Butterfly Effects

Bởi Zry_Stefhan

37 4 1

Original Story Sebuah cerita pendek dengan 3 chapter -Aiden -Caris ~~ -Fantasy -Drama Xem Thêm

-2-

-1-

27 3 0
Bởi Zry_Stefhan


Menurut mereka, dimana ada kupu-kupu, disitulah sesuatu yang besar akan segera terjadi. Kepakan kupu-kupu akan menghasilkan satu topan, dan angin topan itulah yang akan membawa kita ke bencana. Hanya sedikit perubahan pada kondisi awal, dapat membeloki takdir dunia . Angin ini tidak berhenti di takdir seseorang namun akan terus berdampak hingga kekacauan terjadi lagi.

--

Bagi dirinya yang masih kecil, melihat perubahan dunia ialah sebuah keajaiban. Tak terpikir olehnya akan menyaksikan sebuah revolusi yang akan terjadi. Sorak- sorai pahlawan perang memenuhi keheningan tempat itu, tiada berhenti menyerukan kemenangan.

"Akhirnya perjuangan kita akan terbayar!!" Kata seorang panglima perang sedikit memberi pidatonya.

"Bersama-sama kita akan melucuti mereka besok, tepat di hari eksekusi mati!"

"Ya!" Teriak sekelompok prajurit. Kira-kira berjumlah 20 orang memenuhi sebuah ruangan

"Mereka harus membayarnya!" Semangat prajurit ikut meluap, siapa sangka perjuangan mereka akan terbayar di esok hari. Hak yang direnggut kini akan diraih lagi.

Seperti yang diceritakan pamannya, anak itu masih terus membayangi sebuah dunia tanpa perang. Karena tidak dapat menahan diri, dia berbaring, coba meraih buku hariannya yang berlabelkan namanya. 'Aiden' Label itu dipahat dengan indahnya dan merupakan satu-satunya peninggalan terakhir dari ayahnya. Tinggal berdua bersama paman dan satu-satunya keluarga yang ia punya kini merupakan hal paling sulit baginya. Keluarganya baru saja dieksekusi tepat dimana ia berbaring saat ini. Noda darah masih terlihat, bau bubuk mesiu bahkan masih tercium di sudut-sudut ruangan. Setidaknya yang ia ingini ialah keluar dari penjara itu.

"Ini tiga puluh poin jika kau menembak bagian punggungnya."

"Aku sudah menyuruhmu untuk mengincar kepala, bukan? Sekarang kita akan kalah taruhan dasar bodoh!"

"Sudah cukup, kita harus singkirkan pasangan ini."

"Lain kali bidiklah dengan benar."

Begitu pembicaraan selesai, ia pasti akan menjadi bahan taruhan. Bisa dengan cara paling mengerikan, dengan pakaiannya direbut darinya dan bahkan tubuhnya bisa saja dinodai dengan cara paling keji.

--Tidak!!

Air mata menetes dari matanya sekali lagi.

--Tidak!! Tidak!! Lepaskan aku!!

Siapa sangka paman yang ia anggap satu-satunya keluarga akan mengkhianatinya. Siapa yang sadar ternyata pamannya sangat mengingini tubuhnya sendiri. DIa terus saja menangis dan menutupi wajahnya. Begitu orang-orang itu tidak lagi mengawasinya, dia merangkak diatas tanah untuk melarikan diri.

Ia terus merangkak dan suara tembakan berkesinambungan menghantui pikirannya.

--Di umurnya yang tergolong remaja, ia tidak pernah lolos dari yang namanya penderitaan. Jejak kematian, suara tembakan, noda darah, potongan daging berserakan hampir memenuhi masa kecilnya. Bahkan dengan itu semua, dia masih belum terbiasa.

