The Eleventh

By inariwritingproject

3.2K 358 20

Alanis melakukan berbagai upaya untuk menghalangi siapa pun yang akan mencelakai kakaknya, dari dendam bebera... More

Perkenalan
Prolog
1. Sebelas Juli
2. Taruhan
3. Cowok Idaman Prissa
4. Night Club
5. Pesan Pertama David
6. Kekecewaan Alanis
8. Pulang Berdua
9. Sarapan dari David
10. Adam atau David?
11 Malam Temaram
12 Gangguan Prisa
13 Ciuman Curian
14 Foto Mesra
15. Masalah Evelyn

7. Komik

120 20 0
By inariwritingproject

Evelyn mengikuti David saat cowok itu memasuki toko buku. Bukan kebetulan dia menguntit David. Gadis itu tidak sengaja mendengar pembicaraan David dengan Alex bahwa David akan mencari komik favoritnya sepulang sekolah. Evelyn berpikir ini menjadi salah satu kesempatan untuk mendekati cowok itu. Dia tidak ingin kalah langkah dari Alanis. Meskipun dia heran bagaimana mungkin David dengan mudah menyapa Alanis melalui pesan. Apakah karena Kayonna yang mengatakan kalau Alanis menghindari kehidupan malam?

Evelyn menggelengkan kepala karena menurutnya itu pemikiran yang tidak masuk akal. Hanya terlintas begitu saja di kepalanya. Rasanya tidak penting juga untuk dipikirkan. Sekarang lebih baik dia harus mendekati David dengan caranya sendiri.

Evelyn menarik napas panjang sebelum memasuki toko buku tersebut. Dia mulai bersikap santai seolah-olah tidak tahu keberadaan David. Padahal jujur saja, Evelyn tidak hobi membaca. Membaca satu lembar saja matanya sudah menutup rapat, ngantuk. Tapi demi mendapatkan David, apa pun akan dilakukannya.

Deret pertama yang didatanginya adalah deretan novel remaja. Dia membuka lembar demi lembar dengan mata melirik ke arah David yang serius memilih judul yang disukanya. Dengan sadar, langkah gadis itu semakin mendekati David. Dia mengambil buku kemudian diletakkan kembali. Mengambil lagi dan diletakkan lagi. Begitu seterusnya sampai dia berdiri di samping David.

“Lo, Ev?” sebuah suara yang telah dinantikannya sekian lama akhirnya didengarnya juga. Evelyn menoleh dengan wajah polos.

“David?” Evelyn tersenyum lebar. “Lo di sini juga?”

“Kebetulan kita ketemu.”

“Iya, cari buku apa?”

“Cari komik yang belum gue punya. Tapi kayaknya udah nggak ada deh.”

“Oh, ya? Apa judulnya?” Evelyn ikut melihat komik-komik yang menurutnya aneh.

“Another.”

Mereka masih terus mengobrol dan terakhir David mengajaknya makan siang bersama. Evelyn belum sempat menjawab ketika seseorang tiba-tiba datang dan menggamit lengan David.

***

“Prissa sialan! Prissa brengsek!” umpat Evelyn di depan Alanis dan Kayonna. “David udah mau ngajakin gue makan bareng, tapi si perek tiba-tiba aja dateng tanpa diundang. Jadi gagal rencana gue.”

Bukannya bersimpati, Kayonna tertawa terbahak-bahak. “Kasian banget sih lo. Makanya gercep dong, jangan ditahan-tahan kayak begitu. Lo sih kebanyakan gaya pake malu-malu segala. Deg-degan pula. Udah kayak bocah SD yang baru dideketin cowok.”

“Sumpah, Yon. Lo belum tahu gimana rasanya sedeket itu sama David. Lo nggak akan bisa konsen. Dia ganteng banget. Matanya lembut. Senyumnya bikin gue teler. Dan dia wangi.”

Alanis yang dari tadi belum merespon, memikirkan kata-kata Evelyn. Evelyn benar, melihat David dari jauh beda rasanya dengan berdekatan dengan cowok itu langsung. Pesona David terlalu memukau. Alanis juga membenarkan kalau dirinya terpesona sampai tak tahu harus berucap apa.

“Eh, lo kenapa diem, Al? Cemburu?” Kayonna melihat Alanis seperti melamun.

“Nggak. Gue setuju sama yang dibilang Evelyn. Berada di deket David emang beda banget rasanya. Dag dig dug jadi satu.”

