Remember Us

By ideaFina

7.9M 315K 12.5K

Randi tidak bisa mempercayai penglihatannya saat ini. Perempuan yang 8 tahun lalu sempat menjadi pacarnya sel... More

Sinopsis
1. Wanna find you
2. Is That Her?
3. Grandmother and grandson (?)
4. Is That Her? (II)
5. The Meeting and The Letter
6. Their Past
8. The Allergies
9. His Sadness
10. Pinky Promise
10. Pinky Promise (double-lewatin aja)
11. Family
12. The Bonding Time
13. The Bonding Time (II)
14. In Our Time
15 In Our Time (II)
16 Matchmaking Plan
17 Sabotage
18 Picture of You
19 Of Hope and Denial
20 The Death
21. Meeting Her Parents
22 Fragment of The Past
23 Fragments of The Past
24 Hard to say the truth
25 She finally knows
26 The bitter truth
27 Not The Perfect Time to Say The Truth
28 The Misunderstanding
Bab 29 Reunion
30 Always Keep The Faith
31. Together Forever (Ending)
PENGUMUMAN PENERBITAN
[Pengumuman] Voting Cover
Pengumuman Penerbitan
[Pengumuman Penerbitan] TEASER
PENGUMUMAN PRE ORDER (Grab it fast!)
'Remember Us Fun Challenge' (Give Away)
RU on Goodreads (Beri rating yaaa^^)
How to buy RU?
Special Promo RU
E-book RU
Kuis HARBOLNAS
Promo Imlek (disk 35% all books)

7. Afraid

261K 12.4K 168
By ideaFina

Happy Reading, All ^3^

“Bunda kok belum pergi?”tanya Rendi heran dengan suara bindengnya, ketika melihat ibunya masih berada di rumah sepagi ini. Ia baru saja bangun tidur dan akan bersiap-siap mandi untuk berangkat sekolah.

Cherisha tersenyum. “Hari ini Rendi Bunda yang antar.”kata Cherisha membuat Rendi tersenyum lebar. Anak itu segera mandi sementara Cherisha membuatkan sarapan.

Hari ini berbeda dari biasanya. Setelah Cherisha melakukan pekerjaannya yaitu memasak sarapan di rumah sakit, ia izin pulang sebentar untuk mengantar Rendi ke sekolah. Beberapa hari ini Rendi terkena flu dan batuk yang cukup parah, membuat Cherisha sedikit tidak tenang meninggalkan anak itu. Rendi memang jarang sakit. Anak itu hanya sesekali sakit flu, dan biasanya sembuh dalam waktu seminggu. Tapi tetap saja Cherisha tidak ingin meninggalkan anaknya dalam keadaan sakit.

Setelah mandi dan berpakaian, Rendi langsung duduk di depan meja kecil di depan tv. Kontrakan mereka berukuran kecil, tapi nyaman. Dengan satu kamar, satu kamar mandi, dapur sempit dan ruang tv yang kecil, membuat segala aktivitas mereka terbatas di ruang tv itu. Mereka makan, nonton tv dan belajar disana. Dan walaupun Rendi cukup besar untuk tidur sendiri, tapi karena keterbatasan ruangan di kontrakan mereka, Rendi jadi tidur bersama ibunya.

Sambil menunggu ibunya, Rendi menonton berita pagi. Karena terlalu banyak ingin tahu, anak itu jadi suka nonton berita dan menanyakan hal-hal yang tidak dimengertinya pada ibunya. Untungnya Cherisha yang memang hanya lulusan SMA, cukup pintar dalam menjelaskan dengan bahasa yang lebih mudah dimengerti anak-anak.

Cherisha datang dengan membawa sepiring nasi goreng dengan telur mata sapi di atasnya. Mata berair Rendi berbinar-binar melihat nasi goreng, yang walaupun hidung mampetnya tidak bisa mencium aromanya, tapi Rendi yakin aroma nasi goreng itu begitu harum dan membuat air liur hampir menetes. Anak itu segera saja memakan nasi goreng itu dengan lahap.

