ARSEN (END)

By lcsv17

370K 26.3K 881

Kalau kata orang, cinta itu bagian dari hidup. Tapi, tidak bagi Arsen. Arsen Raditya Arkharega, hanya seoran... More

1 - Geng Murid Pindahan
3 - Arsen Pintar!
4 - Hari Kesialan Arsen!
- CAST -
5 - Usaha
6 - Balas Dendam
7 - Dendam
8 - Ekskul
9 - 12 TKJ 3
10 - Sakit
11 - Malam itu
12 - Keluarga Baru?
13 - Teman Baru
14 - Adek
15 - Club Malam
16 - Elsa Ardavirisca
17 - Basket
18 - Pangeran?
19 - Telephonobia
20 - Arsen Benci Bawang!
21 - Masalah dengan Arsen
22 - Semua Tentang Ratu
23 - Suka
24 - Kecewa?
25 - Lupakan!
26 - Akhirnya!
27 - Kanaya
28 - Sayang Razel!
29 - Coklat untuk Verdo
30 - Sakit
31 - Jatuh, dan sakit
32 - Clubbing lagi
33 - Orang misterius
34 - Kejutan
35 - Kosan Narky
36 - Pembalasan
37 - Verdo Kadilon Bhaskara
38 - Rumah sakit lainnya
39 - Hari terakhir
40 - Mengenang Verdo
41 - Peninggalan
42 - Semua hanya masa lalu
43 - Tragedi tragis
44 - Setidaknya, bertahan
45. Lelah - End

2 - Anak Lainnya?

19.4K 1.1K 72
By lcsv17

Baru hari pertama Geng Rascal masuk sekolah, tempat duduk dibagian tepi dekat jendela dan pintu itu sudah ribut. Kerjaan mereka cuma ngobrol, bercanda dan lain-lain. Saat guru memberi tugas, mereka malah bercanda.

Sekarang jam pelajaran terakhir. Pelajaran Komputer dan Jaringan Dasar. Sejujurnya, 78% manusia di Indonesia pasti tidak suka belajar. Itu membosankan, kan? Mereka cuma datang ke Sekolah biar dapet uang jajan. Selebihnya, berkumpul dengan teman-teman.

Kalau cewek, biasanya mungkin emang niat belajar. Tapi, 70% lebih asik ngegibah, kan?

Kelas 10 itu, kelas awal. Masih ada kelas 11 dan kelas 12 sebagai Senior. Yang lainnya mungkin akan tunduk pada kakak kelas mereka masing-masing sebagai tanda hormat. Tapi, tidak bagi Geng Rascal. Mereka ga bakal menghormati siapapun kecuali kedua orang tua mereka sendiri, dan guru-guru sekolah.

Pak Fredy selaku guru pelajaran Komputer dan Jaringan Dasar mulai sebal karena Geng Rascal itu berisik, banget.

Entah ngomongin apa. Yang pasti, mereka ngomongin hal yang ga penting.

"Yang namanya Arsen, siapa?" tanya Pak Fredy.

Tidak ada yang menjawab. Anak murid lainnya diam, kecuali ke 7 orang itu yang masih bercanda disana.

"Arsen?"

"Arsen Raditya Arkharega?"

Masih tidak ada jawaban. Dan kali ini, raut wajah Pak Fredy agak sedikit berubah. Mungkin, kesel?

"ARSEN RADITYA ARKHAREGA!"

Ke 7 Laki-laki itu akhirnya menoleh bersamaan.

"Apaan?" tanya Arsen, reflek.

"Apanya yang apaan?"

Arsen tidak sadar, ia kira murid lain yang memanggilnya. Jadi, laki-laki itu menatap seisi kelas. "Siapa yang manggil?"

Beberapa anak-anak lainnya memberi kode kalau yang manggil dia itu Pak Fredy. Tapi Arsen terlalu bodoh buat memahami kode kayak gitu.

"Saya yang manggil. Kamu, Arsen?"

Akhirnya Arsen menoleh ke arah Pak Fredy. Pria bertubuh tegap itu tengah memandangnya dari meja guru.

"Oh, iya." sahutnya, singkat.

"Kamu duduk sendiri?"

"Hooh."

"Apaan hooh? Jawab yang bener." protes Pak Fredy. Pria itu kesal karena baginya, Arsen tidak sopan.

