[✔] Adulthood [Bahasa]

By vocedeelion

6.7K 700 161

Haechan selalu khawatir menjadi dewasa.... More

Adulthood

6.7K 700 161
By vocedeelion

Haechan selalu khawatir menjadi dewasa, di mana ketika harapan semua orang seolah dibebankan padanya, membuat ia harus berhati-hati setiap mengambil tindakan.

Haechan merasa tidak ingin mengampu ituㅡsetidaknya, belum. Ia masih ingin menjadi Haechan yang bisa melakukan apa saja sesuai keinginan. Memenuhi kebahagiaannya sendiriㅡbersenang-senang, juga membagi kebahagiaan bagi orang lain. Sebagaimana ia dikenal; Full Sunㅡsosok penuh energi yang selalu membangkitkan suasana.

Haechan berpikir, mungkin memang semua tidak perlu dibawa terlalu serius. Ulang tahunnya hanya menambah jumlah usia satu angka, dan berusia dua puluh tahun bukan berarti ia tidak bisa melakukan apa yang ia inginkan, sebagaimana dulu. Maka, ia memilih untuk mengabaikan Mark, yang bersikap seolah tahu segalanya, yang selalu menceramahinya.

"Jangan begitu, kau sudah dewasa."

"Sebaiknya kau tidak begitu, Donghyuck ah."

"Donghyuck ah, tanggung jawab pada kewajibanmu."

"Donghyuck ah."

"Donghyuck ah."

"Lee Donghyuck."

Haechan mendesahkan napas, tak mau mendengarnya lagi. Ia marah pada Mark, bisa dibilang.

Pemuda ituㅡMark, sosok yang telah Haechan kenal sejak bertahun-tahun lalu. Rekannya menghabiskan masa kecil di bawah naungan SM Entertainment hingga mereka jadi sebagaimana sekarang. Sosok yang selalu ia hormati dan sayangi. Sosok yang telah ia kenal luar dan dalam lebih daripada yang lain. Tak heran apabila pemuda itu menjadi lebih sensitif terhadap apa yang Haechan lakukan, dan status kedekatan mereka memberi Mark legitimasi lebih untuk menasihatinya secara lebih leluasa.

Haechan selalu mendengar dan mengikuti apa yang pemuda itu katakan, sebab, Mark tidak pernah menyampaikan hal yang salahㅡagaknya. Haechan akan bilang bahwa semua ucapan yang pernah Mark katakan padanya adalah benarㅡentah demi kebaikan dirinya sendiri atau kebaikan bersama. Dan Haechan selalu mau menerimanya.

Tetapi, semua jadi berbeda sejak ia menginjak usia dua puluh tahun. Ia merasa Mark jadi agak berlebihan. Pemuda itu jadi lebih sering memberitahunya ini dan itu, mengingatkannya akan itu dan ini, hingga Haechan bosan sendiri. Belum lagi tuntutan dari orang tuanya, yang selalu mengingatkan Haechan mengenai statusnya sebagai anak sulung dalam keluarga. Bagaimana ia harus menjadi contoh yang baik bagi tiga adiknya. Dan juga bagaimana ia harus mulai menjaga sikap di depan kamera.

Semula, Haechan akan mengatakan 'ya'. Tetapi ketika semua ucapan itu datang terlalu sering, ia menjadi kesal. Anggota NCT 127ㅡselain Mark, tentu sajaㅡmasih memperlakukannya sebagaimana adik kecil yang manis. Mereka masih memanjakannya, menertawakan setiap candaannya, menoleransi setiap kekacauan yang ia buat, semata-mata karena ia adalah si 'adik kecil'.

Mark tidak menyukai itu, pikir Haechan. Semua terlihat dari sikap pemuda itu. Mark tidak lagi bicara banyak padanyaㅡsetelah sadar bahwa Haechan sepenuhnya mengabaikan semua ucapannya.

Pemuda itu jadi lebih sering terlihat bersama Jungwoo. Sejauh apa hubungan keduanya berlanjut, Haechan tak lagi tahu. Mereka tampak sangat akrab dan itu terkadang menimbulkan rasa dengki dalam benaknya, terlebih ketika sadar mereka memiliki tos persahabatan, hal yang ia juga miliki bersama Mark. Entahlah, itu semakin membuatnya ingin membangkang.

