Merajut asa

By Puputhamzah

2.4M 198K 16.2K

Salah masuk kamar dan tertidur dengan pulas di sana membuat kehidupan Winda berubah dalam sekejap. Bagaimana... More

Introduction!
Winda
Belanja
Tragedi
Kampus
Terkejut
Ingin ikut
Harus kuat
Meminta izin
Kejutan
Nasehat Mama mertua dan Kakek
Canggung
Idola baru di kantor
Memalukan
Kolam renang
Terkurung di Apartemen
Ingatan
Program TV
Dibayarin
Syuting
Mau Mas
Mengesalkan
Baby besar
Berusaha untuk Tidak Menatap
Makan malam
Aji
Dulu?
Marah?
Mencoba Menghindar
Curhat
Takut
Cinta?
Cemburu
Haruskah Egois?
Cemburu lagi
Sesakit ini
Menyesal
Akan Melepasmu
Rindu
Memeluknya
Winda malu
Rahasia Dika
Kalah
Bagus Menepati Janji
Kata Maaf
Tentang Dika
Tentang Dika lagi
Merasa digoda
Kejutan
Praja

Air mata Winda

61.7K 3.9K 77
By Puputhamzah



Sejak tadi hanya air mata yang terus saja menetes. Berulang kali Winda mencoba menjelaskan jika ia tidak melakukan apa pun dengan Dika, tapi keluarganya tetap saja menginginkan ia menikah dengan Dika. Keluarga? Sangat menyesakkan ketika ia mengingat mama dan papanya, bukanlah orang tua kandungnya. Lalu di mana kedua orang tuanya? Winda tak sanggup untuk memikirkan semuanya hingga membuat kondisi fisik Winda semakin menurun.

Papanya—Aji, secara terang-terang mengusirnya dan meminta untuk tidak pulang lagi ke rumahnya. Apalagi saat ini, tiga buah koper besar telah berada tepat di depannya. Setega itukah papanya? Demi reputasi yang diagungkan sang papa hanya karena ia berencana untuk terjun ke dunia politik dan telah mempersiapkannya dari satu tahun yang lalu.

Mamanya? Hanifa adalah perempuan saleh yang selalu menuruti ucapan suaminya, walaupun bertentangan dengan hatinya. Namun, ia tidak punya kuasa untuk meminta suaminya agar tidak bersikap kasar kepada Winda.

Dilara mendekati Winda dan memeluk Winda. Ia ingin mengucapkan ribuan kata maaf kepada Winda, tapi itu semua tidak akan mengembalikan kehidupan Winda seperti semula. "Win ... maafin kebodohan gue," ucap Dilara.

Winda menghela napasnya. "Gue sudah memaafkan lo, Dil. Lagian, semuanya juga enggak akan bisa kembali seperti semula dan faktanya gue ternyata bukan anak kandung Mama dan Papa. Semua ini pada akhirnya memang harus terjadi," ucap Winda sendu.

"Gue yakin Mas Dika pasti akan menyayangi lo, Win! Lo gadis yang baik dan tulus. Cobalah untuk membuka hati dan menerima pernikahan ini Win," ucap Dilara.

Air mata Winda kembali menetes saat mengingat mata tajam Mahardika yang secara tidak langsung menyalahkannya, hingga keduanya harus segera menikah.

"Besok semuanya akan berubah, Papa dan Mama benar-benar akan membuang gue, Dil. Gue sayang Mama, Papa, dan saudara-saudara gue," ucap Winda sambil terisak.

***

Akad nikah dilaksanakan secara sederhana di masjid. Hanya kerabat dekat yang diundang dan warga sekitar. Sejak tadi air mata Winda terus saja menetes. Ia merasa sendiri saat ini, tidak memiliki orang tua dan juga harus hidup bersama laki-laki yang bahkan terlihat sangat membencinya.

Saat ini Winda berada di sebuah kamar yang membuatnya terjebak dengan pernikahan yang tidak ia inginkan. Impiannya memiliki keluarga yang bahagia pupus sudah. Apalagi ketika membaca berita di ponselnya tentang kedekatan Mahardika—suaminya dengan seorang selebriti yang menjadi kekasih suaminya itu membuatnya merasa sangat bersalah.

Maaf, gue tidak bermaksud mencuri kebahagiaan kalian berdua. Gue bersedia diceraikan sekarang juga jika Mas Dika menyetujuinya.

Mahardika adalah sosok laki-laki yang teramat rapi. Apalagi kamar yang ia tempati saat ini begitu bersih. Bahkan tidak ada satu pun barang tergantung ataupun berserakan di atas nakas. Semua tersusun rapi pada tempatnya.

Winda menghela napasnya, ia membersihkan wajahnya dari sisa makeup saat akad nikah tadi. Matanya masih memerah dan air matanya tetap saja menetes saat mengingat apa yang baru saja terjadi.

Lo harus kuat, Win. Harus tetap ceria. Harus terlihat bahagia apa pun yang terjadi nanti, walaupun harus hidup sendiri bahkan kehilangan kasih sayang keluarga lo. Keluarga? Gue bahkan hanyalah parasit yang merusak kebahagiaan keluarga mama dan papa ....

