19 Agustus 2018. Tanggal dan hari terindah bagi seorang Arsen. Padahal awalnya ia sudah putus asa dengan perasaannya. Tapi untunglah gadis bernama Lova itu sudah putus dengan pacarnya itu.
Laki-laki itu masuk kedalam rumahnya sambil tersenyum manis. Ia baru saja kembali setelah mengantar pacarnya pulang.
"Arsen?"
Laki-laki itu menoleh saat mendengar suara seorang wanita yang memanggilnya, "Iya, ma? Kenapa?"
"Kamu bisa jemput Kanaya, kan? Naya pulang jam 4 sore." sahut Carmilla.
"Jam 4?" Arsen menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya, "10 menit lagi." lirihnya, ia menoleh pada Carmilla, "Kenapa harus aku? Kan bisa suruh Suhan, dia kan abangnya."
"Lalu kamu siapanya? Kamu kan juga abangnya."
"Iya, tiri."
"Tetep aja ga ada bedanya."
"Ada lah. Kandung itu ada hubungan darah, kalau tiri nggak."
"Jangan jawab mama!"
Arsen diam, ia menatap Carmilla, wanita itu tampak kesal.
"SMP Merah Putih, bisa jemput dia kan, Rega?"
Arsen mendesah lelah, "Kenapa harus aku? Aku baru pulang, udah disuruh pergi lagi?"
"Kamu ga bisa bantu mama?" wanita itu mengerutkan dahinya sambil menatap Arsen. Putranya itu hanya diam saat wanita itu melangkah perlahan menghampiri dirinya. "Kalau kamu ga bisa bantu mama, buat apa kamu hidup? Ga guna, kan? Mending kamu tabrakin diri kamu ke tiang listrik sampe mati. Percuma kan kamu hidup, ga guna."
Arsen masih diam, ia menatap kedua manik mata Carmilla dan disaat itu juga, hatinya memanas seperti terbakar.
Laki-laki itu langsung berbalik tanpa menyahut ucapan Carmilla. Ia berlari keluar rumah dan beberapa saat kemudian, Carmilla bisa mendengar suara deru mesin motor yang semakin lama semakin menjauh.
Arsen tidak fokus pada jalanan, pikirannya kacau. Emosinya kembali memuncak hanya karna wanita itu. Sudah bagus dia pergi, kenapa harus kembali bersama anak-anak tirinya?
Arsen menghentikan motornya dikalangan sekolah SMP Merah Putih. Didepan gerbang sekolah itu, sudah banyak orang tua yang sedang menunggu anak-anaknya pulang. Ada juga tukang ojek online yang menunggu kliennya sembari duduk diatas motor mereka masing-masing.
Arsen menuruni motornya, ia menatap kedalam sana. Kenapa ia harus menjemput Kanaya disaat dia saja tidak tau dimana kelas gadis itu, kapan gadis itu pulang. Dan yang terpenting, apakah gadis itu tau bahwa Arsen menjemputnya?
Bagaimana jika Arsen menunggunya tapi ternyata gadis itu tidak tau dan pulang duluan? ARRGGHHH!
Arsen mengerang kesal saat ribuan pikiran negatif mulai menyerang dirinya. Tanpa ia sadari, orang-orang disekitarnya mulai menatap kearahnya. Bagaimana tidak, ia mengerang dengan cukup kencang.
Laki-laki itu memejamkan matanya sebentar, meredakan rasa malunya. Kemudian ia melangkah masuk kedalam area sekolahan yang cukup besar itu.
Belum ada satupun murid yang terlihat, sepertinya bel masih belum berbunyi. Berapa lama lagi ia harus menunggu?
"ABAANGGG!"
Arsen berbalik dengan cepat saat seorang gadis memanggilnya sambil menepuk kedua pundaknya, Arsen meringis kesal saat mendapati gadis itu adalah Kanaya, adik tirinya.
"Kok abang yang jemput?" gadis itu menatap Arsen dengan tatapan curiga.
"Gamau? kalo gamau yaudah, pulang naik ojol aja lu."
Kanaya mencekal tangan Arsen saat laki-laki itu hendak melangkah pergi. Gadis itu mengerucutkan bibirnya, "Becanda doang bang! Baper amat elah!"
Arsen melepaskan cengkraman tangan Kanaya dari tangannya, "Ayo pulang!"
Gadis itu kembali menatap Arsen yang baru saja hendak melangkah mendahuluinya, "Bentar abang ih, buru-buru banget sih! Naya mau jajan dulu, temenin ke kantin, ayo."
Laki-laki itu mendesah lelah, "Ga pake lama ya?"
"Iya bawel!" sahut gadis itu kemudian ia mendahului Arsen. Arsen mengekori gadis itu sampai ke kantin sekolahan itu.
