EPITOME: LUNISOLAR [TAEKOOK/V...

By heyhduami

1.4K 185 6

He is the strongest, and the weakest person. Ketika pria paling kuat hancur, ia tidak sanggup menangis . - EP... More

P R O L O G U E
1
2
3
5
6
7
8
9
10"
11"
12"
13"
14"
15"
16"

4

68 14 0
By heyhduami

Tengah malam, dan Jungkook tidak berniat untuk mengalihkan pandangan dari 3 monitor di hadapannya. Mulutnya sibuk mengunyah keripik kentang yang dipangkunya, sesekali menghisap rokok yang ada di tangan kirinya.

Taehyung pengidap insomnia. Setelah menghabiskan beberapa waktu di kursi besar demi mencoba tidur, ia menyerah. Bangkit menuju ruangan Jungkook.

Tidak sampai 2 detik setelah pintu yang terdapat dark jokes doodle buatan Jungkook itu terbuka, Taehyung batuk parah.

"Jeon keparat Jungkook. Kau merokok tanpa membuka jendelanya?"

"Lantas?"

Sedangkan yang baru diumpat masih tak tertarik untuk menoleh. Sibuk dengan kekasih barunya.

Tegukan soju yang melewati tenggorokan Jungkook mendominasi ruangan. Taehyung memilih bersandar di kusen pintu. Bersidekap sambil memperhatikan 2 sisi bahu Jungkook yang muncul dari balik kursi gamers.

"Apa alasanmu menerima semua ini?"

Kim Taehyung itu cerdas. Lebih ke picik sebetulnya. Sehingga ia tak mudah percaya begitu saja dengan orang lain, meskipun itu family.

Suara ketikan keyboard berhenti, disusul dengan sendawa berat Jungkook. "Bisa sebutkan yang lebih penting dari uang?"

Tidak.

Tak ada yang memuaskan dari pertanyaan yang lebih tepat sebagai pernyataan sarkas itu. Taehyung menjilat bibir bawahnya, merasa tertarik dengan pembicaraan tengah malam mereka.

Jam menunjukkan tepat pukul 2 pagi ketika Taehyung berhasil membuat tubuh Jungkook bergetar meskipun tidak sampai semenit.

"Tidak ada yang ingin melakukan pekerjaan dengan resiko 99,9% seperti ini, Jeon. Bahkan Jimin, bidak benteng kami, lenyap begitu saja."

Gesekan dedaunan gugur yang terbawa angin di halaman terdengar lebih jelas.

"Hoseok pernah bilang. Kemampuan berkelahimu hanya 40% dari Jimin. Yahh- tentu itu jauh lebih hebat dari semua bawahan kami lainnya."

Taehyung menunggu dengan sabar, meskipun mata bulat itu tak kunjung mengarah padanya. Padahal, sorot tajam hazel itu dapat melihat kursor yang diam di tempat.

Jungkook mendecih, lalu terkekeh hambar. "Tidakkah kalian terlalu meremehkanku?" tanyanya seraya memutar kursi besar pemberian Taehyung.

Puas, yang lebih tua menyeringai mendapati raut datar Jungkook yang berusaha menahan tremor tangannya.

Taehyung tidak bohong, dan Hoseok yang sering bertemu Jimin dan Jungkook dipastikan dapat membandingkan kelihaian mereka dalam berkelahi.

"Balas dendam, eh?"

Skak.

Fakta pertama yang diketahui Taehyung saat ini. Jeon Jungkook si arogan ternyata mudah terpancing.

Tak berniat menjawab, Jungkook kembali memutar kursinya menghadap PC. Mencoba mengalihkan fokusnya dari perkataan-perkataan Taehyung dengan seluruh umpatan di dalam hatinya.

Sebenarnya dia tidak begitu pemilih untuk menghancurkan wajah seseorang, selama brengsek maka jadilah. Namun ia tidak ingin merusak kesempatan-nya.

Debaman jendela cukup mengagetkan Jungkook. Ternyata lupa dikunci, dan angin musim gugur saat malam memang hampir seperti badai. Rambutnya berkibar hingga keningnya terasa dingin. Menekan puntung rokok ke atas meja, tak peduli meja berkayu mahal itu akan menghitam. Lalu ia bangkit, hendak menutup jendela.

"Jeon."

Baritone yang sukses membuat Jungkook membeku. Tubuhnya memutar dengan perlahan, lalu sedetik kemudian kedua alisnya terasa lebih rileks, bibir merahnya sedikit terbuka, dan-

-pipinya merona.

Demi Tuhan semua manusia. Selama 22 tahun hidupnya, Jeon Jungkook tak pernah percaya jika manusia dapat menyaingi kesempurnaan wajah malaikat.

Lalu-

Apa yang tengah dilihatnya saat ini kalau bukan malaikat?

Rambut hitam sekelam malam, kedua mata almond bermanik madu, proporsi tubuh sempurna, pahatan bak patung dewa yunani.

Oh- benar. Dewa.

Kim Taehyung.

Definisi dewa bagi Jungkook.

Ditambah angin yang menerobos jendela, membuat jubah tidur beserta surai kelam Taehyung berkibar bak dibawah laut.

Pangeran duyung, patung, manekin, boneka, dewa, bisa sebutkan apa lagi?

Motherfucker.

Jungkook mengalihkan pandangan seraya mendesis. Sudah 2 kalinya ia mempertanyakan orientasinya saat ini. Dia sudah tidur dengan Taehyung, dan rasanya memang tak kalah nikmat.

"Pikiranmu terbaca. Mencoba menolak pesonaku?"

