Happy reading 🖤🖤🖤
.
.
.
Jennie menyelimuti tubuh Minji sampai sebatas dada. Tak lupa memberikan usapan lembut pada kepalanya.
“Jangan lupa untuk memberinya obat,” ujar Jisoo.
Jennie menoleh pada eonni-nya itu. “Iya. Terimakasih sudah mengantarku dan Minji ke dokter.”
Jisoo mengangguk. “Itu juga tugasku sebagai eomma Minji.”
Jennie tersenyum mendengarnya. Jisoo benar-benar ibu yang baik dan penyayang bagi Eunwoo dan Minji, walaupun Minji bukanlah putri kandungnya.
“Minji, kau harus cepat sembuh. Aku tidak mau bermain sendiri seperti tadi.” Sahut Eunwoo yang duduk di sisi Minji yang tengah berbaring.
Minji mengangguk, “Aku pasti sembuh.”
Pagi ini Jennie mendapat telfon dari pihak sekolah Minji. Mereka mengatakan kalau Minji sakit. Padahal seingat Jennie sebelum berangkat sekolah Minji baik-baik saja. Bahkan sangat ceria sekali. Eunwoo bilang, Minji tiba-tiba saja berdiam diri terus di kelas. Wajahnya juga pucat. Dan ia tidak mau diajak bicara apalagi bermain. Saat bu guru menyentuh dahinya ternyata gadis kecil itu demam.
Setelah itu, Jennie langsung menjemput Minji ke sekolah, yang ternyata sudah ada Jisoo juga disana.
“Aku ingin bicara denganmu sebentar,” ucap Jisoo. Jisoo kemudian melirik pada putranya yang sedang fokus menatap Minji yang mulai memejamkan mata. Ibu muda itupun tersenyum melihatnya.
“Bicara tentang apa, eonni?”
Jisoo tersadar dari lamunannya, kemudian beralih menatap Jennie. “Ayo keluar sebentar. Biar putraku yang menjaga Minji.”
Setelah melihat Minji yang terlelap dengan Eunwoo di sampingnya, Jennie kemudian mengikuti langkah Jisoo yang keluar dari kamar Minji.
“Ada apa, eonni?”
“Apa Minji sudah bercerita?” tanyanya.
Alis Jennie naik sebelah, “Ten...tang?”
“Apa yang terjadi malam itu?”
“Aku tidak tahu, Minji masih belum mau bercerita,” Jawab Jennie jujur.
“Pantas saja,” ucap Jisoo pelan, “Aku tidak tahu ini akan terjadi lagi atau tidak. Tapi setidaknya ini pernah terjadi dua kali.” Sambungnya.
Jennie semakin tidak mengerti dengan maksud Jisoo.
“Begini, jika Minji tidak mau mengatakan apa yang terjadi padanya, gadis itu akan mengunci rapat-rapat dan merahasiakannya. Namun setelahnya, gadis itu tiba-tiba jatuh sakit. Kau tahu, seperti memendam sesuatu yang padahal bisa kau bagikan dengan orang di sekitarmu.”
“Ah, Minji pernah mengalaminya?” sahut Jennie.
Jisoo mengangguk, “Saat ia merasa bersalah karena tidak menolong Eunwoo yang terjatuh, juga saat tidak sengaja menjatuhkan vas bunga favorit Wendy eonni.
“Tapi biasanya, setelah itu dia akan mengaku dan bercerita tentang apa yang terjadi.” Sambung Jisoo.
“Kurasa seharusnya Minji tidak perlu menyembunyikan kedua cerita tadi.” Sahut Jennie.
Jisoo terkekeh, “Ya, kami juga berpikir begitu. Tapi gadis itu terlalu sensitif, jadi mudah merasa bersalah.” Balasnya. “Jadi, kau harus dengarkan jika dia bercerita nanti ya. Jangan di potong dengan pertanyaanmu. Dengarkan saja dulu sampai tuntas.”
Jennie terdiam sebelum akhirnya mengangguk paham.
📍📍📍
Pukul sepuluh malam. Jennie menatap jam dinding di kamar Minji dengan cemas. Pasalnya, Yoongi masih belum pulang sampai selarut ini.
Setelah mengetahui keadaan Minji, Jennie segera menghubungi Yoongi tadi siang. Namun karena rapat di luar kota yang tak bisa ditinggalkan, Yoongi tidak bisa pulang dengan cepat seperti biasanya.
Pun dengan Heeyeon yang sedang melakukan pemotretan di luar kota juga meminta maaf karena baru bisa pulang esok hari.
