Damn You, Granger!

By MsLoonyanna

9.2K 1K 297

[ROMANCE/FLUFF-COMEDY] Hermione Granger telah melakukan sebuah kejahatan yang begitu besar pada Draco Malfoy... More

Damn You, Granger! [1]

Damn You, Granger! [2]

4.2K 500 117
By MsLoonyanna

Harry Potter © J. K. Rowling

Damn You, Granger!
© MsLoonyanna

.

Warning!

Twoshot, Tahun ke-3

[Beberapa hari setelah Hermione menonjok (di buku 'menampar') Draco]

• Fluffy Romance - Comedy •

.

Sorry for the typos and all mistakes (if I did). Happy Reading!
.
.

"Madam Pomfrey, bagaimana keadaan Malfoy?" Hermione tak dapat menahan diri untuk tak segera bertanya ketika matron Hospital Wings itu baru saja memeriksa Draco yang kini tampak tertidur pulas di salah satu ranjang rumah sakit.

"Tak perlu khawatir, Ms. Granger. Mr. Malfoy tak apa-apa. Benturan di hidungnya tak cukup keras untuk mematahkan tulang di dalamnya."

Hermione membuang napas lega. "Jadi ... jadi, kapan dia bisa keluar, Madam?"

"I assure you, it's soon, Ms. Granger. Setelah pengaruh ramuan tidurnya habis, Mr. Malfoy dapat beraktivitas kembali seperti sedia kala." Setitik kedut senyum terpatri di bibir wanita itu. "Satu hal, mengapa Mr. Malfoy bisa menabrak dinding?"

Blaise yang sedari tadi berdiri di samping Hermione baru saja akan menjawab ketika tiba-tiba gadis itu justru melayangkan tangannya untuk menjepit mulut si penyihir keturunan Italia tersebut.

"Err ... sebenarnya, aku tak yakin. Kami berjalan dari arah koridor yang berlawanan lalu ... lalu ... kudengar Zabini bilang ada gadis cantik di dalam dinding"—Blaise memelotot tak terima—"dan kurasa, Malfoy dengan otak idiotnya seketika berbalik mengecup dinding? Err, entahlah, Madam Pomfrey. Aku hanya melihatnya seperti itu sebelum memutuskan untuk membantu Zabini membawanya ke sini."

Madam Pomfrey menaikkan sebelah alisnya, tampak tak begitu percaya.

"Hah? Tap-ouch, damn you, Grang—" Hermione melemparkan tatapan maut ke arah Blaise. "Err, benar. Maksudku, damn! Ak—"

"Language, Mr. Zabini."

"Oh, right, sorry. Intinya, perkataan Granger benar, Madam. Draco memang sedikit linglung akhir-akhir ini."

"Baiklah, baiklah, cukup. Kalian bisa kembali ke asrama masing-masing. Ia baru akan terbangun sekitar lima sampai tujuh jam lagi."

"Selama itu?"

"Ya, Ms. Granger. Selama itu. Tidur yang cukup tentu akan lebih cepat memulihkan Mr. Malfoy."

"Kalau begitu, aku akan kembali setelah jam makan malam?"

"Tentu, tentu, " Madam Pomfrey menjawab tergesa seraya mendorong punggung Hermione dan Blaise agar segera keluar dari sana. Well, matron rumah sakit itu memang menyenangkan, tetapi sangat tegas akan peraturan. Baginya, kenyamanan pasien adalah prioritas primer.

"Ah, wanita tua itu ...," Blaise menggerutu setelah pintu utama Hospital Wings menutup sempurna di belakang mereka.

"Aku tahu, tapi setidaknya, Malfoy baik-baik saja."

Blaise mencuatkan sebuah seringai—apakah seluruh anak Slytherin suka melakukannya? pikir Hermione—dari bibirnya. "Khawatir, eh, Granger?"

Hermione berbalik dan melipat kedua tangannya di depan dada. "Zabini, aku hanya mencoba untuk bertanggung jawab. Asal kau tahu." Gadis itu menekankan suara di tiga kata terakhir.

Blaise berdecak. "Gryffindor dan segala jiwa patriotnya." Ia tergelak sebentar sebelum melanjutkan, "Asal kau tahu juga, Granger, Draco tampak tak begitu sehat akhir-akhir ini dan ia berpikir bahwa akar masalahnya adalah dirimu."

