SARANGKALA

By riankobe

32.3K 1.6K 142

Demit penculik bayi yang meneror sebuah kampung di kota Banten More

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 9
chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15

Chapter 8

1.6K 102 9
By riankobe

Sesampainya dirumah bu Warsih, sudah ada tiga orang perempuan dan dua orang laki-laki, mereka semua adalah tetangga bu Warsih, katanya tadi sore lebih banyak lagi, namun satu persatu pulang untuk beristirahat karena besok harus bekerja. Kelima tetangga bu Warsih inipun bukannya besok tidak ada kerjaan, mereka hanya merasa iba.

Suami bu Warsih masih tidak ada dirumah, setelah pertengkaran tadi pagi rupanya belum pulang. Kata salah satu tetangganya ketika bidan Yuyun bertanya, suami bu Warsih hilang entah kemana, tadi pagi pun dia tidak datang ke tempat kerja.

"Barangkali dirumah orang tuanya pak ?" Lanjut bu bidan Yuyun.

"Tidak ada yang tahu rumah orang tuanya, si Rahman kan pendatang di kampung ini bu."

Bu warsih tampak sedang tertidur pulas berkat obat yang diberikan ketika kami sedang berbincang. Anak-anak bu warsih pun tampak sudah lelap. Walaupun waktu baru menunjukan jam 8 malam, tapi warga desa disini biasanya memang sudah beristirahat ditempat tidur, bukan karena harus bangun dini hari untuk menyiapkan saur, dibulan-bulan biasa pun waktu tidur warga desa dimulai setelah menunaikan adzan isya. Mungkin ada beberapa warga yang masih bangun untuk menonton televisi tapi itupun tidak lebih dari jam 9 malam, kata salah satu tetangga bu warsih menjelaskan kepada Kamu ketika bertanya kenapa keadaan kampung begitu sepi padahal malam belum larut.

Sari dan indah sudah tampak menguap, mereka berdua kelelahan setelah berjalan, Sari tampak sudah melupakan kejadian mengerikan tadi saat di perjalanan. Bidan yuyun masih melanjutkan obrolan, walapun para ibu-ibu yang diajak ngobrol ini pun sudah tampak ngantuk karena matanya tampak kelelahan dan berusaha untuk tetap terjaga. Namun rasa kantuk masih belum mendatangimu. Bayang-bayang makhluk misterius itu masih menempel dikepalamu.

Ketika malam sudah semakin larut, dan para pria sudah pergi dari rumah bu Warsih. Sedangkan kedua orang tetangga bu Warsih sudah tidur, hanya tinggal bidan yuyun dan seorang lagi yang masih melanjutkan obrolan, kamu tidak terlalu memperhatikan topik obrolan mereka.

Udara dingin mulai terasa, kamu tidak membawa selimut, tubuh Kamu hanya dibalut kain batik yang tipis. Udara yang masuk dari celah-celah dinding bilik bambu terasa sampai ke tulang. Entah kenapa udara itu membuat bulu kuduk mu merinding. Mata tidak bisa teralihkan dari jendela kaca yang persis ada didepan wajah kamu, kamu kebagian tidur didekat pintu.

Kamu melihat jendela kaca itu tertutup kain gorden, namun tidak semuanya tertutup rapih, ada bagian celah karena kain gordennya tidak cukup lebar. Sehingga kamu bisa melihat dengan jelas keluar. Tidak ada pemandangan apapun kecuali pantulan sinar lampu dari rumah teras tetangga disebrang sana.

Kamu mencoba memejamkan mata, tapi terasa sangat sulit, godaaan untuk melihat keluar selalu saja menggelitik didalam hati. Takut tapi ingin, entah kenapa kamu selalu merasa ada yang mengawasi dari balik jendela kaca itu. Untunglah suara bidan yuyun yang sedang berbincang menjadi sedikit obat, sehingga kamu bisa melawan rasa penasaran kamu.

Kamu membuka mata, memperhatikan keluar jendela. Dari pantulan cahaya teras disebarang jalan sana, samar-samar kamu melihat sesosok tubuh. Tidak terlihat jelas, hanya bayangan hitam yang berada persis disebarang jalan. Tapi jika melihat dari perawakannya, sosok itu mirip dengan makhluk yang kamu lihat tadi dijalan.

Kamu terhenyak, kaget dengan cepat bangun dan duduk. Nafasmu tiba-tiba saja terasa berat. Bidan yuyun yang berada didepan kamu merasa kaget dan langsung mengucapkan istigfar.

"Kenapa ?"