Jennie memeluk erat tubuh Minji yang tertidur disampingnya. Dingin sekali malam ini. Di luar sana, hujan sedang turun dengan deras, belum lagi suara petir yang saling bersahutan dan angin yang berhembus kencang.
“Minji, sebenarnya apa yang kau sembunyikan?” tanya Jennie pada Minji.
Tentu saja Jennie tidak mendapatkan jawaban apapun dari gadis kecil yang tengah tertidur itu.
“Apa yang Yoongi oppa, Heeyeon eonni, dan semua orang sembunyikan?” sambung Jennie kemudian.
Suara air hujan terdengar seperti musik pengantar tidur hingga membuat Jennie hampir saja terlelap. Namun matanya kembali terbuka saat mendengar deru suara mobil yang memasuki pekarangan rumah. Itu pasti Yoongi.
Dengan cepat Jennie melesat ke luar kamar untuk membukakan pintu depan.
“Oppa?”
Jennie mengerjapkan mata saat melihat Yoongi dengan keadaan basah kuyup di depan rumah.
“Dimana Minji?” Yoongi langsung masuk ke dalam rumah melewati Jennie.
“Oppa, kenapa kau basah kuyup seperti itu?”
Seperti tidak mendengar ucapan Jennie, Yoongi dengan cepat masuk ke kamar Minji di lantai atas.
Melihat itu, Jennie ikut berlari menyusul Yoongi ke kamar Minji.
“Oppa?” panggil Jennie pelan.
Dilihatnya Yoongi yang sedang menggenggam tangan Minji sembari menatap gadis kecil itu dengan dalam.
“Maaf appa tidak bisa pulang cepat, sayang,” ucap Yoongi.
Jennie mendekat, namun ada yang menarik pandangan matanya.
“Kau membelikan cokelat?” tanya Jennie.
“Minji suka sekali cokelat.”
“Sampai kau basah kuyup seperti itu?”
“Toko nya sudah tutup, aku harus mencari pintu belakang untuk memaksa pemiliknya membuka toko untukku.”
“Tapi Minji kan sedang sakit.” Jennie dengan tidak sengaja menaikkan volume suaranya. Membuat Yoongi langsung menoleh menatapnya.
“Karena itulah aku membelikan cokelat kesukaannya agar dia cepat sembuh.”
“Tapi---“
“Diamlah. Kau tidak tahu apa-apa.”
Jennie terdiam, sedikit tertohok mendengar ucapan dingin dan menusuk dari bibir Yoongi. Setelahnya, ia hanya melihat pria itu menjatuhkan kepala di samping Minji, dengan tangan yang masih menggenggam tangan mungil Minji.
“Ganti baju dulu, oppa. Kau bisa sakit jika memakai baju basah seperti itu.” ucap Jennie lembut.
Jennie menatap cemas papa muda itu. Kemudian ia berjalan mendekat pada Yoongi, dan mendudukkan dirinya di tepi ranjang di samping Minji. Dilihatnya wajah pucat pria itu semakin pucat. Belum lagi bibirnya yang terlihat pucat pula.
“Kau demam.” Ucap Jennie saat punggung tangannya menyentuh dahi Yoongi.
Yoongi memejamkan matanya, “Tak apa, asal jangan putriku yang sakit.”
Jennie berdecak, “Minji tidak akan suka melihat Appa-nya sakit.”
Yoongi tidak menggubris Jennie, dan semakin memasang wajah seolah-olah benar-benar tertidur.
Jennie mendongakkan kepalanya sembari memejamkan mata pada langit-langit kamar. Menahan kesal akan Yoongi yang susah diatur ini. Tidak tahukah dia kalau Jennie khawatir melihat Ayah dan anak ini sakit?
“Ku mohon oppa, ayo ganti baju, dan kau juga harus istirahat dan minum obat.”
Setelah menunggu sekian menit, Yoongi akhirnya membuka matanya. Pria itu kemudian bangkit berdiri dan menatap Jennie.
“Jaga Minji.” Ucapnya.
Jennie mengangguk dan menatap punggung Yoongi yang berjalan keluar kamar.
🔐🔐🔐
Jennie membawa nampan berisi penuh. Isinya semangkuk bubur hangat juga segelas air minum dan obat. Dan adapula mangkuk berisi air hangat dengan handuk kecil di dalamnya. Ia kemudian mengetuk pintu kamar Yoongi sesampainya disana.
KLEK
Merasa tak ada sahutan, Jennie membuka pintu kamar Yoongi yang tak terkunci itu.
Jennie menghampiri tempat tidur Yoongi, dengan Yoongi yang sedang berbaring diatasnya. Dengan memakai piyama satin merahnya, pria itu memejamkan mata dengan lengan yang menutup wajahnya.