"Iya nih pak. Bapak mau nemenin? Haha!"

"Masih kelas 10 aja udah kurang ajar banget. Heran sama murid baru jaman sekarang ya, ck ck ck." keluh Pak Fredy, ia kembali fokus mengisi buku agenda kelasnya.

"Terus dia manggil lu buat apaan?" tanya Ganang.

Arsen menoleh, "Audah."

"Udah manggil pake teriak-teriak, tapi kagak jelas." protes Aldo, dengan nada berbisik.

Arsen hanya menggidikkan bahunya, tanda bahwa ia nggak tau apa-apa. Kemudian ia membenarkan posisi duduknya yang semula menghadap belakang jadi menghadap ke depan.

Jam pelajaran itu habis pukul 12.20 dan diakhiri dengan bel pulang yang berbunyi keras. Baru saja bel berbunyi, sorakan bahagia dari murid-murid setiap kelas sudah terdengar. Dasar, anak-anak.

Kegiatan yang sudah biasa dilakukan disaat bel pulang sekolah berbunyi yaitu membereskan alat tulis dan buku, kemudian berdoa dan pulang. Mainstream.

Entah norak atau apa, tapi saat Geng Rascal baru saja turun dari lantai atas dan berada ditengah lapangan, segerombolan murid-murid perempuan langsung menyerbu mereka layaknya takjil dihari puasa.

Ada juga yang hanya menatap mereka dari tepi lapangan. Bahkan murid-murid yang berlalu-lalang juga sempat melirik kearah mereka.

"Kak, IG nya apa?"

"Kak mau fotbar."

"GANTENG BANGET KYAAAA!!" Yang begini cuma anak alay yang suka ngoleksi cowok ganteng.

Tentu saja diantara mereka yang paling bahagia adalah Ganang. Sedangkan Arsen masih diam saja. Ia benci kamera.

Jika ditanya mengapa ia benci kamera, jawabannya adalah karena ia merasa dirinya jelek. Ia selalu merasa teman-temannya lebih tampan darinya, lebih baik, dan lebih lebih lebih. Padahal jika dilihat, diantara mereka justru Arsen yang paling bersinar.

"Gua balik duluan ya." ucap Arsen, nadanya lemas.

Gazza menoleh, menatap Arsen dengan sedikit tajam, "Lah? Katanya mau nongkrong?"

"Gajebo (Ga jelas bo)." timpal Micho.

"Gua juga males nongkrong sih." sahut Ganang, ia menatap Arsen dan Arsen mengangguk.

"Gazza mah honda (Hoby Nongkrongin Janda)" lanjut Ganang, ia menatap Gazza dengan tatapan menggoda.

Gazza hanya memutar bola matanya, malas.

"Baru hari pertama masuk sekolah, kalem aja dulu. Bangsatnya ntar aja, belakangan." ucap Aldo yang disahuti dengan anggukan oleh yang lainnya.