Untuk sesaat kamu bingung harus menjelaskan apa, kamu tidak tahu harus berbicara apa. Antara masih kaget dengan apa yang kamu lihat dengan cara menyusun kalimat untuk memberitahu bidan yuyun.

"Kamu mimpi buruk ?" belum sempat kamu menajawab, bidan yuyun kembali bertanya.

"Makanya kalau mau tidur itu berdoa dulu neng." Kata tetangga bu warsih yang sedari tadi berbiancang dengan bidan yuyun.

"Sudah kembali tidur, terus baca alfatihah dulu sebelumnya. Atau mau minum dulu, airnya ada didapur." Kata bidan yuyun.

Mendengar kata dapur kamu kaget, teringat pada kejadian dimana semua peristiwa horor yang dialaminya menimpa berawal dari sana, saat dirinya menemukan ari-ari bayi. Walaupun jarak dapur dan bagian tengah rumah saling berdekatan, tapi kamu tidak mau pergi kesana. Maka tanpa berbicara lagi kamu langsung menggelengkan kepala, seraya menuruti pernintah bidan yuyun untuk membaca surat alfatihah.

Kini kamu tidur berbalik arah, memunggungi jendela kaca. Walaupun godaan untuk berbalik terus menggerutu didalam hati, tapi sekuat mungkin kamu mencoba menahannya.kamu terus berusaha memejamkan mata, walaupun kamu tau itu terasa sangat sulit. Tubuhmu berkeringat. Kepalamu terus terbayang pada hal-hal menakutkan yang telah kamu alami.

Hingga akhirnya tubuhmu kelalahan dan rasa kantuk mulai datang. Suara obrolan dari bidan yuyun mulai terasa pelan, walaupun kamu berharap bidan yuyun akan terjaga sepanjang malam. Matamu sudah mulai lelah, pikiranmu sudah mulai tenang. Walaupun rasa takutmu besar, tapi rupanya kebutuhan biologis tubuhmu untuk beristirahat mengalahkannya.

..................................

Kamu terbangun, Kamu melihat sekeliling, orang-orang sudah terlelap dengan balutan selimut masing-masing. Kamu melihat jam dinding, jarum pendek menunjuk pada angka dua. Keadaan begitu sunyi, udara disekitar tidak sedingin sore hari tadi.

Entah kenapa kamu tidak bisa lagi memejamkan mata, kamu terjaga tiga puluh menit lamanya tanpa melakukan apapun. Terlentang, matamu menatap langit langit yang terbuat dari bilik bambu, ada noda hitam yang bercecer disana, seperti jamur. Jaring laba-laba yang sudah berwarna hitam karena bercampur dengan debu tampak menggantung dibeberapa bagian. Disudut langit-langit kamu melihat sebuah sarang tawon dengan ukuran kecil.

Kamu berasumsi mungkin rumah ini seperti tidak terlalu terawatt. Padahal ukuran rumahnya tidak terlalu besar, tapi bagaimana bisa bu Warsih tidak melihat bagian bagian kotor dirumahnya dengan baik, pikir kamu.

Rasa bosan melanda, sudah tidak adalagi yang bisa diperhatikan dilangit-langit. Bagian kepala belakangmu mulai terasa ngilu karena terlalu lama telentang. Bantal milik bu warsih sudah begitu tipis, sehingga kepalamu terasa langsung menyentung lantai. Bantalnya juga sedikit berbau tidak sedap.

Kamu mengubah posisi tidur, menghadap ke samping. Pandangamu kini menuju jendela kaca, hal yang tadi sore kamu takutkan. Namun kali ini entah kenapa terasa biasa saja, padahal dari balik celah jendela yang tidak tertutup gorden itu pemandangannya masih sama.

Kamu melihat ponsel, tidak ada yang bisa diharapkan, game yang kamu instal sangat membosankan karena sering dimainkan. Sinyal tidak bisa diandalkan untuk mencari bahan bacaan. Kamu milhat daftar panggilan, tidak ada yang lain kecuali panggilan tidak terjawab atas nama ibunya. Kamu menarik nafas panjang.

Bagaimana bisa kamu begitu sangat marah pada ibumu Cuma gara-gara hal sepele. Pasti setiap hari ibu Kamu merasa sangat kesepian, mungkin disiang hari sedikit terhibur dengan kegiatannya berjualan. Tapi dimalam hari siapa yang akan mengajaknya mengobrol. Disaat didalam rumah bu warsih begitu sesak dengan banyaknya anak, tapi dirumah kamu ibunya kini sendirian.

kamu ingin meminta maaf tapi entah kenapa rasa canggung selalu saja berhasil mengahlahkanmu. Kamu mulai merasa gelisah, mungkin didalam hati kecilmu merasa bersalah terhadap ibunya tapi dia tak mau mengakuinya. Kamu melihat sekeliling, teman-temanmu sudah tidur dengan lelap, tidak mungkin kamu membangunkannya hanya sekedar ingin ditemani berbincang. Begitu juga dengan bidan Yuyun dan ibu-ibu tetangga yang ikut menginap mereka tampak begitu pulas. Kemudian kamu melihat bu Warsih.