Haechan memang berhasil membuat Mark berhenti menasihatinya, membiarkannya melakukan apa yang ia inginkan. Dalam artian ini, Haechan berhasil membuat Mark berhenti membuatnya kesal. Namun, titik kecil dalam hatinya berteriak. Seolah ia tidak benar-benar menginginkan Mark yang diam. Seolah-olah ia ingin selalu mendengar nada halus namun memerintah Mark, yang selalu menuntunnya menuju kata 'benar'. Seolah-olah, itulah apa yang selalu Haechan inginkan; Mark yang cerewet karena memedulikannya.

--

Waktu berlalu dan satu bulan berhasil Haechan lewati dalam usia dua puluh tahunnya.

Ia bangga pada diri sendiri. Berhasil menjadi lelaki berusia dua puluh tahun selama satu bulan terasa luar biasa, dan ketika jadwalnya bersama NCT Dream kembali dicairkan, Haechan merasa bagai pribadi baru.

Mungkin agak berlebihan, namun menjadi anggota dewasa di Dream membuat Haechan besar kepala. Memang tidak hanya ia. Ada Renjun, Jeno dan Jaemin. Tetapi, menjadi satu-satunya anggota dewasa yang juga memiliki aktivitas sangat padat bersama grup unit senior membuat Haechan bertingkah bahwa ia sudah selangkah lebih maju dari anggota dewasa lainnya. (Haechan masih memiliki sikap gampang besar kepala selayak itu).

NCT Dream baru saja dijadwalkan comeback, yang berarti Haechan akan menghabiskan waktu lebih banyak bersama Dream ketimbang 127.

Selepas jadwal tur yang padat lagi melelahkan, walaupun akhirnya disambung kembali dengan jadwal comeback, Haechan tak merasa sefrustrasi itu. Ia bersama Dream, teman-teman sepantaran yang membuatnya merasa lebih nyaman. Para kakak di 127 juga membuatnya nyamanㅡsangat nyaman, malahㅡmemanjakannya dan memberikan apa pun yang ia inginkan. Tetapi menghabiskan waktu bersama Dream jelas terasa berbedaㅡlebih istimewa.

Semula, Haechan berpikir bahwa ketika ia kembali beraktivitas bersama Dream seorang diri, sebab Mark yang telah resmi lulus tahun lalu, akan membuatnya menjadi lelaki melankolis dengan headset tertancap di telinga setiap mobil van mengantarnya menuju asrama. Tidak ada lagi Mark dan pembicaraan bodoh mereka membuat Haechan banyak berpikir. Akankah ia merasa lebih lelah dari seharusnya, sebab tak ada lagi teman yang bisa diajak berbagi mengenai pengalaman yang sama? Namun nyatanya, ia tampak bersemangatㅡmemasuki ruang latihan Dream pada hari pertama dengan kegaduhan yang membuat semua anggota Dream berseru dan melompat untuk memeluknya.

.

Jadwal comeback selalu dibarengi dengan jadwal lainnya. Itulah yang memang selalu terjadi. Sejak pengumuman resmi bahwa NCT Dream akan melakukan comeback dalam waktu dekat, di rentang waktu luang pun mereka diatur sedemikian rupa untuk menyapa penggemar secara lebih sering. Setelah album baru dirilis hingga masa promosi berakhir, mereka akan terus melakukannya.

Hari itu, mereka melakukan siaran V-Live, sebuah siaran langsung melalui aplikasi daring. Menyapa para penggemar setelah penampilan panggung mereka usai.

Para staf tak memberi mereka banyak arahan saat itu, hanya menjelaskan konsep serta kegiatan apa yang harus mereka lakukan secara garis besar. Dan ketika memahami bahwa mereka harus membahas comeback perdana Dream setelah sepuluh bulan, juga melakukan sedikit promosi tersirat maupun tersurat untuk mempersuasi para penggemar mendukung comeback kali ini, sebuah rencana tersusun cepat di dalam kepala Haechan.

Ia telah tahu apa yang harus dilakukan. Bagaimana merespons percakapan dan menyelipkan guyonan demi guyonan yang akan membuat pembicaraan tetap hidup. Namun ternyata, itu semua hanya sekadar rencana. Ia tidak bisa menerapkan apa yang telah direncanakan selama lebih dari setengah waktu siaran langsung berjalan. Pikirannya berkabut, dan salahkan Mark Lee yang membuatnya jadi demikian.