Cherisha tersenyum menatap Rendi. Walaupun sesekali batuk dan bersin, anak itu tetap lahap makan. Cherisha mengelus sayang rambut tebal putranya itu. Rendi menatap ibunya lalu menyadari sesuatu, membuatnya mengernyit.

“Bunda tadi malam liat buku coklat itu lagi ya?”tanya Rendi serius.

“Eh?”Cherisha menatap Rendi bingung. Buku coklat? Maksudnya buku diary-nya?

“Setiap Bunda liat buku itu, Bunda melamun, trus pasti nangis deh. Mata Bunda sekarang bengkak.”kata Rendi cemas.

Cherisha terkejut karena menyadari jika putranya sering memperhatikannya saat ia membaca buku diary-nya. Buku diary itu berisi surat-surat yang ditulisnya, cerita-ceritanya sehari-hari tentang Rendi yang ingin sekali ia beritahu pada ayah anak itu. Sejak ia mengandung Rendi, sampai sekarang ini Rendi berumur 7 tahun, Cherisha menuliskan semua hal tentang anaknya. Ia berharap suatu saat nanti jika laki-laki yang merupakan ayah Rendi datang, ia bisa memberikannya pada laki-laki itu agar laki-laki itu tahu semua hal mengenai putra mereka.

Walaupun keluarganya pindah rumah, ia berharap jika laki-laki itu mencarinya dan menemukannya. Tapi bahkan setelah 8 tahun ini ia menuliskan kisah Rendi di 12 buku diary miliknya, laki-laki itu tidak pernah muncul. Ayah Rendi yang ia tidak ingat wajah dan namanya, tidak pernah menemukan mereka. Cherisha sebenarnya sudah berpikir yang jelek, berpikir jika laki-laki itu memang tidak pernah menginginkan mereka, makanya kehadirannya pun tidak akan pernah ada. Tapi jika ia mengingat bagaimana pertama kali Rendi menanyakan mengenai ayah padanya, ia tidak bisa berhenti berharap.

“Bunda, tadi Bu Gulu ngajalin Lendi tentang kelualga.”kata Rendi yang berumur 4 tahun dengan cadel.

“Oh ya? Bu Guru ngajarinnya gimana?”tanya Cherisha cemas, takut Rendi menanyakan pertanyaan yang tidak diinginkannya.

“Kata Bu Gulu, kelualga itu ada Ayah, Ibu, Kakak, Adik, Kakek, Nenek, Tante, Om. Lendi punya Bunda, Ungku, Nenek, Tante Cipa, Tante Tania, Tante Capa, Om Ian, Om Peli, Kak Dila sama Dek Adam.”Rendi menghitung keluarga yang ia miliki dengan jari-jari kecilnya, menyebut paman dan bibi Cherisha, kakak sepupu Cherisha (Syifa dan Shafa), suami Syifa dan Shafa (Feri dan Ian), sahabat Cherisha (Tania), dan anak-anak Syifa-Feri (Dila dan Adam). “Tapi kok Lendi nggak ada Ayah, Bun? Teman-teman Lendi punya semua.”

Jantung Cherisha melonjak begitu keras mendengar pertanyaan polos itu. Sebelumnya Rendi tidak pernah menanyakan hal itu, dan Cherisha bersyukur karenanya. Walaupun ia sudah bersiap-siap akan jawabannya. Tapi tetap saja ia sedikit panik saat Rendi menanyakannya.

Dengan berusaha menetralkan detak jantungnya yang menggila, Cherisha menjawab dengan lembut. “Ayah Rendi ada di tempat yang jauh.”

“Jauh? Dimana? Ayah kapan pulang?”

“Pokoknya tempatnya jauuuhhh sekali. Bunda nggak tahu kapan ayah pulang, tapi yang penting kita sering-sering berdoa sama Allah biar ayah cepat pulang. Rendi mau kan berdoa?”

Rendi kecil mengangguk, lalu menengadahkan tangannya untuk berdoa. “Ya Allah, tolong bilang Ayah cepetan pulang ya. Lendi sama Bunda mau ketemu Ayah. Kangen. Semoga Ayah selalu sehat sepelti Lendi dan Bunda. Amin.”

