Sᴇᴄʀᴇᴛ Wɪғᴇ (END)

By itsrestyworld

196K 11.1K 1K

Valerie adalah rahasia terbesar Alvand, yang selama bertahun-tahun lelaki itu tutup rapat, seakan ia peluk de... More

01. I miss you, but i hurt you
02. Monster Tak Punya Hati
03. Bersamamu, bahagia itu sederhana
04. Yang Berbeda
05. Mulai Ragu?
06. This Night
07. Get Well Soon
08. Langit malam dan kunang-kunang
09. Selamat ulang tahun, istriku
10. Kenyataan Pahit
11. Kecurigaan Alara
12. Malam Kelam
13. Lukaku Lukamu
14. Kepingan Puzzle
15. loving you had consequences
TSW 16 Dia yang kecewa
18. Ego manusia (1)
19. Ego manusia (2)
20. Yang jadi akhirnya
21. The Secret Wife (epilog)

22. THE SECRET WIFE

15.9K 799 108
By itsrestyworld

Kisah kita bermula dari luka yang sama, bertahan pada luka yang sama pedihnya pula. Namun mengapa akhir kita berbeda?

Akhirmu dengan dia, bukan aku.

***

Alvand baru saja turun dari mobilnya.

Wajah lelaki yang membawa sebuket bunga lily itu tampak begitu sumringah. Bagaimana tidak? Tander yang nilainya ratusan milyar baru saja di memangkan oleh perusahaannya. Salah satu pencapaian terbesar di sepanjang karir bisnisnya.

Oleh sebabnya, ia ingin segera menemui Valerienya, untuk menyempurnakan rasa bahagia yang saat ini sedang memenuhi seisi dirinya.

Alvand menekan bel, berdiri dengan menyandarkan tubuh di salah satu sisi tembok, masih dengan senyum yang mengiasi bibir.

Tak lama kemudian, terdengar derap langkah mendekat.

Lelaki itu langsung menegakkan badan,  merentangkan kedua tangan, siap membawa gadisnya ke dalam pelukan.

Valerie muncul dari baliknya, dengan mengenakan dress ibu hamil selutut yang bergambar beruang  serta rambutnya yang dikuncir kuda, terlihat menggemaskan seperti biasanya.

Alvand langsung membawa Valerie dalam pelukannya, mencium kening perempuan itu dalam.

Valerie yang tiba-tiba diperlakukan sedemikian rupa sama sekali tidak memberontak, ia justru memejamkan mata, menghirup aroma citrus milik suaminya.

"Mas?"

Alvand menyudahi pelukan mereka, sadar  jika sekarang kondisi istrinya tak lagi sama. Ia tidak bisa memeluk istrinya seposesif dulu karna saat ini istrinya sedang hamil besar.

"Buat kamu,sayang…"

"Dalam rangka apa kasih bunga?"

Valerie menerima buket lily yang diberikan suaminya oleh suaminya dengan bingung, namun juga senang, ia tidak pernah tidak senang  jika diberi buket bunga lily, apalagi jika seseorang yang memberikannya itu adalah suaminya, lelaki yang sangat ia cintai.

"Dalam rangka aku cinta istriku"

"Ada-ada aja kamu, mas. Ayo masuk, di sini dingin"

"Sayang, kok cintaku dicuekin sih?"

Valerie menggelengkan kepalanya pelan, langsung berjinjit untuk mencium sebelah pipi suaminya. Hal yang membuat Alvand langsung tersenyum senang. Lelaki itu sedikit membungkukkan badan, menjajarkan kepalanya dengan perut besar Valerie.

"Kesayang papa, apa kabar?  Baru sehari aja nggak ketemu, papa udah kangen berat loh"

Alvand menempelkan telinganya pada perut istrinya,mengeluskan lembut dengan menggunakan sebelah tangannya, sesekali lelaki itu memberikan ciuman pada perut isrinya .

"Sama,baby juga suka kangen sama papanya, suka rewel kalau lagi kangen sama papa"

"Baby atau mamanya, hm?"

Valerie tidak tau apa sebabnya, mengapa sejak ia hamil, ia jadi mudah tersentuh perasaannya. Ia sering kali menangis saat ditinggal suaminya terlambat pulang beberapa menit saja, apalagi jika di tinggal ke luar kota.

Bayi dalam perutnya pun sama, akan merasa gusar jika tidak menjumpai papanya untuk bebepa jam saja. Lalu kemudian akan merasa senang dengan menendang-nendang saat dielus atau diajak bicara oleh papanya.

"Baby"

Dan mamanya

"Nggak boleh begitu ya sayang, nanti kasihan sama mama,ya? Anak papa kan pintar"

"Mas, ayo kita  masuk, mas. Aku udah nggak tahan berdiri lama-lama,aku  juga udah siapin air hangat"

"Maaf sayang, aku lupa. Ayo, tapi kita langsung ke kamar ya sayang?"

"Iya, tapi mandi dulu, makan, terus baru deh kita ke kamar"

"Yah, itu mah sama aja bohong sayang…."

Melihat suaminya merajuk, Valerie tersenyum tipis, tidak menyangka jika wajah  kesal itu masih sama menggemaskannya seperti dulu.

Valerie mengusap sebelah pipi suaminya lembut, memainkan kelima jarinya di atas sana dengan penuh kasih sayang.

"Mas…, mas kan habis seharian kerja, kejebak macet di jalan, pasti mas banyak keringatan kan? Kalau mas nggak mandi, nanti bias gatal-gatal. Dan ma situ udah terlalu capek kerja di kantor,kalau mas nggak teratur makannya, nanti ujung-ujungnya pasti  sakit. mas tau sendirikan, aku paling nggak bias lihat mas sakit"

Alvand sempat tertegun  saat mendengar jawaban dari  istrinya. selama ini ia berfikir bahwa  istrinya selalu memaksanya mandi karna perempuan itu tidak menyukai bau badannya, jika perempuan itu  selalu menyuruhnya untuk makan agar masakannya tidak sia-sia. Namun dugaaanya salah, istrinya ituhanya terlalu memikirkanya, mementikan segala sesuatu tentang suaminya.