Keterdiaman pemuda itu, serta kedekatan yang makin terlihat bersama Jungwoo, agak mengganggu Haechan. Jujur saja, itu pun kerap mengganggu pikirannya setiap malam, dan dipastikan juga akan mengganggu harinya apabila ia tak disibukkan dengan latihan dan penampilan panggung.

Haechan melirik anggota Dream yang lain, sibuk bicara dan bertukar pendapat mengenai album baru mereka. Hingga ketika ia menangkap sinyal dari salah satu staf yang berdiri di balik kamera, memintanya turut serta dalam percakapan secara lebih sering, mendorong Haechan untuk melakukan satu lagi hal yang tak benar-benar ia inginkan.

Lelaki itu melakukan sesuai apa yang disuruhㅡbergabung dalam pembicaraan dan membuat suasana lebih hidup. Mungkin sedikit candaan akan membantu.

"Penggemar bilang jika kita mendapat kemenangan pertama, Renjun harus memotong bagian belakang rambutnya," ucap Haechan sambil membaca komentar melalui ponselnya, yang mana langsung menimbulkan tawa dari anggota yang lain.

"Kalian tidak menyukai rambutku?" tanya Renjun ke arah kamera sambil tertawa. "Padahal aku menyukainya. Kalau kalian tidak menyukainya, tak apa. Akan kupotong demi kalian."

"Kalau Hyung bilang begitu, mereka jadi merasa bersalah," ungkap Jisung.

"Kalau begitu," Haechan kembali bersuara, tak memberi kesempatan untuk suasana segera berakhir, "Renjun tetap mempertahankan rambutnya dan Chenle akan mengepang rambutnya."

"Huh?" Chenle seketika menoleh, terkejut.

"Rambutmu. Usahakan terlihat seperti tentakel gurita. Model gurita rebus."

Anggota yang lain sontak tertawa dan Haechan puas akan reaksi itu, senang akhirnya bisa sedikit keluar dari gelembung lamunan dan membangkitkan suasana dalam siaran langsung tersebut. Tanpa menyadari, candaannya yang tanpa pikir panjang menimbulkan tanda tanya bagi sebagian besar orang.

--

"Huh?" Johnny mengangkat sebelah alis, masih memandangi layar ponsel.

Setelah mandi dan makan malam, ia memutuskan untuk bersantaiㅡmendudukkan diri di sofa ruang tengah asrama sambil memainkan ponsel. Membuka beberapa akun media sosial rahasianya tampak bukan ide yang buruk. Namun alisnya seketika bertaut tatkala melihat nama dua anggota NCT yang menjadi pembicaraan kala itu.

Yang pertama adalah Renjun, terkait perlakuan tak pantas yang diterimanya dari salah satu staf yang mengurusi Dream. Sedang yang kedua adalah Haechan, cukup berhasil membuat Johnny terkejut hingga terheran-heran. Pasalnya, beberapa komentar mengatakan bahwa Haehan menunjukkan sikap rasis yang sangat mengganggu.

"Oi, Mark!" panggilnya begitu melihat pemuda Kanada melangkah keluar dari kamar.

Mark mengenakan kaus putih oblong serta celana khaki sebatas lutut. Rambutnya masih basah, dengan titik air yang jatuh dari ujungnya, serta handuk kecil yang melingkar di lehernya. Pemuda itu baru selesai mandi.

"Apa?" Ia mendudukkan diri di samping Johnny sambil lanjut menggosokㅡmengeringkan rambut.

"Sudah tahu soal Haechan?"

"Soal apa... memangnya?" Mark berhenti menggosok rambut, memandang Johnny sepenuhnya.

Tak menjawab, pemuda Chicago itu menyerahkan ponsel yang masih menyala dalam pegangan. Menunjukkan percakapan daring yang baru saja ia baca mengenai tindakan rasisme yang Haechan lakukan. Seketika, Mark bungkam.

--

"Mark Hyung!" seruan Chenle mengalihkan perhatian empat laki-laki lain.

"Wah, Mark Hyung!"

Mark tersenyum canggung, mengangkat sebelah tangan untuk menyapa para anggota Dream yang baru keluar dari ruang latihan malam itu.

Setelah mendengar omongan Johnny, pemuda Kanada itu langsung meninggalkan asrama 127 menuju gedung latihan bersama, tempat para anggota Dream berada. Hanya terbalut hoody hitam yang menutup kepala, serta sweatpant berwarna senada, pemuda itu menyandarkan punggung pada tembok di luar ruangan, menunggu para anggota Dream selesai.

