SARANGKALA

By riankobe

32K 1.6K 141

Demit penculik bayi yang meneror sebuah kampung di kota Banten More

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15

Chapter 5

1.8K 103 3
By riankobe

"Bagaimana bisa semalam kamu tersesat ? sampai diantar pulang pula."

"Kalau aku menceritakannya padamu mungkin tidak akan percaya"

"Kamu mau bilang bertemu hantu lagi ?" Sari mengerutkan dahi.

"Sudah kuduga, pasti aku akan dianggap mengarang cerita, jadi percuma saja aku menceritakannya."

"Tapi aku penasaran, ceritakan..ceritakan." Kata Indah.

Namun belum sempat kamu bercerita, bidan Yuyun mengetuk pintu, waktu saur telah tiba. Kamu, Sari dan Indah bangun dari ranjang dan pergi kedapur membantu menyiapkan makanan.

"Bukannya besok ga puasa ?, Kalau ngantuk tidur saja lagi, biar besok ibu siapkan makanan untuk sarapan." Kata bidan Yuyun

"Tidak apa-apa bu, tanggung sudah bangun, mau ikut saur saja." Jawab Kamu.

Sayur kacang merah masih mengepulkan asap didalam mangkuk. Tempe goreng tepung juga masih panas ketika dipegang. Sambil menunggu makanan bisa disantap dan untuk menghilangkan kantuk, segelas teh manis hangat menjadi minuman pembuka.

"Bu, apa ibu kenal dengan mang Ahmad ?" Kamu memulai pembicaraan, Kamu hanya sedang parno setelah melihat makhluk aneh semalam. Kamu merasa curiga dengan orang baru yang ditemui, Kamu hanya khawatir takut dirinya sedang berhalusinasi.

"Oh..ulu-ulu desa. Kenal di mana ?"

Kamu menghela nafas panjang, perasaannya sedikit tenang.

"Semalam ketemu dijalan. Dia yang memberitahu jalan pintas, sampai saya nyasar."

"Tapi kenapa kamu bisa nyasar ? jalan di desakan tidak seperti dikota. Jalan disini muter-muter disitu saja. Apalagi Cuma jalan setapak." Kata bidan Yuyun.

"Katanya ketemu hantu bu, mungkin dibuat linglung sama hantu sampai dia lupa jalan pulang." Indah yang menjawab pertanyaan bidan Yuyun bukannya Kamu.

"Hantu lagi ? Kayanya kamu lagi kangen rumah yah ? apa tidak betah disini ?" Bidan Yuyun tersenyum.

"Bukan. Bukan begitu bu, mungkin semalam saya hanya sedang merasa ketakutan berlebihan saja karena saya pulang sendirian."

"Ibu mengerti. Mungkin Kamu hanya belum terbiasa dengan suasana desa. Ibu juga dulu begitu pas pertama kali datang ke desa ini. Coba telpon ibumu, mungkin bisa mengobati rasa rindumu terhadap rumah dan membuat kamu lebih tenang."

Kamu hanya mengangguk, panggilan telpon dari ibunya tak pernah Kamu angkat. Sejak pertengkaran terakhir Kamu masih merasa marah dan kesal dengan ibunya.

Kamu mengambil piring. Menyiduk nasi, kemudian menyiramnya dengan sayur kacang. Kamu menggigit tempe goreng, begitu renyah dan rasa rempahnya terasa dilidah, rasanya persis seperti buatan ibunya dirumah.

...........................................................

Pagi-pagi seperti biasa kamu ikut bidan Yuyun kerumah bu Warsih. Walaupun kamu merasa tidak enak badan karena ini hari pertama Kamu datang bulan, tapi Kamu tetap pergi karena tidak mau tinggal dirumah sendirian.