"Sayang.., aku menyesal karna pernah ragu, karna pernah menyakiti kamu, membuat kamu harus  hidup bertahun tahun dengan ikatan semu…"

"Aku nggak pernah menyesal atas segala sesuatu yang pernah terjadi di antara kita, mas, sama sekali nggak pernah.  Dan ikatan yang berharga itu bukan ikatan yang sah di mata hukum, atau yang pantas di mata sosial, ikatan yang berharga itu berasal dari hati, selagi kita masih saling mencintai, aku nggak akan pernah menuntut apapun dari kamu mas…"

Alvand sudah tidak tahan lagi, ia langsung membawa istrinya ke dalam gendongannya, menciumi keningnya.

"I love you, my wife"

Valerie tidak menjawab, ia hanya mempererat pelukannya pada leher suaminya,menenggelamkan kepalanya di dada suaminya, menjatuhkan titik-titik tanda bahagianya di atas sana.

****

Sambil menunggu suaminya yang sedang mandi, Valerie duduk di atas ranjang, menyandarkan tubuhnya pada tumpukan bantal-bantal , tampak serius membaca majalah tentang kehamilan.

Sejak kandungannya semakin besar dan menjadikannya sulit untuk bergerak ke sana ke mari, Valerie memang lebih sering menghabiskan waktunya untuk membaca dan juga menggambar. Namun meskipun begitu, Valerie tetap rutin mengikuti senam kehamilan, baik kelas rutin yang ia ikuti setiap seminggu sekali ataupun senam ringan yang biasa  ia lakukan setiap pagi ,sehabis bangun tidur.

"Sedang membaca apa,hm?"

Valerie langsung menoleh, membuat pipinya langsung bersentuhan dengan hidung mancung suaminya. Valerie tersenyum lebar,begitu juga dengan Alvand. Lelaki itu baru saja selesai mandi dan juga berganti pakaian. Dengan menggunakan kaus pendek,celana santai, serta rambut basahya yang belum di sisir,  menjadikan suaminya itu terlihat semakin tampan di mata Valerie.

"Majalah"

"Bisa ditaruh sebentar? Aku tidak suka diabaikan"
Valerie kembali tersenyum, ia langsung menutup majalahnya, memutar posisinya dengan perlahan, memberikan fokusnya secara utuh untuk suaminya.

"Ada apa, mas?"

"Aku mau ngasih tahu kamu"

Alvand menggeser tubuhnya hingga berada tepat di belakang Valerie, seolah memangku. Ia meletakkan dugunya pada sebelah pundak Valerie, sedangkan kedua tangannya ia  lingkarkan pada pinggang Valerie. sesekali ia mencium leher istrinya,membuat perempuan itu tersenyum karna merasa geli.

"I wanna tell you how much I love you.., how I cant live without you, Val..."  Alvand membisikkannya tepat di samping telinga Valerie, lirih, namun begitu terdengar menyejukkan di telinga Valerie.

Dan seperti biasanya, Valerie tidak bisa menjawab apa-apa. Kedua bola matanya berkaca. dengan kedua tangannya yang gemetar ia menggenggam kuat tangan suaminya.

"Jangan nangis, sayang. Aku cuma pingin buat kamu senyum, bukan nangis, udah cukup aku buat kamu menangis selama ini, ya?"

Valerie mengangguk, ia lalu menghapus sisa  air mata yang ada di pipinya.

"Kiss me"

Alvand memasang sebelah pipinya di samping  wajah istrinya, Valerie sempat tersenyum malu sebelum akhirnya mencium sebelah pipi suaminya lama.

"Aku suka, karna sejak kamu hamil, akhirnya kamu bisa jadi sedikit lebih agresif" goda Alvand, lelaki itu tersenyum jahil sambil memainkan kedua alisnya

"Mas..."

Lelaki itu terkekeh pelan, tidak ada yang lebih menggemaskan daripada melihat istrinya yang sedang malu.

"Bercanda sayang, cuma bercanda. Kamu tetep aja malu-malu kucing, padahal sama suami sendiri"

"Maaf"

"Justru itu yang buat aku nggak bisa jatuh hati sama perempuan lain,sayang"

Alvand tersenyum, diusapnya rambut panjang istrinya itu dengan sayang. Hal yang kembali membuat kedua pipi Valerienya memerah.

" Masih ada satu hal lagi yang mau akubkasih tahu ke kamu"

"Apa mas?

"Perusahanku dapat tander besar, paling besar dari yang sebelumnya pernah didapatkan, nilainya ratusan milyar"

Valerie tersenyum lebar saat mendengarnya, turut bahagia sekaligus merasa bangga terhadap suaminya. Sejak dulu lelaki itu selalu bekerja keras dan semuanya ini adalah buah dari kerja kerasnya selama bertahun-tahun.

"Selamat ya mas, mas pasti sudah berusaha dengan sangat keras, mas pantas mendapatnya"

Alvand juga ikut tersenyum, masih dengan posisinya yang seolah memangku Valerie dari belakang, , ia mencium sebelah pundak istrinya itu, menyandarkan dagunya di sana kemudian.

"Aku ingin berterimakasih kepada mu sayang, pada kalian, istri dan juga anakku, terimakasih karna sudah mendukung, mendoakan, semua ini berkat dan untuk kalian"

"Aku dan baby, pasti akan selalu mendukung dan mendoakan kamu mas, karna cuma itu yang bisa kami kasih untuk orang paling penting dalam hidup kami"

"You'll are my anything, I love you"

Alvand mencium puncak kepala Valerie sejenak sebelum memberikan ciuman bertubi-tubi pada perut Valerie.

"Love you too, papa" ucap Valerie menirukan nada bicara anak kecil, hal yang membuat suaminya terkekeh untuk beberapa saat.

Lelaki itu kemudian menjadikan kedua paha Valerie sebagai bantalan, masih dengan sebelah tangan yang mengelusi perut istrinya lembut, ia memejamkan mata.  Setelah bekerja seharian di kantor, Valerienya adalah satu-satunya obat.