Begitu kelima laki-laki itu mendekatinya, seketika mata Mark berkeliling. Sosok yang ia cari tak ditemukan dalam kelompok itu.

"Ah, kau mencari Haechan?" tanya Jaemin, menyadari gerak-geriknya.

Mark mengangguk, menurunkan tudung hoody dan bertanya, "Di mana dia?"

Seketika raut kelima laki-laki itu berubah, tak seceria sebelumnya.

"Manajer Hyung menahannya," kata Jisung.

Renjun kemudian menambahkan. "Haechan melakukan sedikit kesalahan dan dia harus didisiplinkan."

"Aku mengerti," ujar Mark sambil mengangguk. "Segera kembalilah ke asrama dan istirahat. Banyak kegiatan yang harus dilakukan. Jangan khawatir, aku akan menunggu Haechan."

"Jangan terlalu keras padanya, Hyung," ucap Jeno dan si pemuda Kanada mengangguk.

Mark kembali menunggu, seorang diriㅡsetelah kelima laki-laki tadi meninggalkannya. Sekitar sepuluh menit kemudian, pintu ruang latihan terbuka, menampilkan sosok lelah Haechan yang melangkah keluar dari sana.

Mark menegakkan tubuh yang semula menyandari tembok. "Hai," sapanya, sambil berdiri tepat di depan Haechan, menghadang langkah lelaki itu.

Haechan mendongak, menatapnya tanpa minat. Raut wajahnya menunjukkan ekspresi kesal dan lelah yang sangat kentara. "Hai," ia membalas, lalu lanjut melangkah melewati pundak Mark. Mark segera mengikutinya.

"Bagaimana latihan?" tanya si yang lebih tua, berbasa-basi.

"Melelahkan. Mau langsung mandi dan tidur."

"Tidak mau makan dulu?"

Haechan menggeleng. "Lelah."

"Hyung traktir."

"Oke," Haechan menjawab dalam hitungan detik dan sedikit semangat, seolah jawaban sebelumnya tidaklah ada.

Mark kontan menahan senyum. Haechan memang gampang dirayu.

--

Mark tidak mengajak Haechan makan di tempat ramai, sebagaimana yang sudah bisa ditebak, tentu saja. Pemuda itu mengajaknya makan di kafe perusahaan, di dalam ruang tertutup tempat yang biasa senior atau anggota NCT lainnya gunakan. Menghindari para pengunjung kafe yang mungkin saja bisa melihat dan mengenali mereka. Terlepas dari waktu malam yang telah larut, Mark tetap mengajak Haechan makan di ruangan itu.

Si yang lebih muda melahap hampir semua makanan yang mereka pesan dengan sedikit rakus. Ekspresi tak menyenangkan tidak hilang dari wajahnya, seolah-olah lelaki itu meluapkan seluruh rasa kesalnya pada seluruh makanan di atas meja.

Selama waktu itu, Mark menyusun kalimat dengan hati-hati dalam kepala, berusaha mengatakan sesuatu yang tak akan menyakiti Haechan sebegitu besar, atau membuat lelaki itu tambah kesal.

"Kalian melakukan siaran V-Live kemarin." Itu pernyataan, bukan pertanyaan, yang mana langsung membuat Haechan menurunkan sumpit dan mendesahkan napas.

Ia menyandarkan tubuh ke punggung kursi. Kedua matanya berputar sejenak sebelum kembali ke atas meja, tak berani menatap Mark secara langsung ketika bicara padanya. "Harusnya aku tahu. Kau juga mau menghakimiku?" tanyanya.

Mark seketika meneguk saliva. Sepertinya, sebaik apa pun ia menyusun kalimat agar tak terdengar menyinggung, Haechan yang rentan tetap akan merasa tersinggung.

"Manajer Hyung sudah menegurku. Katanya, orang-orang membicarakanku di media sosial; 'Haechan NCT bersikap rasis dan acuh tak acuh. Haechan butuh didikan'," ujarnya. "Aku tidak rasis, dan aku tidak tahu kalau tindakan itu menunjukkan sikap rasis. Itu adalah caraku bercanda bersama anggota Dream yang lain, tetapi sebagian dari mereka tidak mengerti. Mereka bilang aku tidak punya etika dan perlu diajari bagaimana cara bertindak yang benar. Aku sudah dewasa, jadi tidak ada lagi alasan buatku untuk tak menyadari hal krusial semacam itu.

