[2] My Little Brother

By shixunxian

21.2K 1.7K 353

Dokter itu menatap kearah Ji hoon yang kemudian menganggukkan kepalanya. "Waktu kematiannya pukul dua puluh t... More

Chapter 1
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8

Chapter 2

2.3K 212 56
By shixunxian

15 Tahun Kemudian....

Chanyeol menatap datar makanan yang ada di depannya tanpa berniat menyentuhnya sama sekali. Hanya keheningan yang melanda sejak saat ia mulai mendudukkan dirinya di ruang makan.

Begitupun Taehee dan Jihoon, mereka sama-sama diam dalam pikirannya masing-masing.

Semuanya telah berubah, tidak ada lagi kehangatan di rumahnya, tidak ada lagi canda tawa yang menghiasi rumahnya, dan tidak ada lagi cinta juga kasih sayang yang tersisa.

Kini semuanya hambar, lima belas tahun berlalu, Chanyeol harus menjalani kehidupan seperti ini.

Keluarganya yang sempurna, kini tidak ada lagi.

"Aku pergi." Chanyeol berdiri tanpa berniat memakan makanannya.

Lagi pula, siapa yang mau makan dengan keadaan canggung seperti ini.

"Hati-hati di jalan Chanie." ujar Taehee membuat Chanyeol menghampiri sang ibu sebelum pergi dan mengecup tangannya.

"Eomma baik-baik di rumah ya." jawab Chanyeol yang setelahnya langsung pergi tanpa berpamitan kepada sang ayah.

Sudah biasa, hal seperti ini terjadi selama lima belas tahun ini.

Tidak ada pelukan hangat, kecupan sayang ataupun perhatian kecil seperti kalimat "hati-hati di jalan.", "jangan pulang terlalu malam.", "belajar yang rajin di sekolah.", "jangan sampai telat makan" dan kalimat lain yang terucap dari mulut Jihoon.

Bukan, bukan karena ia tidak perhatian dan sayang lagi kepada Chanyeol. Tapi Chanyeol lah yang menolak itu.

Brmmm, Brmmm.

Jihoon menghela napas saat mendengar suara motor Chanyeol yang sepertinya anak itu mengebut.

Kemudian Jihoon menatap istrinya yang sama sekali tidak menyentuh makanannya.

"Aku pergi dulu, kau baik-baik di rumah dan jangan sampai lelah apalgi telat makan" Jihoon mengecup lama pucuk kepala Taehee sementara Taehee hanya diam tanpa merespon apapun.

"Jaga dia dan jangan sampai terjadi apapun padanya" ucap Jihoon kepada salah seorang di samping Taehee yang tidak lain adalah perawatnya.

Selama lima belas tahun ini, setelah kepergian calon buah hatinya, kesehatan Taehee selalu menurun dan semakin lemah setiap harinya membuat Jihoon khawatir. Sehingga dia mempekerjakan dua orang perawat untuk merawat sang istri jika kondisinya sedang turun.

Jika boleh mengulang waktu dan kembali ke masa lalu, Jihoon ingin memperbaiki kesalahannya dan mengubah semuanya.

Taehee mungkin diam, dia seakan menerima semuanya, dan masih sedia melayani dan melakukan kewajibannya sebagai istri.

Tapi semua perlakuan itu hanya dalam bentuk kewajiban sebagaimana istri seharusnya memperlakukan suami, tidak ada cinta di dalamnya, sorotan mata sang istri terhadapnya pun redup seperti tidak ada lagi kehidupan di sana.

"Nyonya, anda harus menghabiskan makanannya." ujar salah satu perawat itu kepada Taehee.

"Aku tidak berselera." Taehee hanya menjawab seadanya, kemudian beranjak pergi menuju ke taman belakang rumahnya.

Kedua perawat itu saling tatap dan menghela napas, kemudian menyusul Taehee ke taman belakang.