Valerie tersenyum, dibelainya rambut suaminya dengan sayang. Rasanya selalu membahagiakan setiap kali melihat lelaki itu nyaman saat  bersamanya.

"Astaga sayang"

Alvand buru-buru bangkit ketika dirinya baru saja teringat akan sesuatu,janjinya.

"Kenapa mas?"melihat suaminya panik Valerie juga sama paniknya.

"Aku ada janji makan malam dengan papa jam delapan,dan sekarang sudah jam setengah sembilan"

Ternyata hanya itu, rasa sayang Valerie pada lelaki itu bahkan telah membawa Valerie berpikir terlalu jauh.

"Mas harus cepat siap-siap, mas pasti sudah ditunggu, biar aku carikan baju sebentar" Valerie sudah hendak bangkit, namun suaminya menahan.

"Tidak usah carikan pakaianku,aku bisa sendiri. Sebaiknya kamu juga bersiap-siap"

"A-apa mas? A-aku?"

"Iya sayang, aku rasa ini waktu tepat,untuk mengatakan semuanya pada papa,mama, dan juga Alara"

"T-tapi mas…"

Valerie belum siap, sampai kapanpun ia tidak pernah siap.

"Kamu nggak perlu takut,semuanya pasti akan baik-baik saja,  kita akan hadapi ini sama-sama"

***

"Mas… aku takut…"

Valerie mempererat gandengannya pada tangan Alvand. Jujur, ia sangat takut untu saat ini. Ia takut bertemu dengan kedua orangtua suaminya setelah apa yang terjadi . ia masih ingat betul bagaimana cara papa mertuanya membentak, kata apa yang beliau pakai untuk menolak rencana pernikahan mereka dulu.  Kata-kata yang begitu sulit untuk Valerie lupakan hingga saat ini, kata-kata yang selalu memicu jatuhnya tetes-tetes itu dari kedua kelopak matanya.

Alvand menghentikan langkah, ditatapnya dalam kedua bola mata milik istrinya itu. Ia sungguh tidak tega melihat perempuan itu ketakutan seperti sekarang, kedua tangannya bahkan sampai terasa sangat dingin, namun ia tidak punya pilihan. Mereka harus segera menyelesaikan semuanya atau mereka akan terjebak selamanya pada belenggu ini.

"Sayang.., ada aku. Kamu nggak perlu takut. Apapun yang terjadi, kita akan tetap sama-sama"

"Tapi mas-"

"Kita nggak bisa terus-terusan lari sayang, kita harus segera selesaikan"

Alvand mengecup puncak kepala istrinya dalam, mencoba menyakinkan perempuan itu jika semua akan baik-baik saja selagi mereka bersama.

Meskipun tidak menjawab, namun Valerie mengagguk samar dalam pelukan itu.

"Kita masuk ya?"

Alvand menyudahi pelukan keduanya, kini digandenganya sebelah tangan istrinya itu deran erat.

Dan Valerie lagi-lagi hanya bisa mengangguk, mencoba mempercayakan semuanya kepada sang suami.

***

"Pa, ma"

Suasana ruang makan yang semula hangat akan tawa mendadak membeku.

Mereka berempat menoleh secara bersamaan, terkejut saat mendapati Alvand dan Valerie yang berada tak jauh dari mereka, dengan kedua tangan mereka yang bergandengan.

"Alvand" nada bicara papanya itu tidak terdengar seperti sapaan, begitu dingin seolah mengandung perintah mematikan.

"Maaf Alvand terlambat"  Alvand masih berusaha untuk tersenyum, berharap jika suasana tidak  semakin memanas.

"Kenapa kamu datang bersama perempuan itu?"

"Perempuan yang papa maksut ini adalah istriku"

Alvand mempererat genggamannya pada tangan istrinya, merapatkan jarak mereka berdua.

Sementara Valerie, ia tidak punya keberanian untuk menatap, ia menunduk, memandang ke arah genggaman tangannya dan juga sang suami.

"Jangan bercanda Alvand, kita semua tau jika istrimu adalah Alara"

"Tidak satu-satunya, karna Valerie istriku juga. Aku menikahi Valerie sehari sebelum pernikahanku dengan Alara. Dan Alara juga tau soal itu"

Alvand menatap sekilas ke arah Alara, perempuan itu terlihat masih sangat terkejut karna  kedatangannya bersama Valerie. Bukan hanya terkejut, wajah itu juga telihat sangat terluka.

Perempuan itu terluka karna melihatnya bersama Valerie, padahal sebelumnya ia sudah berjanji untuk memilihnya dan melepaskan Valerie.

"Apa-apaan ini? Papa dan mama sudah pernah katakan padamu, kami tidak merestui kalian, dan tidak akan pernah ada pernikahan"

"Tapi pernikahan itu sudah terjadi, kalian suka atau tidak, Valerie adalah istriku"

"Tapi dia bukan menantu di rumah ini, hanya Alara, tidak akan pernah ada yang lain"

Valerie sudah tidak bisa lagi menahan, air matanya jatuh dengan begitu saja. Baik dulu ataupun sekarang, kehadirannya tidak akan pernah diterima oleh keluarga suaminya. Ia tidak pantas, ia harus mengubur dalam-dalam keinginannya untuk memiliki keluarga yang utuh.

"Untuk pertama kalinya, papa malu memiliki putra seperti kamu"

"Maafkan Alvand pa.."

"Tidak akan pernah ada maaf kecuali, akhiri semua permainanmu ini. Biarkan perempuan itu pergi, dan kita akan mulai semua dari awal"

"Alvand tidak akan membiarkan Valerie pergi. Alvand tidak mungkin membiarkan istri dan anakku pergi, jika mereka pergi, Alvand juga akan pergi bersama mereka "

"Anakmu? Kamu yakin atas itu sayang? Papa dan mama tau jika kamu tidak mungkin akan mendapatkan itu.  Kami, khususnya mama tau, kalau kamu tidak akan pernah bisa memiliki keturunan, serapat apapun kamu menyembunyikan fakta itu, kamu tidak akan pernah bisa menyembunyikan itu dari mama sayang"

Alvand sempat terdiam sesaat. Bagaimana mamanya bisa tau? Padahal seingatnya ia sudah menyimpan rahasia itu rapat-rapat, dan Matt adalah satu-satunya manusia yang mengetahui akan hal itu.