"What?" Hermione mengerutkan keningnya dalam-dalam, sementara Blaise telah berjalan menjauh. Kedua tangan berada di dalam saku. "Hey! Apa maksudmu, Zabini?!" Gadis itu sedikit berteriak ketika sang pemuda Slytherin telah nyaris berbelok di ujung koridor. Ah, untung saja ia masih mendengarnya dan memutuskan untuk memutar punggung sejenak.

"Kenapa tak kau tanyakan sendiri padanya nanti, Granger? Kurasa, kau akan menyukai jawabannya—err, atau mungkin justru akan kembali menonjoknya? Entah. Find it out yourself."

Dengan itu, Blaise akhirnya melanjutkan langkah, meninggalkan Hermione Granger dengan sejuta endapan tanda tanya dalam kepalanya.

•••

"Mwau ke mwana, 'Mwiowne?" Ron bertanya penasaran dengan mulut penuh daging kalkun ketika dilihatnya sang sahabat perempuan tampak tergesa menyampirkan tas di bahu setelah memaksa beberapa buku tebal terjejal sempurna ke dalamnya.

"Err, perpustakaan?" Alih-alih menjawab mantap, nada Hermione justru terdengar seperti orang yang tak yakin.

"Ada PR lagi?" Kini giliran Harry yang menyahut. Kepalanya terangkat dari puding cokelat di hadapannya. Jelas ia akan mulai mengeluh jika Hermione menjawab 'iya'.

"Ya, tugas esai Transfigurasi jika kau lupa? Tiga belas inci minimal."

"Kill me." Harry Potter membenturkan kepalanya di atas meja panjang Gryffindor, diikuti dengan tatapan lunglai dari Ron.

"Selalu saja ada PR dan seringnya itu esai sepanjang jubah mengerikan Snape—"

"Jangan berlebihan, Ron," Hermione memotong. Kedua hazel-nya berputar refleks.

"Kau tak mengerti, Hermione—err, tapi setidaknya, esai Ramalan masih bisa ditoleransi olehku dan Harry," lanjut Ron, membandingkan tugas-tugas esai mereka dalam beberapa pekan terakhir.

"Itu karena kalian mengarang bebas! Murid macam apa yang menuliskan mimpi pun bahkan tak becus?" tuding Hermione jengkel, teringat kedua sahabatnya yang saling terkikik di ruang rekreasi Gryffindor ketika mengerjakan tugas esai Ramalan beberapa hari lalu.

Terkadang gadis itu bertanya-tanya, mengapa begitu mudah untuk mengelabui Profesor Trelawney? Lagi pula, mimpi yang dipaparkan kedua sahabatnya terlalu hiperbola. Kalau ia tak salah mengingat, Ron bahkan menulis di perkamennya—dengan deretan tulisan besar-besar agar cepat memenuhi target—bahwa Draco Malfoy merupakan jelmaan mermaid yang dapat berubah menjadi werewolf setengah musang setiap kali dicium oleh Troll Gunung.

Andai saja Hermione Granger adalah Profesor Ramalan, ia pasti akan berpikir bahwa bisa jadi Ron hanya terlalu memikirkan pemuda platina tersebut di setiap malamnya sebelum tidur. Sayang, Profesor Trelawney justru kepalang terkesan untuk dapat menyadari kemungkinan-kemungkinan itu, padahal begitu banyak dusta yang telah disodorkan Ron dan Harry di depan hidungya. Dusta yang betul-betul sama tak masuk akalnya dengan pernyataan menggelikan bahwa Profesor Snape menyukai warna pink.

"Well, bukan salah kami jika tak dapat mengingat mimpi yang tidak penting." Harry mengedikkan bahu lalu membenahi letak kacamatanya sekilas sebelum meneguk jus labu dari piala keduanya.

"Right, who cares?" Ron terkekeh dengan wajah konyol.

"Baiklah, jangan pernah mencariku jika kalian butuh koreksi! Toh, kalian tak peduli!"

"Hermione, wait!" Kali ini Ron sungguh berteriak ketika rambut megar Hermione telah berkibar meninggalkan Aula Besar, membawa butir-butir harapannya untuk mendapat nilai yang lebih baik di setiap pemberian tugas dari para profesor.

"Kami peduli koreksimu!" Harry menimpali, meskipun jelas sudah terlambat sekali. Hermione telah berbelok melalui pintu ganda Aula Besar dan lenyap dari pandangan.

"Harry?"

"Hm?"

"Apa kau bahkan tahu tentang bahasan esai Transfigurasi itu?" Harry menggumamkan kata 'no', membuat Ron segera melanjutkan, "'We're dead." Ia menggeleng muram dan si pemuda berkacamata bulat di sampingnya mengangguk setuju.

