[2] The Origin | NCT✔ [Open P...

By milyzaleaa

155K 25.3K 5.2K

Dark Web 2/2 [COMPLETED] Kisah Mark terus berlanjut, masih banyak misteri di dalam hidupnya yang tidak ia ke... More

WARNING!!! Baca Sampai Akhir!!
The Origin
The Origin (DW): 00
The Origin (DW): 01
The Origin (DW): 02
The Origin (DW): 03
The Origin (DW): 04
The Origin (DW): 05
The Origin (DW): 06
The Origin (DW): 07
The Origin (DW): 08
The Origin (DW): 09
The Origin (DW): 10
Question
The Origin (DW): 11
The Origin (DW): 12
The Origin (DW): 13
The Origin (DW): 14
The Origin (DW): 15
The Origin (DW): 16
The Origin (DW): 17
The Origin (DW): 19
The Origin (DW): 20
The Origin (DW): 21
The Origin (DW): 22
The Origin (DW): 23
The Origin (DW): 24
The Origin (DW): 25
The Origin (DW): 26
The Origin (DW): 27
The Origin (DW): 28
The Origin (DW): 29
The Origin (DW): 30
The Origin (DW): 31
The Origin (DW): 32
The Origin (DW): 33
The Origin (DW): 34
The Origin (DW): 35
The Origin (DW): 36
The Origin (DW): 37
The Origin (DW): 38
The Origin (DW): 39
The Origin (DW): 40
The Origin (DW): 41
The Origin (DW): 42
The Origin (DW): 43
The Origin (DW): 44
The Origin (DW): 45
The Origin (DW): 46
The Origin (DW): 47 [END]
The Origin (DW): EPILOG
Dark Web 3
Pre Order Dark Web
Trailer dan Spoiler
Promo 11.11
Open Early PO & Giveaway
Pemenang Giveaway
Finally! Pre-Order DW Universe

The Origin (DW): 18

2.5K 486 230
By milyzaleaa

Jangan lupa coment yang banyak dan votenya.. biar update tiap hari:v

Seorang pria paruh baya terus memperhatikan pria lain yang lebih muda. Pria yang lebih muda itu kini tengah terbaring di atas brankar dengan begitu banyak selang yang menghubungkan tubuhnya ke monitor penunjuk detak jantung.

Semua alat itu seharusnya sudah dilepas jauh beberapa tahun lalu, saat si empu yang kini terbaring lemah dinyatakan tidak bisa hidup lagi, namun berkat banyaknya alat yang terpasang di tubuh lemah itu, ia masih bisa bertahan hidup sejauh ini.

Pria paruh baya yang tengah memperhatikan sosok di atas brankar itu tersenyum lemah, guratan lelah terlihat di wajahnya yang sudah tidak lagi muda, bahkan ada beberapa keriput di dahinya. Kelopak matanya juga tidak memancarkan cahaya hidup.

Sesungguhnya, ia lelah seperti ini. Berharap agar pria yang terbaring di atas brankar kembali membuka mata dan memeluknya lagi. Ini sudah sangat lama sejak keadaan pria di atas brankar mulai memburuk.

"Matthew." Sebuah nama keluar dari si pria paruh baya, pancaran kesedihan terlihat kelas di dalam matanya. "Maafkan aku." Isakan tangis memenuhi ruang rawat pria bernama Matthew yang tidak menunjukan tanda akan bangun.

Si pria paruh baya membekap mulutnya sendiri, menahan isakan yang tidak pernah bisa ia tahan ketika melihat anaknya sendiri terbaring tidak berdaya.

"Maaf Matthew, Daddy belum bisa menolongmu." Tangisan pilu terdengar semakin keras, si pria paruh baya bahkan memukul-mukul dadanya untuk menghilangkan sesak. "Maafkan Daddy, Nak."

Sementara di luar ruangan, ada seorang perempuan yang terus memperhatikan, pandangan orang itu kabur akibat air mata menggenang di bola matanya. Hatinya ikut terasa sesak setiap kali melihat si pria paruh baya menangis.

Tangan si perempuan menyentuh kaca jendela kamar rawat. "Matthew, apa kabarmu Nak? Semoga kamu selalu baik. Mommy selalu menunggu saat dimana kamu bangun. Mommy menyayangimu Nak, sama seperti Mommy menyayangi adik-adikmu."

.
.
.