Ia merahasiakannya selama bertahun-tahun. Hanya untuk satu alasan,  tidak ingin mengecewakan. Ia tidak ingin menyakiti hati orang tuanya. Karna bagaimana pun Ia adalah anak tunggal yang menjadi satu-satunya harapan untuk memberikan penerus. Jika ia tidak bisa, siapa lagi yang akan memberikannya?

"Apapun bisa terjadi ma, tidak ada yang mustahil jika tuhan yang berkehendak. Aku ayahnya, dan aku sangat yakin jika ia adalah darah dagingku" lirih Alvand yang kemudian membuat mamanya menatap sendu. wanita itu tau, putranya terluka namun berusaha menyembunyikan luka itu sejak lama.

"Alvand, sayang… itu bukan keyakinan, itu hanya obsesimu yang terlalu besar. Mama tahu, kamu sangat menginginkannya, tapi sadar sayang… itu tidak mungkin, sangat tidak mungkin"

Lelaki itu kembali terdiam.

"Anak siapa yang sedang kamu kandung Valerie? Jangan bodohi putraku, jangan memberikan kepadanya harapan dan juga mimpi yang terlalu besar!"

Air matanya Valerie menderas, tubuhnya mulai terasa lemas. Lagi-lagi pertanyaan itu, anak siapa yang ada dalam kandungannya?

"Ini…anak kami ma.. darah dagingku dan juga mas Alvand"

"Mustahil, pasti ada lelaki lain yang sengaja kau manfaatkan supaya kamu bisa mendapatkan putraku dan juga semua miliknya"

Valerie menggelengkan kepalanya dengan cepat, ia tidak pernah bermaksud seperti itu. Cintanya pada suaminya bukan karna apa yang lelaki itu miliki namun karna ketika bersama lelaki itu ia merasa memiliki senyum dan bahagia yang utuh

"Katakan pada kami, siapa lelaki itu!" Bentak mama Alvand untuk yang kesekian kali.

Dan kali ini Alvand tidak bisa tinggal diam lebih lama lagi. Yang dikatakan oleh mamanya sudag sangat keterlaluan, menyakiti hati Valerienya.

"Ma!"

"Lelaki itu saya, om, tante" ucap  Reinaldo tiba-tiba, pernyataan itu tentu membuat kedua orangtua Alvand terkejut.

"Kamu-"

"Benar, saya ayah dari bayi itu. Tapi saya berani bersumpah, Valerie tidak pernah memanfaatkan saya atas itu, semua ini kesalahan saya"

Alvand kalap, tidak bisa lagi mengendalikan emosi saat mendengarnya perkataan Reinaldo. Ia langsung menghampiri lelaki itu, menarik kerah bajunya kuat.

"Dia anakku,bbrengsek. Berani-beraninya kau mengatakan itu"

Reinaldo tersenyum sinis.
"Atas dasar apa kau yakin atas itu? Bukti medis? Itu hanya keyakinamu, obsesimu"

"Brengsek!"

Alvand membanting tubuh Reinaldo keras ke lantai, lelaki itu jatuh namun segera bangkit. Kilat kembaran jelas terpancar dari wajahnya. Selama ini belum pernah ada orang yang seberani kepadanya.

Adu pukul antara dua lelaki itu tentu tidak bisa terelakkan, mama Alvand, Valerie dan Alara sudah menyeru mereka untuk berhenti, namun kedua tidak menghiraukan.

Mereka terus saling pukul hingga pria berusia 50 tahun itu akhirnya angkat bicara,

"Alvand! Reinaldo! Memalukan kalian! Apa yang sedang kalian perebutkan?  Perempuan itu bahkan sangat tidak pantas untuk kalian berdua. Biar dia pergi dan enyah dari hidup kita semua. Pergi kamu, saya akan memberikan uang sebanyak apapun yang kamu mau, asalkan kamu pergi dan jangan pernah kembali. Sudah cukup keluarga ini kamu buat rusak. Sekarang angkat kaki dari rumah ini"

Keduanya berhenti, menoleh bersamaan ke arah perempuan yang wajahnya terlihat sangat pucat kini.

Perempuan itu yang sama-sama mereka cintai, perempuan itu yang sama-sama ingin mereka miliki, namun tanpa keduanya sadari cinta dan rasa ingin memilikinya itulah yang membuat perempuan itu tersakiti.

Alvand mendekat ke arah Valerie, direngkuhnya tubuh mungil itu, membuatnya bisa merasakan betapa dinginnya tubuh itu.

"Kalau Valerie harus angkat kaki, Alvand juga akan angkat kaki dari rumah ini"

"Alvand! Jangan macam-macam, atau papa akan -"

"Akan apa pa? mecoret Alvand dari daftar keluarga?"

"Ya, papa akan mecoretmu dari daftra keluarga, tapi bukan hanya itu, papa akan cabut semua yang pernah papa berikan kepada kamu"

Jika seharusnya ia merasa takut, Alvand justru tersenyum. Tidak masalah baginya kehilangan sebagian saham selagi skillnya sebagai seorang pengusaha masih melekat kuat di kepalanya.

Tidak masalah jika namanya akan dicoret dari daftar nama keluarga,bersama Valerienya ia membuat daftar itu sendiri , bukan hanya daftar yang berisikan status namun juga daftar-daftar kebahagiaan yang akan mereka lalui nantinya.

"Silakan pa, silakan. Alvand sama sekali tidak keberatan"

***

Alvand membimbing Valerie meninggalkan rumah keluarganya, merangkul tubuh istrinya itu erat, sesekali memberikan ciuman pada puncak kepala istrinya itu.