Kamu tiba dirumah bu Warsih sedikit lebih siang. Ketika sampai Kamu bertemu dengan kondisi rumah seperti biasanya, anak-anak bu Warsih masih tertidur diruang tengah. Sedangkan bu Warsih sedang menyusui bayinya, Cuma minus suaminnya yang tidak ada karena sudah berangkat kerja.

Begitu selesai menyusui bu Warsih langsung membangunkan anak-anaknya dengan sedikit berteriak. Wajahnya terlihat kesal, bidan Yuyun mencoba menenangkan. Kamu langsung pergi kedapur untuk melakukan tugas biasa. Tapi rupanya air sudah siap didalam panci, sudah mendidih tinggal dipindahkannya kedalam ember.

Di dapur saat kamu sedang mengecilkan api dengan menarik kayu bakar dari dalam tungku, kamu mendengar pecakapan antara bidan Yuyun dan bu Warsih. Rupanya bu Warsih baru saja selesai bertengkar dengan suaminya. Semuanya karena ari-ari yang tempo hari. Sambil menyiapkan air hangat, kamu masih fokus menguping.

"Suami saya malah tidak peduli. Seolah-olah hal kemarin bukan masalah besar. Saya merasa suami saya tidak peduli dengan saya lagi dan anak ini."

"Jangan ngomong begitu bu. Mungkin suami ibu diam saja untuk mengalah agar bu Warsih merasa tenang."

"Tidak bu bidan. Saya hapal sekali perubahan sifat suami saya. memang anak ini tidak direncakan. Mungkin dia kesal atau marah, karena tanggung jawabnya kini bertambah."

"Tidak baik berbicara begitu bu, anak itu titipan Alloh. Jangan khawatir setiap anak membawa rejekinya masing-masing." Bidan Yuyun mencoba menenangkan.

"Ibu tidak usah mikir berlebihan. Kalau ibu stress nanti berpengaruh sama produksi asi. Kasian nanti bayinya." Lanjut bidan Yuyun.

Kamu membawa air hangat kedalam kamar. Si bayi sudah siap dimandikan. Sari dan Indah menyiapkan pakaian ganti si bayi dan semua yang dibutuhkan seperti bedak dan minyak telon.

Selesai dimandikan dan dipakaikan baju, bidan Yuyun menyuruh Kamu dan Indah untuk membawa si bayi ke teras depan. Cahaya matahari pagi selain bagus untuk tulang dan kulit, juga bagus untuk mencegah si bayi terkena penyakit kuning, begitu kata bidan Yuyun.

Saat kamu sedang berjemur, sambil menimang-nimang si bayi. Disudut halaman depan Kamu melihat keranjang bambu yang tempo hari digunakan untuk menutupi kuburan ari-ari, terbuka dan tergeletak tidak pada tempatnya.

Kamu menyerahkan bayi kepada Indah, lalu pergi ke arah keranjang untuk memastikan semuanya baik-baik saja. Begitu sampai, Kamu melihat kuburan ari-ari tampak berserakan, piring kaleng tempat menyimpan bumbu dapur terlempar cukup jauh. Ada lubang bekas galian, dan tentu saja ari-arinya sudah hilang. Dilihat dari bekas tanah yang masih merah, mungkin galian ini tidak terlalu lama, mungkin ini terjadi semalam, atau bahkan dini hari.

Kamu segera membereskan kekacauan semua ini sebelum Indah melihat Kamu. Menutup kembali lubangnya dengan tanah, kamu memungut cabe dan bawah putih kemudian meletakannya kembali diatas piring kaleng. Setelah semuanya beres kamu menutupnya dengan keranjang bambu. Namun Kamu sempat bingung mencari lampu cempor. Bukankah bidan Yuyun kemarin menyuruh bu Warsih agar tidak lupa untuk memberikan penerangan jika malam hari.

Apakah lampunya terlempar juga ? tapi dimana ? Kamu terus mencari. Atau jangan-jangan suami bu Warsih lupa dan tidak menaruh lampu cempor kalau malam hari dikuburan ari-ari ini. Kamu mencari jejak disekitaran bekas galian, tapi tidak ada jejak apapun disana. Kamu berharap menemukan jejak kaki anjing ataupun kucing, tapi nihil.

