ARSEN (END)

By lcsv17

370K 26.3K 881

Kalau kata orang, cinta itu bagian dari hidup. Tapi, tidak bagi Arsen. Arsen Raditya Arkharega, hanya seoran... More

1 - Geng Murid Pindahan
2 - Anak Lainnya?
3 - Arsen Pintar!
4 - Hari Kesialan Arsen!
- CAST -
5 - Usaha
6 - Balas Dendam
7 - Dendam
8 - Ekskul
9 - 12 TKJ 3
10 - Sakit
11 - Malam itu
12 - Keluarga Baru?
13 - Teman Baru
14 - Adek
15 - Club Malam
16 - Elsa Ardavirisca
17 - Basket
18 - Pangeran?
19 - Telephonobia
20 - Arsen Benci Bawang!
21 - Masalah dengan Arsen
22 - Semua Tentang Ratu
23 - Suka
24 - Kecewa?
25 - Lupakan!
26 - Akhirnya!
27 - Kanaya
28 - Sayang Razel!
29 - Coklat untuk Verdo
30 - Sakit
31 - Jatuh, dan sakit
32 - Clubbing lagi
33 - Orang misterius
34 - Kejutan
35 - Kosan Narky
36 - Pembalasan
38 - Rumah sakit lainnya
39 - Hari terakhir
40 - Mengenang Verdo
41 - Peninggalan
42 - Semua hanya masa lalu
43 - Tragedi tragis
44 - Setidaknya, bertahan
45. Lelah - End

37 - Verdo Kadilon Bhaskara

5.2K 403 2
By lcsv17

Arsen menatap keluar lewat jendela kelasnya. Udara malam ini cukup dingin. Ia baru saja kembali dari supermarket, membelikan banyak sekali cemilan untuk Verdo yang akan kembali bermalam disekolahan.

"Malem ini lu ada jadwal terapi, kan?" Arsen berbalik, menatap Verdo yang sedang meminum susu kotak yang dibelikan Arsen itu.

"Iya..." lirihnya.

"Mau gua anter?"

"Nggak, Rega. Aku bisa sendirian."

"Jangan bohong sama gua. Kalau sampe lu bohong dan ga pergi terapi, lu tau kan apa yang bakal terjadi?" Arsen menatap Verdo dengan tatapan sayu.

"Udah malem, Rega. Kamu pulang sana."

"Ga. Gua mau nunggu lu disini sampe waktu lu terapi."

"Rega. Sakitku ga terlalu parah. Aku aja masih bisa sekolah, kan?"

Arsen menghembuskan nafas lelah, "Nyokap sama bokap tiri lu itu, gatau kalau lu sakit, kan?"

Verdo menggelengkan kepalanya.

"Dan cuma gua sama lu yang tau?"

Verdo mengangguk pelan.

"Terus selain gua, siapa lagi yang bisa jaga lu? Lu gamau bilang ke siapa-siapa, kan?"

Verdo diam, ia menunduk. "Malem ini, aku pasti terapi." Verdo mengangkat kepalanya dan tersenyum. "Kamu pulang aja dan bales chat Lova. Dia nanyain kamu kan daritadi?"

"Iya sih. Janji ya? Awas aja lu boong." Arsen menatap Verdo dengan tatapan mengancam. Verdo hanya mengangguk sambil tersenyum hangat.

"Oke. Kalo ada apa-apa, chat gua ya! Bye, Verdo!" laki-laki itu menarik tasnya dan melesat pergi dengan cepat.

Verdo Kadilon Bhaskara. Walau baru mengenal Arsen dari kelas 10, mereka sudah sangat dekat. Sejak kecil, Verdo tinggal bersama orang tua tirinya, walau mereka memperlakukan Verdo dengan buruk...

Verdo, tidak pernah bertemu dengan orang tua kandungnya. Yang ia tau adalah, dulu orang tua kandungnya membuang dirinya saat dirinya masih kecil. Dan orang tua tirinya lah yang mengasuhnya dan membesarkannya.

Lebih tepatnya, memanfaatkan keadaan. Neneknya Verdo memberikan semua kekayaannya pada Verdo dan karena orang tua tirinya Verdo adalah orang yang tidak memiliki rumah, mereka terpaksa mengasuh Verdo serta mengatur seluruh keuangannya.