Meskipun istrinya hanya terdiam tanpa suara, namun ia tahu jika saat ini perempuan itu sedang terluka. Air matnya sesekali jatuh dan ia akan langsung menghapusnya.

"Mas!"

Keduanya menoleh, mendapati Alara yang sedang berdiri di ambang pintu, sama seperti Valerie, air mata perempuan itu pun terus berlinang sejak tadi.

"Kamu nggak bisa pergi begitu saja mas… bagaimana dengan kita?"

Bagaimana dengan Alara?

Alvand sempat terdiam sejenak. Hingga detik ini pun ia belum memiliki jawabannya. Melepaskan Alara memang pilihannya,namun apakah itu akan menjadi jalan keluarnya?

"Maaf Alara, tapi sekarang, aku harus membawa Valerie pulang" putus lelaki itu akhirnya,selain karna melihat kondisi Valerienya yang kurang baik, itu juga merupakan salah satu ambigunya.

Ia tidak siap mematahkan Alara di saat perempuan itu sudah terlihat sangat terluka bahkan sebelum ia mematahkannya.

"Ya, maaf mas, aku lupa. Valerie yang paling penting… "

Alara menghapus jejak air mata di pipinya, tersenyum kecut ke arah sepasang suami istri itu, hal yang membuat Alvand seakan ikut merasakan perihnya, begitu juga dengan Valerie.

Meskipun hati kecilnya dengan egois menginginkan lelaki itu secara sepenuhnya, namun jika nyatanya itu bisa sangat melukai Alara, ia rela untuk berbagi bahkan menjadi istri rahasia seperti sebelumnya.

"Mas…, mas harus bicara dengan lara"

"Aku akan bicara dengan Alara lain waktu, tapi bukan sekarang sayang...  Sekarang kita harus pulang, kamu harus istirahat ya?"

"Enggak mas.. mas harus bicara dengan lara. Aku akan tunggu mas  di sini"

"Enggak sayang, kamu…"

Valerie memegang kedua tangan suaminya, menatap lelaki itu dengan tatapan sangat memohon, berusaha meyakinkan lelaki itu jika mereka akan baik-baik saja.

"Aku dan baby akan baik-baik saja mas…"

Alvand sempat menghela napas berat , istrinya lagi-lagi keras kepala.

Ia mendekap tubuh itu sejenak, memberikan ciuman di kening dan juga perut istrinya sebelum akhirnya meninggalkan perempuan itu dengan berat hati.

***

Alvand dan Alara duduk di bangku taman, di bawah langit yang bertaburan bintang.

Kencangnya hembusan  angin malam membuat rambut panjang Alara sedikit beterbangan.

Keduanya masih setia terdiam sejak sepuluh menit yang lalu, setelah sebelumnya Alara mengobati lebam yang ada di pipi dan sudut bibir suaminya itu.

Merkea sedang menatap bintang, menikmati hembusan angin malam, Hanyut dalam pikiran masing-masing

"Aku pikir… mas akan menepati janji …. Mas akan memilih aku dan meninggalkan Valerie. Tapi ternyata….yang mas lakukan justru sebaliknya" akhirnya Alara yang pertama kali angkat bicara,permpuan itu berucap lirih tanpa menatap wajah suaminya.

"Maaf lara"

Alvand tidak pernah melupakan janjinya, ia ingat betul akan hal itu. Namun lagi-lagi keadaan membuatnya kalah, ia tidak berdaya, terlalu lemah untuk melepaskan sumber bahagianya, Valerienya.

Alara tidak mengindahkan permintaan maaf itu, masih dengan sepasang mata yang menatap ke arah langit, ia berucap dengan suara yang mulai terdengar bergetar, seperti menahan tangis.

"Kenapa harus sesakit ini mas... mengapa? Aku masih bisa menerima mas Alvand setelah semua yang terjadi, karna aku sangat mencintai mas Alvand. Tapi kali ini.. terlalu sakit mas... Mas lebih memilih meninggalkan kami semua hanya demi Valerie"

Rasa sakit Alara  itu bisa ia lihat dengan jelas,bahkan ia pun turut merasakan betapa perihnya.

"Posisiku sulit Alara, aku tidak mungkin meninggalkan Valerie dengan keadaannya yang seperti saat ini, dia butuh aku"

"Apa mas pikir, selama ini aku tidak pernah membutuhkanmu mas? Lara selalu membutuhkan mas Alvand, tapi mas Alvand? Mas tidak pernah ada, dan lara tidak pernah menuntut atas itu"

Dirinya tidak pernah ada.

Seandainya dulu ia tahu akan menyakiti Alara sampai sebesar ini, ia akan berusaha untuk sesekali ada. Supaya rasa sakit perempuan itu tidak sebesar saat ini.

"Valerie tidak seberuntung dan sebahagia itu lara… tidak. Apa yang terlihat di depan mata, nyatanya sangat berbeda dengan yang sesungguhnya. Kalian… sama-sama terluka. Dan aku nggak bisa terus-terusan membuat kalian terluka"

"Dan mas lebih memilih supaya aku yang terluka?"

Alvand sempat terdiam, memejamkan matanya sejenak.

Itulah yang ia takutkan,Ia takut Alara mengatakan hal itu.

Ia takut Alara berfikir jika keputusannya ini semata-mata hanya karna cinta butanya pada Valerie.

Alvand kemudian mengambil alih kedua tangan Alara untuk dibawa dalam genggamnya. Perlahan, ia menyalurkan kehangatan pada kedua tangan mungil itu.

"Lara,  Justru aku memilih supaya kamu yang bahagia. Aku melepas kamu, supaya kamu bahagia, supaya kamu menemukan orang lain yang bisa memberikan kamu begitu banyak rasa, tidak melulu luka, sesuatu yang tidak akan pernah bisa aku berikan untuk kamu"

"Aku bahagia dengan mas Alvand" sahut Alara dengan cepat, kedua bola mata perempuan itu sudah berkaca pekat, sebentar lagi air matanya nyaris jatuh.

Meskipun pernikahan mereka tidak bisa dikatakan sebagai ikatan yang membahagiakan, namun di sisi lelaki itu saja sudah membuat Alara merasa lebih dari cukup.