Maklumi bahasa mereka yang alay. Bukan Rascal namanya kalau tidak bicara dengan bahasa alay yang hanya beberapa orang aja yang paham. Yang lainnya? Galham (Gagal Paham).

~~~

*Selasa
SMK KUSUMA, Jakarta.

Bel masuk berbunyi saat jam 06.30.

Semuanya sudah datang dan memulai pelajaran dikelas mereka masing-masing. Kecuali Arsen yang terlambat dan ditahan sama guru-guru di depan loket tempat pembayaran spp yang letaknya di tepi lapangan dan saat itu, lapangan lagi ada murid dari Jurusan AP (Administrasi Perkantoran) yang lagi olahraga disana.

"Kamu kenapa ga pake dasi?" tanya Bu Rona, guru BK yang biasanya selalu menghukum murid-murid yang terlambat.

"Ga punya bu, saya kan missqueen." sahutnya dengan nada yang sedikit alay.

"Gesper mu kemana?"

"Ga punya juga bu, saya kesekolah buat belajar bukan buat adu siapa yang paling rapih."

Bu Rona menggetok kepala laki-laki itu dengan penggaris plastik yang selalu ia pegang. Arsen cuma bisa meringis kesakitan lalu menatap Bu Rona diam-diam dengan tajam.

"Kamu tau ga kamu terlambat berapa lama?" tanya Bu Rona, lagi.

"Tidak ada kata terlambat untuk belajar, bu."

"Jawab lagi! Udah salah, jawab terus!"

Arsen hanya menunduk. "Namanya juga ditanya, masa ga saya jawab." bisiknya.

Lagi-lagi, kepalanya kena getokan penggaris Bu Rona.

"Ini satu lagi, telat."

Mendengar ucapan Bu Rona, Arsen langsung mendongak. Melirik kearah satu murid laki-laki lainnya yang baru datang juga. Akhirnya dia tidak dihukum sendirian. Arsen menghela nafas lega saat Bu Rona tampak melangkah menjauhinya dan mendekati orang itu yang juga terlambat.

"Kamu juga, kamu tau ga telat berapa lama?" Bu Rona melontarkan pertanyaan yang sama sembari menodongkan penggarisnya tepat dihadapan wajah laki-laki itu.

Ia menggeleng dengan tampang lugu. Arsen mengulum tawanya.

"Saya baru masuk hari ini bu." sahut laki-laki itu, dengan nada takut-takut.

"Oh, anak baru? Kok udah telat aja?" nada bicara Bu Rona tiba-tiba berubah jadi lembut.

"Saya ga tau jam berapa masuknya. Soalnya saya biasanya homeschooling."

Disebelah sana, Arsen mengangguk-angguk. Tak ia sangka, kupingnya tajam juga buat hal nguping.

"Kamu ngapain ngangguk-ngangguk?"

Arsen kaget, ia menoleh kearah Bu Rona. "Apaan? Orang kagak."

Lagi dan lagi, Bu Rona menggetok ringan kepala laki-laki itu dengan penggaris, "Yang sopan kalau bicara sama yang lebih tua!"

Arsen hanya meringis dan ia menyadari, murid laki-laki itu sempat menatapnya walau hanya sebentar.

"Kalian lari keliling lapangan 10x, lalu kembali kesini. Kalau kabur, denda 50 ribu dan tanda tangan surat perjanjian diatas materai diruangan saya."

"Oh kalau gitu saya kabur aja." ucap Arsen, reflek.

"ARSEN!"

"Maap bu!" ia sudah lari duluan, meninggalkan satu laki-laki itu sendirian.

"Kamu sana lari!"

"Ah, hah? Okay..." Akhirnya ia ikut lari, menyusul Arsen yang sudah jauh didepan.

Mereka berlari memutari lapangan, melewati murid-murid lainnya yang sedang olahraga disana. Dan seperti kebanyakan orang tau, jurusan AP kebanyakan dipenuhi siswa perempuan daripada laki-laki, sedangkan TKJ adalah sebaliknya. Buktinya, kelas 10 TKJ 3 hanya ada 4 murid perempuan.

Arsen menoleh sekilas kebelakang. Ia sengaja melambatkan lariannya agar sejajar dengan laki-laki itu.

Anehnya, laki-laki itu terus saja menunduk. Arsen hanya mengangkat kedua alisnya.

"Itu tuh yang lagi lari sambil megang hoodie abu-abu, itu Arsen." bisik murid perempuan yang sedang olahraga itu. Mereka lagi ngerumpi mentang-mentang guru olahraganya lagi pergi sebentar.

"Iya, ganteng ya."

"Kasian ya, cuma berdua."

"Tinggi banget ya. Pas dia lewat, gue merasa cebol."

"Itu yang disampingnya siapa?"

"Gatau, ga pernah liat."

"Anak TKJ ganteng-ganteng ya guys."

"Bukannya belajar yang bener, malah ngerumpiin cowok." Bisik Arsen.

