Hari ini Arsen tidak terlambat karena Razel semalam menginap dirumahnya, jadi Razel menyuruhnya untuk berangkat lebih pagi hari ini. Padahal belum jam 6, kenapa ia sudah harus berangkat?
Laki-laki itu mendesah lelah disetiap langkahnya. Pagi ini, bahkan satu tikuspun tak terlihat disepanjang koridor.
"Rega?!"
Arsen berbalik dengan cepat saat mendengar suara Verdo yang sedang memanggilnya. "Verdo, hey! Gua kira gua sendirian di neraka yang dingin ini, ternyata ada lu juga." ucapnya, dramatis.
Verdo berlari mendekatinya, "Apa sih kamu lebay!"
Verdo dan Arsen kembali melanjutkan langkah mereka, mereka berjalan beriringan melewati beberapa kelas yang ternyata sudah diisi beberapa murid yang memang rajin datang pagi.
"Tumben dateng pagi, ada apa?" tanya Verdo, memulai percakapan.
"Bokap gua lagi ada dirumah. Jadi, gua ga dibolehin telat sama dia. Nyebelin banget!" Arsen meregangkan tubuhnya kemudian mendengus kesal.
Mereka berdua tertawa namun tawanya berhenti saat seorang gadis berdiri tepat dihadapan keduanya.
Arsen mengangkat sebelah alisnya, "Sejak kapan koridor sekolah punya pembatas jalanan? Kecil banget lagi."
Verdo memukul laki-laki itu dengan pelan, "Jangan gitu, Reg." ia tertawa pelan.
"Kamu ngapain berdiri ditengah jalan?" tanya Verdo pada gadis itu.
Gadis itu menunduk kemudian menyodorkan sebatang coklat silverking pada Verdo. "Ini buat kak Verdo."
Arsen mengulum senyumannya kemudian menepi, menatap kedua orang itu.
Verdo menerima coklat itu dengan senang hati kemudian ikut tersenyum saat gadis kecil itu tersenyum senang.
"Makasih kak Verdo. Seenggaknya, kakak ga sekasar yang itu tuh!" gadis itu melirik sekilas pada Arsen.
Laki-laki itu langsung menegakkan tubuhnya kemudian menatap gadis itu dengan tajam, "Siapa yang lu bilang kasar?"
Gadis itu tidak menjawab dan langsung kabur dengan cepat dari sana. Arsen hanya menghentakkan kakinya dan berdecih sebal. Ia menatap coklat ditangan Verdo, "Jadi, adek gua udah ga malu-malu lagi nih?" Arsen merangkul Verdo kemudian melanjutkan perjalanan mereka ke kelas.
Verdo hanya tertawa pelan, "Tapi sebenernya aku ga suka coklat. Ini buat kamu aja gimana?"
Arsen menggeleng pelan, "Gua juga ga suka nerima barang orang sih. Takut di apa-apain. Mending buang aja sih."
Verdo menghentikan langkahnya, begitupun juga dengan Arsen. Verdo menyodorkan coklat itu pada Arsen. Arsen yang mengerti langsung meraih coklat itu kemudian membuangnya ke tempat sampah.
~~~
Rasanya Arsen sudah lama duduk ditempat duduknya itu. Tapi sejak tadi jam terasa berjalan sangat lambat. Bahkan sekarang baru hampir jam 6. Apa jam itu tidak salah?
Ia menghela nafas berat kemudian ia menenggelamkan kepalanya pada lipatan tangannya diatas meja.
"Permisi.." seseorang terdengar mengetuk pintu kelas 12 TKJ 3. Tapi Arsen tidak peduli, lagipula itu bukan urusannya.
"Cowok yang duduk paling depan deket jendela, bisa keluar sebentar?"
Arsen mendongak dan menoleh kearah asal suara itu dan mendapati 2 orang gadis sedang berdiri didepan kelasnya.