Tidak masalah jika ia harus menjalani pernikahan  tanpa merasakan dicintai, yang terpenting ia ada didekat lelaki itu. 

"Jangan bohong, lara. Jangan lagi pura-pura bahagia. Kamu terluka, aku tahu. Aku biarkan kamu pergi supaya kamu bisa melepaskan semua sesak dan beban itu. Kamu harus bahagia lara, karna kamu nggak pantas untuk terluka"

Air mata Alara tumpah, ia menggelengkan kepalanya berulang kali, tidak menyetujui perkataan lelaki yang ada di hadapannya.

Alara tidak mau berpisah, ia tidak siap ditinggalkan untuk yang kesekian kali oleh orang-orang yang sangat ia cintai.

"Lara tidak mau berpisah mas…,tidak mau…. Lara tidak akan menuntut apapun dari mas Alvand… mas boleh bersama Valerie dan menjadikan lara yang kesekian.. asal…. Jangan tinggalkan lara mas..." rancau Alara dengan suara parau.

Air mata Alvand juga ikut menetes. Melihat Alara seperti saat ini mengingatkannya akan bayang-bayang Alara yang begitu rapuh bertahun-tahun lalu.

"Lara.. istriku…, ini memang sakit, tapi kamu harus percaya ini jalan yang terbaik. Kamu pantas bersama dengan seorang yang bisa memberimu cinta dan rasa aman secara utuh"

Alvand mengusap air mata di kedua pipi Alara dengan menggunakan jari-jarinya, tidak perduli dengan air matanya sendiri, ia hanya tidak ingin melihat Alara menangis lagi.

Kemudian dipeluknya tubuh itu dengan erat, yang   lalu langsung dibalas tak kalah eratnya oleh Alara.

"Kamu harus bahagia lara" bisiknya dengam lirih, di salah satu telinga Alara.

***

Valerie masih setia menunggu di halaman depan rumah.

Meskipun kedua kakinya sudah terasa sangat pegal, namun tidak ada niat sedikit pun untuk masuk ke dalam mobil. Ia akan menunggu sampai suaminya kembali, ia berharap jika  lelaki itu akan kembali.

Diusapnya perut besarnya itu dengan lembut.

Sejak tadi, ia hanya memikirkan perasaannya sendiri, hampir lupa jika di dalam sana ada hati kecil yang mungkin saja sedang bersedih hati.

"Valerie…"

Valerie langsung menoleh, jika ia kira lelaki itu adalah suaminya, ia salah besar. Karna nyatanya pemilik serak itu adalah Reinaldo, bukan suaminya.

"Valerie"

Valerie yang berusaha menghindar kalah gesit karna tangan lelaki itu dengan sigapnya meraih salah satu tangannya.

"Lepas pak aldo, lepas.."

"Tidak akan Valerie, kita harus selesaikan semua ini"

"Apa yang harus kita selesaikan pak Aldo? Kita.. sudah tidak memiliki urusan lagi"

"Dia anakku Valerie, sekeras apapun kamu menolak, takdir itu tidak akan pernah berubah" ucap lelaki itu, lirih. Dengan menatap dalam ke arah sepasang mata Valerie.

Dan Valerie melihatnya, wajah lelaki itu di bawah terangnya bintang-bintang. wajah lelaki itu sangat jauh berbeda dari pertemuan pertama mereka. Tidak ada lagi  wajah dengan aura menyeramkan, justru sebaliknya, kerapuhan lah yang tergambar jelas dari baliknya.

Apa yang membuat segala tentang lelaki itu berubah?

Kemana Reinaldo sang raja setan yang mampu mengintrupsi seseorang hanya lewat tatapan mata saja?

"Mengapa pak aldo sangat yakin atas hal itu? Saya sudah katakan berulang kali, dia anak kami, anakku dengan mas Alvand, bukan pak aldo..."

"Dengarkan aku Valerie, benar apa kata tante mayang, semua itu hanya obsesi kalian berdua, kalian yang mencoba lari kenyataan yang ada. Saya tahu ini akan sangat berat dan menyakitkan, tapi kita akan menghadapinya bersama-sama Valerie. Ada saya yang  akan selalu berusaha membuat kalian bahagia"

Kedua bola mata Valerie berkaca dengan seketika. Pertempuran antara hati dan pikiran itu kembali terjadi di dalam dirinya

Di sisi lain, hatinya yakin. Namun di sisi lainnya, pikirannya melemah hanya  dengan membayangkan jika yang dirasakan hatinya itu salah.

"Pak aldo…, saya tahu, perasaan pak aldo besar untuk saya. Tapi pak.. yang namanya perasaan itu tidak bisa dipaksa. Saya tidak bisa bersama pak aldo"

Valerie tidak bisa bersama Reinaldo, sekalipun nanti bayi dalam kandungannya ini membawanya pada lelaki itu.

Ia lebih memilih untuk terbuang, daripada bertahan dengan seseorang yang tidak ia cintai, yang sudah menghancurkan sebagian dari mimpinya.

"Dan jika ini masih soal bayi ini, sekarang biar saya yang bertanya. Apakah ikatan batin itu memang benar ada? Pak aldo merasakannya?"

"Saya sangat mencintaimu Valerie, sangat. Sekalipun jika bayi itu bukan darah dagingku, saya akan tetap mencintai mu, mencintai kalian"

"Tidak pak Aldo… saya tidak bisa…"

"Mengapa tidak Valerie? Apa milik Alvand  yang tidak saya miliki? Saya bisa memberikan kamu segalanya, cinta, hidup dan mati. Mengapa harus Alvand? Lelaki yang jelas-jelas juga terikat akan perempuan lain, bukan hanya kamu. Mengapa kamu lebih memilih untuk diduakan sementara kamu bisa menjadi satu-satunya? Apa kamu cukup bahagia sementara di sisi lain ada hati yang terluka?"

Valerie sempat tidak berkedip untuk beberapa saat.

Mengapa?

Mengapa lelaki itu bertanya seolah ia pesalah dan juga pendosa?

