Bunga Terakhir

By Malseyes

20.9K 2.1K 363

"Aku menyayangi adikku dengan sepenuh hati. Apapun akan kulakukan demi membuatnya bahagia, termasuk mendapatk... More

Pertemuan
Mama
Secercah Cahaya
Krist
Mengenal Janji
Ruang
Menerima
Rumah
Belajar
Rinai Bahagia
Tak Selalu Manis
Akar
Keyakinan Lama
Hadir
Patah
Arah yang berbeda
Satu demi satu
Luka Bersama
Akankah kembali?
Bunga Terakhir
Kelanjutan Bunga Terakhir
Bunga Terakhir 2
CERITA BARUUUU

Impian

962 111 47
By Malseyes

"I dream. Sometimes I think that's the only right thing to do."
Haruki Murakami.

Krist merasa ini semua mimpi. Sudah sepekan ia tinggal di rumah Singto dan selalu mendapat kejutan setiap harinya. Singto yang begitu sibuk namun cekatan sedangkan Sea yang terkadang suka seenaknya saja. Pertengkaran konyol antara Singto dan Sea membuat suasana rumah besar ini tidak membosankan sama sekali.

Krist bahagia. Berada di tengah keluarga yang hangat membuat dirinya senang bukan main. Rasa kekeluargaan yang selama ini tidak dapat Krist rasakan masuk secara perlahan ke dalam hatinya. Membuat dirinya sangat terharu.

Krist tetap bekerja di Sapphire Blue cafe. Singto mengizinkannya tapi hanya sampai Sea pulang sekolah. Krist tidak masalah sama sekali karena hampir setiap hari Sea mampir ke cafe tempat Krist bekerja dan pulang bersama. Di pagi hari Krist akan membantu Sea merapihkan tasnya dan memeriksa apa saja yang harus Sea bawa pada hari itu. Setelah selesai dengan Sea, Krist kembali pada Singto hanya untuk memastikan kebutuhannya sudah terlengkapi.

Krist tersenyum geli membayangkan kejadian dua hari lalu. Singto yang sangat sibuk pagi-pagi buta sudah mendapat telepon dari sana sini. Singto bolak balik antara kamar dengan ruang kerjanya. Krist sedang membantu Sea mencari kaus kaki saat Singto menghampirinya, masih dengan telepon genggam di telinga. Krist bertanya kenapa dan Singto menyodorkan dasinya ke arah Krist, mengisyaratkan untuk dipakaikan. Krist sempat bengong beberapa saat sampai Singto yang sudah tidak tahan, meraih tangan Krist lalu mengarahkan tangan itu ke kerah kemejanya. Krist berdeham, berusaha fokus dan tidak beralih menatap wajah tampan Singto. Tugas itu selesai dengan sempurna. Singto tersenyum puas lalu kembali tenggelam pada pekerjaannya. Krist sendiri langsung kabur menuju dapur, meminum air sebanyak-banyaknya. Berusaha meradakan jantungnya yang berdentum-dentum dengan kuat.

Seperti saat ini, Krist sedang sarapan bersama Singto dan Sea. Biasanya Krist hanya akan memakan roti sambil berangkat menuju tempatnya bekerja, tapi sekarang sarapan adalah momen yang paling menyenangkan untuk Krist. Setidaknya untuk saat ini.

***

Singto merasa ini semua mimpi. Bangun pagi sebelum berangkat kerja, Singto disambut oleh dua mataharinya, Krist dan Sea. Singto menyadari bahwa perlahan Krist sudah menjadi orang penting di dalam hidupnya. Singto belum mau mengatakannya tentu saja. Singto masih ingin menikmati momen indah ini.

Singto tidak ingin egois. Menyuruh Krist untuk menemani Sea yang lebih dari setengah hari berada di sekolah itu pasti sangat membosankan. Oleh karena itu, Singto memperbolehkan Krist untuk tetap bekerja, tapi dengan syarat yaitu Krist harus sudah ada di rumah saat Sea pulang atau saat dirinya pulang.

Singto memerhatikan perubahan suasana hati Sea setelah Krist hadir. Sea jadi lebih periang dan terbuka padanya. Sea yang dulu sering menutupi apa yang terjadi di sekolah, sekarang dengan mudah membicarakannya dengan Singto. Mengajak Singto berdiskusi ketika ia sulit menentukan sesuatu. Singto tidak bisa lebih bersyukur dari ini.

