Bintang

By dyawp_

13.5K 2.4K 4.2K

"Kalau ada apa-apa bilang. Jangan cuma diam. Biar orang yang sayang sama lo tahu apa yang harus dia lakukan."... More

"BINTANG"
(1)Bertemu
(2)Perkataan
(3)Rencana
(4)Janji
(6)Kabar
(7)Cafe
(8)Hanya Rindu
(9)Keong Mas
(10)Es krim
(11)Bucin Akut
(12)Pulang bareng
(13)UKS
(14)Mainan
(15)Pulpen
(16)Lomba
(17)Lapangan bola tenis
(18)Berubah
(19)Sebuah lagu
(20)Rumah Sakit
(21)Ditolak sebelum menembak
(22)Pacaran yuk!
(23)Lapangan bola tenis 2
(24)Sakit?
(25)Ada apa?
(26)Kenapa?

(5)Keadilan

495 146 230
By dyawp_

***

Tak ada yang mau diperlakukan tidak adil di dunia ini.

***


Gadis itu berlarian di koridor rumah sakit. Setelah mendapat telepon dari adiknya yang mengabarkan bahwa bunda masuk rumah sakit, ia buru-buru datang ke sini di antar oleh Bintang.

Turun dari boncengan Bintang, ia langsung berlari masuk. Tak peduli cowok itu langsung pulang atau mengikutinya dari belakang. Yang ia pikirkan ialah kondisi bundanya.

Tadi pagi bundanya baik-baik saja. Menyiapkan sarapan untuk keluarga, kemudian berangkat bekerja. Kenapa mendadak masuk rumah sakit begini. Dia jadi was-was sendiri. Takut terjadi apa-apa dengan bundanya.

Sampai depan pintu ruangan bundanya dirawat, ia menghentikan langkah. Entah kenapa rasa takut muncul di dirinya. Menarik nafas, ia mencoba untuk menguatkan hatinya.

Ragu.

Perlahan ia menggerakan kakinya melangkah. Belum sempat tangannya memegang knop pintu, pintu terbuka dari dalam. Airin tercekat.

Seorang laki-laki paruh baya keluar. Laki-laki itu tercengang melihat gadis ini di depan pintu.

"Ayah ...," gumam Airin lirih memandang kaget laki-laki yang memakai jas putih kebanggaannya. Laki-laki itu  menutup pintu. Kemudian berdiri berhadapan dengan Airin.

"Mau ngapain kamu kesini?"  tanya pria itu tajam. Jelas sekali raut wajahnya menunjukan ketidaksukaannya pada gadis di depannya. Gadis yang namanya terlulis di Kartu Keluarga sebagai putrinya.

"Airin mau ket—"

"Pulang!" potong sang ayah.

"Jangan datengin Bunda! Kamu tahu gara-gara siapa Bunda masuk rumah sakit?! Itu semua gara-gara kamu! Penyakit darah tingginya kumat lagi gara-gara kelakuan kamu!!" kata sang ayah dengan amarahnya.

Airin menunduk. Jadi ini salah dirinya. Gara-gara dirinya, bunda masuk rumah sakit. Bunda ternyata selalu memikirkan kenakalannya sampai-sampai penyakitnya kambuh lagi.

Tapi ia juga punya alasan tersendiri. Kenapa dirinya selalu yang disalahkan. Kenapa tak ada yang mencoba bertanya apa yang diinginkan. Kenapa tidak ada yang mau mengerti dirinya.

Kenapa?

"Sana pergi!" usir sang ayah.

Gadis itu mendongak, menatap ayahnya. Matanya mulai berkaca-kaca. "Airin mau ketemu bunda, Yah ...." pintanya dengan suara memelas.

"Kamu tuh harusnya sadar diri. Kamu bukan—"

"Airin tahu! Airin tahu!" kedua tangan Airin mengepal mencoba menguatkan diri. 

"AIRIN TAHU AIRIN BUKAN ANAK AYAH!"

"AIRIN TAHU AIRIN BUKAN DARAH DAGING AYAH!"

"AIRIN TAHU ITU, YAH ...."

Tangis Airin pecah. Dadanya sesak ketika mengatakan itu semua. "Selamanya Airin gak bakalan lupa ...," lirihnya dengan suara parau.