Kamu kaget bukan kepalang, melihat bu warsih ternyata dia tidak tidur. Bu warsih menatap kamu, matanya terlihat berbinar seperti bukan orang yang baru saja bangun tidur. Mungkin bu Warsih sudah terjaga saat tadi, namun belum sempat kamu bertanya, Bu warsih menatapmu dengan tajam, atau mungkin lebih tepatnya melotot, kemudian dengan perlahan bibirnya tersenyum. Bukan sebuah ekspresi keramahan tapi malah tampak mengerikan.

"Bu.."

"Iya...neng." Bu warsih menjawab kamu masih dengan mimik muka tersenyum dan mata melotot. Jantung kamu berdetak kencang, bukan cuma mimik mukanya yang kamu takutkan tapi tingkah bu Warsih yang tidak biasana ini membuatmu teringat pada kejadian tadi sore, bagaimana kalau tiba-tiba bu Warsih menyerangnya dengan tiba-tiba.

"Neng, tolong ibu, antar ke kamar mandi." pintah bu warsih masih dengan mimik muka yang sama, setelah selesai berbicara bibirnya kembali tersenyum. Bukan sebuah senyum yang dipaksakan, tapi senyum itu memang terasa ramah jika saja matanya tidak melotot.

"tidak usah bangun bu bidan, kasian dia kecapean. Cuma nemenin aja kebelakang. Ibu masih kuat berdiri sendirian." Kata bu Warsih ketika tangan Kamu terlihat memegang bidan Yuyun.

Kamu terdiam sejenak, jantungmu semakin berdetak kencang. Kamu tidak tahu harus melakukan apa, sebuah kalimat penolakan tentu saja bukan sebuah pilihan yang baik. Tapi mengiyakanpun hanya menambah ketakutan dan kegelisahaannya tentang ketidaktahuannya apa yang akan terjadi nanti diluar.

"Neng.." bu warsih kembali menagih jawaban.

""iya bu.." Sial, pikir kamu kenapa jawaban itu yang keluar dari mulutnya. Kamu seolah terhipnotis dengan tatapannya, sehingga kepalamu tidak bisa berpikir karena diselimuti ketakutan.

Tanpa sadar keringat halus mulai muncul didahi. Kamu berusaha berdiri, walaupun lututmu terasa lemas sebenarnya. Bu warsih masih menatap kamu juga ikut beridiri. Kamu berjalan mendekati bu Warsih, namun kamu menundukan pandangan, tidak berani langsung menatap matanya.

Kamu memegang tangan bu warsih, berjalan disampingnya kearah pintu.

Begitu pintu terbuka, hembusan angin langsung berhembus ke tubuh kamu. Terasa dingin hingga membuat bulu-bulu halus ditubuhnya langsung bereaksi. Langkah peratama menginjak tanah terasa begitu berat apalagi bu warsih berjalan dengan begitu lamban.

Keadaan diluar begitu sepi, bahkan suara jangkrikpun tidak terdengar. Sangat mengherankan. 

Continue Reading

You'll Also Like

10.7K 538 13
If I may I'd like to pose an interesting question. What is the worst type of human? There's a large variety of objectively wrong types of humans, ran...
90.1K 8.8K 46
A driverless bus, carrying a group of cursed individuals, journeys to a sinister black villa... ใ€€ใ€€Inside the villa, there's a door stained crimson w...
56.8K 1.3K 18
โ ๐ˆ ๐‹๐Ž๐•๐„ ๐˜๐Ž๐”... ๐ˆ๐“๐’ ๐‘๐”๐ˆ๐๐ˆ๐๐† ๐Œ๐˜ ๐‹๐ˆ๐…๐„. โž ๐Œ๐€๐ƒ๐ˆ๐’๐Ž๐ ๐Œ๐„๐„๐Š๐’ ๐Œ๐€๐‘๐“๐ˆ๐ couldn't wait to get out of Woodsboro after eve...
67.1K 1.4K 18
Maybe you shouldn't keep ignoring those love letters and bloodstains in your mailbox anymore, who knows when the person who keeps putting them there...