Semua yang terjadi bukan lah kemauannya, bukan pula kemauan suaminya, semua terjadi atas rencana takdir yang sering kali tidak terduga.

"Pak Aldo… ini keterlaluan… pak Aldo salah mencintai perempuan. Saya.. saya bahkan sama sekali tidak pantas untuk dicintai sampai sebesar itu pak.

Soal mengapa mas Alvand, itu juga soal hati. Hati saya sudah jatuh pada seorang lelaki,dan lelaki itu adalah mas Alvand,bukan orang lain. Jangankan pak Aldo, saya sendiripun tidak akan pernah bisa memindahkan rasa yang sudah terlanjur jatuh itu"

Reinaldo tidak pernah jatuh cinta pada perempuan manapun sebelumnya, baginya perempuan itu hanya lah sumber dari masalah. Valerie adalah yang pertama, perempuan yang membuatnya sulit untuk berkonsentrasi saat bekerja, perempuan yang menyita menit-menit sebelum tidurnya hanya dengan bayangan manis senyumnya, perempuan yang selalu ia inginkan untuk tetap berada di sisinya.

Valerie adalah perempuan pertama yang membuatnya gila. Perempuan yang membuat jatuh hingga lupa bagaimana caranya untuk berdiri tegak seperti sediakala.

Perempuan yang sangat ia cintai, namun juga perempuan yang sama sekali tidak mencintainya.

Mungkin benar kata orang-orang.

Cinta pertama itu menyakitkan, cinta pertama itu tidak pernah bisa terlupakan.

"Saya permisi pak aldo" pamit Valerie kemudian, ia tidak bisa terlalu lama bersama Reinaldo. Ia tidak bisa terlalu lama merasakan sakit hanya dengan mengingat manis dan pahitnya yang pernah terjadi di antara Merkea.

"Jika kita bertemu jauh sebelum kamu bertemu Alvand, apa mungkin semuanya akan berbeda? Apa mungkin kamu akan jatuh kepada lelaki seperti saya?"

Valerie kembali menoleh, sudut bibirnya terangkat dengan perlahan.

Meskipun menyeramkan, namun tatapan mata lelaki itu melemahkan. Valerie nyaris jatuh hati  pada sang langit malam kala itu, langit malam yang pernah berjanji akan terus membuatnya bersinar. Langit malam yang memberikannya begitu banyak perhatian meskipun dengan cara-cara yang aneh.

Namun sayangnya, setelah malam kelam  itu, ia sadar. Ia tidak bisa melihat apa yang ada di balik gelapnya langit malam. Langit malam itu misteri, dan hidupnya sudah terlalu sesak karna menjadi  misteri dari seorang lelaki.

"Mungkin, karna pak Aldo lelaki yang baik, saya yakin perempuan mana saja yang bertemu dengan bapak, pasti akan jatuh hati"

Valerie tersenyum sekali lagi, sebelum akhirnya ia benar-benar berlalu, meninggal Reinaldo yang masih setia menatap kepakan sayap kunang-kunangnya yang mulai menjauh.

Lalu mengapa tidak dengan kamu, Valerie?

***

Alvand membaringkan Valerie di ranjang. Melepaskan alas kaki yang dikenakan dan kemudian menyelimutinya, hangat, hingga sebatas dada.

Valerie sudah tertidur saat masih dalam perjalanan, sepertinya perempuan itu sangat kelelahan, wajahnya pucat dan tampak seperti  terlalu banyak menyimpan beban. Ia tidak bicara di sepanjang perjalanan, hanya menyandarkan kepala dipundaknya sambil memejamkan mata.

Alvand mengecup dahi Valerienya dalam.

Hari ini bukanlah hari yang mudah untuk mereka berdua, hari adalah hari yang terlalu banyak akan luka. Namun ia berjanji hari ini adalah yang terakhir kalinya. Setelahnya tidak akan ada lagi hari-hari yang menguras air mata.

"Mas…" suara itu terdengar begitu lirih, disusul dengan kedua kelopak mata itu yang mulai terbuka dengan perlahan.

"Kenapa bangun, hm? Tidur saja, kamu capek, kasian babynya"

Alvand mengelus dahi istrinya dengan lembut, hal yang biasanya selalu ia lakukan untuk membuat Valerienya tertidur. Jika dulu memeluk adalah obat paling ampuh untuk menidurkan istrinya, sekarang sudah tidak lagi, perut istrinya yang sudah semakin besar membuatnya harus ekstra berhati-hati hanya untuk sekedar memeluk perempuan itu.

"Mas...."

"Iya sayang….?"

"Bagaimana kalau apa yang dikatakan mama itu benar, mas? Dia.. dia ternyata bukan darah daging kita" ucap Valerie, nada bicaranya sendu, kedua bola matanya tampak berkaca-kaca.

Tidak bisa dibayangkan olehnya jika semua itu benar adanya, jika yang mereka rasakan selama ini hanya obsesi, hayalan Mereka yang terlalu tinggi.

Ia tidak bisa membayangkan jika nantinya ia harus melahirkan bayi yang bukan berasal dari lelaki yang yang sangat ia cintai.

Membayangkan saja sudah sangat menyakitkan.

"Mengapa jadi kamu yang meragukannya sayang? Kamu sendirikan yang bilang, kita yang merasakannya, bukan mereka"

"Tapi bagaimana… jika memang benar kita terlalu terobsesi sehingga berpikir jika ikatan batin itu ada? Bagaimana mas…"

Bohong kalau pikiran-pikiran itu tidak menghantui kepalanya, karna kenyataannya ia merasakan yang serupa seperti yang dirasakan oleh istrinya. Hanya saja, ia tidak mau menunjukkannya. Ia tidak mau menunjukkannya karna itu akan sangat berisiko untuk istrinya.

