HAPPY READING!
***
Lima hari lagi pertandingan basket akan dimulai, pandangan El fokus terarah pada tiang ring diatas sana, mata tajamnya seakan seperti laser yang siap melumpuhkan sasaran. El mempunyai prinsip tahun ini tim basketnya harus menang, tidak lagi kalah.
Duduk dengan posisi nyaman di bawah pohon rindang, kaki Biee yang menggantung terus saja ia gerakan tatapan matanya tidak pernah lepas melihat cowok yang sedang berlatih basket di sana, buku yang ia pegang pun tidak ada artinya saat ini. Pipi Biee bersemu merah saat melihat El menyugarkan rambutnya, Biee mengalihkan arah pandangnya tanpa sengaja Biee melihat satu batang coklat berpita pink didalam tas milik El yang tidak sengaja terbuka.
Senyuman manis terbit di bibirnya, Biee menutup sebagian wajahnya dengan buku, hanya bagian mata saja yang terlihat. Biee sangat lemah jika El sudah bersikap romantis kepadanya, ah jika memikirkan itu, Biee melupakan janji yang ia pegang dulu yang sekarang entah hilang kemana bahkan Biee melupakannya.
"Ada apa?" El mengerutkan kening, melihat gadisnya melamun sambil tersenyum, apakah gadis itu baik-baik saja.
Biee gelagapan langsung menggelengkan kepalanya dan bersikap seperti biasa saja. Biee tidak tahu sejak kapan El sudah berdiri didekatnya. Kadar rasa malunya semakin bertambah saat ini.
"Selalu kayak gini" ucap El tersenyum, sembari menyingkirkan sehelai rambut gadis dihadapannya dan menatapnya lekat.
Deg
Deg
Deg
Mata itu, ah! membuatnya lemah tidak berdaya. Seakan menghipnotis untuk terus menatapnya disaat orang lain enggan untuk menatap mata tajam itu. Berbanding balik dengan dirinya, Biee sangat menyukai apalagi tatapan mata cowok dihadapannya ini.
Sudah satu jam Alan dan Alvan masih disibukan dengan pemilihan anggota basket, pantatnya sudah pegal, Alvan menghitung calon peserta yang tinggal lima orang lagi dari sekian seratusan orang yang masih ingin mendaftar dihari terakhir. Mereka sedang open member, mencari satu orang untuk bergabung didalam tim basket yang akan bertanding nanti. Sudah seminggu yang lalu mereka melakukan ini, Alan dan Alvan mendapatkan tugas dari El untuk segera mencari seseorang untuk menggantikan Arifin.
"Alhamdulilah rasa haus gue akhirnya tersalurkan" ucap Alvan setelah meminum segelas es cendol yang ia beli tadi.
"Gimana Van, ada nggak?"
Alvan menggeleng keras, ia berbicara jujur, apa adanya. Memang Alvan tidak menemukan orang yang cocok untuk menggantikan posisi Arifin. Jika Alvan menemukan satu orang pun, sama saja sia-sia. El pasti menolaknya banyak alasan yang El katakan, dan Alvsn sudah lelah dengan itu semua.
Sudah banyak yang El tolak. Karena tidak memenuhi kriteria, bayangkan saja! dari sekian banyaknya siswa laki-laki disekolah ini yang mendaftar belum ada satu pun yang El terima.
Minat para siswa SMA Starlight memang sangat bagus dan antusias dihari pertama pembukaan, Alan dan Alvan dibuat kewalahan. Tidak mudah bisa lolos seleksi untuk masuk kedalam tim basket Orion, tidak bisa sembarang orang masuk menjadi anggota dan masuk kedalam tim basket ini.
"Kalo lo gimana Landak?"
"Ada beberapa, tapi gue nggak yakin" Alan membuka satu persatu lembar formulir, orang-orang yang telah ia pilih tadi.
Alan berharap El bisa menerima salah satu yang Alan pilih, jujur sangat melelahkan melakukan hal seperti ini bayangkan siswa laki-laki SMA Starlight hampir delapan puluh persen ikut mendaftar.
"Gimana" Alan dan Alvan langsung menoleh kearah sumber suara. Ekspresi mereka berdua saat ini menunjukan raut wajah terkejut. Alvan mengusap-usap dadanya, kedatangan El hampir membuat jantungnya tersentak.
Alan langsung menyerahkan kumpulan kertas formulir calon perserta yang sudah ia pilih tadi. El membacanya satu persatu, terlihat El mengangkat alisnya. Pikiran mereka saat ini sedang was-was jangan sampai El menolaknya lagi, demi hidup dan matinya mereka sangat lelah untuk mencari orang lain.
