Dependencia (Tamat)

By fairypatetic

9.2M 405K 30.7K

Tentang Kalya yang terjebak dalam pilihannya sendiri. More

Dependencia
Prolog
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Berpisah Itu Mudah
Promote Cerita Baru
Pindah ke Dreame
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Part 32
Part 33
Part 34
Part 35
Part 36
Part 37
Part 38
Part 39
Part 40
Part 41
Part 42
Part 43
Part 44
Part 45
Part 46 (Ending)
Ekstra Part
Sekuel
perayaan juara kedua

Part 5

228K 10.5K 29
By fairypatetic

Tubuh Kalya merosot setelah melihat uang tabungannya menipis. Kalya memijit kening; sedikit meredakan pusing, tapi otaknya tetap berjibaku memikirkan kelanjutan hidupnya dengan sisa uang yang ada.

Gajian masih dua Minggu lagi, yang Kalya terima bulan ini pun telah digunakan untuk keperluan kuliah yang tidak masuk tanggungan beasiswa. Jangan lupa, kebutuhan sehari-hari Kalya juga turut mengurangi nominal uang yang dimiliki walau sebisa mungkin sudah berhemat.

Belakangan ini Kalya jadi sering terlambat datang ke tempat kerja, bahkan sampai mendapat teguran dari rekannya yang kebetulan menyadari lambannya setiap pekerjaan yang Kalya lakukan. Tak jarang Kalya salah membawa pesanan, dalam artian pesanan antara meja satu dengan yang lain tertukar. Untung saja bukan manajer umum yang memberi peringatanan. Karena jika iya, mungkin Kalya sudah kehilangan pekerjaan. Kalya menggeleng lemah. Jangan sampai hal itu terjadi.

Entah kenapa perasaan Kalya dicekam suasana gundah. Hatinya seolah-olah mencari alasan mengapa ia berjuang; untuk siapa ia menghabiskan letih tak terelakkan ini. Sejujurnya ... pilu kadang menghantam jiwanya saat Dea tak sengaja bercerita tentang ibunya yang sering mengomel karena malas merapikan rumah. Kata Dea, meski masih menyemburkan omelan pedas menyentil hati, ibunya tetap saja masih setia memasakkan air hangat setiap Dea pulang kerja. Bukannya dengki, hanya saja Kalya juga berharap kehadiran seorang ibu yang menepuk punggungnya memberi semangat kala lelah datang.

Di pinggir jalan, tak sengaja Kalya melihat toko komputer. Matanya menangkap keberadaan sebuah laptop yang dari luar bisa Kalya lihat. Langkahnya berjalan lebih dekat ke arah toko itu, semakin dekat hingga akhirnya memilih berhenti. Kalya sungkan bertanya soal harga. Toh, uangnya jauh dari kata cukup. Begitu pikiran Kalya. Karena itu, Kalya keluar dari pelataran parkir toko tersebut dan memilih menunggu angkutan yang lewat.

Sebuah mobil berhenti tepat di depan Kalya. Wanita itu mengernyit, menilik lalu mengingat-ingat siapa pemilik mobil bernomor pelat tak asing yang sampai saat ini si pengemudi tidak menampakkan wujudnya. Lapisan hitam kaca mobil membatasi pandangan Kalya dari luar. Hingga kaca di bagian kiri depan mobil turun dan menampakkan wujud lelaki yang sudah banyak memberinya bantuan.

Tanpa senyum ramah seperti yang biasa Kalya lihat, Nevan hanya menatapnya datar. Mulut Kalya juga mendadak kelu untuk menanyakan kenapa Nevan berhenti di depannya. Selain itu, rambut yang juga biasanya rapi sekarang malah awut-awutan bak se-Minggu tak disiram air. Ada apa dengan Kak Nevan?

Dengan bimbang, Kalya mendekat.

"Ka-kakak kenapa berhenti?" tanyanya sedikit terbata.

Pintu mobil Nevan terbuka.

"Masuk."