Saat tiba disebuah stan warung kecil, Kanaya menghentikan langkahnya kemudian berbalik dan menatap Arsen yang hampir saja menabrak tubuh mungilnya itu.
"KANAYAAA!"
Kanaya menoleh saat teman-temannya yang sedang duduk dibangku kantin, memanggilnya sambil melambaikan tangannya.
Beberapa orang gadis itu seolah menyuruh Kanaya untuk menghampiri mereka, gadis itu hanya tersenyum lebar kemudian kembali menatap Arsen. "Abang tolong beliin Fanta anggur sama coklatnya 2 ya. Naya mau nyamperin temen Naya dulu!"
Arsen baru saja hendak mengeluh namun gadis itu sudah lebih dulu melesat pergi menemui teman-temannya. Dengan berat hati, ia melakukan apa yang adik tirinya itu minta.
"Hai guys! Kenapa panggil-panggil?" tanya gadis itu begitu sampai ditempat duduk teman-temannya.
"Itu yang dateng sama lo tadi, siapa?" tanya salah seorang gadis itu sambil menunjuk Arsen dengan dagunya.
Kanaya menoleh sekilas kearah Arsen, laki-laki itu sedang memilih jajanannya. "Itu abang gue."
"Kok beda sih? Dia putih."
Kanaya mendengus sebal, "Emangnya gue seitem apaan sih anjir. Itu abang tiri gue, bukan kandung."
ke 2 temannya itu hanya ber 'oh' ria sambil tetap menatap Arsen disana.
"Kenalin dong!" pinta Ranielle, teman sebangkunya Kanaya.
"Idih, pengen banget ya?" Kanaya menaik turunkan kedua alisnya sementara ke 2 temannya itu hanya mengerucutkan bibirnya.
"Namanya siapa?" tanya -Difda-, salah seorang dari 2 gadis itu.
"Arsen. Nama lengkapnya, lupa. Tapi mama sering manggil abang pake sebutan 'Rega' sih." sahutnya sambil sesekali melirik kearah Arsen. Laki-laki itu baru saja hendak membayar jajanannya.
Saat Arsen sudah membayar makanannya, gadis itu langsung berlari menghampirinya bersama ke 2 temannya itu.
"Abang! Ada yang mau kenalan!" ucap Kanaya, ia tampak bersemangat.
"Oh." sahut laki-laki itu, singkat. Ia menyodorkan sebotol Fanta dan 2 batang coklat itu pada Kanaya.
Gadis itu mengambilnya sambil cemberut. "Abang, ini serius loh!"
Arsen hanya mengangguk-angguk. "Arsen Raditya Arkharega. Udah kenalan kan? Ayo balik, waktu gua bukan cuma buat dibuang-buang disini." ia mencekal lengan Kanaya kemudian menyeret gadis itu pergi.
Kanaya hanya merintih kesakitan sembari melambai pada teman-temannya dan terpaksa mengikuti Arsen.
"ABANG SAKITT. ABANG SOMBONG AMAT YA. ABANG SAKITT BANGGGG!"
Arsen melepaskan tangan gadis itu kemudian berbalik dan menatap gadis itu dengan tajam.
"Abang tuh ga boleh kayak gitu. Mereka kan cuma mau kenalan. Harusnya tuh abang senyum, ngulurin tangan, lalu kenalin diri deh. Gampang kan?" jelas gadis itu sembari mengusap-usap lengannya yang memerah karena ulah Arsen.
"Don't study me, you won't graduate."
"Apa sih, Naya ga ngerti bahasa inggris."
Arsen menggeleng lelah, ia menaiki motornya dan menunggu gadis itu ikut naik. Tapi Kanaya hanya melamun sambil menatap jok motornya.
"Gamau naik?"
"MAUUU!"
"Zzzz."
~~~
"Kalian udah pulang? Lama banget." sapa Carmilla begitu melihat Arsen dan Kanaya sudah tiba.
Kanaya melempar tasnya keatas sofa kemudian berbaring disana sedangkan Arsen langsung melangkah hendak pergi.
"Rega--"
Arsen berhenti, ia menatap Carmilla seolah menyuruh wanita itu untuk diam. "Maaf ma, aku cape banget dan ga punya tenaga buat berpura-pura seolah-olah aku seneng ngobrol sama mama." ucap laki-laki itu kemudian ia berbalik dan pergi begitu saja meninggalkan Carmilla yang terpaku disana.
Kanaya melihat kejadian itu, ia hanya mengulum tawanya kemudian kembali berbaring disofa.
"Apa-apaan sih anak itu? Makin lama makin songong. Razel ngapain aja sih selama aku pergi?" keluh wanita itu.
Kanaya hanya berusaha menahan tawanya setiap saat wanita itu mengoceh tak henti-henti. "Udahlah, mah. Abang juga ga bisa dengerin mama kalau mama ngocehnya disini." Kanaya tertawa, sedangkan Carmilla hanya berdecak kesal.