Tapi, Verdo tidak pernah marah. Dan tidak pernah mengeluh. Baginya, kehidupan Arsen lah yang lebih menyedihkan. Setidaknya, Verdo masih memiliki beberapa orang yang menyayanginya. Walaupun hidupnya tak akan lama lagi..

Bagi Verdo, Arsen adalah teman berharganya. Arsen terkenal, pandai berbicara, dan sangat baik. Berbeda dengan Verdo yang tidak pandai berbicara dan lebih memilih diam.

Bahkan saat ia menyadari bahwa ia sakit, orang pertama yang ia beritahu adalah, Arsen. Arsen memarahinya panjang lebar dan memaksanya kerumah sakit untuk membeli obat, check up dan terapi.

Verdo menyadari beberapa perubahan pada sikap Arsen. Arsen yang sekarang, tampaknya lebih cengeng. Sejak Lova datang, semuanya berubah. Mungkin karena, Arsen sudah berpura-pura untuk menjadi kuat dalam waktu yang terlalu lama.

Maka dari itulah, Arsen mudah menangis jika sesuatu menyakitin dirinya. Dan semenjak Lova menduakan Arsen itu, Arsen berubah menjadi sangat posesif dan sensitif. Ia melarang Lova untuk berchattingan atau berteman dengan laki-laki lain selain dirinya.

Bagi Verdo, itu wajar-wajar saja. Karena sebelumnya, kepercayaan utuh yang Arsen berikan, telah dihancurkan Lova.

Kelak, jika Arsen berubah. Itu semua, karena Lova. Dan Lova yang harus menanggung semuanya. Itu semua bukan salah Arsen. Semua tergantung, suasana masyarakat disekitarannya.

~~~

Arsen duduk diruang kelasnya sendirian. Hari ini sepertinya, Verdo tidak masuk sekolah. Kenapa, ya?

"Arsen?"

Arsen menoleh dan mendapati Bu Widya yang sedang menatapnya dari ambang pintu.

"Siapa aja yang ga masuk?"

"Ehm.." Arsen membuka buku absennya, "Cuma.. Verdo doang." Arsen menatap Bu Widya.

"Ayo ikut ibu ke meja piket."

Arsen bangkit, dan mengekori Bu Widya menuju meja piket yang tak jauh dari kelasnya. Arsen berdiri dihadapan meja itu sementara Bu Widya duduk dibangku itu kemudian mulai mengacak-acak buku data murid yang tidak masuk bulan ini.

"Verdo kemana, kamu ga mungkin gatau, kan?" Bu Widya melirik Arsen sambil sesekali melihat buku besar ditangannya itu.

"Mungkin, sakit?"

"Dia banyak absen karena sakit. Dia sakit apa, Sen? Kalian kan selalu sama-sama kayak adek kakak. Verdo keluar dari ekskul basket, dengan alasan sakit. Bahkan semalem, dia ngundurin diri dari ketua osis sekaligus osis dengan alasan sakit." jelas Bu Widya, panjang lebar.

"Saya gatau." sahut Arsen, tiba-tiba nada bicaranya menjadi dingin.

"Hey Rega. Bu Widya." sapa Pak Tio, guru pelajaran Komputer dan Jaringan.

Arsen meraih tangan guru pria itu kemudian bersalim dan tersenyum.

"Tumben kamu sendirian. Biasanya kemana-mana ber 8 mulu, kayak mau tawuran." ucap Pak Tio, itu tertawa bersama Bu Widya.

Arsen hanya tersenyum, "Lagi pada dikelas, pak. Kangen ya?"

"Dasar kamu ini." Pria itu menoyor kepala Arsen kemudian pergi dari sana.

Bu Widya tersenyum menatap kepergian Pak Tio kemudian ia kembali menatap Arsen yang masih terdiam.

"Jadi gimana? Ibu tau kamu tau sesuatu, tapi kamu bohong." Bu Widya tersenyum. "Kalau kamu keberatan bicara ditempat umum, mungkin kamu bisa ikut ibu bicara diruang BK. Just two of us."

Arsen menurut, ia mengekori Bu Widya menuju ruang Bu Rona setelah meminta ijin dari Bu Rona terlebih dahulu.

Arsen dan Bu Widya duduk saling berhadapan, Bu Widya menatap Arsen namun Arsen menunduk.

"Kamu pernah kerumah Verdo?"

Arsen hanya mengangguk pelan.

"Dia sakit apa? Sejak kapan?"

Arsen menghela nafas berat, ia melirik Bu Widya. "Leukimia, sejak tahun lalu mungkin? Saya lupa..."

Bu Widya terdiam, "Kenapa hal sebesar itu, dan penyakit separah itu, ga pernah diinformasikan ke sekolah? Ibu ga pernah liat orang tua Verdo datang kesekolah. Sama aja kayak kamu, Arsen."

"Orang tuanya gatau, bu."

"LOH? Maksud kamu apa? Orang tuanya gatau kalau anaknya sakit? Kok bisa?"

"Cuma orang tua tiri, bu. Mereka juga ga pernah peduli sama Verdo. Yang mereka butuhin cuma uang, rumah, dan makanan. Mereka ga butuh Verdo." Arsen menatap Bu Widya, wanita itu tampak sangat terkejut.

"Mungkin saya harus kerumah sakit buat nge cek seandainya dia ada disana." lanjut Arsen, ia mengalihkan pandangannya.

"Ibu mungkin bisa ikut kamu."

"Jangan bu. Verdo ga akan suka. Saya minta tolong ya, bu. Jangan kasih tau siapa-siapa. Nanti Verdo marah sama saya." untuk pertama kalinya, Bu Widya melihat Arsen tersenyum hangat.

Bu Widya ikut tersenyum, "Yaudah iya." wanita itu meraih sebuah kertas izin keluar. "Kira-kira kamu bisa kembali kesekolah?"

"Mungkin, 2 jam."

"Okay. Kamu pergi jam 7 dan pulang jam 9. Kalau jam 9 kamu ga pulang, diabsenmu otomatis kamu izin." wanita itu memberikan kertas izin yang sudah ia tanda tangani itu pada Arsen.

Arsen mengambil kertas itu kemudian bersalim dan pergi begitu saja.