Kalya tak bergerak. Maksudnya ... Nevan menyuruhnya masuk ke mobil, begitu?

"Bareng Kakak?" Kalya bertanya dengan hati-hati.

Kepala Nevan turun-naik. "Aku antar pulang."

Dahi Kalya memberengut. Aneh saja dengan kehadiran Nevan yang tiba-tiba berhenti di depannya. Nevan mengikutinya?

Kalya mengutuk pikiran konyolnya itu. Tidak mungkin, kan, Nevan yang memiliki kesibukan antara kuliah dan kerja punya waktu untuk menguntit dirinya yang bukan orang penting.

"Buruan masuk."

Walau ragu, Kalya pun menuruti perintah Nevan.

Saat sampai di lobi apartemen, awalnya Kalya sempat akan menegur kenapa Nevan mengekorinya, tapi setelah sadar satu hal yang seharusnya tidak ia lupa, Kalya pun memelankan langkahnya untuk berjalan beriringan dengan Nevan yang sebelumnya berjalan di belakang.

Sampai dalam apartemen, Nevan langsung masuk ke kamarnya. Kalya mengabaikan. Bukan urusannya akan apa yang Nevan lakukan atau cari di dalam sana.

"Kamu butuh laptop?"

"Hah-" Kalya tersentak. Dari mana Nevan tahu? Apa benar Nevan mengikutinya? Kalya tak ingin terlalu percaya diri. "Aku butuh ..." Kalya menunduk, lalu menatap Nevan kembali. "Tapi, baru mau nabung dulu."

Kalya tak ingin mengatakan langsung bahwa ia tidak punya uang. Sebab, dia merasa seperti sangat mengemis kasihan.

"Tunggu di sini."

Nevan kembali beranjak masuk ke kamarnya. Kalya, yang ditinggal sendirian di depan televisi gelap tak menyala malah mencoret-coret tidak jelas di kertas kosong yang tercecer di kolong meja. Coretan yang ia bentuk tak menyerupai wajah seorang wanita seperti niat awalnya tadi. Garis melenceng dan tak rapi itu justru seperti cacing berkelok yang dipaksa menciptakan bentuk di permukaan tanah yang becek.

"Kamu bisa pake laptop ini."

Kalya menghentikan aktivitas abstraknya itu. Lalu, dilihatnya Nevan yang meletakkan laptop berwarna silver dan membukanya.

"Aku boleh pinjam?"

Nevan memandangnya. "Ini laptop bekas yang dulu aku pake, kamu bisa pake untuk kerja tugas."

Matanya membulat, bahkan mulutnya juga ikut menganga. Kalya tak percaya.

"Serius? Boleh buat aku?" tanya Kalya tak percaya.

Nevan mengangguk; mengiakan.

"Astaga!" Kalya memekik.

Saking gembiranya, dia sampai tidak sadar telah memeluk Nevan yang dibuat terkesiap. Setelahnya, Nevan turut melengkungkan senyum tipis. Sebelah tangannya balas merangkul Kalya yang tengah memeluk badannya erat seakan-akan menjelaskan rasa bahagia yang gadis itu rasakan.

Pelukan Kalya terlepas, dengan canggung berjalan mundur dengan wajah menunduk.

"Em ... makasih, Kak," tutur Kalya kikuk tanpa memandang Nevan.

"Sama-sama. Kamu harus rajin kuliah. Jangan sia-siakan kesempatan yang kamu dapat."

Tentu saja Kalya tak akan menyia-nyiakan kesempatan yang ia dapat. Harapan, doa, juga perjuangannyalah yang kelak akan jadi alarm pengingat kala ia ingin menyerah. Dia tak pernah lelah bersyukur atas segala yang telah Tuhan berikan lewat perantara orang-orang baik yang rela mengulurkan tangan.

***

"Lo sama Aleta gimana? Masih jalan?" tanya Raihan kepada Nevan

Yang ditanyai berdecak, ekspresi Nevan disambut seringai jahil di wajah Kaesar.