“Kok jadi penasaran ya. Kayaknya gue juga harus ambil tindakan nih.”

“Gue ingetin, Yon. Kalau lo mau deketin David, pastiin dulu nggak ada Prissa di deket lo.” Evelyn mengucapkannya dengan kekesalan yang belum reda.

“Tapi gue bingung juga, kenapa mereka nggak jadian aja kalau saling suka?”

“Nah, itu yang gue bingung.”

Sebenarnya Alanis tahu apa jawaban dari pertanyaan Kayonna tentang kenapa David dan Prissa tidak berpacaran. Dia ingat apa yang dikatakan Prissa kepada Adam saat di toilet. Prissa menyukai Adam, bukan David. Mungkin sampai saat ini, Prissa hanya menganggap David sebagai teman.

“Emang dasar perek ganjen!”

“Lo jangan keterlaluan, Ev!” tak sadar Alanis memperingatkan. Selang beberapa detik dia bingung sendiri mengapa berkata demikian.

“Eh, kenapa lo? Emang dia perek kok.”

“Tau dari mana lo kalau Prissa perek? Jangan memfitnah orang.”

Evelyn melongo heran mendengar penuturan Alanis. Seperti kebingungan, gadis itu menoleh pada Kayonna yang juga heran. Kemudian keduanya tertawa keras menyadari kepolosan Alanis. “Eh, Al, lo bego atau pura-pura nggak tau sih? Dia itu emang perek. Nggak pernah liat Prissa dijemput Om-om?”

Alanis terdiam. Dia tidak pernah melihat Prissa dibawa oleh Om-om. Kalaupun itu memang terjadi, siapa yang bisa menjamin bahwa lelaki yang membawa Prissa adalah lelaki hidung belang. Siapa tahu lelaki itu adalah temannya atau pamannya atau siapa pun entahlah. Intinya Alanis tidak suka mendengar sebutan itu untuk Prissa.

“Siapa tahu itu cuma sodaranya.”

“Jangan naif lo jadi cewek. Pura-pura nggak paham lagi.”

Alanis memejamkan mata. Dia tidak ingin berdebat lagi. Berdebat tentang sesuatu yang belum diyakininya benar justru membuatnya dalam dilema. Dia ingin menilai orang secara obyektif, bukan subyektif. Meskipun sebenarnya dia juga tidak begitu menyukai Prissa, tapi menurutnya ketidaksukaan bukan menjadi alasan untuk merendahkan orang lain dengan sesuka hati.

***

Siang itu, ketika jam sekolah telah usai, kelas masih saja ramai. Teman sekelas Alanis masih mengobrol dan bergurau. Hanya beberapa saja yang bergegas pulang. Di depannya duduk, Evelyn mengeluarkan tas mungil yang menarik perhatian sahabat-sahabatnya.

“Apaan tuh, Ev?” tanya Kayonna penasaran.

“Komik.”

“Lo suka komik sekarang?” dari belakang Alanis ikut bertanya.

“Nggak. Ini buat David.”

Kayonna dan Alanis saling pandang. Belum hilang keheranan mereka, Evelyn berdiri dan menuju ke tempat duduk David yang dikerubuti oleh teman-teman yang lain.

“Hai, Vid!” Evelyn dengan percaya diri menyapa cowok itu. David tersenyum lembut membalas sapaannya. “Gue mau kasih ini buat lo.” Evelyn menyerahkan tas kecil itu kepada David.

“Apaan nih, Ev?” David merogoh dan mengeluarkan benda dari dalam tas kecil itu. “Wow, lo dapet dari mana nih?”

“Ehem, kayaknya ada berita baru nih.” Alex menimpali setelah melihat gelagat David dan Evelyn. “Pake acara kasih kado segala.”

“Lo naksir David ya, Ev?” tanya Cindy lantang.

“Diem lo, Cin!” David berucap galak, membuat Evelyn tersenyum senang karena merasa dibela.

“Thanks banget, Ev. Gue nggak ngira lo bakal nyari ini buat gue.” David terlihat gembira.

“Sama-sama, Vid. Itu juga kebetulan gue nemu di toko buku lain.” Evelyn berbohong. Karena kenyataannya dia mencari komik tersebut di toko buku online.

“Ya elah, Vid. Cuma komik sepuluh ribuan aja lo udah girang banget.” Prissa melengos kemudian berlalu dari kelas dengan gaya angkuh.

