EPITOME: LUNISOLAR [TAEKOOK/V...

De heyhduami

1.4K 185 6

He is the strongest, and the weakest person. Ketika pria paling kuat hancur, ia tidak sanggup menangis . - EP... Mais

P R O L O G U E
1
3
4
5
6
7
8
9
10"
11"
12"
13"
14"
15"
16"

2

101 14 0
De heyhduami

Perih menjalari wajah pucat yang terlumuri darah dan debu tanah. Geliginya bergemelutuk menahan sakit di tulang rusuk akibat pukulan hebat dari bekas knalpot mobil.

Pandangannya masih bersiaga, meskipun netra hitam itu sedikit memburam.

"Seharusnya aku tetap menonton One Piece sambil menikmati wortel." gerutunya. Tubuhnya melemah akibat darah yang terus berkurang dan lukanya tidak berniat untuk berhenti mengering.

"Keluarlah, sayang. Bukankah berbicara lebih baik dari pada pukulan?"

Adrenalin bertambah. Nafasnya tercekat sangking berusaha untuk menyembunyikan eksistensinya.

"Jeon Jungkook." pria yang baru masuk ke dalam gang sempit itu menggeram rendah.

"Wangimu harum, manis. Seperti pie wortel buatan ibuku."

Memang aku baru makan pie wortel. Sayangnya tidak selesai kerena dirimu.

Jungkook, buronan pria tadi, mencemooh dalam batinnya. Tidak takut, sungguh. Hanya cemas. Ia tidak ingin mati sekarang, tapi melawan si brengsek dengan kondisi yang seperti ini hanya menurunkan resiko keselematannya.

"Jung Hoseok bangsat." umpatnya pelan hingga menyerupai bisikan. Matanya tetap memperhatikan gerik-gerik bayangan seseorang yang masih menyebut-nyebut namanya disertai pujian.

Cantik, manis, harum, lucu, menggemaskan, dan kata-kata lainnya yang terdengar menjijikkan bagi Jungkook.

Jeon Jungkook adalah pemuda straight. Jika tidak sedang terluka parah, mungkin pisau lipat yang telah menjadi senjata terakhirnya akan menancap sempurna di tengkorak pria itu.

Sialnya, keberuntangan tidak sedang berpihak padanya. Langkah kaki yang terbalut boots tebal itu terdengar menginjak kerikil yang semakin lama semakin jelas di sistem pendengaran Jungkook. Kekehan menggema di dalam ruang kelas tak terpakai itu, kembali menyebut nama si pemuda yang tengah bersembunyi. Mulutnya sibuk merapal nama Jung Hoseok beserta umpatan-umpatannya.

Jungkook hanya tidak ingin mati. Tidak sekarang.

"Ketemu kau."

Tangan berotot itu hampir menancapkan pisau pada apapun yang mengagetkannya, hingga netra buram menangkap sosok sialan yang tengah menahan tawa di pintu kelas.

"Terlambat sedikit lagi dan kau tidak akan beruntung untuk berbicara denganku lagi."

Yang disindir tergelak, mengangkat bahu dan berbalik. Mengisyaratkan anak buah berjas hitamnya untuk segera mengeluarkan jasad pria dengan luka sayat di lehernya itu. Kepalanya kembali menoleh, berkacak pinggang saat baru memperhatikan betapa buruknya kondisi si pemuda Jeon.

"Yahh- tapi kau tidak mati, Kook." katanya disusul tawa untuk mencairkan suasana. "Kondisimu selalu mengenaskan ketika berkunjung ke tempatku, omong-omong."

Jungkook mendengus. Tentu saja dirinya terluka. Banyak sekali musuh yang ingin mencoba menyusup ke tempat persembunyian Hoseok dan membunuhnya. Jadi sudah pasti Jungkook harus menghabisi para anjing jalanan yang selalu membawa anak buah lebih dari 30 orang jika dirinya tengah menuju tempat Hoseok.

Hoseok tahu Jungkook pandai berkelahi. Pengalamannya menjadi street fighter sejak di usia belia menjadikan pemuda kelinci itu seseorang yang buas dan tidak mudah terkalahkan.