Jisung memasuki kamar rawat Mark setelah membeli makanan di kantin rumah sakit. Kedua tangan Jisung menenteng banyak kantong plastik, ia sempat pergi ke mini market tadi, membeli beberapa buahan untuk Mark, seperti yang Nyonya Lee suruh.

Belanjaan yang Jisung bawa ia letakan di atas meja, sementara dirinya duduk di atas sofa yang memang terdapat di ruang rawat vvip milik Mark.

Jisung memperhatikan kakaknya yang baru saja menutup telepon.

"Eh Jisung?" Mark menaruh handphonenya di meja samping tempat tidur. "Sudah kembali?"

Dijawab anggukan oleh Jisung. "Menelepon siapa hyung? Serius sekali."

Mark tertawa rendah. "Hanya teman, menanyakan tugas kuliah."

"Teman? Tugas kuliah? Tapi yang aku dengar tidak begitu." Jisung membongkar plastik belanjaan, mengambil sebuah apel dari sana. Lantas Jisung berdiri, berjalan menuju Mark. Jisung menyodorkan apel untuk Mark.

"Terima kasih." Mark mengambil apel dari tangan Jisung.

Jisung menatap penuh selidik Mark yang tengah memakan buah apel langsung tanpa mengupas kulitnya. "Hyung menyembunyikan sesuatu dariku ya?"

Mark terus santai memakan apelnya walau Jisung kini tengah menatapnya serius. Wajah Jisung bahkan menunjukan seberapa seriusnya anak itu.

"Hyung!"

Mark berhenti memakan apel, melirik Jisung sekilas, lalu lanjut memakan apelnya.

"Mark hyung!"

"Kenapa sih Ji? Kamu saja menyembunyikan sesuatu dariku dan aku tidak marah. Masa giliran aku yang menyembunyikan sedikit rahasia saja kamu marah begini." Mark menggigit buah apel yang tinggal setengah. "Kamu beli semangka tidak Ji? Aku mau semangka."

Jisung tidak bersuara, tapi ia mengangguk sebagai jawaban.

"Baiklah, potongkan untukku ya." Mark tersenyum manis sambil terus memakan buah apel.

Jisung yang mendapat perintah dari Mark langsung mengerjakannya, walau hatinya masih ingin tahu apa yang disembunyikan oleh hyungnya, tapi Jisung memilih diam dan menunggu.

Semangka berukuran 'sedang' Jisung keluarkan dari plastik, untung ia sudah membeli pisau sebelumnya, jadi bisa dengan mudah memotong semangka.

"Ji."

"Hm."

Mark menoleh ke Jisung, memperhatikan adiknya yang serius memotong semangka.

"Mommy kemana?"

"Tidak tahu, katanya ada urusan."

Mata Mark menyipit, memandangi rambut Jisung yang terlihat berwarna coklat agak pink. "Kamu ganti warna rambut?"

Jisung mengangkat kepalanya yang semula tertunduk, pisau ia letakan di atas meja, lalu menaruh beberapa potong semangka ke atas piring plastik yang dibelinya. "Iya hyung, kenapa?"

"Tidak kok. Warna rambutmu bagus."

Jisung tertawa, beranjak berdiri, melangkahkan kaki ke arah Mark. "Nih semangkanya. Silahkan dinikmati Tuan Mark Lee."

Mark ikut tertawa mendengar celotehan adiknya. "Terima kasih Tuan Park Jisung."

Tawa Jisung terhenti, wajahnya menampakan kekagetan yang luar biasa. Mata sipitnya membulat, mulutnya terbuka dikit. Piring plastik berisikan semangka yang masih berada di tangannya terjatuh begitu saja ke lantai. Dan tanpa permisi, air mata keluar begitu saja dari kedua matanya. Jisung syok, ia kaget. Semua perasaan itu bercampur aduk jadi satu, sampai ia meneteskan air mata karena tidak tahu perasaan apa yang ia rasakan kini.

"Hyung?"

Tawa Mark berganti menjadi seulas senyum. Satu tangannya mengacak rambutnya sendiri. "Ahh, aku memang tidak pandai berakting ya? Hehe."

Nafas Jisung memburu, kakinya terasa lemas, satu tangannya bertumpu di atas tempat tidur Mark. "Mark hyung."

Mark membuka lebar kedua tangannya. "Ingin memelukku tidak?"