Taehee mendudukkan dirinya di kursi taman dengan pandangannya kosong yang lurus ke depan.

Sangat lama Taehee dalam posisi seperti itu, hingga tanpa sadar air matanya mengalir saat bayangan masa lalu terputar kembali dikepalanya.

Sudah lima belas tahun berlalu. Andai saat itu janinnya terselamatkan, jika saja calon buah hatinya masih hidup sampai sekarang akankah paras nya tampan seperti Chanyeol? Mungkin keluarganya tidak akan menjadi seperti ini.

Dia kecewa, Taehee sangat kecewa pada Jihoon setelah mendengar apa yang suaminya itu ungkapkan. Tentang mengapa suaminya yang berubah menjadi dingin, bahkan tidak menganggapnya.

Hanya karena kesalahpahaman semata yang kini menghancurkan semuanya.

Alasan satu-satunya Taehee masih bertahan dengan Jihoon adalah Chanyeol. Dia tidak mau anaknya itu menjadi korban dari keegoisan orang tuanya, walaupun Taehee sendiri sadar bahwa semuanya telah berubah termasuk Chanyeol.

Anak itu bukan lagi anak yang akan merengek kepada kedua orang tuanya, bukan pula anak yang akan menceritakan keluh kesah tentang kesusahan yang sedang di hadapi nya.

Chanyeol berubah menjadi anak yang dingin, pendiam dan tak tersentuh.

'Andai saja.' selalu kata itu yang terucap di benaknya.

Taehee mendongak dan menatap keatas langit yang cerah itu.

"Aegi-ya Bagaimana kabarmu di sana? Apa kau baik-baik saja, nak?"

***

"Aku baik-baik saja Eomma, jangan khawatir." seru anak itu.

"Hidungmu mengeluarkan darah sangat banyak dan kau masih meminta Eomma untuk tidak khawatir?" ucap sang ibu balik memarahi anaknya.

"Sungguh aku baik-baik saja Eomma. Setelah meminum obat, pasti sakitnya akan hilang."

Sang ibu terlihat menghela napas.

"Eomma akan bilang kepada ayah dan kakakmu, kalau jadwal penerbangan kita lebih baik di tunda sampai kondisimu baik kembali."

"Tidak bisa begitu Eomma, ayolah, aku baik-baik saja. Bukankah sudah biasa hidungku mengeluarkan darah, bahkan biasanya lebih parah, darah yang keluar bisa lebih banyak dari yang tadi." perkataan anaknya itu membuat Yejin, sang ibu terdiam.

"Lagi pula sayang tiketnya Eomma jika kita batalkan keberangkatannya." ucapnya lagi.

"Kehilangan tiga tiket kelas utama tidak akan membuat ayahmu bangkrut, mengertilah yang terpenting adalah kesehatanmu."

Anak itu sedikit luluh mendengar ucapan sang ibu.

"Eomma, aku janji akan baik-baik saja. Percayalah, ehhm?"

Yejin mendekat kepada sang anak kemudian memeluknya.

"Anak nakal! Tidak tahukah kau betapa menderitanya Eomma setiap melihat dirimu yang harus terbaring lemah di ranjang pesakitan itu? Rasanya Eomma ingin menggantikan posisimu."

"Aku tahu, Eomma kan sayang aku." Yejin terkekeh mendengar ucapan sang anak, kemudian melepaskan pelukannya

"Seperti ini, kau selalu membuat Eomma tidak bisa menolak permainan kata-kata mu itu, bahkan Appa dan Hyung mu saja tunduk padamu. Astaga, kau ini sebenarnya punya sihir apa?" ucapan Yejin membuat dirinya dan anak bungsunya itu terkekeh di akhir.

Bayi kecilnya, kini sudah tumbuh menjadi seorang remaja yang tampan dan mempesona.

Bayinya, miliknya, hanya miliknya.

***

"Kau boleh pergi dan jangan datang padaku jika kau tidak membawa berita baik."