 

“Bun? Bunda?”

Cherisha tersadar dari lamunan sedihnya. Matanya mengerjap melihat Rendi yang berada di hadapannya, menatapnya serius. “Tuh kan, Bunda ngelamun.”

Cherisha tersenyum. “Maaf ya Bunda ngelamun.”katanya dengan merapikan poni Rendi.

“Itu buku apa sih Bun? Bunda nggak boleh liat-liat buku itu terus. Rendi nggak mau Bunda sedih.”kata Rendi serius.

“Bunda nggak sedih karena buku itu, sayang.”

“Bunda mikirin Ayah ya?”tanya Rendi ragu-ragu. Senyuman di bibir Cherisha menghilang mendengar pertanyaan itu.

Dulu saat Rendi kembali menanyakan mengenai ayahnya, ibunya selalu berubah murung. Makanya ia tidak pernah menanyakan hal itu lagi. tapi sekarang ini melihat ibunya bersedih karena memikirkan ayahnya, membuat rasa penasaran anak itu tidak bisa ditahannya.

“Ayah sebenernya dimana sih, Bun?”tanya Rendi hati-hati, takut membuat ibunya sedih karena pertanyaannya.

Cherisha menghela napas, lalu menjawab pertanyaan itu dengan nada sendu. “Sayang, semua orang di dunia ini setidaknya punya satu hal yang tidak bisa ia ceritakan kepada siapapun. Maafin Bunda ya, Bunda belum bisa cerita ke Rendi sekarang.”

Rendi jadi ikut-ikutan sedih melihat wajah sendu ibunya. Ia pindah ke samping ibunya lalu memeluk ibunya dari samping. “Bunda jangan sedih ya. Nggak papa kalo Bunda belum bisa cerita. Nggak papa kalo Ayah nggak ada. Bunda aja udah cukup kok buat Rendi. Rendi sayang Bunda.”

Hati Cherisha merasa begitu sakit mendengar perkataan putranya. Rasa bersalahnya semakin besar pada anak itu karena ia tidak bisa mengingat apapun mengenai sang ayah agar ia bisa menceritakan mengenainya pada Rendi. Ia balas memeluk Rendi erat dan berkata dengan suara bergetar. “Makasih, Sayang. Bunda sayang Rendi juga.”

***

Randi berjalan di koridor bagian belakang gedung A rumah sakit yang menuju dapur. Setelah kemarin ia tidak bisa tidur karena memikirkan Cherisha dan anak itu, Randi akhirnya memutuskan untuk datang lebih pagi ke rumah sakit dan mencari Cherisha di dapur rumah sakit.

Randi yang awalnya ingin secepatnya menemui Cherisha, mendadak menjadi ragu ketika berada di depan pintu dapur. Ia takut jika Cherisha akan bereaksi yang sama seperti kemarin mereka bertemu. Dan ia takut kehadirannya akan membuat Cherisha kabur darinya. ‘Bagaimana jika dia membenciku? Jika dia kabur lagi ketika melihatku? Apa yang harus kulakukan?’

Ketika Randi dipusingkan oleh monolog-monolog dalam pikirannya, pintu dapur tiba-tiba terbuka, membuat Randi terkejut. Begitu juga yang membuka pintu dapur, terkejut karena ada laki-laki bertubuh sangat tinggi di depan pintu.

“Ra... Randi Orion!”kata wanita yang membuka pintu dapur itu, Lisa, dengan begitu terkejut.

Randi tersenyum canggung mendengar wanita itu menyebut namanya dan band-nya. “Sekarang Dr. Randi.”ralat Randi.

Lisa tersenyum lebar. “Ternyata bener, Randi Orion jadi dokter sekarang!”katanya dengan kagum dan mata berbinar-binar. “Randi, eh, dr. Randi, ngapain kesini?”tanyanya sedikit bingung karena seorang dokter datang ke dapur.