"Oke, sekarang waktunya seleksi" intruksi El kepada beberapa orang yang Alan pilih tadi, untuk segera mengikutinya ketengah lapangan.
Satu jam mereka sudah melakukan itu, dan beberapa orang sudah gugur dihempas oleh El begitu saja. Alan dan Alvan hanya meringgis tinggal tersisa satu orang lagi, hatinya merasa tidak tenang.
"Maju" tegas El kepada satu orang lagi, yang El ketahui namanya Dino.
"Semangat Dino lo pasti bisa!" Teriak Biee kepada Dino, Biee tidak percaya bahwa Dino mengikuti seleksi ini.
Dino maju secara perlahan-lahan dan terkesan ragu-ragu, apalagi tatapan tajam itu seakan ingin memangsanya hidup-hidup. Maju satu langkah dan lebih memilih memutar arah, ia langsung berlari pergi meninggalkan lapangan.
Perut Biee terasa sakit, sedari tadi ia terus saja tertawa. Melihat para peserta apalagi melihat ekspresi Dino teman sekelasnya yang sudah ketakutan saat El menyuruhnya untuk maju. Pilihan yang Alan dan Alvan pilih tidak ada yang benar semua.
Alan dan Alvan hanya tersenyum lebar kearah El. Mata tajam El masih saja menatap sinis kearah mereka berdua, sungguh memalukan! Melihat kejadian tadi. Bisa-bisanya kedua sahabatnya memilih peserta seperti itu.
Tanpa mengatakan sepatah katapun El langsung pergi menarik tangan Biee untuk ikut bersamanya, sudah pasti mereka akan pulang.
"Lo gimana si Lan" komentar Alvan jujur ia juga merasa malu tadi.
Motor yang El kendarai melaju dengan kecepatan diatas batas rata-rata. Jujur Biee merasa takut, Biee memeluk El dengan erat dan memejamkan kedua matanya kepalanya ia sandarkan dipunggung El. Biee seakan sedang melayang saat ini, Biee tahu El sedang kesal saat ini, ia sudah hapal betul sifat El jika lelaki itu sedang emosi.
Tidak sampai setengah jam mereka sudah sampai, padahal jarak rumah Biee dengan sekolah cukup lumayan jauh. El sudah mematikan mesin motornya didepan gerbang rumah Biee.
Jantung Biee masih berdebar kencang akibat ulah El, terasa ingin lepas dari tempatnya. El menyadari perubahan gadis dibelakangnya, seharusnya El tidak melakukan hal seperti itu sama saja El membahayakan nyawa gadis itu.
"Maaf" El mengakui salahnya saat ini.
"Aku tau kamu lagi kesel, tapi nggak gitu juga. Jangan ulangi lagi aku nggak suka El"
"Iya" ucap El sambil tersenyum geli.
"Nggak ada yang lucu!"
"Iya"
"Nggak usah senyum-senyum gitu lagi"
"Kenapa"
"Pipi aku terasa panas saat melihat kamu seperti itu, dan jantung aku berdebar secara tidak normal! Intinya Kamu nggak boleh senyum!" ucap Biee malu-malu. El menggerakan tangannya kearah wajah Biee.
"Kamu mau ngapain" tangan El spontan terhenti dan menggantung diudara.
Biee memicingkan matanya. "Jangan sentuh pipi aku"
"Ke-" baru saja El akan bertanya ponselnya berdering, El langsung melihat dan mematikan panggilan tersebut, El langsung mengetik pesan. Ia harus segera pulang saat ini. El sudah mempunyai janji.
"Siapa?" Biee merasa kepo dan ingin tahu, El mendapat telepon dari siapa, sehingga membuat El terlihat sibuk dengan ponselnya saat ini.
"Temen"
Biee hanya menganggukan kepalanya.
"Hati-hati El jangan ngebut lagi"
"Iya sayang" ucapnya manis sambil mengacak-acak rambut gadis itu.
Telinga Biee tidak bermasalahkan saat ini? Biee sekilas melihat El tersenyum dan langsung mengendarai motornya, Biee masih mematung ditempat. Iya sayang kata itu masih terdengar ditelinganya seakan otaknya dikontrol untuk terus saja mengulang dan mengingat kata itu.
"Bunda-Mom..." Biee berteriak histeris tidak karuan. Langsung masuk kedalam rumahnya, Biee melompat-lompat diatas sofa. El memanggilnya sayang bayangkan El memanggilnya sayang!
Jangan lupa tinggalkan jejak disetiap partnya!
Mohon kerja samanya untuk memberikan vote/komen disetiap part.
Salam,
Sanders13