Bunyi decitan pintu membuat Winda menatap sosok yang menjadi suaminya itu dengan tatapan sendu. Mahardika mengacuhkannya dan seperti yang Winda duga, Dika akan menatapnya seperti menatap sesuatu yang terlihat menjijikkan.

Tanpa membuka suaranya, Dika mengambil bantal dan segera berbaring di sofa. Winda ingin membuka suaranya. Ia ingin mengatakan jika Dika yang berhak tidur di rajang daripada dirinya. Namun, ia memilih untuk diam, ketika melihat Dika yang telah memejamkan matanya.

Winda membereskan kapas dan beberapa alat makeup miliknya. Ia kemudian segera menaiki ranjang dan berbaring di sana. Ia menatap ke arah Dika dan tetap saja air matanya lagi-lagi kembali menetes. Ia butuh pelukan Mama yang dulu sering memeluknya, ketika ia sedang sedih karena Papa Aji mengacuhkannya.

Winda terlelap dalam kesedihannya. Entah apa yang akan terjadi besok, atau hari-hari selanjutnya dalam hidupnya. Ia sangat berharap ketika ia membuka mata, esok pagi semua yang ia alami beberapa hari ini hanyalah mimpi.

Keesokan harinya suara decitan pintu membuat kelopak mata Winda terbuka. Karena sangat letih dan banyak menangis, ia tertidur dengan pulas. Winda melihat sosok Dika yang ternyata telah bangun. Dika telah rapi dengan pakaian kantornya.

Winda duduk dan mengucek kedua matanya. Dika menunjukkan tatapan sinis membuat hati Winda merasa terluka. Hanya baru tatapannya belum lagi saat ia mendengar suara Dika, yang pastinya sangat membencinya.

Dika mengambil amplop di dalam laci dan melemparnya ke arah Winda. "Itu ATM dan kartu kredit gunakan untuk keperluanmu," ucap Dika dingin.

"Terima kasih, Mas," ucap Winda. Ingin sekali Winda menolaknya, tapi mengingat ia tidak memiliki sepeser pun uang membuatnya mau tidak mau menerima apa yang diberikan Dika.

Aku janji Mas, hanya memakainya sedikit saja. Nanti jika Aku sudah mendapat pekerjaan sampingan, aku akan mengembalikan uang Mas Dika.

Dika melangkahkan kakinya keluar dari kamar dan segera menuju ruang makan. Winda mengembuskan napasnya dan ia segera masuk ke kamar mandi dan membersihkan tubuhnya. Setelah itu ia segera memakai jeans dan kemejanya tak lupa tas berwarna pink miliknya. Winda memang feminin, biasanya ia akan memakai rok kesukaannya—rok tutu, tapi karena hari ini ia harus ke kampus dan ini adalah hari pertamanya sebagai seorang istri, Winda berusaha untuk tidak mencari masalah dengan Dika.

Dulu saat ia dan Dika bertemu, pasti tatapan Dika padanya terlihat seperti mencemooh penampilannya. Winda menyukai Barbie sama seperti Anggita, makanya keduanya terlihat begitu cocok.

Winda menuruni tangga dan segera menuju ruang makan. Winda duduk di samping Dilara dan Mahawira. Dika? Laki-laki itu sepertinya telah pergi ke kantor. Anggita tersenyum dan segera menuangkan segelas susu untuk Winda dan beberapa roti dengan selai stroberi kesukaan Winda.

"Makan yang banyak, Sayang," ucap Anggita.

Mahawira menatap Winda dengan iba. Ia sangat menyayangi Winda sama seperti ia menyayangi Dilara adik kandungnya. "Hari ini mau ke kampus?" tanya Mahawira.

Winda menganggukkan kepalanya. Suaranya seperti tercekat membuat Anggita segera berdiri dan memeluknya. "Jangan takut mulai sekarang Winda punya Papa dan Mama di sini," ucap Anggita menatap suaminya yang juga tersenyum pada Winda.

"Enggak ada gunanya menyesali apa yang terjadi. Mulai sekarang Papa mau kamu belajar yang rajin. Apa kamu mau kuliah bersama Dilara di Amerika?" tanya Ardana.

Winda menggelengkan kepalanya. Dia tidak ingin menjadi benalu. Lagian, ia akan berusaha keras membiayai kuliahnya sendiri. "Winda kuliah di sini saja, Pa," ucap Winda.

Ardana menghela napasnya. Ia merasa kasihan melihat Winda. Apalagi sikap adik kandungnya yang begitu diingin pada Winda dan sekarang keponakan istrinya akan membuat Winda menderita.

"Papa tahu sikap Dika padamu mungkin akan membuatmu terluka, tapi Papa yakin kamu bisa menghadapi semua ini. Dika pada dasarnya memiliki hati yang lembut, tapi mungkin karena kehilangan kedua orang tuanya membuatnya menjadi sosok yang keras dan egois," ucap Ardana.