Airin terisak. Matanya tak kuat lagi menahan air mata yang tadi membendung. "Tapi Airin anak Bunda. Airin mau ketemu sama Bunda. Cuma bunda satu-satunya orang yang peduli sama Airin. AYAH GAK PERNAH PEDULI SAMA AIRIN. AYAH CUMA SAYANG SAMA ABID. AYAH GAK SAYANG SAMA AIRIN!"

PLAAAKK

Sebuah tamparan mendarat mulus di pipi kiri Airin.

"SIAPA YANG BIAYAIN KAMU HIDUP HA?!! BERANI KAMU BILANG SEPERTI ITU!!"

Gadis itu memegangi pipi kirinya. Merasakan perih, tapi tak seperih hatinya. Dia menangis pilu. Seperti ada sesuatu yang menghantam keras dadanya. Ia hanya ingin menyeruakan isi hatinya.

Airin ingin ayahnya peduli padanya. Airin ingin ayahnya sayang padanya. Airin ingin ayahnya perhatian padanya. Airin tahu ia bukan darah daging ayahnya. Tapi ia juga ingin seperti anak lainnya yang mendapatkan kasih sayang seorang ayah.

Airin tak mampu lagi berkata. Tenggorokannya seperti dicekik. Hatinya benar-benar terluka. Ini untuk kedua kalinya ia di tampar oleh ayahnya.

Airin tak kuasa lagi berada berhadapan dengan ayahnya. Ia kemudian berbalik dan berlari pergi.

Sang ayah hanya melihat kepergian putrinya dengan raut datar. Beliau kemudian menghela nafas lelah.

***

Tak ada yang mau diperlakukan tidak adil di dunia ini.

Begitu pun dengan Airin.
Dia tahu ia hanya anak tiri dari ayahnya. Tapi dia juga ingin ayahnya memperhatikannya.
Peduli padanya. Ia selalu iri dengan Abid, adik tirinya. Yang selalu mendapat perhatian penuh dari ayah dan bunda. Abid selalu dimanja oleh ayah. Ayah selalu memperhatikan hal-hal kecil yang berhubungan dengan anak kesayangannya itu. Airin juga anaknya. Kenapa diperlakukan beda? Ia tahu kenyataannya. Ayahnya bukan ayah kandungnya. Dirinya bukanlah darah daging ayahnya.

Sekali lagi ia juga ingin egois. Dalam hidupnya ia butuh seorang ayah. Ayah yang benar-benar sayang dan peduli padanya. Ayah yang memperhatikan anak gadisnya.

Kata orang, anak perempuan lebih dekat dengan ayahnya. Selalu bermanja-manja dengannya. Airin juga ingin seperti anak perempuan di luaran sana yang punya ayah peduli dan sayang pada anak gadisnya.

Di belakang tembok rumah sakit, Airin menangis meraung-raung. Tempat ini cukup sepi. Hanya terdengar suara jangkrik yang saling bersautan.

Kedua kakinya ditekuk. Airin meringkuk sendirian. Tak ada yang menemani. Tak ada teman untuk berbagi. Luka di hatinya ia simpan sendiri.

Air mata sedari tadi terus mengalir bak anak sungai.

Airin tidak peduli roknya kotor karena ternodai oleh tanah. Ia tak peduli dinginnya malam yang menusuk kulit.

Tangisnya begitu pilu.

Bertahun-tahun ia pendam luka ini sendiri. Tak ada yang tahu betapa sakitnya luka yang tak berdarah ini.

Dulu ia pernah mati-matian belajar. Hingga ia selalu mendapat peringkat satu. Ia juga selalu ditunjuk untuk mewakili sekolahnya karena selalu mendapat juara. Berharap dengan begitu ayahnya akan bangga padanya. Ayahnya akan peduli padanya.

Tapi naas.

Harapan akan selalu jadi harapan.

Ia tak akan bisa mewujudkan harapan itu. Harapan itu jadi mustahil baginya.

Sampai memasuki SMA, pola fikirnya berubah. Mungkin dengan ia jadi anak nakal, ia bisa membuat ayahnya peduli padanya.

Lagi. Yang dia lakukan salah. Kelakuannya justru membuat satu-satunya orang yang peduli padanya jatuh sakit.

Lalu yang harus ia lakukan apa? Mencoba berbicara malah mendapat tamparan. Sungguh menyakitkan.

"Mau disini sampe pagi?" suara bariton laki-laki itu membuat Airin menghentikan tangisnya. Ia mendongak menatap laki-laki itu.