“Saya cari seseorang,”kata Randi ragu-ragu.

“Siapa?”tanya Lisa penasaran. Siapa yang dicari seorang dokter dari tempat bernama dapur?

“Mm... Cherisha.”

Lisa mengernyit, ia tambah bingung. Kenapa dokter ini menanyakan Cherisha? “Cherisha sekarang sedang pulang. Katanya mau nganterin Rendi ke sekolah dulu. Sebentar lagi ia balik kesini.”

“Rendi?”tanya Randi bingung.

“Anaknya Cherisha.”jelas Lisa, mengerti kebingungan Randi.

‘Jadi nama anak itu Rendi.’ Pikir Randi. Hatinya menghangat mendengar nama anak yang kemungkinan besar adalah anaknya itu. ia merasa senang karena nama mereka mirip.

“Dokter mau titip pesan buat Risha?”tanya Lisa, membuat Randi mengernyit. Karena Cherisha tidak suka namanya dipotong seperti itu.

“Tidak. Tidak usah. Kamu nggak usah bilang saya cari dia. Biar nanti saya temuin dia sendiri. Makasih.”kata Randi, lalu pergi meninggalkan Lisa yang menatapnya bingung.

“Ngapain ya dr. Randi nyari Risha?”gumam Lisa bingung.

“Siapa nyari siapa?”

Lisa terkejut mendengar suara yang muncul tiba-tiba di belakangnya. Ia melihat seorang perawat yang cukup cantik menatapnya penasaran. “Suster Tania! Jangan ngagetin dong!”omel Lisa.

Tania tertawa kecil. “Maaf deh, Mbak. Emang barusan ada siapa?”

“Itu tadi dr. Randi nyariin Risha.”

“Dr. Randi? Ngapain?”tanya Tania bingung.

“Nggak tahu tuh.”

“Trus sekarang Cherisha dimana?”

“Oh dia sekarang lagi nganter Rendi sekolah dulu. Ntar balik lagi.”

Tania mengangguk-angguk. “Ya udah deh, Mbak. Saya balik lagi deh. Ntar aja kesini lagi kalo Cherisha-nya ada.”kata Tania berpamitan, lalu pergi dari sana. Pikirannya menerawang, bingung. Sebenarnya untuk apa dr. Randi mencari Cherisha? Apa hubungan mereka?

***

Cherisha berjalan bergandengan bersama Rendi di pinggir jalan besar menuju sekolah anak itu. Ia tersenyum mendengarkan cerita-cerita Rendi tentang teman-temannya. Sesekali anak itu bertanya mengenai kata-kata atau hal-hal yang ia dapatkan dari menonton berita pagi. Dengan sabar, Cherisha menjawab semua pertanyaan itu dengan bahasa yang mudah dimengerti anak itu.

Suara klakson mobil membuat mereka berdua terkejut, kemudian mobil itu berhenti di depan mereka. Rendi tersenyum ketika mengenal mobil itu. “Om Ian!”katanya senang saat si pemilik mobil keluar dari kursi pengemudi.

“Rendifa!”sapa Ian, suami Shafa. Rendi berlari ke arahnya dan Ian langsung saja mengangkat anak itu ke gendongannya.

“Apa kabar jagoan Om?”tanya Ian sambil mencium pipi Rendi.

“Baik, Om!”jawab Rendi senang karena Om favoritnya datang.

“Hai, Cher!”sapa Ian pada Cherisha.

Cherisha tersenyum canggung dan membalas sapaan Ian.

“Rendi mau kan Om antar ke sekolah?”tanya Ian pada Rendi.

“Mau banget dong!”jawab Rendi girang, membuat Ian nyengir.

“Ayo Cher, masuk. Nanti sekalian aku antar ke rumah sakit.”kata Ian pada Cherisha.

Cherisha menggeleng. “Nggak usah. Sekolahnya Rendi dikit lagi nyampe kok. Aku nggak mau ngerepotin Bang Ian.”

Ian berdecak. “Kamu kok kayak sama siapa aja sih. Udah masuk aja. Aku nggak pernah ngerasa direpotin kok.”