"Hust, baby pasti sedih kalau dengar mamanya bicara seperti itu. Dia anakku Valerie, akan tetap menjadi anakku meskipun nantinya kenyataan pahit  itu yang harus kita hadapi. Keluarga tidak selalu berasal dari darah, tapi dari sini, dari hati yang penuh akan kasih sayang untuk satu sama lainnya"

"Aku- aku takut mas Alvand pergi…." Lirih Valerie, dengan air matanya yang mulai berlinang

"Tidak Sayang… tidak  akan pernah. Aku tidak akan pernah meninggalkan kalian sekalipun itu di dalam mimpiku sendiri"

"Mas-"

"Kita bertiga akan selalu menjadi keluarga yang utuh, sampai kapanpun"

***


Alvand duduk di kursi tunggu dengan perasaan yang sudah tidak karuan. Rambut lelaki itu kusut berantakan, wajahnya jelas terlihat cemas dan begitu tegang.

Tadi pagi istrinya mulai merasakan tanda-tanda akan melahirkan. Awalnya ia kira semuanya akan berjalan sebagaimana mestinya, namun ternyata tidak. Kondisi istrinya semakin lemah seiring waktu.

Karna kondisinya yang lemah itulah yang membuat istrinya itu tidak bisa melahirkan dengan normal, tidak ada jalan keluar lain selain operasi.

Ia masih ingat bagaimana pucat dan lemahnya wajah istrinya satu jam lalu, meskipun keadaannya sudah seperti itu, permpuan itu masih tetap berusaha tersenyum, seakan mengatakan padanya jika semua akan baik-baik saja.

Namun meskipun begitu, itu tidak cukup membuatnya tenang.

Terlebih setelah semalam sebelumnya ia bermimpi, mimpi yang sangat buruk dan menyakitkan.

Ia bermimpi jika istrinya itu meninggalkannya bersama bayi mereka yang saat itu berada dalam gendongannya.

Ia takut.

Dan rasa cemas membuat ketakutannya itu semakin nyata.

Di saat ketakutannya semakin menjadi, suara tangisan bayi itu terdengar dari dalam ruangan. Hal yang langsung membuat air mata Alvand jatuh dengan seketika.

Itukah suara malaikat kecilnya?

Tak lama kemudian pintu itu terbuka, seorang dokter lelaki keluar dari sana .

"Dokter, bagaimana keadaan istri dan anak saya?"

"Selamat pak, anak bapak perempuan, lahir dengan sehat tanpa kekurangan suatu apapun"

"Lalu bagaimana dengan istri saya dokter? Dia baik-baik saja kan?"

"Kondisi istri bapak untuk saat ini masih sangat lemah,"

"Tapi saya yakin pasien akan baik-baik saja"

***

Alvand sedang berdiri di depan sebuah ruangan khusus, menatap seorang bayi mungil yang sedang terlelap di dalam inkubator itu dengan kedua bola matanya yang berkaca.

Rasanya masih sulit sekali dipercaya. Jika makhluk kecil di hadapannya itu adalah putrinya, darah dagingnya.

Meskipun wajah putrinya itu lebih dominan mirip dengan ibunya namun nuansa wajahnya juga turut berpadu di sana.

Bayang-bayang akan kenyataan pahit itu akhirnya hilang. Ternyata ikatan batin itu memang nyata bukan hanya obsesi semata.

"Mas…"

Alvand menoleh, mendapati istrinya yang sudah berada di sampingnya, di atas kursi rodanya, bersama seorang suster.

"Terimakasih suster"

Setelah berterima kasih pada sang suster, Alvand langsung berjongkok di hadapan istrinya, menatap lekat wajah pucat itu.

"Sayang... Kamu kan masih belum boleh -"

"Aku juga ingin melihat bayiku mas.."  ucap Valerie lirih, kedua bola matanya juga tampak berkaca. Setelah melihat suaminya, perasaan takut itu kembali menghantui.

Ia takut jika bayi itu bukan bayi mereka, melainkan bayinya dan juga Reinaldo.

Ia sangat takut jika setelahnya suaminya akan melepasnya atau anaknya untuk pergi bersama Reinaldo.

"Bayi kita sayang" ucap Alvand dengan senyuman, diciumnya sebelah punggung tangan istrinya itu dengan singkat.

Melihat istrinya yang terlihat masih kurang percaya, Alvand memperjelasnya dengan lembut.

"Iya, dia bayi kita Valerie, darah daging kita berdua"

Air mata Valerie jatuh dengan seketika,  ia pun langsung mengalihkan pandangan ke dalam ruangan berdinding kaca itu. Mendapati seorang bayi yang pada tempatnya berbaring bertuliskan nama sang ibu, namanya.

"Dia perempuan, cantik seperti kamu sayang"

Valerie melihatnya, betapa cantik dan juga menggemaskannya wajah mungil yang selama ini bersembunyi di dalam perutnya.  Bukan hanya cantik dan juga menggemaskan, wajah mungil itu juga sangat mirip dengannya, juga mirip sang ayah jika dilihat dari hidung dan matanya.

Bayi itu benar-benar darah daging mereka.

Anugrah yang sangat luar biasa yang telah Tuhan berikan pada mereka.

"Sayang…"

Alvand mengusap air mata yang ada di kedua pipi istrinya, kemudian ditangkuplah kedua pipi itu dengan menggunakan kedua tangannya.

"Terimakasih sayang, terimakasih untuk semua yang sudah kamu sempurnakan. Sekarang aku memiliki dua bintang yang akan terus bersinar "

Valerie mengangguk tipis,memejamkan mata saat keningnya dikecup.

***

END, yang benar-benar END:)
Gimana?
Kasih tau dong kesan kalian untuk tsw selama ini?

Salam sayang,
mrsmendes_


Continue Reading

You'll Also Like

130K 9.5K 35
Aku tidak pernah mencintaimu, aku menikahimu itu hanya sebatas terpaksa. Aku terpaksa bertanggung jawab atas benih dalam kandunganmu, aku tidak memil...
2M 29.2K 45
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
1.8M 24.6K 25
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
165K 11.8K 72
(baca lengkap di aplikasi Noveltoon) part lengkap sampai waktu tertentu Kiev Bhagaskara adalah selebriti lebih atas dari papan atas. Idola remaja itu...