"Lagi-lagi, perkara dewasa dibawa-bawa. Kurasa semua orang mulai bersikap sama selayakmu, Hyung. Suka mengatur-aturku."

Mark menunduk, berkedip. "Ya, aku mengerti kau bercanda. Anggota Dream dan anggota NCT, serta Manajer Hyung pun mengerti. Tapi kau melakukannya di siaran langsung. Banyak orang yang menyaksikan dan tidak semua bisa menerima apa yang kau katakan, terkadang. Mereka juga, mau itu penggemar beratmu sekalipun, tetap tidak akan memahamimu secara luar dan dalam dengan sangat baik. Jadi, kau tidak bisa mengharap semua orang untuk memahami bahwa itu hanyalah candaan. Aku juga tidak bisa menyalahkan mereka yang tersinggung, Donghyuck ah."

"Mulai lagi...." Haechan mendengus remeh.

"Donghyuck ah," panggil Mark, lebih lembut kali ini.

"Apa?"

"Jangan begitu. Berjanjilah ini terakhir kali kau begitu," ujarnya. "Lebih banyak pikirkan konsekuensi dari apa yang akan kau katakan atau lakukan. Sudah kewajibanmu begitu. Bagaimanapun, kau sudah dewasaㅡ"

"Bisa kau berhenti, Hyung? Aku muak mendengar kata itu."

Mark berkedip, merasa sedikit tersinggung. "Aku mengatakannya untuk kebaikanmu sendiri. Kau bersikap tidak tertahankan akhir-akhir ini."

"Kenapa? Itu mengganggumu?"

"Ya!" jawab Mark tegas. "Itu sangat menggangguku! Aku berusaha mencurahkan semua perhatian padamu dan apa yang kudapat? Kau mengabaikanku dan bersikap semaumu. Apa sebenarnya masalahmu?"

"Kenapa juga aku harus selalu mendengarmu? Kau bukan orang tuaku."

"Tapi aku lebih tua darimu. Aku hyung-mu, Donghyuck ah."

"Lalu? Apa itu membuat perubahan?"

"Lee Donghyuckㅡ"

"Berhenti di situ."

"DENGARKAN AKU, BOCAH BEBAL!"

Ruangan yang semula terisi perdebatan ribut, jadi hening seketika. Udara di sekitar seolah habis, berikut tensi yang terus meningkat.

Haechan mendengus, lalu berucap dalam suara pelan, "Kubilang, berhenti di situ." Ia sontak bangkit dari duduknya, meraih ponsel di atas meja, pun melangkah cepat keluar dari ruang makan, meninggalkan Mark yang kini menggertakkan rahang dengan napas yang tertarik tajam.

--

"Mark Hyung lagi." Chenle nyengir di depan pintu asrama, melihat kedatangan Mark dengan tampang sedikit kacau. Seketika, sorot ceria di wajah lelaki berkulit pucat itu menghilang, tergantikan dengan raut khawatir. "Semua baik, Hyung?" tanyanya pelan.

"Haechan ada?"

"Huh?" Chenle mengangkat sebelah alis. "Bukannya sama Hyung? Haechan Hyung belum kembali."

Jawaban itu cukup untuk membuat Mark memutar tumit, meninggalkan Chenle yang masih kebingungan selepas membuka pintu.

Mark sudah keterlaluan dan ia menyadari itu. Haechan pasti merasa tertekan, dan alih-alih menenangkan lelaki itu, ia malah memperburuk suasana dengan memberi kesan menyudutkan. Bagaimanapun, Haechan masih dalam masa transisi, dan Mark cukup mengerti ketika lelaki itu jadi lebih sering menyalahkan segala hal dan menerima segala sesuatu secara personalㅡmudah tersinggung.

Tak sulit untuk menemukan di mana Haechan berada selanjutnya. Mereka telah bersama sejak kecil dan Mark sudah hafal setiap gerak-gerik lelaki itu. Haechan akan menjauh dari segala hal begitu ada masalah; sebagai bentuk pengalihan diri. Berbeda dengannya, Haechan membutuhkan tempat yang luas untuk bisa tenang. Menikmati embusan angin yang meluluhkan dan meluapkan semua emosi. Sebab mereka tak diperbolehkan meninggalkan gedung asrama sembarangan, Mark bisa menebak di mana lelaki itu berada: atap.