“Iya Bun! Ikut Om aja!”

Cherisha akhirnya tidak bisa menolak ajakan Ian. Ia masuk ke kursi depan sementara Rendi duduk di kursi belakang. Sepanjang perjalanan ke sekolah Rendi yang hanya berjarak sekitar sepuluh menit lagi itu, Rendi terus-menerus mengobrol ceria dengan Ian. Cherisha tersenyum melihat interaksi keduanya. Ia berharap jika Shafa tidak akan marah kepadanya karena Ian datang dan mengantar mereka berdua. Cherisha tidak mau kakak sepupunya itu salah paham lagi dan semakin tidak menyukainya karena Ian yang begitu dekat dengan Rendi.

***

Tania lagi-lagi bergidik mendengar bentakan keras Randi. Dokternya ini lagi-lagi uring-uringan dan menjadi bertambah galak, membuat telinganya panas. Awalnya Tania pikir akan gawat jika Randi badmood begini ketika memeriksa pasien kecilnya, tapi untung saja itu tidak terjadi. Randi tetap tersenyum pada anak-anak yang diperiksanya. Tapi sebagai gantinya, dokter muda itu melampiaskan rasa kesalnya pada Tania. Perawat itu pun berjanji dalam hati akan segera ke dokter THT untuk memeriksa kesehatan telinganya setelah ini.

“Ngapain kamu bengong? Kerjain sekarang!”seru Randi kesal. Terburu-buru Tania membuka pintu ruangan, tapi ia menghentikan langkahnya ketika dari balik pintu itu muncul seorang laki-laki bertubuh tinggi, berkulit putih bersih dan sangat tampan. Tania melongo hebat dan langsung saja berseru.

“Ryan!”seru Tania dengan wajah memerah gembira. Mimpi apa ia semalam bisa melihat salah satu idolanya datang. Vokalis tertampan dari semua vokalis-vokalis band saat ia  remaja. Produser musik sekaligus komposer yang begitu terkenal sebagai juri ajang pencarian penyanyi berbakat saat ini. Tania senang sekali. Kemarin ia melihat Micky. Entah kapan Tania melihat Jovan dan Andra.

Laki-laki itu, Ryan, tersenyum pada Tania. “Halo, suster.”sapanya, membuat Tania semakin bersemu.

“Suster Tania! Keluar sekarang! Dan jangan masuk lagi sampai saya panggil!”seru Randi, membuat Tania terkejut dan langsung keluar. Ryan menatap bingung Randi yang terlihat kesal.

“Kenapa lo? PMS?”tanya Ryan, membuat Randi menatapnya tajam.

“Ngapain lo kesini?”tanya Randi tajam.

“Gue mau nengok Tante. Katanya Tante mau pulang sore ini. Jadi pengen sekalian gue antar pulang aja. Tapi kok Tante lama banget ya dirawatnya? kan cuma tekanan darah tinggi doang.”

“Tau deh. Mama betah banget disini.”

Ryan memperhatikan wajah suntuk Randi. Di dagu dan di atas bibirnya terlihat bulu-bulu tipis. Kantung mata pun terlihat begitu jelas di bawah mata sahabatnya itu. Randi benar-benar terlihat tidak terawat. Padahal meskipun Randi sering operasi sampai pagi dan kurang istirahat, laki-laki itu selalu menyempatkan diri untuk bercukur. Ia tidak suka terlihat berantakan.

“Lo nggak bisa tidur mikirin Cherisha ya?”tanya Ryan langsung. Ia teringat cerita Micky kemarin jika Cherisha terlihat di rumah sakit.

Randi menghela napas, lalu mengangguk.

“Butuh bantuan gue?”

“Bantuan apa?”

“Nyari info tentang tuh cewek.”

Randi menggeleng. “Nggak usah. Dia kerja di rumah sakit kok.”

Mata Ryan melebar terkejut. “Sebagai apa? perawat?”

“Dia kerja jadi tukang masak di dapur rumah sakit. Dan dia... dia punya anak.”ucap Randi pelan, membuat Ryan terkejut lagi. “Gue rasa... anak itu anak gue.”