•••

"Sudah kubilang, Mr. Malfoy, kau baik-baik saja." Dahi Madam Pomfrey tampak berkali-kali lipat lebih dalam, seolah tenggelam menuju garis-garis jemu yang kementakan telah bosan berbaris di sana dan semuanya karena aduan tak masuk akal Draco Malfoy, pemuda songong yang beberapa jam terakhir dirawatnya.

"Tapi aku sangat yakin bahwa aku masih sakit, Madam! Granger memantraiku!"—Alis Madam Pomfrey tertukik sebelah—"Dia ... dia membuatku sulit untuk berhenti memikirkannya. Granger seolah terus berlari-lari dalam kepalaku tanpa henti! Tidak hanya itu, gugup disertai detak jantung tak normal kerap kali melanda ketika gadis sialan—"

"Language, Mr. Malfoy." Madam Pomprey menggeleng pelan, kontan teringat Blaise Zabini beberapa jam lalu. Slytherin, pikirnya.

"—Granger berada tak jauh dariku. Aku bahkan kesulitan tidur, Madam Pomfrey! Bagaimana mungkin kau memvonis bahwa aku baik-baik saja?! I'm not, I really am not. I'm not okay at all." Draco menggeleng-gelengkan kepalanya dramatis.

See? Sialan sekali. Bahkan hanya sedikit ingatan tentang Hermione Granger mampu membuat jantungnya seolah kembali berpacu dengan setiap dentang sekon yang berlalu di ruangan sepi itu. Satu hal yang patut disyukuri, murid-murid Hogwarts baik-baik saja. Bangsal terisi oleh Draco seorang dan itu artinya tak ada yang akan menjulurkan telinga tak tahu malu dan mencuri dengar beberapa simtom aneh yang dideritanya.

"Mr. Malf—"

"Good evening, Madam Pomfrey." Sebuah suara memotong diiringi derit pintu yang terbuka kemudian. Dua kepala seketika menoleh. "Err ... Malfoy, kau sudah bangun."

Hermione masih mengenakan seragam Hogwarts-nya ketika ia memutuskan untuk bertandang menjenguk sang ... musuh? Entah, hubungan keduanya cukup ruwet. Teman bukan, musuh pun tak sepenuhnya begitu. Dalam diam, gadis Granger itu berharap agar sahabat berambut merah dan berkacamata bulatnya tak sampai mencarinya ke perpustakaan atau semuanya akan tampak sangat mencurigakan.

"Granger," Draco menggeram. "Untuk apa kau ke sini?" tanyanya sebelum membuang pandangan ke arah lain. Madam Pomfrey berdeham sebentar, menggumamkan sesuatu seperti 'Aku akan kembali setelah meracik ramuan finalmu' yang sebenarnya sama sekali tak ia pedulikan.

"Err, aku ...." Hermione maju beberapa langkah hingga ujung roknya kini telah bersentuhan langsung dengan sisi ranjang tempat Draco terduduk. "Aku ingin ... err, minta maaf."

Kepala Draco berputar kilat. Hidung mancungnya mengerut seiring dengan atensi kelabunya yang menyipit. "You what?"

Hermione memutar bola matanya gemas sebelum menjawab tak sabar, "Aku minta maaf, Malfoy. Maaf karena telah menonjokmu sampai masuk Hospital Wings begini."

"Maaf tak akan membuatku sembuh total, Granger."

Kini giliran Hermione yang menyipitkan mata. "Apa maksudmu? Sekarang kau tampak ...." Gadis itu mengamati sejenak. "... oke."

Draco menarik napas panjang lalu mengembuskannya cukup keras.

"Kau tahu, sejak kau menonjok wajah tampanku tiga hari lalu, aku jadi tak enak badan. Kepalaku sering pusing memikirkan betapa sesaknya rambut semakmu,"—Hermione memelotot mendengarnya—"betapa menjengkelkannya senyuman di wajah jelekmu, betapa memusingkannya tubuhmu yang tak berlekuk sama sekali, dan semuanya bertambah parah ketika kau kembali menonjokku hari ini! Aku semakin yakin bahwa kau kemungkinan memang sengaja memantraiku hingga rasanya untuk bernapas pun sulit. Apa kau benar-benar berniat membunuhku, Granger?" Draco berceloteh panjang lebar, memajukan tubuh dan mendekatkan kepalanya ke arah Hermione hingga kini hidung mereka bahkan nyaris bersentuhan.