Orang itu keluar.

Jihoon membuka kacamatanya, kemudian memijit kecil pelipisnya.

"Tidak berguna, bahkan setelah lima belas tahun dia belum menemukan satu pentunjuk apapun." kesal Jihoon sebelum terdengar dering ponselnya berbunyi.

"Ada apa bibi Seo?"

"....."

"Apa? kenapa bisa?"

"....."

"Kau sudah panggil dokter? Baiklah aku segera ke sana."

Jihoon segera mematikan sambungannya dan bergegas pergi.

"Nona Jang, tolong bilang pada pak Choi untuk membatalkan semua jadwalku hari ini." ujar Jihoon pada sekretarisnya sambil terus berjalan cepat.

"B-Baik presdir." Tanpa mengindahkan lagi sekretarisnya, Jihoon segera menaiki lift untuk ke basement tempat dimana mobilnya terparkir.

Hhhhhhh

Dia berusaha tidak panik supaya selamat sampai ke rumahnya.

Setelah lima belas menit, dengan mengebut tentunya, Jihoon sampai di rumahnya dan segera turun dari mobil yang langsung di sambut oleh pembantunya.

"Bibi Seo, apa yang sebenarnya terjadi?"

"Setelah Tuan berangkat, Nyonya tanpa menghabiskan sarapannya langsung ke taman belakang seperti biasa Tuan."

"Lalu?" sergah Jihoon tak sabar.

"Setelah lama duduk di sana, saat akan kembali ke dalam Nyonya tiba-tiba saja tumbang tak sadarkan diri."

Ucapan dari bibi Seo membuat Jihoon menutup matanya sambil menghela napas.

"Saya sudah panggilkan dokter Park, Tuan. Beliau masih di dalam memeriksa keadaan Nyonya."

"Panggilkan dua perawat itu, suruh ke ruanganku." Bibi Seo mengangguk, perasaannya tidak enak untuk kedua perawat itu. Apalagi setelah melihat rahang tegas Jihoon yang berjalan masuk dengan angkuh ke dalam rumah.

Saat akan masuk ke kamarnya, Jihoon melihat dokter Park masih memeriksa keadaan sang istri.

Jihoon mendekat dan melihat wajah Taehee yang sangat pucat dengan bulir keringat yang menetes di dahi nya. Ditambah lagi, kini tangan istrinya itu sudah dihiasi oleh jarum infus.

"Haejin-ah bagaimana keadaanya?"

Dokter Park Haejin, itu adalah dokter pribadi keluarga Jung.

"Tidak ada yang berubah Jihoon-ah, malah semakin memburuk."

Sekali lagi, Jihoon menutup matanya sambil menghembuskan napas.

"Sampai dua hari ke depan dia akan di infus, semoga keadaanya membaik."

"Terima kasih."

"Ehm, aku pergi dulu dan untuk resep obatnya aku berikan kepada perawatmu." Jihoon mengangguk seadanya. Masih kesal dia jika ada yang berbicara soal kedua perawat istrinya itu.

Jihoon mendekat dan meraih tangan Taehee yang terbebas dari jarum infus kemudian mengecupnya.

"Aku salah Taehee-ya. Aku sangat bersalah padamu, kesalahanku sangat fatal sehingga aku tidak berharap kau mau memaafkan ku..."

"...Kalau kau mau, kau boleh menghukum ku dengan cara apapun, tapi tidak dengan cara seperti ini..."

Jihoon kembali menjeda kalimatnya.

"...Aku tidak sanggup jika kau menghukum ku dengan cara menyakitkan seperti ini, kau semakin membuat rasa bersalahku membesar dan merasa bahwa akulah yang paling jahat disini..."

"...Aku pun sama seperti mu, merasakan sakitnya kehilangan buah hati kita. Tapi aku mohon jangan terus seperti ini."