Dugaan Mark terbuah benar tatkala ia membuka pintu menuju atap dan menemukan siluet seorang lelaki tengah berdiri menyandar di pagar pembatas. Dengan angin malam yang membelai surainya, sedang wajah memandang jauh ke bawah, di mana lampu kota berkelap-kelip tanpa akhir.

Mark melangkah mendekat secara perlahan. Ia tahu bahwa Haechan menyadari kedatangannya. Namun lelaki itu tetap diam, membuat Mark juga tak mau mengeluarkan suara.

Ia memosisikan diri berdiri di samping Haechan. Cukup jauh untuk membuat bahu mereka bersentuhan, namun cukup dekat untuk merasakan ketegangan yang masih bersarang di tubuh lelaki itu.

Tidak ada yang bicara. Mereka saling menyadari kehadiran masing-masing, namun tak ada niat untuk memecah tembok es yang melingkupi gelembung pertahanan satu sama lain. Sampai akhirnya, helaan napas panjang dari Haechan terdengar, membuat Mark meliriknya sekilas.

"Aku minta maaf," ucap si yang lebih muda, sangat pelan, nyaris kalah dengan embusan angin. "Aku seharusnya tidak bicara begitu padamu, Hyung. Kau hanya berusaha menasihati dan seharusnya aku berterima kasih. Aku hanya sedikit... kacau."

Lama Mark tak menjawab, sebelum akhirnya ia menoleh, memanggil nama lelaki itu. "Donghyuck ah...."

Perusahaan telah mengganti nama Haechan sejak beberapa tahun, hingga mungkin seluruh orang di perusahaan melupakan nama lahirnya. Namun tidak dengan satu orang. Dia, pemuda yang telah bersama dengannya sejak mereka belum matang hingga sekarang, masih menyimpan nama itu dengan lekat di benaknya. Dan Haechan selalu menanti saat di mana nama itu akan keluar dari belah bibir tipis Mark, mengalun halus dan masuk ke telinganya dengan perasaan berdebar yang juga selalu berhasil menyerang hatinya. Hanya Mark Lee yang bisa melakukan itu. Dan menyadari bahwa ia telah mengecewakan sosok yang cukup berarti membuat Haechan merutuki diri sendiri.

"Bisa kau lihat aku?"

Haechan menoleh ke arah Mark, memandang wajah pucat si pemuda Kanada yang kini tersenyum untuknya. Kacamata bulat menggantung di hidungnya, membuat pemuda itu telihat manis, sebagaimana Mark Lee. Ia selalu begitu dan Haechan menyayanginya.

"Aku minta maaf karena sudah membentakmu," katanya. "Aku seharusnya jadi orang yang menenangkanmu di saat seperti ini. Aku salah mengartikan situasi. Kau membutuhkan teman untuk bersandar dan aku mematahkan ekspektasi itu. Maafkan aku."

"Hyung...."

"Aku hanya khawatir, kau tahu? Aku takut kau mendapat perlakuan buruk yang akan sangat menyusahkanmu. Aku takut kau akan melakukan kesalahan yang sama dan orang tak lagi memberi toleransi. Aku takut hal buruk akan mampu memengaruhimu, Donghyuck. Aku khawatir."

"Hyung akan melindungiku, bukan begitu?"

"Aku tidak sekuat itu untuk melindungimu, Hyuck ah. Kau harus mampu melindungi diri sendiri, dengan atau tanpa aku. Lagi pula, kau yang terkuat di antara kita berdua, kan?" Ia terkekeh pelan.

Ya, Haechan paham itu. Mark Lee bukan tipe pelindung yang bisa berdiri di garda terdepan untuknya. Mark Lee cenderung seperti mentor; mengajarinya dengan kata-kata dan menyuruhnya menyelesaikan masalah seorang diri sesuai arahan. Sedangkan Haechan, ia akan jadi orang terdepan untuk maju melindungi Markㅡapabila hal itu benar-benar dibutuhkan.

Ketika Mark mengambil peran mentor dalam hidupnya, sebagaimana seorang ayah, maka Haechan mengambil peran pendorong dalam hidup Mark, sebagaimana seorang ibu. Ia akan mendukung Mark dengan segala cara yang mungkin, menguatkannya dari belakang, dan tersenyum bangga atas pencapaiannya tanpa repot-repot meminta imbalan.