~~~

Arsen berdiri dihadapan meja resepsionis rumah sakit langganan Verdo. Ia menatap resepsionis perempuan itu mengacak-acak bukunya. "Verdo Kadilon Bhaskara?"

Arsen hanya mengangguk-angguk.

"Maaf mas. Mas Verdo semalam ga kesini untuk check up dan terapi. "

"Dia ga terapi?" Arsen mengerutkan dahinya.

"Iya, mas. Sama seperti beberapa waktu lalu saat jadwalnya Terapi Radiasi, dia juga tidak datang."

Arsen mengetuk-ngetukkan jarinya diatas meja itu.

"Mas tau dia kemana?"

Arsen menggeleng pelan. "Semalam dia bilang sama saya, dia bakal datang. Apa dia pindah rumah sakit?"

"Kalau soal itu, saya kurang tau, mas. Biasanya kan mas Verdo selalu datang sama mas." perempuan itu tersenyum pada Arsen sementara Arsen hanya mengutak-atik layar ponselnya.

"Dia juga ga bales chat saya sejak tadi pagi." ucap Arsen, ia melirik perempuan itu. "Kalau semisalnya Verdo datang kesini, tolong hubungi saya, ya?"

"Iya, mas." perempuan itu tersenyum saat Arsen melesat pergi begitu saja. Kemana dia harus mencari Verdo? Laki-laki itu menghilang secara tiba-tiba.

Continue Reading

You'll Also Like

56.5K 3.3K 28
Cover by @astriiandin Aksa, badboy alim yg bersekolah di salah satu sekolah ternama. Popularitasnya semakin membeludak terlebih dengan wajah tampanny...
4.3K 2.1K 30
Hey, this is my first story aku harap kalian suka ya Jangan lupa buat follow akun aku biar kalian tau pengumuman tentang cerita nya wkwkwk about som...
60.3K 8.2K 60
❝𝐊𝐢𝐭𝐚 𝐚𝐝𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐤𝐞𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤𝐦𝐮𝐧𝐠𝐤𝐢𝐧𝐚𝐧 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐬𝐞𝐥𝐚𝐥𝐮 𝐦𝐞𝐦𝐚𝐤𝐬𝐚𝐤𝐚𝐧.❞" Tentang dia yang berbuat akan tetapi enggan ber...
469K 35.4K 43
"Seru juga. Udah selesai dramanya, sayang?" "You look so scared, baby. What's going on?" "Hai, Lui. Finally, we meet, yeah." "Calm down, L. Mereka cu...