"Kamu sedang apa ?" kamu terkejut ketika mendengar suara dari bekalang, yang ternyata saat kamu berbalik adalah suara Indah.

'Tidak ada." Kamu mencoba mengelak padahal tangannya berlumuran tanah.

"Aku lihat tadi sedang Kamu menggali atau apa ? Ini bukannya tempat ari-ari dikubur ?"

"Jangan bilang siapapun. Terutama bu Warsih. Aku hanya tidak ingin dia bertengkar lagi dengan suaminya. Kamu dengar pembicaraan tadi ? dia bertengkar dengan suaminya karena suaminya lupa mengurus ari-ari si bayi kan ? bagaimana kalau dia tahu ari-arinya hilang."

"Hah, hilang ?" Indah tampak terkejut, raut wajahnya berubah tapi tidak bisa ditebak apakah dia sedang panik atau ketakutan.

"Iya, tadi sebelum aku bereskan. Aku melihat bekas galian, lubang. Dan ari-arinya sudah tidak ada."

"Apakah diambil oleh anjing ?"

"Aku tidak tahu. Mungkin ini akan menjadi masalah serius kalau bu Warsih tahu, Bu bidan juga mungkin.

"Memangnya kenapa ?"

Belum sempat kamu menjawab pertanyaan Indah, dari dalam terdengar suara bidan Yuyun memanggil. Indah semakin panik, diwajahnya mulai terlihat bulir keringat.

"aku tidak tahu. Tapi alangkah baiknya kita anggap semuanya terlihat baik-baik saja bukan ? yang hilang cuma ari-ari bukan bayinya. Tapi sepertinya bu Warsih menganggap ari-ari adalah sesuatu yang penting, mungkin akan jadi masalah kalau dia tahu." Kata Kamu setengah berbisik sambil berjalan.

Indah masuk kedalam rumah bersama si bayi. Sedangkan kamu pergi ke kamar mandi lewat samping rumah untuk membersihkan tangan.

Sepulang dari rumah bu Warsih, Indah selau tampak gelisah. Sari yang pertama kali sadar dan bisa membaca keanehan diwajah temannya itu. Ketika ditanya ada apa, Indah melihat kamu sambil menjawab tidak ada apa-apa.

Indah tampak tidak masuk atau tertarik pada obrolan dan pelajaran yang diberikan bidan Yuyun selama perjalanan pulang, tidak seperti biasanya. Sedangkan Kamu hanya menjawab dengan kalimat-kalimat pendek, seperti tidak tertarik membahasnya lebih lanjut. Kamu merasa khawatir dua kali lipat dibanding Indah, cerita sarangkala yang diceritakan bidan Yuyun, makhluk misterius yang dilihatnya semalam, dan ari-ari yang hilang pagi ini, semuanya seperti bukan sebuah kebetulan biasa.

"Bu, apa sarangkala itu benar ada atau Cuma cerita mitos warga ?" Kamu memotong pembicaraan bidan Yuyun saat dia sedang menjelaskan berbagai teori tentang ilmu kebidanan.

Indah tampak terkejut, rupanya dia yang mengerti kegelisahan dan isi kepala Kamu. Bidan Yuyun mulai merasa aneh dengan Kamu, karena tiba-tiba tertarik dengan cerita hantu dibanding ilmu nyata yang diberikannya kepada Kamu. Dia sempat bertanya kenapa, tapi kamu mengelak dengan berbagai alasan yang intinya ingin agar bidan Yuyun menjawab pertanyaannya tanpa dia tahu kegelisahan dalam kepalanya.

"Sepanjang ibu bertugas disini, ibu belum pernah melihatnya dan ada kejadian aneh. Tapi seperti yang ibu pernah bilang, tampaknya warga disini percaya sekali, makanya banyak ritual-ritual adat yang dilakukan saat punya bayi. Ya ibu Cuma sekedar menghormati, tidak begitu percaya."