Laki-laki itu berdecih kemudian menyodorkan sebungkus tissue. Cewek itu mengernyitkan dahinya bingung.

"Lo mimisan," kata cowok itu pelan.

Airin melebarkan mata sembapnya. Benarkah yang dikatakan si cowok di depannya ini? Tanpa pikir panjang ia mengambil tissue itu.

Cowok jangkung itu maju kemudian duduk bersila di samping Airin. Ia memperhatikan cewek itu yang sedang mengusapi darah di bawah hidung dengan tissue. Wajah gadis itu letih. Rambutnya acak-acakan, matanya sembap, dan pipinya basah karena airmata.

Bintang menghela nafas lelah. Ia melihat semuanya. Airin yang berdebat kemudian ditampar oleh ayahnya.

Apakah semenyakitkan itu?
Sampai gadis ini menangis berjam-jam.

Sedari tadi Bintang memantau gadis ini dari jauh. Ia tak pulang. Entah mengapa impulsnya mengatakan untuk tetap bersama gadis ini. Sampai dirasa cukup lama, cowok ini datang menghampiri.  Menyerahkan tissue yang ia beli tadi. Karena waktu di koridor rumah sakit, ia melihat cewek itu berlari dengan airmata yang berurai.

"Gak seharusnya lo ngomong gitu ke bokap lo." Bintang menyandarkan tubuhnya ke tembok kemudian meluruskan kedua kakinya.

"Gak seharusnya lo ikut campur urusan orang lain," balas cewek itu dengan suara serak khas orang sehabis nangis.

Bintang mendengus. Sudah terlihat sekali kalo cewek ini tipe orang yang gak mau dinasehati.

"Ngapain lo disini?" tanya Airin.

Bintang menaikan kedua alisnya.

Huh.

Untung dirinya sudah punya alasan yang tepat untuk menjawab. Ia mengeluarkan sebuah ponsel dari saku celananya kemudian menyodorkan kepada Airin.
"Nih," itu ponsel Airin yang terbawa olehnya. Mungkin karena kalut, Airin jadi tak memikirkan keberadaan ponselnya.

Airin menerimanya sambil mengucapkan kata terima kasih. Bintang membalas dengan bergumam pelan. Kemudian Airin memasukan ponselnya ke saku roknya.

Kini keduanya terdiam.

Bintang sedikit mendongak, menatap langit malam. Ia tersenyum.

Pemandangan langit sekarang sangatlah indah. Tebaran bintang seakan menghiasi angkasa.

"Kalau gue lagi sedih, gue selalu natep langit apalagi kalau langitnya indah kaya sekarang,"  kata Bintang masih memandang langit dengan mata yang berbinar, "banyak bintangnya."

Airin berdecih, "mentang-mentang namanya Bintang."

Bintang mendengus geli, "coba deh liat ke atas."

Airin menurut. Ia pandang langit itu.

Angkasa raya yang dipenuhi tebaran bintang dengan bulan yang mendampingi. Sungguh indah.

Tak lama sebuah senyum terukir di bibir Airin.

Tak bisa dipungkiri hatinya merasa tenang.

Benda langit yang terlihat kecil dan bercahaya itu membuatnya ingin terbang kesana dan membawa satu untuk dibawa pulang.

"Gimana?" tanya Bintang melirik gadis disebelahnya.

"Bagus banget ...." jawab Airin dengan mulut setengah terbuka. Ia seperti terhipnotis oleh pemandangan malam yang memukau itu.

"Gue mau nanya sesuatu," ujar Airin tiba-tiba teringat, ia lalu menengok Bintang yang ternyata sedang memperhatikannya.

"Hm?" Bintang tersadar. Ia berdehem salah tingkah dan mengalihkan wajah. "Satu jawaban, satu pertanyaan," ujar Bintang setelah diam sejenak.

Airin mengernyitkan dahinya bingung. "Maksudnya?"

"Gue juga bakalan ngasih pertanyaan ke elo, gimana?"  Bintang menaikan sebelah alisnya.

Airin mengangguk setuju. "Punya hubungan apa lo sama Elsa?" tanyanya. Itu pertanyaan pertama darinya.

Bintang menyatukan kedua alisnya heran. Kenapa cewek itu bertanya itu. "Hubungan?," gumam Bintang. "Teman," jawab Bintang menoleh ke Airin.

"Teman? Kok deket banget?"