Jennie menyimpan nampannya diatas nakas. Kemudian menarik kursi ke samping ranjang Yoongi, lalu mendudukkan dirinya. “Oppa, kau harus makan dulu.” Ujar Jennie.
Yoongi membuka kelopak matanya, menyandarkan punggungnya pada bahu ranjang, lalu menatap datar pada Jennie. Jennie tidak mengerti, sebenarnya sejak kemarin sepulang dari acara jalan-jalannya bersama Minji, Yoongi jadi bersikap datar padanya. Tidak dingin, namun seperti acuh tak acuh.
“Apa ada yang salah denganku?” tanya Jennie sambil menyuapkan satu sendok bubur ke mulut Yoongi.
“Menurutmu?” balas Yoongi dengan membuang tatapan ke arah lain.
“Aku tidak tahu. Tapi Oppa sepertinya marah padaku.”
Jennie kembali menyuapkan satu sendok bubur ke mulut Yoongi. Meski sepertinya pria itu ingin menolak, namun Jennie dengan cepat memasukkan sendoknya saat pria itu membuka mulut untuk bicara. Jennie jadi gemas melihat wajah sebal Yoongi dengan pipi yang menggembung sambil mengunyah makanannya.
Keduanya terdiam sampai bubur di dalam mangkuk habis setengahnya. Jennie senang sekali melihat Yoongi makan dengan lahap.
“Siapa pria itu?” tanya Yoongi tiba-tiba.
Jennie menaikkan sebelah alisnya. “Pria?”
Yoongi menatap Jennie, “Siapa pria itu?”
“Pria siapa?”
Yoongi melengos, “Pria yang mengobrol denganmu di coffe shop kemarin. Bukankah kau tidak mengenal banyak orang di Seoul?”
Jennie terbahak, “Kau pikir aku tidak boleh berkenalan dengan orang lain selain kau dan teman-temanmu?” Tanya Jennie, “Aku berhak berkenalan dengan siapapun, termasuk seorang pria.”
Yoongi membulatkan matanya, “Apa kau bilang?!”
Jennie menyimpan mangkuk buburnya, lalu melipat kedua tangannya di depan dada, “Kenapa? Kau cemburu?”
Yoongi hanya terdiam mendengar lontaran pertanyaan Jennie.
Jennie kembali menyuapkan sesendok bubur ke mulut Yoongi. Jennie benar-benar gemas dan ingin menguyel-uyel pipi tembam yang sedang mengunyah itu. apalagi dengan ekspresi yang menampakkan wajah kesal seperti anak kecil. Gemas sekali!
Yoongi menundukkan kepalanya, “Kau tidak berhak melirik pria lain selain aku,” Yoongi kembali menegakkan kepalanya, dan memandang Jennie dengan intens. “Kau kan kekasihku, Jen.”
Kini Jennie yang terdiam.
“Kau bilang kita tidak berkencan,” ujar Jennie pelan.
Yoongi mengerjapkan mata menatap gadis itu, “Kau lebih senang kita tidak berkencan dan hanya berstatus sebagai teman?” Tanya Yoongi dingin.
Jennie meneguk salivanya. Tentu saja tidak! Jennie ingin jadi kekasih Min Yoongi!
“Bukankah aku mengajakmu berkencan saat dansa kemarin?!”
“Tapi kau sendiri yang bilang pada Seokjin oppa dan yang lain bahwa kita tidak berkencan, Min Yoongi!” nafas Jennie tiba-tiba naik turun terbawa emosi. “Kenapa kau suka sekali mempermainkanku?!”
Yoongi tersentak dengan ucapan Jennie. Yoongi mempermainkan Jennie? Benarkah?
“Siapa pria itu?”
“Kenapa kau terus bertanya tentang pria itu?!” Jennie membentak. Kesal sekali, bukannya memikirkan perasaan Jennie, ia malah menanyakan orang lain.
“Kau... Menyukai pria itu?”
Jennie menggeleng, “Sialnya aku lebih menyukai pria di hadapanku.” Balasnya.
“Lalu kenapa kau tak mau berkencan denganku?!”
“Kau lupa kalau kau sendiri yang mengelak kita berkencan di hadapan teman-temanmu?!” butiran air itu meluncur dari kelopak mata Jennie.
Jennie mengusap air matanya kasar, ia tak mau terlihat lemah sebenarnya. Tapi dadanya terasa sesak, dan air matanya keluar begitu saja.
Yoongi jadi gelagapan melihat gadis itu menangis, “Jangan menangis.” Ucapnya.
Jennie hanya diam tak mau menanggapi. Sial, kenapa ia secengeng ini?!
