Trapped (Terbit) ✓

By Isarsta

4.8M 346K 4.4K

[Pemenang Wattys Award 2020 Kategori Romance] #Highest Rank 1 in Chicklit (01-01-2020) #Highest Rank 1 in Met... More

[Blurb]
Prolog
01. He's Devil
02. Banyak Maunya!
03. Produk Gagal Move On
04. Nightmare
05. Crazy Morning
06. Meet Old Friend
07. Hadiah
08. Pertunangan Yuki
09. Masalah Ari
10. Meet Daniel
11. Bolos Ngantor
12. Chicken Wings dan Siluman Tikus Got
13. Jika Waktu Dapat diputar Kembali
14. Gosip
15. Anniversary Daniel's Parents
16. Berdebar (lagi)
17. H-1
18. Ayu Birthday
19. Enplane
20. Bali
21. Bali (B)
22. Bali (C); Pesta
23. Bali (D); Pantai
24. Pulang
26. Bandung (2); Hug
27. Kentjan?
28. Gagal ke Monas?
29. Little Kiss
30. Resign
31. Hurting
32. Curhat
33. Menghindar
34. Bertemu
35. Penjelasan
36. Keputusan
37. Haruskah?
38. I'm Sorry
39. Tentang Pitaloka
40. Tentang Pitaloka (2)
41. First Meet
42. Gimana Bisa?
43. Trapped (End)
Epilog
Hello🌻
Chapter Tambahan (1)
Chapter Tambahan (2)
Thank You🌻
Weekend Sale, lagi!

25. Bandung

72.7K 6.5K 18
By Isarsta

Sesampainya di Bandung kami langsung disambut hujan deras dengan guntur yang bersahutan. Membuat udara semakin dingin dan menusuk sampai tulang. Sudah tiga jam hujan mengguyur bumi, tapi belum ada tanda-tanda akan reda.

Mama keluar dari dapur sembari membawa tiga cangkir cokelat panas di atas nampan. Wanita tersayangku itu membagikan cokelat panas tersebut padaku dan Gita, lalu memberikan cangkir terakhir pada Dewa.

“Nak Dewa nginep aja, ya? Kayaknya hujannya bakal awet,” bujuk mama.

Kalau kalian bertanya kenapa mama tidak lagi memanggil Dewa dengan sebutan ‘Pak’ melainkan sebutan ‘Nak’ itu karena Dewa yang memintanya sendiri. Rupanya dia memang tidak suka dipanggil dengan embel-embel ‘Pak’. Memang, sih, harus kuakui Dewa sama sekali tidak pantas dipanggil bapak, sebab pria itu memiliki wajah baby face yang membuat iri.

“Apa nggak merepotkan, Bu?” tanya Dewa tak enak.

“Sama sekali nggak ngerepotin kok, Mas. Malah kalo bicara soal ngerepotin, jelas saya yang lebih banyak ngerepotin Mas Dewa beberapa hari ini. Jadi, kalo Mas Dewa emang mau menginap di sini, kami sama sekali nggak keberatan.” Kali ini aku yang berinisiatif menjawab.

Mama mengangguk setuju. “Betul kata, Pitaloka, Nak. Kami sama sekali nggak keberatan kalo Nak Dewa mau menginap di sini.”

Dewa terdiam sejenak tampak berpikir. Tetapi kemudian pria itu mengangguk setuju. “Baiklah. Kalo begitu saya hubungin pak Iyos dulu agar menjemput saya besok saja.”

Setelah itu Dewa pergi ke teras seraya menempelkan ponsel di telinga. Mungkin pria itu mencari sinyal. Memang mendapat sinyal di sini begitu sulit, apalagi saat hujan deras begini.

“Kamu yakin nggak punya hubungan istimewa sama bosmu itu?” tanya mama seraya mengerling jahil.

Aku memutar bola mata. “Nasi goreng mang Kardi kali, ah, istimewa.”

“Nggak usah bohong sama Mama. Kalo kalian nggak ada hubungan istimewa, nggak mungkin dia mau nganterin kamu ke sini.”

“Apa salahnya, sih, Ma? Dia bos—“

“Nah itu! Mana ada bos yang mau nganterin bawahannya tanpa alasan,” potong mama.

Aku berdecak. “Harusnya Mama ikut seneng karena aku punya bos yang baik. Bukannya malah mikir aneh-aneh.”

Gita menatapku curiga. “Tapi kata Ka Pita waktu itu Ka Dewa nyebelin. Kok, sekarang dipuji-puji?” cecar Gita.

Sungguh aku menyesal karena pernah curhat soal Dewa pada Gita. Kalau tahu akan dicecar begini, lebih baik dari awal aku tutup mulut saja.

Aku berdeham salah tingkah. “Dia emang nyebelin, kok,” ujarku.

Iya, ‘kan? Di awal-awal Dewa memang super menyebalkan? Bahkan, masalah salah takar gula saja terus dipermasalahkan. Jadi, aku tidak bohong sama sekali soal itu. Persetan dengan sifat Dewa yang sekarang jadi super baik dan perhatian.

“Tapi katanya tadi baik. Ih, dasar nggak konsisten!” cibir Gita.

Aku mendengus keras. “Ya, aslinya dia emang nyebelin, kok! Git, Kakak, beneran nggak ada hubungan apa-apa sama Mas Dewa. Jadi, kamu jangan nuduh mac—“

“Yang nuduh Ka Pita ada hubungan istimewa sama Ka Dewa, kan, Mama. Kenapa Kakak sensinya sama aku, sih?”

“Tuhkan mencurigakan.” Lagi-lagi mama menggoda. Sedangkan Gita memandangku dengan pandangan curiga.