Singto bahagia. Percakapan hangat yang terjadi saat pagi hari maupun malam hari membuat dirinya tidak ingin berlama-lama meninggalkan rumah. Perasaan disambut saat dirinya sudah begitu lelah menghadapi setumpuk pekerjaan, belum lagi tanggung jawab besar yang setiap hari harus ia pikul. Krist perlahan mampu masuk ke dalam jiwanya yang sudah begitu kosong. Krist hadir menemaninya, setidaknya untuk saat ini.

***

Singto, Sea dan juga Krist sedang serius menyantap sarapan di hadapannya. Sea yang masih mengantuk pagi itu tidak memiliki energi untuk berceloteh seperti biasa. Singto sibuk sendiri dengan membagi perhatian pada sarapan dan komputer portabel di hadapannya. Sedangkan Krist lebih memilih makan dengan diam.

Singto mengangkat pandangannya,"Sea, sepertinya nanti P' tidak bisa menjemputmu. Kau pulang bersama Nanon ya?"

"Baik, P'"

"Kalau boleh, aku bisa menjemput Sea," sahut Krist malu-malu. Singto dan Sea serentak menatap Krist.

Krist berdeham,"Hari ini aku tidak bekerja. Cafe ditutup untuk hari ini," jelas Krist.

"Jika itu tidak memberatkanmu, tidak masalah," jawab Singto enteng.

Sea? Sudah kembali berceloteh riang karena senang hari ini Krist akan menjemputnya.

***

Tet.. Tet.. Tet..

Bunyi bel sekolah pertanda pulang pun disambut gembira oleh semua murid. Tak terkecuali Sea dan Nanon. Mereka kompak segera merapihkan tas, tidak ingin berlama-lama di sekolah setelah belajar matematika yang membuat kepala mereka pusing atau belajar sejarah yang membuat mereka mengantuk.

"Hari ini P'Krist akan menjemputku!" ujar Sea sambil terus merapihkan buku dan juga alat tulisnya.

"Oh ya?"

"Iya! Hei, bagaimana jika kita mengajak P'Krist ke game centre?"

Nanon langsung melotot,"Kau ingin kita bertiga termasuk P'Krist tersayangmu itu digantung oleh P'Singto? Jika kau bersedia, terserah. Aku masih sayang dengan nyawaku,"

Sea manyun,"P'Sing tidak segalak itu.."

"Ha! Siapa yang menghukum kita untuk membersihkan ruang kerjanya?"

"Siapa yang mengadukanku pada ibuku?"

"Siapa yang membuntuti kita selama sepekan hanya karena kita bermain dan lupa waktu?"

Semua pertanyaan Nanon telak mengenai Sea. Dan semua itu benar, Singto mampu melakukan hal itu bahkan bisa jauh lebih kejam. Tidak. Terimakasih. Nanon tidak ingin menyia-nyiakan nyawanya begitu saja.

Nanon berdecak melihat tampang murung Sea,"Bagaimana jika makan ice cream?"

"Setuju!" seru Sea dengan muka cerahnya, berbanding nyaris 180 derajat dari beberapa detik yang lalu.

***

"jyadi P' tau? Ithu dhia jhelek sekhaliii!" celoteh Sea tidak jelas karena mulutnya penuh oleh ice cream.

"Kunyah makananmu dulu, Sea." Perintah Krist lembut sambil membersihkan pipi Sea dengan tissu.

Sea menelan sempurna ice cream yang ada di mulutnya,"Iya, P'! Mulai saat itu wanita yang berdandan tebal tadi tidak pernah menemui P'Singto lagi! Hahahaha!" Sea tertawa terbahak-bahak sambil nyaris tersandung.

Krist, Nanon dan juga Sea sedang berjalan menuju rumah sambil memakan ice cream yang ada di tangan mereka. Sejak tadi Sea tidak henti-hentinya bergosip mengenai para wanita yang sudah 'berani' mendekati Singto. Namun para wanita tadi selalu kembali dengan kekecewaan maupun kemarahan. Sea selalu tahu kapan wanita-wanita itu akan menemui kakaknya lalu akan menjahili mereka semua—dibantu Nanon tentu saja—sampai mereka kapok dan tidak akan kembali.

"Aku kira P'Singto akan memarahiku tapi ternyata tidak, P'Sing malah berkata "Bagus sekali, Sea. P' tidak tertarik dengan para wanita itu" wah, aku langsung bersorak gembira dengan Nanon," lanjut Sea.

