MANTAN [Singto x Krist] (TAMA...

By trimoindragunawan

146K 12.8K 1.4K

Gimana ceritanya kalau mantan harus tinggal seatap? - Krist bekerja pada Peng-ibunya Singto-untuk membersihka... More

Si Pemalas
Meet Again
Pemuda Berseragam
Di Bawah Bintang
Aku, Kamu Dan Perasaan
Makan Siang Spesial
Dating With Reality
Kita
Can I Fell Happy?
Break
Morning You
You And Me With This Felling
Morning Kiss
Dia Anakku
Coming Out
Ektra Chapter | Wedding Scene
PROMOSI

Damn You

6.5K 685 94
By trimoindragunawan

Nyatanya,
Aku satu-satunya orang bodoh
Yang masih merasa terluka
Pada dia yang bukan siapa-siapa.

oOo

Mata Singto mengerjap, kepalanya masih terasa pusing. Sejenak, ia pijit pelan pelipisnya untuk sekadar menenangkan.

Sedetik kemudian, Singto tersentak mendapati Pie yang tidur di sebelahnya tanpa menggunakan busana.

“Hey, apa yang sudah kamu lakukan!” seru Singto membuat Pie bangun.

Wanita itu hanya tersenyum, lalu memeluk pinggang Singto dan rebahan di sana. “Kau tak ingat?” bukannya menjawab, Pie malah balik bertanya dengan nada suara yang ia buat sangat manja.

“Jangan bohong kamu. Jelaskan semuanya,” dengkus Singto mendorong tubuh Pie hingga pelukannya terlepas.

Wanita itu tersentak, matanya berkaca-kaca mendapati perlakuan seperti ini dari pria yang ia bangga-banggakan. “Sebenarnya ada apa denganmu, hah? Kau sendiri yang membawaku ke sini, memaksaku tidur denganmu lalu sekarang ....” Pie menggantung ucapannya sembari menggigit bibir bawahnya. “Kau mencampakanku,” desisnya.

Singto bergeming, sorot matanya tajam menusuk tatapan sendu yang dilayangkan Pie. “Karena aku tahu ini tidak sederhana itu,” ucap Singto penuh penekanan.

Pie berdecih. Dengan mata berkaca-kaca ia turun dan meraih bajunya, dikenakan dengan cepat lalu beranjak dari sana. Singto harus tahu kalau dia sedang terluka.

Singto mengerang kuat, meremas tempurung kepalanya gemas tentang semua yang terjadi.

Runtukannya terhenti ketika ponselnya di atas meja berdering kuat. Tubuhnya lelah, kepalanya pusing sambil malas-malasan ia berjalan meraih benda pipih itu.

Keningnya menyerit, mendapati sederet nomor tak dikenal tertera di layarnya yang berkedip.

“Halo.”

“Ini singto, kan?” pria di ujung telepon memastikan.

“Ya.”

“Kalau kau masih perduli dengan Krist. Datanglah ke rumah sakit, tadi malam ia di serang habis-habisan di apartemen,” terangnya.

Seketika mata Singto langsung membelalak terkejut mendengarkan penuturan itu. Kakinya terasa lemas hingga ambruk di lantai.

“Kirimkan alamatnya, aku akan segera ke sana,” ucapnya dengan suara gemetar. Jantungnya bergemuruh seakan terlepas dari tempatnya.

Jiwanya melayang masih belum percaya dengan apa yang didengarnya. Namun demikian, Singto buru-buru mengenakan pakaian lalu beranjak.

Untuk kesekian kalinya ia berdecak pagi ini. Sudah tiga taksi yang ia lambai tak mau berhenti ditambah lagi ponselnya terus berdering membuat perasaannya semakin gusar.

“Singto ...! Apa yang mama dengar ini!” pekik Peng nyaris membuat telinga pria itu berdengung.

“Bagaimana bisa Krist dikeroyok seperti itu? Kamu ke mana aja, hah? Ini pasti karena ulah berandalmu, kan? Sudah mama bilang jangan buat masalah pada siapapun. Lihat, sekarang orang lain yang menanggung akibatmu,” cerca Peng dengan sekali tarikan napas.

“Ma—”

“Sekarang kamu datangi rumah sakitnya dan pastikan dia selamat. Mama tidak mau tahu,” potong Peng secepat kereta api. “Mama tak bisa datang. Sekarang sedang bersama papamu di Amerika. Jadi mama mohon kedewasaanmu kali ini. Satu lagi, jaga adikmu juga.”

Tanpa memberi celah Singto membela diri Peng sudah memutuskan panggilan sepihak.

***

Krist yang sedang berbincang bersama Pen dan Ohm langsung beringsut dalam selimut memunggungi Singto yang masuk perlahan.

“Krist, kau tak apa?” tanya Singto hati-hati.

Krist tak bergeming, pria itu tetap mengacuhkan Singto. Dia masih ingat dengan jelas foto dan video yang dikirim nomor tak dikenal itu. Bahkan, Krist lebih merasa sakit daripada dihajar dua orang nyang nyaris memperkosanya.

“Bagian mana yang sakit?” tanyanya lagi yang masih belum juga direspon sang empu.

Ohm beranjak dari duduknya dan menghampiri Singto. Ditepuknya pundak saudara tirinya itu berusaha menenangkan dengan tatapan teduhnya.

“Kudengar di dekat sini ada cafe. Kau pasti belum sarapan, biar aku mentraktirmu sesuatu,” ucap Ohm.

Singto menurut. Ia tahu benar apa yang dikatakannya bukanlah tujuan sebenar melainkan ada sesuatu yang harus dibicarakan. Walaupun Singto tidak akrab dengan adik tirinya ini tetapi dia paham benar dengan kode yang diberikan.