Arsen kembali menenggelamkan wajahnya di meja. Tapi Verdo malah menggoyang-goyangkan lengannya, "Rega, itu kamu dipanggil!"
Arsen hanya berdehem. Kemudian terdengar suara langkah kaki yang mendekatinya, Verdo hanya diam.
"Eh, temen gue minta nomer telepon lo." salah seorang gadis itu menyodorkan ponselnya sedangkan temannya yang lain tampak menunggu diambang pintu.
"Maaf neng. Kata Papa saya, saya ga boleh ngobrol sama orang asing." sahutnya tanpa mendongak.
Gadis itu tampak mendesah kecewa kemudian menatap Verdo seolah meminta sedikit bantuan namun Verdo diam saja, dia tidak peka.
"Ya makanya minta nomer telepon biar bisa kenalan."
"Saya ga bawa hape, neng." sahutnya lagi.
Gadis itu hanya berdecak kesal kemudian menghentakkan kakinya dan pergi. Saat suara langkah kakinya menjauh, Arsen mendongak dan menatap kearah ambang pintu. 2 Gadis itu sudah pergi.
"Kamu ga bawa hape, Reg? Tumben.." ucap Verdo dengan tampang polos.
Tawa Arsen langsung pecah, "Bego lu! Males ah gua ngomong sama lu."
"Kenapa? Emangnya salah?"
"Ya gua bawa hape lah. Cuma boong aja, lagian atas dasar apa gua harus ngasih nomer telepon gua ke orang yang bahkan ga gua kenal?" laki-laki itu mengangkat bahunya, acuh.
Verdo hanya mengangguk-angguk. Teman Arsen yang satu ini memang sangat polos, makanya itu Arsen sangat menjaganya. Agar otaknya tidak tercemar.
"Kenapa Tuhan ngasih gua kelebihan yang ga gua butuhin ya?" tanya Arsen, ia menopang dagunya dan menatap lurus.
"Contohnya?" tanya Verdo, dengan nada polos.
Menyebalkan, tapi juga menggemaskan dimata Arsen.
"Contohnya..." Arsen menggantung ucapannya kemudian ia menyentuh wajahnya, ia menoleh kearah Verdo yang duduk disampingnya. "Menurut lu, fisik gua gimana?"
"Kamu putih, tinggi, dan ganteng. Tapi dengan aku bilang kamu ganteng, bukan berarti aku homo, ya?"
Arsen tertawa lagi. "Nah itu, gua ga butuh semua yang lu sebut tadi. Putih, tinggi, ganteng." Arsen berdecih pelan, "Sampah." lanjutnya.
"Tapi sekecil apapun itu walau kamu ga butuh, kamu harus tetep bersyukur karena banyak orang diluar sana yang mau jadi kayak kamu, Rega."
Arsen hanya mengangguk pelan, ucapan Verdo masuk akal. "Iya sih... Tapi bodo ah, ga ada yang ngertiin gua." ia kembali menenggelamkan wajahnya ke mejanya.
~~~
"Jadi senyawa karbon atau yang biasa kita sebut sebagai benzena, pada suhu ruang, benzena adalah cairan bening yang punya aroma. Dia bersifat karsinogenik, mudah menguap dan terbakar. Hal ini dikarenakan kadar karbon dalam senyawa benzena terbilang tinggi. Titik didihnya berada pada suhu 80oC dan titik lelehnya 5,5oC."
Bu Widya, wali kelas 12 TKJ 3 sekaligus guru Kimia yang sedang mengoceh didepan sana tanpa satu muridpun yang memperhatikannya, dia masih saja menjelaskan sesuatu yang bahkan tak masuk ke otak satupun muridnya itu.
Wanita itu meletakkan spidolnya keatas meja kemudian menatap seisi ruang kelas itu dan menarik nafas dalam-dalam, "Jadi kemarin Ibu sudah diskusikan bahwa struktur kelas ini akan berubah hari ini juga. Itu tandanya, ketua kelas, wakil ketua, sekretaris dan bendahara kelas ini akan diganti dengan yang baru."