Dari 327 pertarungan, Jungkook hanya pernah seri 5 kali, dan kalah 1 kali. Kalah saat itu pun karena kondisi Jungkook yang baru saja selesai operasi usus buntu akibat senang makan pedas.

Prestasi Jungkook dapat dilihat dari tubuh kekarnya. Bahkan Hoseok iri dengan abs kencang yang dimiliki Jungkook tanpa harus mengatur jadwal rutin ke gym berharga mahal.

Jung Hoseok adalah orang yang menampung si gelandangan Jeon Jungkook. Ia menemukannya saat pemuda itu berusaha membobol perusahaan Hoseok dan mengetahui bisnis terlarangnya.

Sangat hebat.

Tidak terduga jika Jungkook tidak hanya pintar berkelahi, tapi kemampuannya dalam pemograman bahkan setara dengan Hoseok.

Saat dipergoki Hoseok, Jungkook bilang dia hanya iseng. Memang, hacking nya dilakukan di warung internet. Jungkook baru mendapat gaji dari pertandingan boxing jalanan di malam itu, jadi ia memilih menghabiskan waktu untuk menginap di warung internet dengan mencari kegiatan agar tidak bosan.

"Belikan aku ayam goreng, hyung. Lapar."

Nah, hal ini lah yang membuat Hoseok perlahan menganggap Jungkook sebagai keluarganya. Seperti ia dengan family.

Jungkook memang pemuda yang frontal. Memilih otot lebih dulu dari pada otak, katanya agar puas. Sekalinya memakai otak, mulutnya tidak bisa bersahabat untuk diajak berkonversasi.

Tapi panggilan hyung, sangat menyentuh hati Hoseok.

Gedung Hoseok berada di beberapa blok setelah sekolah tua tak terpakai tempat pelarian Jungkook barusan. Gedung yang beralibi sebagai firma hukum.

Tidak bohong, karena pegawai Hoseok yang bekerja di gedung itu memang para pengacara berbakat.

Hoseok hanya menyimpan rahasia. Kantor utamanya ada di lantai 10, tapi yang asli ada di bawah tanah. Menekan tombol lonceng yang berada di paling atas dari tombol-tombol lainnya, dan harus mengarahkan pupil pada layar kecil yang terlihat mati di atasnya lagi.

Maka lift itu akan bergerak turun, bukan ke atas.

Semua karyawan yang berhubungan dengan bisnis sampingan Hoseok dapat mengaksesnya. Berbeda lagi dengan ruangan Hoseok yang satu-satunya memiliki pintu selain 2 kamar mandi.

Jeon Wonwoo membungkuk hormat pada Hoseok ketika pemuda itu dan Jungkook baru saja keluar dari lift. Lalu kembali duduk untuk melanjutkan hubungannya dengan 3 komputer di depannya sembari menghisap dalam-dalam lintingan rokok sebelum menghembuskannya keluar.

Mata tajamnya melirik ke arah Jungkook, lalu menyeringai kecil sebelum mengalihkan pandangannya.

Kenalan sesama marga yang brengseknya bahkan tidak dapat di ungkapkan oleh Jungkook. Tidak mau kalah meksipun tubuh kurus itu jelas sekali tak bisa menandingi kekuatan yang lebih muda.

Jungkook menggeleng kasihan.

Ruangan Hoseok hanya dipisahkan pintu, meskipun orang yang melihatnya sekilas tak akan tahu jika tebal pintu itu 26cm dengan lapisan perlindungan setebal 4.5 inci.

Tahan bor dengan kecepatan tinggi, tahan karat, dan bahkan tahan potongan oxy-acetylene.

Kayu setebal 3cm hanya topeng.

Selama 10 menit ruangan itu hening. Hanya terdengar suara dokter pribadi family yang hampir selesai melilitkan perban di luka tusuk yang ke sekian.

"Sudah. Beristirahat lah selama 2 hari. Perbanmu harus diganti sehari sekali, jadi tetaplah mandi." ucap dokter yang tak disangka Jungkook sangat jangkung itu. Mengangguk pelan. Sang dokter pamit, lalu keluar dari ruangan Hoseok diikuti beberapa penjaga.

Hoseok bersandar di meja kerjanya, bersidekap. "Bicaralah."

"Kan dirimu yang-"

"Aku tidak sedang bicara denganmu, sayangku."