Terdengar mengesalkan, tapi suara berat Taehyung membuatnya tak berlaku. Jungkook kembali menegakkan kepala, menatap tajam pada pemuda tampan itu.

"Dasar penggoda."

"Lantas?"

"Pergilah, hyung. Pekerjaanku padat." ketus Jungkook. Kaki panjangnya memutar dan melangkah menuju jendela.

"Bagaimana ya? Tapi aku sedang horny."

"Bajingan! Bisakah kau tak mengatakan hal sefrontal itu padaku?!" sentak Jungkook bersamaan dengan suara keras dari jendela yang tertutup.

Sunyi. Hanya ada suara angin yang terdengar samar.

"Kau tahu, Jeon? Aku tidak yakin menjalani misi dengan sukses jika serumah denganmu seperti ini."

Sekali lagi. Jungkook itu straight.

"Rasa waktu itu belum dapat ku lupakan."

Namun dia dapat berubah menjadi gay dalam hitungan detik hanya karena Kim Taehyung. Tuannya.

"Jadi bisakah kau-"

"Park Jimin sedang mempertaruhkan nyawanya, dan kau malah merayuku?"

.

Tidak habis pikir bagaiman jalan pikiran seorang Jeon Jungkook. Hoseok sudah menjelaskan bagaimana perangai pemuda itu yang sangat gegabah, tapi Taehyung yang jelas-jelas No.2 di family tak bisa menghentikan keras kepalanya.

Mentari baru muncul, bahkan Venus masih terlihat. Tapi Jungkook sudah memakai jaket kulit dan tengah mengikat tali boots nya.

Setelah ucapan terakhir Jungkook semalam, mood Taehyung berubah hampir 180 derajat. Berbalik dan menutup pintu ruangan Jungkook. Memilih pergi ke ruang kerjanya. Berdiam diri.

Namun suara gaduh barusan membuat Taehyung yang tidak tidur semalaman itu bergegas keluar. Tatapannya menajam pada entitas di depan pintu rumah.

"Siapa yang mengizinkanmu pergi sebelum bilang padaku?"

Desahan berat ditangkap rungunya. Jungkook menoleh malas. "Ingin segera menemukan Jimin kan? Jadi diam lah dan siapkan saja uangmu."

Jungkook tak berkata lagi dan bergegas keluar rumah.

Hening selama beberapa saat hingga Taehyung menyambar ponselnya dan men-dial salah satu kontak.

"Alat pelacak di tubuh Jungkook bergerak. Kau tahu dia pergi kemana?"

"Itu sebabnya aku menghubungimu, Hoseok-hyung. Jangan sampai lepaskan perhatianmu darinya, dan minta Yoongi-hyung untuk memerintahkan bawahannya untuk menyusul Jungkook."

"Ahh- oke. Lalu apa yang akan kau lakukan?"

Berpikir sejenak sebelum pemuda bersurai hitam itu memilih menatap ke luar jendela besar di sampingnya.

"Hanya menunggu."

Seruan tak terima di dengarnya dari seberang panggilan. "Yya! Mana bisa begitu?!"

Mengambil selinting rokok murahan Jungkook, menyelipkannya di antara bibir dan membakar ujungnya dengan pemantik. Menghisapnya kuat, lalu menghembuskan kepulan asap putih ke arah jendela kaca hingga menjadi buram.

"Kita membayarnya cukup banyak, jadi jangan sampai mengeluarkan banyak keringat."

"Kau gila?! Ini bukan soal Jungkook, tapi Jimin!"

Sekali lagi isapan, dan sekali lagi bumbungan asap di sekitar wajah tampan milik Kim Taehyung.

"Terlalu gegabah."

"Apa?"

Taehyung sedikit mengangkat kedua alis tebalnya. Menatap ke luar jendela yang hampir kembali jelas.

"Jika sinyalnya hilang, kita anggap dia mati."

"Bajingan bangsat! Dia adikku yang berharga!"

"Itu salahnya, hyung. Aku tak memiliki kemampuan cukup untuk membantunya bertarung."

Jung Hoseok, diam seribu bahasa.

Tak ada yang bisa bertarung di antara mereka selain Jimin dan Yoongi. Mengingat kemampuan Yoongi dan Jungkook yang masih berlipat-lipat di bawah Jimin, tidak dapat menjamin keberhasilan apapun jika menggunakan otot.

Park Jimin si petarung terhebat yang pernah di lihat Hoseok, bahkan lenyap begitu saja. Sudah dipastikan kemampuan musuh mereka jauh lebih hebat.

"Lalu- bagaimana?"

Ada gemuruh tak menyenangkan dalam dada Taehyung saat memikirkannya.

"Jika matahari sudah terbenam sedangkan dia tak kunjung kembali, atau sinyal pelacak hilang, anggap dia mati."

"..."

"Cari orang baru yang jauh lebih baik untuk melanjutkan misi secepatnya."

~•~

THANK YOU

Continue Reading

You'll Also Like

79K 5.1K 68
Why did you choose him? "Theres no answer for choosing him, choosing someone shouldn't have a reason." - Aveline. ------------ Hi, guys! Aku kepikir...
174K 14.9K 26
Ernest Lancer adalah seorang pemuda kuliah yang bertransmigrasi ke tubuh seorang remaja laki-laki bernama Sylvester Dimitri yang diabaikan oleh kelua...
312K 23.8K 108
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
617K 61.2K 48
Bekerja di tempat yang sama dengan keluarga biasanya sangat tidak nayaman Itulah yang terjadi pada haechan, dia menjadi idol bersama ayahnya Idol lif...