Jisung menggigit bibirnya, tangan yanh bertumpu di atas tempat tidur Mark meremat sprei. Tidak menunggu lebih lama, Jisung langsung berhambur masuk ke dalam pelukan Mark, memeluk hyungnya begitu erat. "Mark hyung hiks." Suara parau Jisung memasuki gendang telinga Mark.

Mark bisa merasakan bahunya sedikit basah karena air mata Jisung. Tangan Mark terulur, mengusap punggung dan kepala adiknya bersamaan. "Maaf tidak bisa menuruti kemauanmu."

Jisung menggeleng dalam pelukan Mark.

"Kamu mau aku tidak mengingat masa lalu kita kan? Tapi sekarang aku mengingatnya." Mark menaruh dagunya di pundak Jisung. "Bagaimana ini Ji? Aku mengingat semuanya sekarang."

Tangisan Jisung makin keras. "Hyung. Maafkan Jisung."

"Tidak, bukan salah Jisung kok."

Jisung semakin menenggelamkan wajahnya di bahu Mark, menangis lebih keras.

.
.
.

"Ji? Jisung!"

"Hei Lee Jisung! Bangun!"

Jisung membuka kedua matanya yang terasa sangat sembab. "Huh?"

Mark bertolak pinggang. "Kamu ini, aku suruh potong semangka malah tidur."

"Hah?" Jisung kebingungan sendiri. Sebenarnya apa yang terjadi?

Bukankah tadi Mark mengakui sudah mengingat semua masa lalunya? Kenapa sekarang tiba-tiba Mark meminta Jisung memotong semangka lagi?

Mark menarik tiang yang menjadi penyangga cairan infusnya ke dekat sofa, lalu mendudukan dirinya di samping Jisung. "Dasar adik menyebalkan. Kakaknya minta potongin buah malah tidur."

Otak Jisung mencoba memproses perkataan Mark. Tunggu dulu.

Jadi semua yang Jisung alami tadi itu hanya mimpi?

Ingatan Mark yang kembali itu hanya mimpi?

Astaga! Apa ini? Kenapa rasanya seperti nyata sekali. Jisung bahkan bisa merasakan matanya sembab.

"Mana? Aku minta potongan semangkanya." Telapak tangan Mark terbuka lebar.

Jisung yang masih memproses apa yang terjadi memberikan satu potong semangka untuk Mark. Jisung jelas bingung, tapi melihat Mark yang santai memakan semangka, rasanya seperti tidak ada yang terjadi.

Berarti benar, semua itu hanya mimpi. "Ahh, hyung, sepertinya aku harus mencuci muka." Jisung berdiri, ia ingin ke toilet, mencuci muka dan mengumpulkan ingatannya, mencari tahu apa yang tadi terjadi hanya mimpi atau bukan.

Mark mengangguk, mulutnya dipenuhi semangka. "Jangan lama."

"Iya hyung." Jisung menutup pintu kamar rawat Mark.

Seulas senyum tipis timbul di wajah Mark, sambil terus memakan semangka, Mark melebarkan senyuman tipisnya. "Maaf ya Ji, ini belum saatnya kamu tahu."




Tbc.

Wahahahahaa..

Aku gak nyangka bisa bikin cerita penuh teori gini.. dan kalo boleh jujur, aku bikin cerita ini tanpa mikir😂😂 jadi setiap tindakan tokoh yang ada di cerita ini tuh cuma apa yang lewat di otakku, contoh di chapter ini.. aku sendiri bingung kenapa Mark manggil Jisung pake Park Jisung?

Aku nggak ngerti sama tangan dan otakku yang bisa ngetik ini semua😅😅😅

Continue Reading

You'll Also Like

33.8K 6.5K 53
"Bagian terbaik dari rasa sakit itu adalah bisa bertemu dengannya lagi. Meski rasanya sudah sangat terlambat sekarang." -Arkano Narendra.
121K 25.4K 31
Detektif Millenium yang berusaha menemukan pembunuh Jaemin. 《M I L L E N I U M S Q U A D》 Start [3 April 2019] END.
19.9K 1.9K 32
"Jienan gak meninggal, dia hilang." | Ot 23 - author hanya meminjam beberapa identitas asli member, sifat asli member, dan visual member - semua alur...
29.6K 5.2K 32
[don't forget to follow brillantemine] don't run if you do, your head will be cut off - felix © brillantemine