"Lo nggak perlu tanya, Rai. Gue tebak, pasti alurnya masih kayak dulu-dulu. Hubungan masih jalan kayak jarum jam yang nggak berhenti, tapi justru orangnya yang nggak jalan-jalan karena dihalang calon mertua. Hahaha."

Gelak tawa Raihan ikut lepas seraya memukul-mukul bantal kursi yang di pangkunya. Kasian sekali nasib sahabatnya ini. Bertahun-tahun pacaran, sampai sekarang tetap tidak direstui hanya karena dendam perihal bisnis di masa lalu. "Jangan lupa, jarum jam juga bisa berhenti kalau baterainya udah rusak. Kalau kasus hubungan Nevan sama Aleta, baterainya itu dipaksa rusak. Digetok-getok pake palu sampai hancur nggak berbentuk. Nah, pelakunya ya si papanya Aleta itu."

"Nggak usah bahas-bahas gue lagi, sialan." Nevan menyumpah-serapahi mereka ditambah tatapan tajam yang menghunus.

Bukannya takut, Kaesar kembali berucap, "Kalau pacarannya macam lo sama Aleta, lebih baik mah nge-jomlo aja. Tinggal cari selir-selir yang bisa diajak mojok. Batin sejahtera, pikiran damai. Kan jadi beres urusannya." Raihan terkekeh.

"Itu mah karena lo lagi jomlo, Kampret!" Raihan kembali tertawa.

"Ketawa aja terus kalian," desis Nevan tanpa melihat Kaesar dan Raihan lagi. Dia tetap fokus memeriksa pekerjaannya walau sebenarnya kepikiran akan Aleta yang sampai hari ini mereka belum bertemu sejak datang dari rumahnya.

"Udahlah, cari aja yang baru. Walaupun ceweknya kayak Aleta gitu, cowok juga berhak bertindak kalau udah capek sama hubungan nggak jelas ke mana arahnya. Aleta bukan cewek satu-satunya, meski yang gue bilang ini agak bullshit, tapi coba deh nyadar, tanya sama diri lo sendiri; apa Aleta emang cewek yang benar-benar lo mau?" tanya Kaesar membuat Nevan mematung.

Pernahkah pertanyaan itu tercetus di benaknya? Lalu benarkah, Aleta wanita yang ia inginkan? Bukan hanya karena telanjur terpaut lantas tak peduli lagi bagaimana sebenarnya 'isi' dari hubungannya?

Raihan berdiri dari duduknya. "Nggak usah pusing-pusing. Sekarang, lupain dulu Aleta; lupain dulu kerjaan lo yang dari tadi nggak kelar-kelar. Lebih baik kita nge-club, Bro! Sekali-kali kita perlu bodo amat sama cewek yang merasa layak dikejar."

Kaesar mengangguk setuju. "Betul tuh, betuuul ... kuy lah, Van, cari cewek baru!"


»---------------------------------------«

Follow Instagram:

@ceritadarifulv

»---------------------------------------«

Continue Reading

You'll Also Like

250K 21.6K 65
[TAMAT] [FOLLOW DULU] Sama seperti judulnya, ini kisah kekebalan Kalista menghadapi Ical yang memprioritaskan sahabatnya, Safitri. "Gue cuma narik ra...
2.5M 240K 65
Bagaimana jika seorang yang terbiasa dengan menyentuh bertemu dengan seseorang yang tak bisa disentuh sama sekali? Keduanya harus bisa bekerjasama de...
2.4M 245K 45
[READY EBOOK πŸ“±] LINK PEMBELIAN EBOOK BISA DM/BUKA DI PROFIL AKU, TEPATNYA DI BERANDA PERCAKAPAN YA☺️ "Ngapain di sini? Jual diri ya." Luna memejamk...
160K 8.5K 27
COMPLETEπŸ”₯ [Bag.1-27] Berawal dari siswi pindahan yang bernama Sandra yang membuat seorang Alvaro, salah satu kakak kelas di sekolahnya itu tertarik...