Tiba-tiba saja sebuah suara berbeda terdengar dari dinding. Sel itu sangat gelap tanpa pencahayaan dari dalam. Satu-satunya lilin dari luar yang menerangi seluruh area lorong. Sebuah suara tanpa tembakan namun kuat berhasil membuat membuatnya merasa mual. Teriakan seorang perempuan yang sepertinya satu usia dengannya dan suara cambukan itu benar-benar sulit ditafsirkan.

"Argh!! Tolong berhenti.... Ya Tuhan.... Kumohon...."

"Kau ingin lagi? Baiklah"

"Ya Tuhan.... Kumohon hentikan...."

"Nikmatilah selagi bisa, anggap saja ini hadiah kemenangan kita."

Aiden berusaha menutup telinga dan matanya, ia tidak kuat menahan lagi. Jika bisa, dia ingin mengakhiri hidup tapi ketakutan akan kematian jauh lebih mengerikan baginya.

"Aku tidak ingin mati.... Aku tidak ingin mati.... Aku tidak ingin mati.... Aku terlalu takut." Katanya seraya memeluk buku itu.

Berdasarkan keputusan dari atasan, untuk merayakan kemenangan, mereka para pejuang berhak mengambil salah satu penduduk dan terserah mau diapakan. Tapi hanya ada satu hukum yang berlaku, Tidak boleh menyiksa ataupun membunuh penduduk yang berusia dibawah 17 tahun. Jika salah satu personil ataupun prajurit yang ketahuan maka kedudukan negaranya akan terancam dan mungkin akan sangat memengaruhi perang sebagai negara yang menghargai hak asasi anak dibawah umur.

Tiba-tiba saja,

"Baiklah, yang mana jatahku?" Seorang pria berjalan sekaligus menunjukkan tawa bengisnya.

"Sel 110, Seorang remaja berumur 13 tahun yang bernama Aiden. Apakah kau bagian dari keluarganya?"

"Aku Tidak tahu, bukankah kita harus saling menjaga identitas diri sendiri? Aku memberontak bukan karna aku ingin berada di pihak kalian."

"Baiklah, terserah kau saja."

Dengan segera Aiden menjauh dari pintu sel, Suara tembakan bergema lagi. Lebih dekat dari sebelumnya. Dia baru saja sadar perempuan itu telah mati dan kini adalah gilirannya.

"Jadi ini sel 110? Aku tidak melihat siapapun didalam."

"Ruangannya memang sangat gelap, kau tidak akan menemukannya hanya melihat dari celah pintu."

Dalam beberapa detik, kesadarannya menjadi kabur. Namun matanya tetap terbuka, dan anggota badannya tidak berhenti bergetar ketakutan. Tubuhnya sudah melewati batas. Hatinya sangat bising dan rasanya gendang telinganya akan meletus.

Pintu itu terbuka lebar, salah satu penjaga mengarahkan senter tepat di wajahnya. Dia hanyalah perempuan cantik yang tidak bersalah. Tidak pernah mengharapkan sebuah mimpi besar, yang dipikirkannya hanyalah "Apa aku akan selamat dari sini?"

"K-kau..." Suaranya terdengar putus asa, seluruh perasaan takut,putus asa, kekecewaan mengalir begitu saja.

Pria itu tertawa sekali lagi, lebih liar dan bengis dari sebelumnya. Mulutnya dipenuhi air liur, matanya tidak lagi menunjukkan sosok manusia.

Sebelum hal yang tidak diharapkan terjadi, pria itu melihat kembali sesosok pemuda yang membawanya.

"Hei kau, siapa namamu?"

"Caris."

"Apa kau baru disini?"

"Ya benar sekali, mereka menempatkanku dari distrik B."

"Hmm... Baiklah aku ingin bertanya sesuatu padamu." Dia bertanya sekali lagi dengan suara mengancam.

"Apa kau sudah menyentuh salah satu tawanan disini?" Mata yang menatapnya seolah-olah dia adalah satu-satunya yang bisa diandalkan sekarang, seakan hendak keluar. Mulut pemuda itu terbuka dengan suara yang paling jujurnya.