Mereka telah menjalani peran itu sejak waktu yang lama, dan seharusnya Haechan bisa mengerti cara Mark mencurahkan perhatiannya. Namun sial, emosi dan perubahan suasana hati yang tak menentu membuatnya melakukan hal yang tak masuk akal.

"Maafkan aku. Sungguh."

"Sudah tidak apa-apa sekarang, karena kau telah bisa mengerti dan itu bagus. Hyung bangga padamu, Hyuck ah."

Kedua pipi Haechan menghangat dan ia tidak bisa menahan diri untuk tak menunduk, menyembunyikan raut. Mark selalu berhasil membuainya dengan kata-kata dan penampilan malas yang menghasilkan aura lebih tampan malam ini pun sama sekali tak membantu. Haechan telah berhasil jatuh untuk pemuda itu, bahkan sejak lama sekali.

"Kau mau masuk? Udaranya semakin dingin." Mark sudah berbalik, bersiap meninggalkan atap sebelum Haechan menahannya, memegang sedikit bagian lengan hoody-nya. Ia seketika menoleh, menatap Haechan dengan sebelah alis terangkat.

Haechan membuka mulut, namun tak ada satu pun kata yang keluar. Ia sibuk menatap kedua mata bulat Mark di balik kacamata yang pemuda itu kenakan. Dadanya berdetak tak karuan tanpa sebab jelas. Seketika, udara dingin menghilang, terganti oleh hawa panas yang merasuk tubuh Haechan dalam sekali hentak. Membuat pipi dan kedua telinganya memerah.

"Kau baik?" tanya Mark.

"Aku...."

Haechan pikir, ini adalah saatnya. Mungkin, setelah apa yang terjadi, setelah segala pertengkaran dan pembicaraan yang kembali menyatukan, setelah kebersamaan selama bertahun-tahun, ini adalah saat yang tepat untuk mengatakannya. Mengatakan apa yang seharusnya sudah Haechan ungkap sejak lama; perasaannya untuk Mark.

"Donghyuck?"

"Hyung... Aku menyukaiㅡ" Haechan bersumpah bahwa sejenak ia menangkap kedua mata Mark melebar, membuatnya jadi salah tingkah dan semakin memerah. "Aku menyukai apa yang kau katakan padaku!" ujarnya dalam sekali tarikan napas.

Dahi Mark kontan bergelombang. "Huh?"

"K-kau tahu... menjadi dewasa. Kau sepenuhnya benar! Aku seharusnya begitu. Dan perkataanmu benar-benar memotivasi. Aku menyukainya. Haruskah kita masuk sekarang? Dingin betul di sini."

Haechan melepas pegangan tangannya, pun melangkah cepat melewati Mark yang masih diam di tempat, tak sepenuhnya memahami maksudnya.

Oke, mungkin tidak kali ini, batin Haechan.

Tanpa ia sadari, Mark menyeringai geli sambil memperhatikan punggung Haechan yang semakin menjauh. Ia menggeleng-gelengkan kepala dengan kedua tangan yang dimasukkan ke saku hoody, sebelum akhirnya menyusul Haechan, meninggalkan atap.

Haechan memang mengkhawatirkan segala hal mengenai kedewasaan. Namun satu hal yang membuatnya senang, bahwa Mark tetap memperlakukannya sebagai orang yang harus selalu diperhatikan. Dan mengetahui fakta bahwa perhatian pemuda itu semakin besar membuat Haechan berpikir: mungkin, menjadi dewasa tidak seburuk itu.

-- FIN --

Ini w buat apa juga gak ngerti :') moga pesannya nyampe aja dah walau agak ngawur wkwkk. Makasih udah baca, sobat cangkirkuh~~💚☀

Continue Reading

You'll Also Like

1.3M 18.1K 45
ON GOING SAMBIL DI REVISI PELAN-PELAN. Start 18 November 2023. End? Cerita bertema 🔞, Kalau gak cocok bisa cari cerita yang lain terimakasih. Mars...
153K 13.3K 77
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
1.2M 102K 57
Ziel adalah candu. Tawanya Candanya Aroma tubuhnya Senyum manisnya Suara merajuknya dan Umpatannya. . . . "Ngeri bang." - Ziel "Wake up, Zainka."...
520K 34.2K 35
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...