"Eiiits! Giliran gue dong yang nanya," ucap Bintang. Airin pun menghela nafas, mencoba bersabar.

"Lo sakit apa sampe mimisan gitu?" tanya Bintang penasaran.

"Gue enggak sakit apa-apa," jawab Airin kalem. Bintang menyipitkan mata ke Airin. Airin kemudian berdehem untuk memecahkan keheningan. "Jadi? Kok lo sama Elsa deket banget?"

"Kita deket tuh karna sama-sama anak eskul musik. Kita sering ikut lomba bareng," jawab Bintang kalem, sekarang gilirannya bertanya. "Kenapa lo maksa gue buat jadi pacar lo?" tanyanya, ia sungguh penasaran akan jawaban dari Airin.

Airin diam. Sebenarnya ia sedang berfikir jawaban apa yang pas untuk pertanyaan Bintang ini. "Gue penasaran aja punya cowok yang pendiem kayak lo,"  jawabnya asal sambil mengendikan bahunya.

Bintang mendesis sinis mendengar jawaban cewek itu.

"Lo ada perasaan suka gitu nggak sih ke Elsa?" tanya Airin dengan hati-hati.

Bintang tersenyum geli. "Siapa sih yang gak suka sama cewek secantik dan sebaik kayak dia, udah gitu pinter lagi."

"Jadi lo suka sama Elsa???" tanya Airin memastikan. Ia masih bingung dengan jawaban Bintang tadi.

Bintang mengangguk.

Airin melebarkan mata. Dia kira cintanya Elsa bertepuk sebelah tangan. "Kok lo nggak ngungkapin cinta lo ke dia!?" bingung Airin.

Bintang ikut melebarkan mata, "suka disini bukan berarti cinta. Tapi ya gitu ... kayak perasaan lo sama idola lo."

Airin mengantupkan bibir.
Yaelah tinggal bilang gitu. Pake muter-muter segala lagi ngomongnya, batin Airin.

"Sekarang giliran gue. Coba tebak—"

"Ih kok main tebak-tebakan sih?!" protes Airin yang memang tidak suka bermain tebak-tebakan.

"Ya terserah gue dong." Bintang berkata sinis.

Airin memajukan bibir bawahnya.

"Nih yah. Loly, loly apa yang manis?"

"Eum ... loly ... loly ....?" gumam Airin. Dia nampak mengerutkan dahinya mencoba berfikir keras mencari jawabannya.

"Lolypop?"

"Salah."

"Terus apa?"

"Ya apa? Coba tebak."

"Ah udah ah gak tau gue."

"Beneran nyerah nih?"

"Iya!" ketus Airin.

"Payah lo!" yang dicibir Bintang hanya membuang muka tak peduli.

"Loly, loly apa yang manis?
Lolyatin aja gue," ujar Bintang kemudian tertawa tanpa suara.

Airin diam menatap Bintang yang tertawa.

Boleh gak sih Airin nampol muka cowok itu sekarang?

Tangan Airin udah gatel nih pengen jambak rambut tuh cowok.

"Apa?? gak terima kalau gue manis?" Bintang menatap Airin yang sedang diam mengantup bibir dan meliriknya tajam.

"Nih manis! manis! manis! manis!" Airin mencubiti lengan Bintang.

"Aduh! aduh! eh! buset dah! udah woy!" Bintang mengaduh kesakitan dan terus mencoba menghindar dari serangan Airin yang mencubiti lengannya.

Keduanya lalu saling serang dan tertawa.

***






JANGAN LUPA

VOTE+COMENT+SHARE

TERIMA KASIH
















Continue Reading

You'll Also Like

4.5M 350K 48
❗Part terbaru akan muncul kalau kalian sudah follow ❗ Hazel Auristela, perempuan cantik yang hobi membuat kue. Dia punya impian ingin memiliki toko k...
RAYDEN By onel

Teen Fiction

3.3M 203K 63
[Follow dulu, agar chapter terbaru muncul] "If not with u, then not with anyone." Alora tidak menyangka jika kedatangan Alora di rumah temannya akan...
3.2M 151K 61
[SEBELUM BACA YUK FOLLOW DAN VOTE SETIAP CHAPTER SEBAGAI BENTUK PENGHARGAAN BUAT AUTHOR YANG CAPE CAPE MIKIR ALURNYA, YA WALAU MUNGKIN ADA YANG GAK M...
317K 37.1K 27
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...