Setelah berhasil bersembunyi di apartemen milik Darius, kini Keifani dan Darius pulang ke rumah Shalu sesuai permintaan perempuan paruh baya itu yang berpesan selepas bulan madu mereka harus pulang ke kediamannya lebih dulu baru bisa kembali ke apartemen.
Padahal yang tidak Shalu ketahui jika pengantin baru itu sudah ada di Jakarta di hari kedua bulan madunya di Bali, Darius begitu cerdas mengelabui maminya. Bulan madu di Bali padahal dirinya dan Keifani sudah berada di kota ini.
"Gimana dengan oleh-oleh? Mami kemarin pesan tas rajut buatan Pak Made." Pak Made yang dimaksud Keifani adalah pemilik toko kerajinan tas rajutan khas Bali yang merupakan langganan setia Shalu.
"Udah dikirim dari Bali, sekarang lagi perjalanan ke rumah Mami."
"Kalau Mami curiga gimana?"
"Nggak bakal curiga, Mami memang biasa kirim semua belanjaan dari Bali, biar nggak repot katanya."
Keifani berdecak, banyak uang mah bebas.
Mobil yang dikendarai Darius memasuki halaman bangunan lantai tiga dengan taman yang luas di penuhi berbagai bunga dari lavender, camelia, tulip, dan matahari. Bagaimana tidak besar Irvin membeli tiga rumah sekaligus yang digabung hingga menjadi rumah megah di depannya.
Irvin dan Shalu dijuluki sultan Ciputra, yang berasal dari nama perumahannya.
Darius turun bersama Keifani lalu berjalan beriringan masuk ke dalam rumah, Shalu menyambut dengan semangat anak dan menantunya.
"Assalamulaikum, Mami," ucap Darius dan Keifani kompak.
"Waalaikumsalam, mantu Mami." Shalu berlari memeluk tubuh mungil Keifani, Darius hanya bisa mendengus diabaikan oleh maminya.
Shalu melepaskan pelukannya. "Gimana Bali? Seru, kan?"
Keifani meringis kecil lalu matanya melirik Darius meminta bantuan, sayangnya lelaki beralis tebal itu malah melengos naik ke lantai dua tepat kamarnya berada.
"Kei," Sentuhan dilengannya membuat Keifani kembali menoleh pada mami. "Kamu capek, ya? Ya udah naik ke kamar sana, istirahat. Nanti begitu makanan siap Mami panggil."
Diam-diam Keifani menghela napas lega, dirinya tak mampu berbohong lebih banyak lagi jika sampai disuruh menjawab pertanyaan Shalu tentang bulan madunya di Bali.
Seru apanya? Yang ada dia ditinggal suami bulan madu sendirian!
Keifani naik ke lantai di mana kamar Darius berada, baru saja dia membuka pintu sebuah suara petikan gitar terdengar merdu menyapu gendang teliganya. Di balkon kamar ini berdiri Darius yang sedang memegang gitar menghadap kolam renang di bawahnya. Keifani terlihat ragu untuk mendekat karena takut menganggu. Maka dirinya berbalik badan dan keluar dari kamar, menutup pintu sangat pelan agar Darius tidak menyadari kehadirannya.
Keifani bingung mau ke mana, tiba-tiba dirinya mengingat bunda, perempuan itu lantas turun ke bawah. Langkah kakinya bergerak menuju pintu utama, tetapi sebelum itu matanya melihat kesekeliling rumah yang kini sepi.
Sepertinya mami sedang berada di kamar, ini kesempatan menyelinap keluar untuk menyeberang ke rumahnya berada di depan.
Senyuman Keifani makin mengembang begitu dirinya sudah mencapai pintu yang terbuka, berarti bundanya sedang menerima tamu. Langkahnya melambat ketika mendengar suara perempuan yang sangat dibencinya berbicara dengan bundanya.
Keifani berhenti di depan pintu untuk mencuri dengar pembicaraan bundanya dan istri ayahnya dengan jelas.
"Sudah saya katakan dengan jelas Mas Brian nggak ada di sini, Len. Pulanglah, apa yang kamu cari nggak ada di rumah ini." Suara bundanya terdengar tenang, meski Keifani tahu jika bundanya sudah kesal.
"Saya nggak akan pergi sebelum saya ketemu Mas Brian." Lena---istri sang ayah tetap keras kepala. "Saya yakin Mas Brian ada di rumah ini, dia berubah jadi dingin sejak pernikahan Kei. Mbak jangan coba-coba menyembunyikan suami saya."
Keifani sudah tak tahan, dia keluar dari persembunyiannya.
"Ada apa ini?"
***
Keifani berhasil mengusir Lena dari rumah bundanya, setelah perempuan madusa itu pergi. Bundanya mendekat seraya memeluk tubuh mungil putri kesayangannya.
"Sayang, Bunda kangen banget." Dari reaksi Iis terlihat sekali kedatangan perempuan itu tak mempengaruhi mental bundanya.
Keifani membalas pelukan bundanya erat. "Kei juga kangen Bunda, pakai banget juga." Iis tertawa kecil sebelum melepaskan pelukannya.