Seorang murid laki-laki yang duduk dibarisan belakang mengacungkan jarinya tinggi-tinggi.
"Iya? Kenapa Fajar?"
"Emangnya ketua kelas sama yang lainnya pada kenapa? Ngundurin diri, bu?"
"Iya, setelah ibu dan mereka mempertimbangkan lebih baik struktur kelas ini diganti biar kelas ini berubah jadi lebih baik. Yang menurut ibu pantas mendapat jabatan itu, akan ibu seleksi dengan cara ibu panggil kedepan kelas. Ketua kelas, ada yang minat?"
Kelas itu langsung hening, semuanya menatap Bu Widya tanpa berbicara. Wanita itu tertawa pelan, memecahkan kesunyian kelas itu, "Baiklah kalau ga ada yang mau, gapapa.. Biar ibu tunjuk. Tapi, tanpa seleksi."
"HAHH?!"
"Kok Hah? Tadi disuruh tunjuk tangan, ga ada yang mau. Giliran ibu yang nunjuk tanpa seleksi, kalian malah hah." keluh wanita itu, geram.
"Tunjuk aja bu, gapapa." sahut seseorang yang duduk dibelakang.
Bu Widya mengangguk-ngangguk kemudian meraih kertas absen kelas 12 TKJ 3 lalu memandangnya agak lama.
"Ketua kelas 12 TKJ 3 yang baru... Muhammad Fero Yunanda?"
"KOK SAYAAAA?!"
Bu Widya hanya mengangkat bahunya, acuh. Kemudian tawa murid sekelas itu pecah, menertawakan nasib Fero yang mengenaskan.
"Wakil ketua kelasnya, yang duduk disamping Fero, siapa itu?"
"HAIKAL, BU!!!"
"Haikal Gunawan ya?" Bu Widya kembali menatap pada kertas absen itu. "Untuk sekretaris dan bendaharanya masing-masing ada 2, ya..."
"Verdo Kadilon Bhaskara, Arsen Raditya Arkharegan, Ganang Erlangga, Gazza Putra Hardana."
"GA PAKE N!" teriak Arsen, tiba-tiba
Seisi kelas itu langsung menoleh kearah 4 laki-laki itu, Arsen mengulum senyumannya. "Interupsi bu, nama saya Arkharega ga pake N."
"Disini tulisannya Arkharegan. Nanti ibu benerin, kamu ga usah rusuh cuma gara-gara nama kamu kelebihan satu huruf ya." Bu Widya bergeleng, lelah dengan sikap muridnya yang satu itu.
Arsen hanya tertunduk diam. "Arsen sekretaris 1, Verdo sekretaris 2. Ganang bendahara 1, Gazza bendahara 2."
"Jangan bu, nanti duitnya di tilep sama Ganang." seru Micho, tiba-tiba.
Ganang langsung mendelik kearah laki-laki itu dengan nafas menburu seolah-olah ia sedang marah padahal tidak.
Murid-murid seisi kelas itu kembali tertawa, sedangkan mereka yang terpilih hanya bisa pasrah dengan keadaan.
"Nanti pas jam istirahat, Verdo sama Arsen keruangan saya buat ambil kunci kelas, kunci lemari, buku absen sama agenda kelas, ya?"
"Ga ah." sahut Arsen, dan seisi kelas kembali menatap kearahnya tak terkecuali Bu Widya.
"Apa, Arsen?" tanya Bu Widya, ia menatap Arsen dengan tatapan penuh arti dan Arsen hanya diam dan cemberut.
Verdo menoleh kearah temannya itu, dia tidak menyangka. Mulai sekarang, Arsen punya tanggung jawab besar sebagai Sekretaris kelas 12 TKJ 3.