Kisah Sebelumnya
Pria itu menunduk. Rahangnya berkedut dan mengeras diiringi bibir tipisnya yang bergetar.
Raka ... kenapa nama itu masih saja disebut bahkan ketika dia sudah menyakiti Fathiya begitu dalam. Lintang merasakan kepalanya berdentam hebat.
Tak hanya sekadar kata untuk ungkapkan rasa cinta.
Ada tarikan napas panjang sebelum diembuskan dengan berat dan dalam. Lintang berusaha keras untuk tersenyum. Sebagai kepala keluarga, dirinya harus mampu menjembatani semuanya. Dia tidak ingin Fathiya ditekan sedemikian berat oleh ibu kandungnya sendiri hanya karena menikahinya. Bisa memiliki Fathiya saja sudah membuatnya bahagia. Maka, tidak ada cara lain.
"Ma, jika memang seperti itu yang Mama inginkan, saya akan menurut. Namun," Kalimat Lintang terhenti sejenak. "saya tidak tega meninggalkan Ibu sendirian."
"Aku yang akan menemani Ibu." Fathiya tiba-tiba angkat bicara.
"FATH!" Tanti menjerit kaget.
Fathiya tertunduk dan berujar lirih. "Papa masih aktif bekerja. Mama lebih sering keluar rumah dan menghadiri aneka pertemuan. Kasihan jika Ibu harus sendirian di rumah sebesar ini. Pembantu kan cuma setengah hari. Berbeda dengan di kedai yang selalu ramai. Kalau di sini, Ibu pasti akan kesepian."
Fajar turut mengerutkan alis. "Lalu pekerjaanmu?"
"Fath akan resign. Hari ini bisa mulai mengajukan surat pengunduran diri." Wanita itu tersenyum tipis ke arah papanya. "Mungkin paling cepat minggu depan sudah bisa berhenti. Aku bisa ajukan Dafina sebagai penggantiku. Dia sangat kompeten."
"Nak Fath, kalau memang menyukai pekerjaanmu, tidak perlu berhenti. Ibu kaga apa-apa. Orang yang biasa kerja, tiba-tiba berhenti, pasti berat." Rahmi terlihat khawatir.
Wajah Tanti merah padam. Dirinya sungguh tak menyangka keinginannya untuk menahan Fathiya pergi, ternyata berbelok ke arah yang tak diinginkan. Sebenarnya, dia hanya mencari alasan saja. Toh, dia mengizinkan Fathiya kos di tempat yang tidak begitu mewah, tapi bersih dan nyaman.
Tanti punya agenda lain agar Fathiya tetap di dekatnya. Mengendalikan putri tunggalnya seperti biasa, agar dia pun bisa mengendalikan Lintang melalui Fathiya.
Karena itu, Tanti tak mungkin mengizinkan Lintang membawa Fathiya pergi. Dirinya tak akan bisa mengawasi gerak-gerik putrinya lagi. Dia bisa kecolongan seperti dulu, ketika Fathiya membuang semua barang pemberian Raka di kos. Bahkan sekarang, tiba-tiba anaknya menjalin hubungan dengan pria miskin!
Jika itu terjadi, rencananya bisa gagal total! Tanti harus bersabar. Sebentar lagi semua masalah ini akan selesai. Fathiya akan mendapatkan apa yang paling pantas untuknya.
"Terserahlah! Pokoknya Fathiya harus tinggal di rumah ini!" Tanti mendengkus dan bersedekap.
Fajar hanya tersenyum tipis sedikit lega kala berharap istrinya sudah lebih tenang.
Perbincangan panas pagi hari itu akhirnya berakhir. Fathiya langsung kembali naik ke atas. Kelelahan itu semakin bertambah-tambah. Bukan hanya fisik, tapi juga jiwanya. Kelelahan setiap dia berada dekat dengan Tanti. Wanita paruh baya itu seolah menyerap semua rasa bahagia dan semangat yang ada di sekitar Fathiya. Wanita itu terduduk lunglai di tepi kasur.
"Ayang nggak apa-apa?"
Suara rendah penuh kekhawatiran menyentak Fathiya. Ia mendongak lalu menggeleng pelan. "Maafin Mama, ya." Suaranya terdengar serak.
"Hei ...." Lintang menyeret kursi kerja beroda mendekat dan duduk di hadapan Fathiya. "Bukankah sudah pernah Abang bilang, Ayang nggak usah minta maaf untuk Mama? Ayang kan nggak salah apa-apa."
Fathiya hanya bisa mengembuskan napas berat. Jemarinya kembali memainkan bros dagu sembari menunduk. "Aku ngebayangin kalau Abang kerja di Depok, tapi harus tinggal di Bekasi itu kan ..."
"Kayak harus terbang antarplanet?" potong Lintang sembari tersenyum.
Mau tak mau Fathiya ikut tersenyum tipis.
"Enggak apa-apa. Nanti Abang bisa siapin bahan-bahan dari sini. Pas di Depok udah beres." Lintang berusaha terdengar baik-baik saja meski sesungguhnya dia sangat khawatir tentang jam berapa ia harus berangkat dan bangun untuk bersiap-siap. Apalagi dengan kota yang dikenal dengan kemacetannya brutalnya itu.
"Ta-tapi ...."
"Minggu depan, InsyaAllah Abang akan pindah ke sini," potong Lintang. "Sampai saat itu tiba, bersabar, ya, LDM-an sama Abang."
Fathiya terdiam mencerna semua kata-kata Lintang. Namun, belum sempat ia mengerti, pria itu sudah tertawa lepas.
