap air matanya cepat lalu menatap Rafa yang terus bertanya. "Andra mau pulang, Bang." Ujar Vandra merengek.

"Lo...nangis?" Tanya Rafa memastikan, bagaimana laki-laki itu tak curiga, mata sembab juga hdungnya yang memerah menandakan gadis itu habis menangis.

Vandra memeluk Rafa dengan kuat. "Andra gak papa, Andra cuma mau pulang!" kekeh Vandra tetap ingin pulang tanpa mempedulikan pertanyaan Rafa tadi.

Rafa membalas pelukan adiknya itu. "Pokoknya kita gak bakal pulang sebelum lo ngasih tau semuanya." Ujar Rafa tak kalah keras kepala.

Vandra menangis dalam diam. "Tadi itu cuma—"

Belum selesai Vandra menjelaskan, sebuah dorongan juga pukulan menghanta wajah tampan Rafa. Vandra menutup mulutnya terkejut dengan kejadian yang begitu tiba-tiba itu.

"Shit!" umpatnya—merasakan sakit di bagian wajahnya. "Maksud lo apa?" Tanya Rafa tak terima. Untuk sejenak Rafa terkejut melhat siapa yang memukulnya. Dengan senyum remehnya Rafa mendekat kearah laki-laki itu.

Bugh!

Sebuah pukulan diberikan Rafa pada laki-laki itu. Laki-laki itu adalah Yudha, ia tersungkur di tanah karena pukulan itu, bahkan hidung juga sudut bibirnya mengeluarkan darah. "Gak ketua, gak anak buah sama saja, sama-sama PENGECUT!" Ujar Rafa setelah memberikan bogeman mentah itu. Yudha yang merasa sakit hati dikatai pengecut itu mengepalkan tangannya kuat.

"BRENGSEK!" umpatnya tak terima, apalagi itu menyangkut harga dirinya. Dengan cancan-ancang yang cukup Yudha berniat menyerang Rafa lagi, akan tetapi laki-laki itu kurang perhitungan, Rafa dengan gesit menghajarnya habs-habisan hinga iakalah telak dan terbaring lemas di tanah.

"Udah!" pinta Vandra mencegah agar Rafa tidak memukul Yudha lagi mengingat kondisi laki-laki itu yang sudah tak berdaya.

Yudha dengan tertatih laki-laki itu bangkit lalu berjalan kea rah Vandra dengan perlahan sambil memegang dadanya yang sesak. "Jangan mendekat!" ujar Vandra melihat jaraknya dan Yudha semakin dekat. Yudha tersenyum remeh.

"Gue kira lo cewek baik-baik. Gue mau jelasin semuanya tapi lo malah asik sama cowok lain. Kenapa? Dia lebih kaya? Huh, lo itu sama aja kaya yang lain..." Yudha menjeda ucapannya, kemudian ia berucap dengan suara rendah, "MURAHAN!"

Vandra menatap Yudha dengan tatapan kecewa. Ia tau bahwa selama ini memang tak pernah ada seorang pu yang tau kalau Rafa memiliki seorang adik, begitu pun sebaliknya. Jadi wajar jika laki-laki itu salah paham, tapi bukankah dia bias bertanya tanpa menyimpulkan terlebih dahulu apa yang dilihatnya?

"Neng sudah sampai." Ucap seseorang menyadarkan Vandra dari lamunannya. Vandra terkesiap, rupanya mengenang kembali kisah itu diikirannya membuatnya terlalu larut dalam kesedihan, tapi tidak lagi! Tujuannya pindah ke sekolah ini bukan hanya untuk melupakan laki-laki itu tapi juga memulai hidupnya yang baru. Kalau dibilang kecewa, maka jawabannya adalah ya, tapi yang terjadi biarlah ia berlalu terbawa angin.

Vandra turun dari bus setelah memberikan uang kepada kenek bus lalu turun. Ditatapnya sebuah gerbang besar yang menjulang tinggi. Vandra berjalan memasuki gerbang yang terbuka lebar itu. Semoga hari pertamaku di sini baik,batin Vandra saat pertama kali melewati gerbang itu.

-o0o-

Jangan lupa vote, komen dan share ya

Aku sayang kalian:)

Continue Reading

You'll Also Like

4.4K 403 41
Cerita Ke-dua Ketika matahari 🌞 dengan angkuh nya memberi panas kini tenggelam menyisakan senja ⛱ yang memunculkan sebuah cerita yang dilukis tanpa...
808K 54.7K 40
"Enak ya jadi Gibran, apa-apa selalu disiapin sama Istri nya" "Aku ngerasa jadi babu harus ngelakuin apa yang di suruh sama ketua kamu itu! Dan inget...
5.9M 253K 57
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
28.7K 1.8K 31
Yoona siswa baru yang sangat mencintai bola basket, kesan pertama pada gadis itu adalah 'perfect' tapi siapa sangka Yoona adalah bad girl di sekolah...