"Dan setelahnya P'Singto mentraktir kita banyak sekali makan! Ah.. aku jadi lapar.." timpal Nanon.

Krist tersenyum dalam diam. Entah mengapa dirinya lega mendengar semua kabar itu. Tentu saja siapa yang akan menolak pesona Singto? Siapa pula yang bisa tidak tertarik olehnya? Baiklah, Krist mulai berpikir yang tidak seharusnya.

"Tapi, Sea, bagaimana kabar P'Prae?" tanya Nanon sambil terus melahap ice cream-nya.

Tiba-tiba Sea berhenti berjalan lalu mendelik ganas pada Nanon,"Tidak tahu, tidak perduli."

Setelahnya Nanon hanya mengangguk, tidak membalas lagi. Krist, Nanon dan juga Sea kembali berjalan dengan diam. Candaan mereka tadi seperti tidak ada hadirnya. Menghilang dengan cepat. Sea sendiri enggan untuk berbicara, Nanon sibuk dengan ice creamnya, dan Krist hanya berjalan sambil memerhatikan jalan. Hati Krist tersentil. Nama tadi berhasil mengusik kedamaian hatinya beberapa saat lalu. Krist menghela napas, seharusnya tidak perlu sampai seperti ini, Krist....

***

Krist duduk di sofa ruang tengah dengan gelisah. Sesekali matanya bergerak melihat jam di dinding lalu kembali menatap pintu. Jam sudah menunjukkan pukul 12 malam dan Singto belum kembali juga. Krist tidak akan secemas ini jika tadi sekitar jam 10 Singto tidak mengabari Sea akan segera pulang. 2 jam berlalu. Krist tahu tidak mungkin memakan waktu lama, apalagi ini sudah malam hari. Tidak mungkin ada kemacetan di jalan.

Kaki Krist bergerak gelisah. Beruntung Sea sudah terlelap di kamarnya. Apakah Krist harus menghubungi Singto? Tapi apa yang harus ia katakan? Dirinya begitu cemas? Atau di mana kau Singto?

Suara langkah kaki dan pintu yang dibuka menghentikan perdebatan batin Krist. Singto muncul dengan penampilan yang berantakan. Jas digantung di pundak, kemeja yang sudah kusut sana sini dan lengannya di gulung sampai siku, lalu jangan lupakan dasi yang sudah tidak terpasang dengan sempurna.

Krist serta merta berdiri namun Singto memberi tanda padanya untuk tetap di tempat. Singto menghampiri Krist hingga ke hadapannya. Singto langsung merosot ke sofa lalu ditariknya lengan Krist dengan pelan, menginginkan Krist untuk duduk di sampingnya. Dengan hati-hati, Singto berbaring dengan menjadikan kepala Krist sebagai bantal. Singto perlahan memejamkan mata, oh.. mengapa ini bisa begitu damai?

Dengan mengandalkan naluri, tangan Krist bergerak. Mengusap halus rambut Singto. Mencoba memberikan ketenangan yang lebih. Kepala singto bergerak, semakin mendekatkan dirinya pada Krist. Walaupun sekujur tubuh Krist menjadi kaku karena gugup tapi ia tetap berusaha untuk tidak terasa oleh Singto. Diam-diam Krist berdoa, Tuhan.. jika saat ini adalah bagian dari mimpi indah yang kau hadiahkan untukku, aku ingin untuk satu waktu ini saja, aku tidak terjaga dari lelapku.

TBC 

Huwaaaa T_T aku luar biasa baper dan senyum-senyum sendiri nulis bagian ini. Kritik dan saran jangan lupa ya? Terimakasih :) 

cr.pict: Owner.

Continue Reading

You'll Also Like

4.9K 408 8
[On Going] Judul awal "Why This heart Beat Fast" Jumlah Chapter 17 Menceritakan Tentang Gadis SMP Lugu yang Labil Mendapatkan Banyak Cinta dari Pa...
1.1M 83.9K 40
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...
13.5K 1.9K 29
Kejadian naas menimpa sepasang suami-istri ketika pesawat yang mereka tumpangi mengalami kecelakaan dalam perjalanan liburan. "Apa takdir sedang mem...
3K 402 5
Hanya berkisah tentang Elliot-pemuda cantik namun memiliki sifat yang suram dan acuh tak acuh yang masuk ke dunia novel.