Seperti orang gila, Jihoon terus berceloteh meskipun tahu bahwa sang istri tidak akan mendengarnya.

Dia hanya ingin Taehee tahu, bahwa dia juga merasakan kehilangan itu, kehilangan yang amat besar sehingga membuatnya menyesal sampai sekarang.

Apalagi, setelah insiden keguguran itu, Jihoon dan Taehee harus menerima pil pahit lainnya karena rahim Taehee yang harus diangkat, jika tidak maka akan membahayakan keselamatan Taehee.

Jihoon lebih memilih untuk tidak memilki keturunan lagi dari pada harus kehilangan sang istri tercintanya, meskipun sesuatu hal itu perlu pengorbanan yang besar, asalkan Taehee tetap di sampingnya, maka apapun itu akan Jihoon lakukan.

Itulah Jihoon, jika untuk mendapatkan Taehee pun dia bisa menghalalkan segala cara, maka untuk membuat Taehee berada di sisinya apapun akan Jihoon lakukan.

Setelah lama Jihoon tetap diposisi dimana ia memegang erat tangan ringkih sang istri, sampai ketukan pintu mengusiknya.

"Tuan, maaf. Tapi soal perawat itu bagaimana?" ternyata bibi Seo.

"Sebentar lagi aku akan menghampiri mereka."

"Baik Tuan." bibi Seo membungkuk kemudian keluar.

Setelah penampakan bibi Seo tak terlihat lagi, Jihoon melepaskan genggaman tangannya dan beralih mengecup lama kening Taehee.

"Aku akan keluar sebentar, sayang."

Jihoon melenggang pergi setelahnya, menuju ke ruang kerjanya.

Saat membuka pintu, Jihoon melihat dua orang perawat istrinya itu sudah ada di sana.

Jihoon mendudukan dirinya di kursi kebesarannya, membuat kedua pelayan itu semakin menunduk karena kini Jihoon menatap mereka tajam.

Selama dua puluh lima menit kurang lebih Jihoon menatap tajam kedua perawat itu.

"Apa kalian sadar apa kesalahan kalian?" kedua perawat itu semakin menunduk dalam mendengar nada suara Jihoon yang dingin namun penuh dengan tekanan.

prangggg

Jihoon melemparkan gelas yang ada di meja nya, sontak membuat kedua perawat itu semakin ketakutan.

"APA KALIAN MENDADAK BISU? TIDAK BISA MENJAWAB? HAH?"

"Tu-tuan, kami sudah men---"

"Kalian aku pecat, aku sudah tidak mau mendengar alasan kalian. Pergi. Dari sini. SEKARANG!"

Setelah mendengar untaian kalimat pengusiran dari Jihoon, kedua perawat itu bergegas pergi dengan ketakutan.

"Tidak berguna."

Sisi lain dari Jihoon, dia akan selalu menyingkirkan apapun dan siapapun yang dia anggap tidak berguna.

TBC

Semoga kalian suka ya walaupun ini masih awal tapi udah kaya drama 😅

Maaf apabila ada kesalahan dan ketypo-an.
Terima kasih untuk semua dukungan kalian.
Ditunggu VOTE dan KOMENNYA.

020819

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 65.2K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...
3.3M 159K 61
[SEBELUM BACA YUK FOLLOW DAN VOTE SETIAP CHAPTER SEBAGAI BENTUK PENGHARGAAN BUAT AUTHOR YANG CAPE CAPE MIKIR ALURNYA, YA WALAU MUNGKIN ADA YANG GAK M...
454K 46.5K 47
Rasa sakit menjadi alarm atau penanda bagi kita bahwa tubuh sedang tidak baik-baik saja. Ia memberikan sinyal kepada kita untuk lebih peduli atau mul...
1.7M 84.7K 60
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Kita emang nggak pernah kenal, tapi kehidupan yang Lo kasih ke gue sangat berarti neyra Gea denandra ' ~zea~ _____________...