Ryan melongo. “Lo nggak serius kan? Lo kan orang terlurus di antara kita! Lo nggak pernah mau nyoba minuman beralkohol, dan lo nggak pernah grepe-grepe cewek. Lo bilang itu dosa. Pacaran aja nggak pernah! Gimana bisa lo hamilin dia?!”

Randi mengusap wajahnya kasar. “Tapi kenyataannya gue pernah ML sama Cheri. Delapan tahun lalu sebelum gue ke Inggris. Anak itu juga kelihatannya berumur 7 tahun.”jelas Randi, lalu ia menatap Ryan frustasi. “Lo harus liat anak itu, Bang... Dia kayak fotokopian gue waktu kecil. Gue bisa lihat diri gue sendiri di anak itu...”

Ryan yang memang masih sepupuan dengan Randi, menjadi penasaran dan ingin sekali melihat anak itu. Jika benar anak itu fotokopian Randi waktu kecil, berarti Ryan akan bisa langsung mengenalinya saat pertama kali bertemu.

“Tapi gue nggak ngerti kenapa dia pura-pura nggak kenal gue waktu gue panggil dia.”ucap Randi frustasi. “Gue takut dia benci gue...”

Ryan menghela napas melihat betapa kacaunya Randi, lalu ia menepuk pelan bahu sahabatnya itu. “Kita pikirin hal itu nanti. Sekarang mendingan lo ikut gue makan. Lo belum makan siang kan?”

Randi menggeleng. “Gue mau ke dapur nyari Cheri.”

“Oke, gue temenin lo.”

Randi mengangguk pelan lalu mereka berdua keluar dari ruangan Randi dan berjalan menuju dapur. Randi masih terus diam selama mereka berjalan di koridor rumah sakit dan tidak menghiraukan Ryan yang sesekali mengajaknya berbicara. Kehadiran Ryan yang memang begitu terkenal di dunia entertainment Indonesia membuat para pengunjung rumah sakit dan perawat yang lalu lalang melongo hebat. Biasanya Ryan akan meladeni fans-nya yang menyapanya atau meminta berfoto dengannya. Tapi kali ini ia menolak mereka dengan halus. Randi terlihat kacau sekali dan ia ingin mendukung sahabatnya itu.

Ketika berjalan di koridor luar rumah sakit, Randi berhenti berjalan. Tubuhnya menegang saat melihat Cherisha dan Rendi turun dari sebuah mobil di parkiran, dengan seorang laki-laki. Rendi menyalami laki-laki itu kemudian laki-laki itu mengusap pelan rambut Cherisha.

Tangan Randi mengepal melihat Cherisha yang terlihat bersemu karena perlakuan itu. Cherisha tidak pernah bersemu kepada laki-laki lain selain dirinya. Sejak wanita itu berumur 12 tahun, wanita itu hanya memandangnya. Rasa cemburu dan kecewanya begitu menumpuk saat ini. Ia juga begitu takut. Takut jika perasaan Cherisha padanya sudah tidak ada lagi.

***

Cherisha menggandeng tangan Rendi ke dalam rumah sakit. Ia memutuskan untuk memeriksakan Rendi ke rumah sakit setelah putranya itu pulang sekolah. Rendi sudah hampir seminggu sakit flu, ia pun sudah memberi anak itu obat flu anak-anak yang biasa Rendi minum saat flu. Tapi obatnya tidak terlihat berefek apapun sampai saat ini. Untungnya Rendi bisa berobat gratis karena Cherisha bekerja di rumah sakit ini.

Saat di jalan menuju sekolah Rendi tadi, lagi-lagi Cherisha bertemu Ian. Walaupun tidak nyaman, tapi ia tidak bisa menolak saat Ian kembali mengantarnya menjemput Rendi dan mengantar mereka berdua ke rumah sakit. Cherisha sempat merasa malu dan canggung ketika Ian mengelus kepalanya. Ia tahu Ian hanya menganggapnya sebagai adik, tapi ia harap kakak sepupunya tidak salah paham lagi. Cherisha tidak ingin Shafa menuduhnya macam-macam.