Melihat wajah Evelyn yang jengkel, David berucap, “Udah, nggak usah diladenin.”

“Lo, pulang bareng siapa, Vid?”

“Gue... gue udah janji pulang bareng Alanis. Sori ya, Ev. Mungkin besok gue ajak lo pulang bareng.”

Evelyn tertegun di tempat. Seketika gadis itu menoleh menatap Alanis yang masih duduk dengan tenang di kursinya. Kemarahan tiba-tiba menyelimuti hati dan pikirannya. Ketika dia sudah berusaha keras untuk membahagiakan David, cowok itu justru memilih untuk pulang dengan Alanis. Untuk sesuatu yang tidak dia mengerti, dia cemburu melihat kedekatan David dengan Alanis. Padahal dalam taruhan mereka, sudah disepakati bahwa mereka akan bertaruh dengan cara baik-baik. Tidak ada cemburu atau sakit hati, karena rasa suka mereka masih dalam tahap kagum. Tapi Evelyn tidak mengerti mengapa hatinya tidak terima dengan keadaan yang sedang terjadi saat ini. Mungkinkah dia benar-benar jatuh hati pada David?

Sedangkan di tempatnya duduk, Alanis meremas tangannya sendiri karena resah. Semalam dia mengobrol dengan David seperti biasa. Dia juga tidak tahu apa alasan David mendekatinya. Tapi yang pasti dia senang David selalu mengajaknya mengobrol di roomchat atau telepon. Hanya saja dia tidak mengira Evelyn akan mengajak David pulang bersama di hari yang sama dengan janjinya dengan cowok itu. Dadanya berdebar tidak keruan ketika David muncul di sebelahnya.

“Yuk, pulang!” ajak David yang langsung diiyakan oleh Alanis. Gadis itu ingin segera keluar dari kelas. Dia tidak tahan dipandang setajam itu oleh Kayonna dan Evelyn.

“Gue nggak apa-apa kalau lo mau pulang bareng Evelyn,” gumam Alanis ketika mereka baru melangkah di balkon depan kelas.

“Gue kan udah janji mau nganter lo pulang. Gue nggak suka ingkar janji.”

“Tapi Evelyn udah kasih komik inceran lo.”

“Besok gue pulang bareng dia kalau itu yang lo mau. Tapi cukup besok aja,” ucap David santai.

Alanis mengangguk dan tersenyum. Lalu senyumya hilang ketika dia berpapasan dengan Adam. Cowok itu mengenakan hoodie warna biru tua. Matanya yang tajam seolah menusuk mata Alanis. Sesegera mungkin Alanis mengalihkan pandangan karena ada perasaan tidak nyaman dan rasa bersalah.

Dia jadi teringat kejadian beberapa malam yang lalu ketika dia menangisi keadaan keluarganya yang terpecah belah. Saat itu Adam muncul membawa selembar tisu. Cowok itu tidak memberondong Alanis dengan berbagai macam pertanyaan. Adam yang bersikap dingin hanya menemani Alanis berdiam diri di trotoar. Cowok itu juga yang mengantar Alanis pulang pada akhirnya. Tak banyak yang mereka bicarakan karena selain sedang kalut, Alanis tidak nyaman mengobrol dengan Adam. Adam terlalu misterius baginya. Dan itu menjadi salah satu alasan Alanis tidak dapat menerima pernyataan sayang cowok itu yang tiba-tiba.

***

Continue Reading

You'll Also Like

937K 2.9K 19
21+ Ria, seorang ibu tunggal, berjuang mengasuh bayinya dan menghadapi trauma masa lalu. Alex, adik iparnya, jatuh hati padanya, tetapi Sheila, adik...
688K 20.1K 40
Ivander Argantara Alaska, lelaki yang terkenal dingin tak tersentuh, memiliki wajah begitu rupawan namun tanpa ekspresi, berbicara seperlunya saja, k...
3.4M 210K 45
Hanya Aira Aletta yang mampu menghadapi keras kepala, keegoisan dan kegalakkan Mahesa Cassius Mogens. "Enak banget kayanya sampai gak mau bagi ke gu...
230K 27.7K 24
⚠️ BL Gimana sih rasanya pacaran tapi harus sembunyi-sembunyi? Tanya aja sama Ega Effendito yang harus pacaran sama kebanggaan sekolah, yang prestas...