Ahh- benar. Jungkook hampir lupa. Fokus pemuda kelinci itu teralih sepenuhnya pada luka ditubuhnya hingga lupa jika ia tidak hanya berdua dengan Hoseok.

Pandangannya beralih ke meja billiard. Sesosok pemuda duduk sambil menyilangkan kakinya. Memandang angkuh meskipun itu bukan sebuah niat.

Jungkook terpaku.

Adrenalinnya kembali meningkat.

Tidak. Kali ini bukan takut.

Ahh takut ya? Jika dipikirkan lagi mungkin benar. Takut. Jungkook takut akan perasaannya yang tiba-tiba asing. Sensasi membingungkan yang mengirim gelenyar aneh di sekitar perutnya.

"Tampan."

Hanya sebuah bisikan. Tapi karena itu basement dan tak ada yang bersuara selain detak jarum jam, maka ucapan Jungkook cukup untuk membuat Yoongi terkekeh.

Niatnya tidak mengejek Jungkook, tapi justru pemuda kelinci itu yang menatap datar padanya saat ini.

"Ada yang lucu?"

Menarik sekali. Tidak ada yang pernah berani menantang salah satu dari family sebelumnya. Yoongi menarik sudut bibirnya, membentuk lengkungan tipis.

Well, dia sama gilanya dengan Park Jimin.

Taehyung memutar matanya malas kala Hoseok bertepuk tangan diselingi gelak tawa. Tawa yang terasa canggung karena tak ada yang ikut tertawa selain dirinya.

Merutuk Jungkook, karena seharusnya pemuda itu berusaha terlihat baik di depan tuannya sendiri. "Dasar berandal." umpatnya.

Sinar lampu di atas Jungkook menggelap, dan ia menyadari ada seorang lagi di belakangnya.

"Maaf atas nama mereka. Tapi aku tak ingin berbasa-basi disini. Jeon Jungkook, benar?"

Suara berat khas pria matang menyapa pemdengarannya. Jungkook tidak menoleh, justru menaikkan kaki kirinya ke atas paha kanan, lalu mengangguk.

Sebuah map jatuh di meja depan Jungkook. Tidak perlu membukanya, sudah jelas berisi data dirinya saat melihat inisial JJ di sampul map.

"Hoseok sudah memberitahu jika kau berusaha keluar dari dunia yang mengerikan ini. Maaf, tapi kami tak bisa mengabulkan hal itu sebelum kau bersedia melakukan misi terakhir." lugasnya.

Jungkook merasa muak dengan segala maaf dari perkataan pria di belakangnya. Tidak perlu minta maaf jika akhirnya ia hanya berniat mencari keuntungan dari Jungkook. Toh, Jungkook yakin timbal baliknya akan jauh lebih besar sekarang. Melihat dari family yang rela menemuinya secara personal.

"Apa itu?"

"Cari Park Jimin. Salah satu anggota kami."

Tawa Jungkook menggelegar, membuat semua orang disana menahan kepalan tangannya untuk segera meninju raut mengejek Jungkook. Kecuali Hoseok tentu saja, ia sudah hafal betul perangai anak itu.

"Hey- kalian ini Family. Bagaimana kasusnya menyerahkan kepercayaan padaku yang jelas-jelas hanya seorang diri?" jelas Jungkook. Alisnya menukik heran meskipun nafas putus-putus akibat tawanya masih menyela.

"Lakukan atau mati."

Bibir semerah darah itu merapat. Menatap tajam ke arah sosok pemuda bersurai tak kalah legam darinya yang tidak sampai 5 menit lalu berhasil menarik perhatiannya.

"Kau mengancamku?"

Taehyung turun dari meja billiard. Berdiri di tempat Namjoon yang saat ini mundur untuk kembali menyandar pada dinding di belakang Jungkook. Memperhatikan gerak-gerik adiknya. Berusaha tak lepas perhatian agar mudah membelenggu Taehyung ketika anak itu tak dapat menahan amarahnya.

Taehyung menjilat bibir bawahnya sejenak, sedang lidah Jungkook menekan pipi dalamnya. Gugup. "Ini kesepakatan, honeypie." bisiknya rendah.