"Tidak, Tuan. Aku merasa kasihan dengan mereka, bukannya tidak ingin tapi aku hanya merasa ini tidak adil bagi mereka."

Pria itu tertawa sekeras-kerasnya bahkan dia tidak menyangka ada anak baik di tempat sejahat ini.

"Kau sungguh membuatku terkejut. Sekarang, aku ingin kau bawa dia ke rumahku." Sesegera mungkin dia masuk ke sel dan bergerak ke arah Aiden. Merasa sebagai ancaman, dia langsung menyingkir.

"Menjauhlah, aku tidak akan memaafkanmu! Kau membunuh Ayah dan Ibu!"

"Tenang saja, aku hanya ingin meminjam barangmu sebentar saja." Tatapan satu-satunya keluarga yang ia kenal itu memukul hatinya. Pikirannya menjadi gempar. Sebuah tangan merenggut satu-satunya barang miliknya. "Aahh.... Tidak...." dia tetap memberontak namun sebuah tamparan keras mengenai wajahnya.

"Sudah kukatakan, aku hanya meminjamnya."

"Ah... Arghhh... Ahhh..." jeritan terus keluar dari tenggorokannya mengingat perasaannya, yang ia tidak pahami dengan baik.

Meskipun dia bermaksud menjerit sekuat tenaga, suaranya terlalu samar, tidak berdampak lagi di neraka ini. "Ahh... Tidak.... Kumohon jangan ambil......" Air mata menetes dari matanya, hidungnya dipenuhi ingus.

Itulah sentimen yang paling jelas. naluri bertahan hidup dan trauma berkepanjangan."

"Diamlah anak tak berguna, inilah akibat didikan ayahmu. Sepertinya dia terlalu memanjakanmu. Mulai sekarang biarkan aku mengenalkanmu ke dunia yang sesungguhnya. Kau harus sadar bahwa menjadi wanita artinya ia menjadi budak." Sebuah bayangan dari pantulan lilin terus memercikkan kekerasan dan darah. Bahkan pemuda itu tidak sanggup memba
antunya walau sebenarnya ia sangat ingin.

--Maafkan aku, Maafkan aku, Maafkan aku!

Pemuda itu terus menyumpahi, tangan kirinya menahan senapan Lee Enfield miliknya. Dia siap menembak Pria itu jika hampir membunuh gadis yang masih satu keturunan darah.

Dia memindahkan lehernya untuk melihat punggungnya. Berkat cahaya senter, dia bisa melihat noda hitam menyebar dibalik baju putihnya. Tidak mungkin itu keringat. Dia kemudian memastikan bahwa dia telah terluka begitu parah saat mendengar suara sepatu bot perlahan mendekatinya dan menyayat satu goresan ke baju bagian kirinya.

Tanpa balasan darinya, di sel itu hanya campuran antara jeritan dan tangisan.

"Bawakan dia ke rumahku, kau tidak akan menodainya sebelum aku kan?"

Tanpa balasan, pria itu berbalik dan keluar begitu saja."

"Maafkan aku." Jawab pria itu menatap Aiden.

--

Chapter 1

Đọc tiếp

Bạn Cũng Sẽ Thích

20.8K 123 10
Harry Styles one shots and smut by yours truly. May be reader insert, may be OC.
78.4K 5.6K 60
Shubish oneshots because why not. Mainly fluff with a little angst on the side. Ps- I wanted to write like a long story but I lack a good main plot a...
19.5K 26 9
just a horny girl telling you her horny thoughts
38.1K 2.7K 34
« ហឹក អ្ហឹក ៗ ខ្ញុំមិនចង់បានបែបនិងទេ ខ្ញុំចង់ឲ្យប៉ាស្រឡាញ់ខ្ញុំក្នុងនាមស្នេហាមិនមែនរវាងប៉ាកូន » « រវាងយើងទៅមិនរួចទេជុងគុក ប៉ាមិនបានគិតលើឯងលើសពីចំណងប៉...