“Krist. Kau tidak perlu marah pada Singto. Ini bukan salah dia,” ucap Pen melanjutkan mengupas apel.

“Kau tahu sendiri aku terlalu sulit untuk marah padanya. Bahkan setelah dia mencampakkanku dimasa lalu aku masih belum bisa membencinya,” desah Krist lalu menghela napas.

Pen menatap teduh Krist yang masih cemberut. “Mataku bahkan hampir terlepas saat menyaksikan video itu,” gurau Pen sembari terkekeh pelan.

“Pen ...,” erang Krist kuat-kuat. Pada saat seperti ini dia masih saja bercanda.

“Kau kenal dia, Krist. Singto tak akan berbuat sejauh itu tanpa alasan.”

“Mereka saling mencintai. Itu sudah lebih dari cukup sebagai alasan kenapa mereka melakukannya!” sungut Krist.

“Kau cemburu,” todong Pen yang langsung mendapat delikan dari Krist.

“Bodoh,” decaknya menyangkal.

“Kau tidak perlu mengelak. Dengan reaksimu saja aku sudah tahu yang sebenar,” terang Pen layaknya pakar cinta.

Krist diam, memainkan jari-jarinya gusar. “Singto laki-laki, Pen. Dan Pie wanita. Memang seharusnya seperti itu baru bisa dikatakan pasangan,” cicitnya.

Love is love, Krist. Kau tidak bisa membawa gender sebagai alasan menghalangi perasaan itu. Semua orang berhak merasakan cinta, tidak perduli lelaki atau wanita semuanya punya hak yang sama.” Bijak Pen.


***

Ohm kembali ke mejanya dengan sebaki penuh pesanan. Satu porsi pasta, segelas citrus squash dan secangkir cokelat yang masih terlihat mengebul.

“Ini makanan kesukaan Krist. Jadi kurasa kau juga menyukainya,” ucap Ohm meletakan sepiring pasta di hadapan Singto.

“Hem.” Singto mengangguk membenarkan. “Tanpa udang. Dia alergi hewan berkumis panjang itu,” tambahnya.

“Lihatlah, kau bahkan tahu sedetail itu,” celetuk Ohm sembari terkekeh.

Singto mendongak, pasta yang sudah ia aduk-aduk belum juga ia lahap. “Aku tahu ini bukan tujuanmu. Sebenarnya apa yang ingin kau bicarakan?” tanya Singto.

Ohm tak langsung menjawab, ia menyeruput cokelat panasnya terlebih dahulu. “Tak perlu buru-buru, kita masih bisa habiskan pagi ini bersama.”

“Kita tidak pernah sedekat ini. Tiba-tiba pergi dan makan satu meja membuatku merasa aneh,” dengkus Singto.

Phi, sebaiknya kita harus membiasakan diri seperti ini. Bagaimanapun, kita saudara.”

Singto berdecih.

Ohm menghela napas terlebih dahulu lalu mengeluarkan ponsel Krist yang ia temukan di bawah meja apartemen ketika kembali mengambil pakaian ganti. “Krist mendapat kiriman ini sebelum dua orang pria datang berusaha memperkosanya,” jelas Ohm menyodorkan ponsel Krist pada Singto.

Singto meraih ponsel Krist. Ketika kunci layarnya ia geser matanya langsung membola sempurna melihat foto dirinya yang telanjang bulat tengah menggagahi Pie.

“Bukan hanya itu, kau bisa melihat kiriman selanjutnya,” ucap Ohm seakan tahu kalau Singto belum lihat bagian puncaknya.

Jarinya bergetar, tapi dia harus lihat apa yang Ohm maksud. Seketika, jantungnya seakan dipaksa berhenti saat ini juga menyaksikan sebuah vudeo berdurasi pendek dirinya yang mendesah dalam keadaan yang sama.

“Dia terpukul, dan kurasa Phi Krist lebih sakit hati menyaksikanmu seperti ini daripada luka di keningnya.”

“Da-dari mana dia mendapatkan ini?” tanyanya dengan tergagap.

“Orang tak dikenal,” jawab Ohm meletakan cangkirnya. “Dan aku percaya, ini semua sudah direncanakan.” Tambahnya lagi.

“Maksudmu Pie merencanakan ini semua?”

Ohm mengangkat kedua bahunya. “Delapan puluh persen. Terlalu janggal kalau kedua peristiwa malam tadi dianggap kebetulan.”

Gigi Singto beradu, mengeluarkan suara gemeletuk pelan. “Ohm, bisakah kau cari tahu tentang semua ini,” desis Singto.

Pria di hadapannya tersenyum lebar. “Tanpa kau minta aku akan melakukannya, Phi.”

***

Yuhu ...
Saya kembali lagi 😘😘
Setelah tegang-tegang enaknya bikin kendor dikit kali ye 😂😂

Buat semua pengunjung saya ucapkan terimakasihnya. Cos, kalianlah semangat saya 😍😍

Salam manis,
Dky_L

Continue Reading

You'll Also Like

1.3K 71 39
cerita ini dari akun pertamaku, yang gk bisa aku login kembali. Jadi, aku tulis ulang di sini. dan juga semua cerita yang aku buat, aku salin semuan...
424K 8K 13
Shut, diem-diem aja ya. Frontal & 18/21+ area. Homophobic, sensitif harshwords DNI.
IT'S YOU By wnrtwg

General Fiction

2.8K 422 36
It's a story about a boy, a little sister, and another boy who were destined to meet each other 🤍
220K 33.2K 60
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...