""Tapi bagaimana kalau sarangkala itu ada bu ? tapi kita tidak tahu." Indah tidak bisa lagi menahan mulutnya dan menahan ketakutannya.

"Sebentar, apa kalian tadi saat dirumah bu warsih melihat bekas pembakaran, atau semacam api unggun begitu dihalaman rumahnya ?" Tanya bidan Yuyun.

"Tidak bu." Kamu yang menjawab, karena Kamu yang persis tahu apa yang ada dihalaman rumah bu Warsih saat memberskan galian dan mecari lampu cempor.

"Bagus. Dan bayi bu warsih masih ada dan sehat kan ? juga tidak ada kejadian yang mencurigakan juga kan ? berarti semuanya baik-baik saja. Ya ibu sekarang bisa berpendapat mungkin sarangkala hanya mitos."

"Maksud ibu ?" Tanya kamu.

"Biasanya keluarga yang punya bayi, saat menjelang tengah malam harus membakar kain bekas, entah itu baju atau celana, yang penting kain. Warga percaya bau yang ditimbulkan dari kain yang terbakar bisa mengaburkan penciuman sarangkala. Karena makhluk itu sensitif terhadap bau anyir."

"Tapikan bayi tidak bau anyir bu ?" Tanya Indah.

"Iya, tapi ari-ari yang dikubur kan bau anyir. Katanya itu bisa mengundang sarangkala datang. Dan kalau dia sudah datang, dia akan mengambilnya. kalau ari-arinya sudah ketemu tentu dia pasti tahu bayinya tidak mungkin jauh-jauh dari situ."

"Artinya dia akan balik lagi ke tempat dia mengambil ari-ari karena menginginkan bayinya juga ?" Tanya Kamu.

"Ya begitu menurut kepercayaan warga disini. Makanya kebanyakan dari mereka tidak mengubur ari-ari kalau dalam keadaan tidak terpaksa, tapi menghanyutkannya di sungai besar. Kalian melewati sungai itukan saat pertama kali datang ? Nah disitu biasanya dihanyutkan."

"Sudah...sudah.. kalian ini mau jadi bidan apa novelis sih ? malah lebih tertarik cerita dongeng daripada teori pelajaran." Lanjut bidan yuyun sambil tertawa kecil.

Hanya Sari yang ikut tertawa bersama bidan Yuyun, namun Kamu dan Indah hanya bertatapan dengan raut wajah gelisah. Keduanya tahu bahwa tidak ada yang lucu saat ini, karena setiap kata yang diucapkan bidan Yuyun semakin menguatkan keyakinan kamu tentang keberadaan sarangkala.

Kamu melangkah dengan pelan dibelakang, pikirannya dipenuhi dengan kegelisahan dan tanda Tanya besar. Sementara Indah selalu mengintil dibelakang bidan Yuyun, dia tampak ketakutan dan tidak mau sendirian. Hari menjelang siang, perjalanan pulang sedikit melelahkan bukan karena jarak yang jauh dan berjalan, tapi karena ketakutan yang Kamu rasakan sedikit demi sedikit menjadi kenyataan.

Continue Reading

You'll Also Like

3.2K 82 43
In the small town of Woodsboro, where everyone knows everyone else's business, secrets lurk beneath the surface. Y/n, a young woman with a troubled p...
5.9K 1.5K 61
Author(s) Mo Chen Huan 莫晨欢 Artist(s) N/A Year 2020 Status in COO 110 Chapters (Complete)
38.1K 881 33
Izuku Yagi along with his twin sister, Izumi, Parents Inko and Toshionori Yagi. At age 4, he was diagnosed as quirkless, he decided to have a normal...
2K 314 6
This is the story of a unwanted guest who sudden appearance in kareena life .how they gonna deal with It.