Anggita menggenggam tangan Ardana. "Pa, Mama yang membesarkan Dika. Mama yakin Winda adalah gadis terbaik buat Dika," ucap Anggita.

Terbaik? Mama salah, Mas Dika tidak mengharapkanku berada di sisinya. Maafkan Winda jika suatu saat Winda dan Mas Dika pasti akan berpisah.

"Pa, Ma, Winda pergi dulu," ucap Winda. Ia berdiri dan mencium punggung tangan Anggita, Ardana dan tak lupa menepuk lengan Mahawira dan Dilara.

"Pergi, Mas, Dil," ucap Winda.

"Mas antar," ucap Mahawira.

"Enggak usah Mas, Winda naik angkot aja. Assalamualaikum," ucap Winda.

"Waalaikumsalam," ucap mereka.

Anggita menghapus air matanya dan Dilara merasa sangat bersalah melihat sahabatnya begitu terluka. Ardana menatap Dilara dengan tatapan kecewa. Kejahilan Dilara membuat kehidupan Winda hancur berantakan.

"Dila, kamu harus introspeksi diri kamu, Nak. Kejahilanmu membuat kehidupan Winda berantakan. Papa ingin kamu berhati-hati dalam bertindak, apalagi kamu akan tinggal sendiri di Amerika. Tidak ada pengawasan dari Mama, Papa dan saudara-saudaramu," ucap Ardana menatap putri bungsunya itu dengan tatapan serius.

"Iya, Pa," ucap Dilara sendu. Ia menyadari jika ucapan papanya itu benar. Mulai saat ini ia harus mandiri dan bersikap dewasa.

"Wira ...."

"Iya, Pa?" Wira menatap papanya itu dengan tatapan serius.

"Tanggung jawab Agrya TV sekarang ada ditanganmu. Sebelum Dika dan Mahendra mengambil alih. Untuk sementara ini kamu tetap bekerja di perusahaan dan juga di rumah sakit. Papa tidak mau Opa banyak pikiran dan jatuh sakit akibat memikirkan bisnis. Opa butuh banyak istirahat dan menikmati masa tuanya dengan tenang," ucap Ardana.

Ardana seorang dokter dan bukan seorang pebisnis seperti mertuanya. Ayah mertuanya adalah orang yang sangat ia hormati dan kagumi. Dulu Ardana adalah dokter pribadi almarhum istri Wibi—mertuanya. Ardana jatuh hati pada putri pertama Wibi yaitu Anggita yang selalu menemuinya untuk memeriksa kondisi ibunya. Pertemuan keduanya menumbuhkan rasa cinta. Perjuangan cinta Ardana dan Anggita tidaklah mudah, tapi Wibi sang mertualah yang selalu mendukung keinginan Ardana untuk menikahi Anggita, walaupun saat itu cinta Anggita dan Ardana terhalang restu orang tua Ardana.

"Masalah Dika gimana, Pa? Kalau Dika tetap keras kepala menolak pernikahan mereka, Winda pasti akan menderita, Pa. Apalagi Aji tidak mau lagi mengakui Winda sebagai anaknya. Winda enggak punya siapa-siapa selain kita, Pa," ucap Anggita sendu.

Wira memeluk mamanya dan mencoba menangkan sang mama. "Wira janji, Ma, akan menjaga Winda. Mama jangan khawatir. Winda sudah Wira anggap sebagai adik Wira, Ma. Wira enggak akan membiarkan Dika menyakiti Winda, Ma," ucap Mahawira.

Dilara meneteskan air matanya. Ia sangat-sangat menyesal, tapi ia tidak bisa membantu Winda saat ini. Ia juga baru tahu jika Winda bukanlah anak kandung dari Aji dan Hanifa.

"Semua sudah terjadi, yang penting sekarang apa pun yang terjadi Winda akan menjadi putri kita, Ma," ucap Ardana. Anggita menganggukkan kepalanya sambil terisak.

Pagi tadi Wibi telah berangkat ke Manado karena ada acara bersama para sahabatnya. Ardana menginginkan Dika menjadi direktur Agrya TV menggantikan Wibi. Mahawira merupakan seorang dokter yang seharusnya tidak memegang jabatan penting di perusahaan Agrya. Sudah sejak lama Ardana dan Wibi menentukan jika Mahawira dan Mahendra yang akan mewarisi Agrya TV.


Continue Reading

You'll Also Like

17.7K 720 25
Bagaimana jadinya seorang bujangan berumur 28 tahun yang harus tinggal bersama siswi SMA yang baru ia temui nya dengan tak sengaja di halte bus kota...
1.4M 93.5K 47
Didesak untuk segera menikah, Ersa mendapati jalan keluar dengan memberikan proposal pernikahan kepada sahabatnya Ervan. Ervan yang juga diminta untu...
4M 152K 85
[NEW YORK] // [BOOK] Ketika rasa yang dulu hanya kontrak telah berubah menjadi sesungguhnya. Benar apa katanya, Cinta memang butuh adaptasi baru bisa...
1.6M 22.6K 25
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...