"Muka Ayang lucu. Bengong nggak jelas," ujarnya di tengah-tengah tawa.
"Iih ... Bang Lintang!"
Tawa itu menghilang berganti senyum tipis yang teduh. "Nggak usah khawatir, ya! Yang penting Mama tenang."
Fathiya hanya bisa mengangguk.
Mulai hari itu, Lintang tampak lebih sibuk di kedai. Dia membuka lowongan untuk satu orang koki sebagai penggantinya. Dia membutuhkan bantuan untuk menyiapkan kuah mi ayam sepagi mungkin karena khawatir ia tak bisa datang cukup awal.
Jika biasanya Lintang menjadi koki utama yang bertanggung jawab menakar semua bahan-bahan yang masuk ke dalam dandang besar, kali ini pria itu harus menurunkan ego untuk menyerahkan kepercayaan kepada koki lamanya yang akan dibantu oleh koki baru.
"Aduh, sudah kubilang, numisnya jangan sampai terlalu kering. Nanti pahit!" Lintang gusar melihat koki barunya masih sedikit gagap bekerja. "Astagfirullah, kalian lupa sama cengkehnya, ya?"
Gerutuan demi gerutuan terus terdengar di dapur. Lintang benar-benar tak yakin keduanya mampu membuat kuah mi ayam yang lezat. Biasanya tugas mereka hanya memotong, mencincang, dan menyiapkan mi ayam ke dalam mangkuk.
Adonan mi bisa Lintang buat di Bekasi agak banyak dan disimpan di lemari es untuk 1-2 hari. Namun kuah jelas harus dibuat setiap hari demi menjaga kesegarannya.
Pria itu mengusap wajahnya frustrasi. Sudah hari Kamis dan kedua kokinya belum mendapat banyak kemajuan.
Sementara Rahmi hanya mengamati dari kejauhan. Dia bisa saja memberi aba-aba, tapi itu akan melukai ego Lintang. Lelaki itu terbiasa mengurus semua sendirian sejak ayahnya meninggal. Memberinya bantuan, hanya akan membuat Lintang merasa tidak dipercaya. Selain itu, Rahmi tak ingin mengganggu konsentrasi anak tunggalnya. Wanita paruh baya itu tampak sabar menunggu hingga mereka berdua akan pindah ke rumah Tanti pada Senin depan.
"Kamu beneran sudah resign?" Fajar bertanya pada Sabtu sore itu.
Fathiya hanya mengangguk dan menyomot jamur krispi dari piring di meja. Dia dan Fajar sering menghabiskan akhir minggu untuk sekadar ngobrol sementara Tanti sedang mengikuti arisan kedua bulan ini entah dengan kelompok mana.
Pendingin ruangan disetel dalam suhu cukup mengembuskan hawa dingin ke helai rambut Fathiya yang kali ini dibiarkan tergerai bebas. Tubuh wanita itu diempaskan ke sofa biru dengan diiringi helaan napas.
"Kamu nggak sreg jadi memilih keluar kantor?" Fajar tampak khawatir.
"Bukan, Pa." Fathiya tersenyum saat kerongkongannya sudah menelan jamur dengan sempurna. "Alhamdulillah Bu Direktur sangat pengertian. Lagian Fath baru saja naik jabatan. Job desk belum semua dialihkan, Alhamdulillah Bu Direktur setuju soal pengangkatan Davina karena memang dia cerdas dan pintar. Aku juga udah bicara banyak dengannya seminggu terakhir."
Fathiya sudah banyak bercerita banyak pada sahabatnya tentang Tanti dan semua paksaan gilanya. Davina tentu saja mengusulkan agar Fathiya kabur saja dari rumah. Namun, Fathiya tidak ingin membuat semua gaduh dan menolak usual itu.
"Alhamdulillah kalau begitu." Fajar tersenyum sambil menikmati jamur gurih bertabur bubuk balado itu. "Papa cuma pengin kamu melupakan Raka dan berbahagia."
Nyut ....
Setiap nama itu disebut, hati Fathiya seperti ditusuk-tusuk. Namun wanita itu berusaha sekuatnya untuk melengkungkan bibir ke atas. "Insyaallah Fath akan bahagia bersama Lintang, Pa."
Fajar pun berusaha mempercayai perkataan putrinya.
24 April 24
Masih ada yang nungguin cerita ini ga, si?
Kalau ga ada, mau aku pindah di blog Shireishou.com aja. Tetap gratis.
WP sekarang ribet. Dari mulai Hapus Private, hapus Feed, hapus history, eh WATTPAD sekarang mau hapus DM. Padahal Shirei suka chat sama pembaca dan sesama author di sana. Orz
Gimana ga curiga next yang hilang adalah profil comment dan komen bab?
OLD AUTHOR NOTE JANGAN DIBACA! NANTI SPOILER!
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
..
.
.
.
.
.
.
18 Oktober 2019
Sebenernya, orang kayak Tanti yang manipulatif dan egosentris, Fathiya yang baperan dan gagal move on, Fajar yang diem aja sama kelakuan istrinya itu BANYAK.
Justru sebenernya yang harus dipertanyakan itu apa ada orang sesabar Lintang?
Sayangnya, ternyata Lintang nggak sesabar itu. Wakkakakakk
Kira-kira mau ngapain si Lintang ini kalau ngamuk?
Btw GA minggu dpn ya. Baru sempet aku kasih nomor undian td pagi.
Doakan Yuusha sehat semua jadi ga perlu rawat inap. Besok mau tes darah. Shirei agak khawatir 😭