“Bun,”

“Apa, sayang?”

“Ke taman dulu yuk. Rendi mau ketemu Nenek.”

Cherisha mengernyit. “Nenek nggak mungkin masih di taman jam segini, sayang.”

“Kita lihat dulu ya Bun?”

Cherisha akhirnya mengiyakan permintaan Rendi, dan mereka kembali keluar dan pergi ke taman rumah sakit. Mereka sama sekali tidak menyadari jika Randi dan Ryan yang sedari tadi memperhatikan mereka di koridor luar, mengikuti mereka sampai taman.

Ryan membelalakkan matanya ketika melihat Rendi. Seperti apa yang dikatakan Randi, Rendi benar-benar fotokopian sahabatnya itu waktu kecil. Tapi ada hal yang membuat Ryan lebih terkejut dan ekspresinya berubah horor.

“Shit! Randi! Disini banyak mawar!”kata Ryan saat mereka sudah sampai di taman itu dan melihat banyaknya semak mawar di taman.

Kata-kata itu menarik perhatian Cherisha dan Rendi yang tadinya akan berbalik pergi lagi karena tidak menemukan Ny. Rani di taman. Mata Rendi membelalak lebar ketika Om yang menyeramkan yang kemarin mengganggu ibunya datang mendekati mereka. Ia bergegas ingin berada di depan ibunya, untuk melindungi ibunya. Tapi kakinya tersandung dan ia terjatuh di semak mawar yang berada di dekatnya.

“Rendi!”seru Cherisha kaget. Cherisha membantu Rendi untuk bangun. Tapi anak itu kembali jatuh duduk, lalu tiba-tiba terbatuk-batuk keras.

“Bun... uhuk uhuk... sakit...”ucap Rendi tersengal-sengal dengan mata terus mengeluarkan airmata, membuat Cherisha panik.

Randi dan Ryan yang melihat hal itu pun juga merasa panik. Segera saja Randi menghampiri keduanya lalu menggendong Rendi dan berlari ke UGD di bagian depan rumah sakit. Ia meletakkan Rendi di brangkar UGD dan memberitahu keadaan Rendi kepada dokter UGD dengan napas yang mulai tersengal-sengal.

Kemudian Randi merasakan pandangannya menggelap dan tubuhnya lemas.

~TBC~

Seperti biasa, tengkyu buat yg udah vomment 'n follow saya.^^

Saya gk bisa nargetin kapan part selanjutnya diupdate, diusahain secepatnya. Tapi bakalan lebih cepet lagi kalo votenya lebih dari 50 deh ;)

Sambil nungguin lanjutan Remember Us, ntar saya update 'Every Little Thing' dulu. dibaca juga yaaa^^

Continue Reading

You'll Also Like

1.5M 170K 33
Mika putus dari sahabat Luna. Luna putus dari sahabat Mika. Satu keinginan Mika: melupakan Ana. Satu keinginan Luna: melupakan Juna. Namun di Bulan D...
9.2M 520K 50
ɪ ᴅᴏɴ'ᴛ ɴᴇᴇᴅ ʏᴏᴜ ᴛᴏ ʟɪɢʜᴛ ᴜᴘ ᴍʏ ᴡᴏʀʟᴅ, ᴊᴜsᴛ sɪᴛ ᴡɪᴛʜ ᴍᴇ ɪɴ ᴛʜᴇ ᴅᴀʀᴋ Nicolaus Copernicus bilang matahari merupakan pusat tata surya dengan bumi besert...
24.2K 4K 31
Ini mengenai Galileo dalam cerita perjuangannya dan mengenai Adwina dalam cerita kekurangannya. Ini mengenai semesta di antara mereka yang membawa ke...
2K 368 32
"Seorang wanita dewasa seharusnya tidak memikirkan hal kekanak-kanakan seperti cinta monyet." Chen Ai adalah wanita berusia 25 tahun yang memiliki ka...