"Kamu baru sampai dari Bali langsung ke sini." Keifani dituntun bundanya untuk duduk di sofa yang tadi diduduki perempuan itu.
"Mampir ke apartemen Mas Darius dulu baru ke sini." Keifani terpaksa berbohong pada bundanya juga, pernikahan ini memang berisiko. Akan banyak hati yang tersakiti, terutama bunda dan mami.
"Terus suami kamu mana?" tanya bunda baru sadar kalau Keifani datang sendirian.
"Di rumah Mami, sebenarnya Mami udah suruh aku istirahat tapi kangen aku nggak bisa ditahan lagi, makanya aku ke sini." Seperti teringat sesuatu Keifani sontak menatap bunda serius. "Kenapa perempuan itu ada di rumah kita?"
Bunda menghela napas panjang. "Perempuan itu bukan hanya sekali ke rumah ini, kedatangannya itu sudah ketiga kalinya."
Keifani melotot. "Ngapain? Aku dengar tadi dia cari Ayah di sini?" Bunda mengangguk.
"Iya, dia curiga Bunda menyembunyikan Ayah kamu." Keifani tertawa miris.
"Menyembunyikan Ayah? Yang benar saja! Perempuan itu benar-benar nggak tahu malu!" kata Keifani mulai geram.
"Ayah kamu katanya nggak pernah pulang lagi setelah pernikahan kamu, dia curiga itu ada hubungannya dengan Bunda." Mau tak mau bunda akhirnya bercerita pada Keifani, beliau sebenarnya tidak mau membebani pikiran putrinya. Sayangnya Keifani mendengar semuanya tanpa sengaja.
"Perempuan itu hidup dijaman apa? Lupa dengan teknologi canggih bernama hape, apa gunanya punya hape mahal nggak ngerti apa fungsinya."
"Sudah, dia sudah menghubungi Ayah kamu berkali-kali, tapi katanya hapenya mati."
"Dia kena karma kali, Bun." Bunda terdiam sesaat, baru ingat kejadian ini pernah dialaminya sepuluh tahun yang lalu. Brian mendadak tidak pernah pulang, sampai sekalinya pulang mantan suaminya malah membawa seorang perempuan dan anak kecil digendongannya. Mengakui sudah menikah siri dengan perempuan itu yang ternyata sekretaris barunya di kantor.
"Bunda juga nggak tahu, Kei."
Apa kejadian itu terjadi lagi?
"Kalaupun hal itu terjadi pada perempuan itu juga bukan urusan kita lagi, Bun."
"Iya, kamu benar."
Keifani menghembuskan napasnya kasar. "Kalau dia datang lagi, jangan Bunda bukain pintu. Nanti aku kasih tahu satpam komplek untuk nggak ngebiarin perempuan itu berkeliaran bebas di area rumah kita." Bunda mengangguk, menyetujui usulan Keifani. Beliau memang sudah sangat tidak nyaman dengan kehadiran perempuan yang pernah merusak kehidupan rumah tangganya.
"Tapi Kei, Bunda cemas dengan keadaan Ayah kamu." Bunda tak bisa berbohong jika rasa cemasnya mendominasi.
"Bunda," tegur Keifani.
"Sayang, kamu cari tahu di mana keberadaan Ayah kamu ya."
Keifani menggelengkan kepalanya. "Nggak, Bun. Aku kan udah bilang, masalah mereka bukan urusan kita."
"Bunda hanya kasihan dengan Lula, Kei." Lula---gadis duabelas tahun---anak ayahnya dengan perempuan itu.
"Buat apa kita peduli sama anaknya."
"Keifani."
"Baiklah, aku akan cari tahu keberadan Ayah." Keifani akhirnya mengalah.
Bunda tersenyum lega. "Ini baru anak Bunda, mereka memang sudah pernah memberikan kita luka, Nak. Tapi dengan memaafkan, kita bisa melanjutkan hidup. Dan jauh sebelum Ayah kamu minta maaf dulu, Bunda sudah memaafkannya. Karena Bunda ingin hidup bahagia bersama kamu tanpa menyimpan dendam pada siapapun, terutama pada Ayah kamu dan perempuan itu."
Hati bunda memang selembut itu.
Keifani hanya berharap ayahnya tidak mengulang kesalahan yang sama, karena kalau benar dugaannya. Perempuan itu benar-benar kena karma.
***
BERSAMBUNG...
Satu per satu tokoh akan muncul, semua terhubung satu sama lainnya. Gimana dengan konfliknya? Sudah ada gambaran gak? Hehe
Yang prolog itu sebagian konfliknya tapi masih ada lagi sih.
Penasaran? Ya dibaca dong 😊
Seperti aku bilang dipart awal kalo konfliknya akan bervariasi ya, jadi kemungkinan partnya akan banyak.
Vote dan komen ya 🙏
(FOLLOW IG : @puterizam UNTUK TAHU SEPUTAR CERITA2 AKU DAN JADWAL UPDATE)