Laki-laki yang berlari disampingnya itu menoleh, ia mendengar ucapan Arsen barusan.

"Apa lu liat-liat?" ia memelototi laki-laki itu hingga ia langsung membuang muka dan mempercepat langkah lariannya.

Dengan cepat mereka menyelesaikan hukuman pertama mereka. Tapi Bu Rona masih menanti mereka di depan loket SPP.

"Sudah?" tanya Bu Rona dengan nada tegas.

"Sudah." sahut Arsen dan murid baru itu serempak.

"Bagus. Taroh tas kalian diatas bangku itu." Bu Rona menunjuk deretan bangku di depan loket SPP menggunakan penggarisnya itu.

2 laki-laki itu melepas tas mereka kemudian menaruhnya diatas bangku itu.

"Push Up, 50x." perintah Bu Rona.

Arsen mengangkat tangannya. 

"Kenapa Arsen?"

"Saya boleh nego ga? Minta kurang dong bu. Kan saya abis lari 10x nih, masa push up 50x? Kurangin lah bu, 25 aja." pintanya dengan ekspresi memelas.

"Yaudah 25x, tapi cepet ya." Bu Rona menyipitkan matanya, menatap Arsen dengan tatapan seolah-olah ia ragu pada muridnya yang satu itu.

"Iya bu." Arsen mengangguk cepat.

"Saya berapa?" tanya laki-laki itu sambil menunjuk dirinya sendiri.

"25x tapi kalau kamu mau 50x juga boleh." sahut Bu Rona, ia mengayunkan penggarisnya.

Sesungguhnya, Arsen ingin sekali menepis penggaris itu hingga melayang dan pergi. Kepalanya masih terasa sakit akibat benda itu.

2 Laki-laki itu memulai hukuman kedua mereka dengan baik. Bu Rona mulai menghitung dari 1 sampai 25x sembari mengayun-ayunkan penggarisnya itu.

Tak butuh waktu lama 2 orang itu menyelesaikan hukuman mereka.

"Yaudah kalian langsung kekelas aja. Jangan kelamaan disini." ucap Bu Rona, nadanya berubah menjadi lembut.

2 Orang itu mengambil tas mereka masing-masing dan saat Arsen baru saja hendak melangkah pergi duluan, ia terpaksa mematung lagi karena Bu Rona memanggilnya. "Kamu sekalian ke meja piket ya. Laporan sama guru piket, hari ini murid yang baru masuk akan dibagikan buku. Nanti biar dia yang ambilin."

Arsen hanya mengangguk-angguk dan berjalan berdampingan dengan murid baru yang belum ia kenal itu.

Sedari tadi, laki-laki itu masih saja menunduk.

Arsen menatap laki-laki itu dari atas hingga bawah. Ia rapih tapi itu tak membuatnya tampak culun seperti murid-murid pintar yang biasa ia lihat di film.

"Hey." panggilnya, dengan nada datar.

Sebenarnya, Arsen gengsi menyapa duluan. Tapi apa boleh buat, anak itu menarik baginya.

Laki-laki itu menoleh kearahnya namun tak sampai 3 detik, ia kembali mengalihkan pandangannya ke depan.

"Nama lu?"

"Verdo Kadilon Bhaskara."

Arsen hanya ber 'oh' ria kemudian suasana perjalanan ke kelas kembali hening. Entah mengapa mereka jalannya selalu searah. Apa kelas murid baru ini juga dilantai 3?

"Lu kelas berapa?" Arsen memberanikan dirinya lagi untuk bertanya.

"10 TKJ 3."

"Oh, sama." sahut Arsen, singkat.

"Kelasnya dimana? Dilantai 3 kan?"

"Iya. Dilantai 3. Ruangan ke 2 kalau dihitung dari kelas yang paling pojok." sahut Arsen, lagi.

Verdo hanya mengangguk-angguk dan membiarkan Arsen memimpin jalan.

Tiba-tiba Arsen berbalik, membuat langkah Verdo juga ikut terhenti, "Lu mau ke kelas duluan? Gua mau ke meja piket dulu."

"Ikut..."

Arsen mengulum tawanya lagi kemudian berbalik dan melanjutkan jalannya. Verdo Kadilon Bhaskara, menarik..

Continue Reading

You'll Also Like

73.1K 3.4K 29
Di hari penuh patah hati itu, Ada aku yang merayakan kehilangan. Di hari penuh patah hati itu, Kau tetap tokoh idaman paling kuabadikan. Selamat...
908K 96.9K 45
Versi novel tersedia di Shopee Firaz Media. *** Adinata Emery Orlando merupakan pemuda yang tidak bisa mengeksperesikan perasaannya. Ia memiliki prib...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

4.3M 251K 54
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
1.8M 192K 51
Ditunjuk sebagai penerus untuk mengabdikan dirinya pada pesantren merupakan sebuah tanggung jawab besar bagi seorang Kafka Rafan El-Fatih. Di tengah...