"Ma-Malfoy, satu hal yang pe-perlu kau tahu, a-aku sama sekali tak me-mantraimu," Hermione membalas tergagap, mendadak seolah tertular Neville Longbottom. Namun, ia tak mundur sama sekali. Tetap bertahan di posisinya.

"Kau harus bertanggung jawab, Granger." Kali ini suara Draco lebih terdengar seperti sebuah desahan yang mana sungguh membuat Hermione merasa tak nyaman. Jantungnya mengamuk dan ia tak tahu mengapa. Jelas bukan karena rasa takut yang melandanya.

Untuk apa takut terhadap kecoak kecil menjijikan seperti Malfoy? pikirnya.

"Kalau kau mau tahu, Malfoy, justru aku yang harus menanyakan hal itu padamu karena ... karena aku pun mengalami hal yang sama."

Draco menaikkan sebelah alisnya heran. Tampak setengah jengkel dan setengah senang. Entah, ia sendiri bahkan tak mengerti. "You sure?" Dan Hermione hanya mengangguk.

"I don't know you will like it or not, but ... okay, let me try something," Draco berujar pelan sebelum memangkas jarak—kali ini dengan intensi penuh, bukan sebuah ketidaksengajaan seperti yang terjadi di koridor beberapa jam lalu—di antara mereka secara tiba-tiba, bahkan tanpa memberikan kesempatan bagi Hermione untuk bertanya atau apa pun itu.

Ciuman tersebut begitu lembut. Tak ada paksaan, tak ada dorongan. Hanya dua bibir yang saling menempel sembari mencoba menebak impresi yang terasa samar, tetapi juga terasa kuat di satu waktu yang sama. Sekiranya, nyaris tiga belas detik berlalu ketika Draco akhirnya menarik wajah menjauh. Sepasang titik merah muda muncul secara ajaib di masing-masing pipi kucamnya, seolah ikut merefleksikan bingkai raut gadis di hadapannya.

"Malfoy ...."

"Granger ...." Draco sibuk menetralkan detak jantungnya yang seakan menggila di balik dadanya. "Kupikir ... kupikir ... damn it! Kupikir, aku menyukaimu."

Hermione mendelik kaget tepat di saat pintu ruangan sang matron terbuka dan menampilkan sosok wanita yang kini usianya hampir memasuki empat puluh, Madam Poppy Pomfrey.

"Mr. Malfoy, kau harus meminum ramu—"

BUK!

"Argh! Damn you, Granger!"

Madam Pomfrey berdiri mematung dengan dua vial di masing-masing tangannya bersamaan dengan Hermione Granger yang secara refleks menutup mulut, wajahnya kaget luar biasa.

Draco Malfoy? Ah, ia kembali terbaring di atas ranjang rumah sakit, tak sadarkan diri.

- The End -

-----

UPDATE!
THE SEQUEL IS OUT NOW!

"Shut Up, Malfoy!"

GO CHECK IT OUT!

-----

Hola! Hehe. Sooo, it's end now xD. What do you guys think of this story? I hope, it was not too boring 😅

Vote and comment, maybe? Thank you for reading! ❤

Oh, iya, silakan cek profil Loony untuk cerita-cerita lainnya, ya! Ada DraMione, Peter Pan, Doraemon, dll. You can also follow me (if you want) for more stories update /winks.

See ya!
.
.
Salam,
MsLoonyanna 💙

Continue Reading

You'll Also Like

The Last ✔ By PecintaManis

Mystery / Thriller

10.4K 871 53
Perjalanan hidup yang menceritakan tentang kisah si kembar tiga dan teman-temannya. Dimana Adrien, Abhi, dan Angel memiliki rahasia yang tidak terung...
104K 16.1K 16
𝐑𝐨𝐬𝐞 𝐱 𝐉𝐚𝐞𝐡𝐲𝐮𝐧 ❝Terlalu asik membenci, Jaehyun jadi gr sendiri.❞ 𝘴𝘵𝘢𝘵𝘶𝘴 ━゙𝙘 𝙤 𝙢 𝙥 𝙡 𝙚 𝙩 𝙚 𝙙
9K 1K 21
𝑇ℎ𝑒 𝑙𝑜𝑠𝑡 𝑘𝑖𝑛𝑔 𝑎𝑛𝑑 𝑞𝑢𝑒𝑒𝑛. 𝒪ne day in the kingdom of Neocapella, this story tells of 3 nobles named King Argatama, King Argantara an...
761 75 8
- The Love 'Arshkaala' ; hanya fiksi belaka dan tidak melibatkan satupun kejadian nyata yang ada didunia ini. Kisah tentang si detektif hebat dan p...