Jungkook mengumpat pelan. Bahkan ia tak perlu melihat wajah Taehyung untuk terangsang.

Lagi, sudah berapa kali ia mendengar kata pie dalam sehari ini? Rasanya Jungkook tidak ingin memakan kue manis itu selama beberapa minggu ke depan.

Sebenarnya Namjoon ingin menengahi. Mereka sedang berada dalam posisi yang membutuhkan, jadi ia tak ingin Taehyung atau Yoongi justru menyulut emosi anak emas dengan segala bakat itu. Kesempatan mereka hanya Jeon Jungkook. Satu-satunya orang terkuat dan paling dipercaya dari semua bawahan yang dimiliki family.

Namun anggukan serta pejaman lambat Hoseok padanya membuat Namjoon urung. Ia kembali memperhatikan Taehyung, berdoa agar tidak melukai kesempatan terakhir mereka.

"Tawaran ini bukan dari mereka, tapi dariku. Jika dari mereka, kau akan tetap selamat meskipun kau tidak menyetujuinya."

"Kalau begitu aku menolak."

"Kalau begitu kubunuh."

"Kau hanya menggertak." Jungkook tertawa sumbang.

"Benarkah?"

Jungkook membeku, kala benda berongga bersuhu dingin menempel di pelipisnya hanya dalam kedipan mata.

Hebat.

Jungkook kagum, tapi ia tak menyangkal jika ada bagian dirinya yang sedikit cemas. Ingat, Jungkook tidak ingin mati sekarang.

Yoongi bangkit berdiri, tapi hanya diam di tempatnya. Tidak melangkah seinci pun. Menatap gusar pada dua manusia yang saling bersitegang.

Ketika Yoongi bertengkar dengan Taehyung, mereka hanya menggunakan benda keras. Berusaha saling menyakiti.

Namun tak pernah berniat untuk membunuh.

Jika mereka sudah mengeluarkan revolver, maka tujuannya sudah jelas. Secepatnya melenyapkan nyawa.

Taehyung serius.

Jungkook menegakkan tubuhnya ketika suara kokangan terdengar. Memberanikan diri untuk bertaruh dengan memutar kepalanya perlahan. Ada Taehyung yang setia menatapnya dengan seringai tipis di wajah kelewat tampannya.

"Ku lakukan."

Revolver berwarna hitam itu tidak segera turun, masih berjarak kurang dari 2cm dari keningnya. Jungkook tahu, jika Taehyung menyadari ia tak akan menerima misi secara cuma-cuma.

"Ada 2 permintaan dariku sebagai bayaran diluar uang."

"Apa-apaan?" geram Taehyung. Jari telunjuk telah berada di trigger, bersiap melubangi kening indah si pemuda manis.

Sedangkan si pemuda yang seharusnya menggigil ketakutan itu justru tersenyum tipis. Terlewat santai dari apa yang dirasakan di dalam dirinya. Mengumpat seluruh kata kasar yang pernah didengarnya hanya untuk menenangkan diri.

Alis Taehyung menukik, Yoongi mengernyit jijik, Hoseok dan Namjoon malah saling tatap dan terkekeh pelan. Jemari kelewat lentik Jungkook mengusap dada bidang Taehyung yang masih terbalut kemeja satin berwarna maroon. Lalu menggunakan telunjuknya untuk turun menjelajahi garis kancing, sebelum akhirnya berhenti ketika kukunya merasakan besi ikat pinggang Taehyung.

"Tidak sulit, kok. Aku hanya ingin ciuman dan bercinta dengan mu."

~•~

THANK YOU

Continue lendo

Você também vai gostar

47.1K 3.4K 49
"Jika ada yang harus berkorban dalam cinta ini, maka itu cintaku yang bertepuk sebelah tangan" - Dziya Idzes "Sekat-sekat ruang yang tertutup layakn...
98K 16.7K 25
Kecelakaan pesawat membuat Jennie dan Lisa harus bertahan hidup di hutan antah berantah dengan segala keterbatasan yang ada, keduanya berpikir, merek...
1M 84.6K 29
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
43.2K 8.7K 11
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] 21+ ‼️ Apa jadinya jika si berandal Jasper Ryker yang dijuluki sebagai raja jalanan, tiap malam selalu ugal-ugalan dan babak...