Yoongi mengusap lembut pipi Jennie, “Maaf,” lirihnya.
Jennie mendongakkan kepalanya. Yoongi… meminta maaf?
Keduanya kemudian terdiam dengan pikiran masing-masing.
“Iya benar, aku cemburu. Aku cemburu melihatmu dengan pria lain.” Ucap Yoongi.
Jennie mengerjapkan matanya, “Benarkah?” tanyanya. Belum percaya dengan pernyataan jujur Yoongi.
Yoongi mendengus, “Makanya katakan siapa pria itu!”
Jennie tersenyum geli, “Ayah temannya Minji.” Jawabnya.
“Benarkah?” tanya Yoongi mengikuti ucapan dan nada bicara Jennie barusan.
Jennie tertawa kecil, “Benar. Dia bahkan sudah mempunyai istri. Aku juga berkenalan dengan istrinya.” Jelas Jennie.
Yoongi ikut tersenyum melihat gummy smile di wajah Jennie.
Jennie kemudian mengambil obat di nampan beserta air minumnya. “Minum obatmu.” Ujarnya.
Yoongi mengambil obat ditangan Jennie, lalu memasukkan ke dalam mulutnya, dan minum air dari gelasnya.
Jennie kemudian memeras handuk kecil di mangkuk yang sudah ia siapkan. “Berbaringlah,”
Yoongi dengan patuh membaringkan tubuhnya dengan nyaman. Sedang Jennie dengan perlahan menempelkan handuk kecil yang sudah di basahi itu di dahi Yoongi.
Jennie dengan cekatan membersihkan peralatan yang dibawanya di nampan, juga kembali menyimpan kursi disamping ranjang ke tempat semula.
Gadis itu kemudian mengangkat nampan diatas nakas, “Cepatlah tidur, Oppa. Aku akan---“
Sebelum Jennie menyelesaikan ucapannya, tangannya di tarik pelan oleh Yoongi.
“Kenapa?” tanya Jennie.
“Simpan kembali nampannya.” Ujar Yoongi.
Jennie dengan kebingungan mengikuti perintah pria itu.
Yoongi kemudian menggeser tubuhnya, menyisakan tempat kosong di bagian tengah ranjang. Yoongi menepuk bagian kosong itu dengan tangannya.
“Temani aku tidur.” Ucapnya.
Lagi-lagi, Jennie mengerjap karena ucapan Yoongi.
Melihat tak ada respon dari Jennie, Yoongi dengan segera menarik tangan Jennie sampai tubuh gadis itu terjatuh di tempat tidurnya. “Kubilang temani aku tidur.”
Yoongi dengan posesif menarik tubuh Jennie ke dalam dekapannya, membuat Jennie mematung kaku karenanya.
Yoongi menyembunyikan wajahnya di atas kepala Jennie, lalu menduselkan hidungnya di pucuk kepala gadis itu. Mencoba mencium wangi rambut Jennie yang begitu segar dan memabukkan. “Jangan pergi,” ucapnya.
Jennie tersenyum melihat tingkah Yoongi, seperti anak kecil yang manja. “Aku tidak akan pergi.”
“Saranghae.” Gumam Yoongi pelan.
Hei, apa katanya?!
Jennie mendongakkan kepalanya untuk melihat wajah tampan Yoongi. Namun mata Yoongi sudah terpejam, membuat Jennie terkikik karenanya.
Jennie akhirnya memilih ikut memejamkan matanya, dan menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Yoongi.
“Nado saranghae, Oppa.” Balasnya.
Keduanya tertidur dengan perasaan hangat satu sama lain.
Yoongi akhirnya tidak lagi mengelak akan perasaannya. Ya, pria itu mencintai Jennie. Dan semua sudah jelas. Pun dengan Jennie, akhirnya perasaannya terbalas oleh pria yang disayanginya itu.
Jennie tidak memikirkan apa yang akan terjadi pada esok hari dan kemudian hari. Yang Jennie tahu sekarang, Yoongi mencintainya dan Yoongi kini miliknya. Sudah, itu saja sudah cukup membahagiakannya.
Di malam dengan hujan yang mengguyur dengan deras ini, Jennie malah merasakan kehangatan yang berlipat-lipat.
Pertama, karena selimut tebal yang menyelimutinya.
Kedua, karena dekapan hangat dari Yoongi.
📍📍📍
"Selamat malam, semoga tidur kalian nyenyak dan bermimpi indah," -MYGxKJN 🖤🖤🖤
.
.
.
TBC
.
Yoongi dan Jennie resmi berkencan! Ayo tumpengan! Ehehehe 🖤🖤🖤😆