Aku berdecak. “Bodo, ah!” dengusku. Lalu aku kembali menyesap cokelat panasku dan memilih fokus pada minuman manis itu, daripada meladeni kecurigaan mama dan Gita yang tak berdasar itu.

Tak berapa lama kemudian Dewa akhirnya kembali bergabung dengan kami. Sesuai perkiraanku, mama langsung mengajak Dewa berbincang dan sedikit mencari celah untuk bertanya soal apa hubungan pria itu denganku, yang membuatku ingin berteleportasi ke planet mars dan hidup dengan para alien saja. Karena itu benar-benar memalukan!

Namun, untungnya Dewa tak menanggapi serius pertanyaan-pertanyaan absurd mama. Tetapi entah mengapa, aku sedikit tidak suka saat Dewa menganggap pertanyaan mama sebagai candaan. Sebab dalam lubuk hatiku paling dalam, aku juga ingin tahu, apakah perhatian Dewa selama ini hanya formalitas antara bos dan bawahannya atau pria itu juga punya perasaan yang sama denganku?

Setelah jarum jam menunjukkan pukul sepuluh kurang, kami pun segera masuk ke kamar untuk beristirahat. Aku dan Gita tidur di kamar adikku itu, sedangkan Dewa tidur di kamarku.

Hujan memang sudah reda sedari tadi, tapi hawa dingin masih menusuk pori-pori. Sedangkan selimut yang ada di kamar Gita hanya satu, itu pun hanya kain tipis yang tak begitu lebar. Sebab tak tahan dengan udara yang menusuk kulit, aku segera keluar dari kamar Gita lalu mengendap-endap masuk ke kamarku di mana Dewa tidur di dalamnya.

Dengan langkah tertatih karena kakiku masih sedikit bengkak, aku berjalan ke arah pintu dan membuka pintu kamar pelan agar tidak membangunkan Dewa. Setelah itu aku berjalan ke lemari yang ada di pojok ruang untuk mengambil selimut di rak kedua dari bawah.

Aku memutuskan segera pergi setelah mendapat barang yang aku butuhkan. Namun, selimut Dewa yang tersibak menahanku. Aku mendekat ke arah ranjang dan membenarkan selimut pria itu agar Dewa tak kedinginan.

Aku tahu, seharusnya aku segera pergi setelah membenarkan selimut Dewa. Bukannya terdiam di sini seraya memandangi wajah Dewa yang  begitu polos seperti bayi saat tertidur.

Pria itu terlihat begitu manis, tak terlihat menyebalkan seperti biasanya. Dengan perlahan aku menyibak rambut Dewa yang menutupi dahi pria itu sehingga seluruh wajahnya terlihat jelas. Jujur, aku suka melihat Dewa yang polos seperti ini dan aku tidak keberatan jika melihat pemandangan ini semalam.

Sebentar, kenapa wajah Dewa terlihat tak asing, ya? Apa kami pernah bertemu di suatu tempat sebelumnya? Aku menggeleng cepat. Ah, mungkin hanya perasaanku saja.

Dewa tiba-tiba bergerak dalam tidurnya, membuatku segera menjauhkan tanganku dari dahi pria itu seraya menahan napas karena takut ketahuan. Jika Dewa terbangun, aku tidak tahu mau ditaruh di mana lagi mukaku ini. Lagi pula apa, sih, yang sedang aku lakukan? Apa aku sudah benar-benar gila sekarang?

Kewarasanku akhirnya kembali. Aku pun segera keluar dari kamarku dan kembali ke kamar Gita dengan langkah tertatih.

Aku merebahkan tubuhku di samping tubuh Gita yang sejak tadi sudah terlelap. Tak lupa aku menarik selimut sampai dada. Aku menutup wajahku dengan kedua tangan, merasa malu pada perbuatanku barusan. Gila, aku pasti benar-benar sudah gila!

Tak berapa lama kemudian aku terlelap. Namun, baru saja aku tertidur mimpi-mimpi buruk itu kembali membombardirku dengan brutal. Hingga lagi-lagi aku terbangun dengan tubuh gemetar, dan suara-suara menyakitkan itu kembali berdengung di kedua telinga.

Jangan Om Jangan!

Berani lo nampar gue jalang!

What the fuck! Your body very disgusting!

Brakkk!

Om ... sakit jangan!

Your body very disgusting, Pitaloka!

Aku memejamkan mata erat. Mencoba menenangakan diriku sendiri, kemudian kuraih segelas air yang ada di meja nakas dan meminumnya sekali teguk.

Aku harus tenang, karena aku tidak boleh membangunkan Gita dan membuat adikku itu khawatir. Walau sebenarnya aku ingin menangis kencang, untuk melampiaskan rasa sakit dan sesak yang mencekikku sampai rasanya mau mati.

Setelah sekian lama aku tak memimpikan hal-hal buruk itu lagi, mengapa mimpi-mimpi menjijikkan itu kembali lagi sekarang?

Pertanda apa ini, Tuhan?

***

Continue Reading

You'll Also Like

1.2K 189 5
Rasanya Ellyn bisa gila sekarang karena gamers yang ia tonton sekarang terus memberinya ciuman saat ia terus memberinya donation. Tapi siapa sangka j...
3M 65.6K 41
Apa cinta itu segalanya? Tidak cukupkah hanya dengan aku berada disampingmu dan selalu setia kepadamu? Kenapa kau memintaku mencintaimu kalau akupun...
5M 335K 24
Shera Kinanti, 25 tahun, Manajer Produksi Beta Laktam di sebuah perusahaan farmasi, punya poin-poin yang tidak disukai dari seorang pria. Sayangnya s...
1.4M 113K 36
"Aku benar-benar akan membunuhmu jika kau berani mengajukan perceraian lagi. Kita akan mati bersama dan akan kekal di neraka bersama," bisik Lucifer...