Gamers Couple [Slow Update]

By AnyaNurand28

18.6K 941 69

Awalnya Thalia hanya ingin menghilangkan kejenuhannya dengan game sampai akhirnya ia bertemu dengan seseorang... More

Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Part 32
Part 33
Part 34
Part 35

Part 13

398 31 0
By AnyaNurand28

Sudah satu tahun lebih Thalia tidak merasakan pelukan hangat seorang ibu dan saat ini Thalia kembali merasakannya. Dari pelukan ini Thalia merasakan kasih sayang seorang ibu memang tidak ada dua nya, dia juga merasa bahwa inilah cinta yang sesungguhnya, tidak ada yang mampu menandingi cinta dari keluarga apalagi dari seorang ibu.

Sejak kemarin malam Thalia terus saja tersenyum bahagia melihat sosok ibu yang selama ini dia rindukan. Terpisah jarak yang sangat jauh membuat rasa rindu itu terus semakin membesar seiring berjalannya waktu.

"Mama kenapa pulang nggak kasih tau Thalia dulu?" tanya Thalia di sela kesibukannya memilin rambut panjang Alice (Mama Thalia) yang selalu tergerai indah. Memang itulah kebiasaan Thalia sejak kecil jika sedang bermanja-manja dengan sang mama, yaitu membelai rambutnya yang panjang dan lebat sedangkan Alice mengusap rambut putri bungsunya itu.

"Kan biar jadi kejutan gitu," ucap Alice sambil terkekeh dan masih mengusap puncak kepala Thalia.

Mendengar jawaban sang mama, bukannya tersenyum Thalia malah mencebik kan bibirnya tanda tidak puas dengan jawabannya.

Melihat tingkah sang putri, Alice semakin gemas dengan Thalia. Padahal dia tidak lama meninggal kan gadis itu, tapi dia sudah seperti di tinggal lama saja.

Mengingat sesuatu, Alice mencoba bertanya kepada Thalia. "Emm, kamu baik-baik aja kan sayang selama mama tinggal? Nggak ngerepotin om Diego sama tante Monica kan?"

Sekilas info, Diego adalah adik dari Alice sekaligus suami sahnya Monica sahabatnya Alice selama masa sekolah.

"Thalia baik-baik aja ma, nggak ngerepotin om sama tante kok. Kalau mama nggak percaya tanya aja langsung sama mereka," ucap Thalia santai.

Namun dia sedikit masih tidak percaya dengan ucapan Thalia, bukan karena hal merepotkan Monica dan Diego justru Alice takut akan hal yang selalu dia khawatir kan jika meninggalkan Thalia sendiri di rumah. Meskipun di rumah ada pembantu dan satpam yang berjaga 24 jam. Karena kedua kakaknya berada di Jogja tinggal bersama neneknya, mereka datang kemari pun karena di suruh oleh Alice karena terlalu khawatir dengan anak bungsunya.

"Ya udah kalau gitu sekarang kamu istirahat ya, udah malem. Nanti besok telat berangkat ke sekolah."

"Iya ma, tapi mama besok yang anterin ke sekolah ya," Thalia meminta dengan wajah memelas.

Dari dulu Alice memang tak bisa menolak keinginan sang putri, maka dari itu tak butuh lama berfikir Alice langsung mengangguk dan tersenyum dalam artian mengiyakan ucapan Thalia barusan.

Mau lihat bagaimana reaksi Thalia? Dia sudah senang luar biasa, karena bisa kembali di antar oleh sang mama ke sekolah setelah vakum selama satu tahun. Sebelum beranjak menaiki tangga menuju lantai dua di mana kamarnya berada, Thalia sempatkan mencium pipi Alice lalu mengucapkan selamat malam.

Setelah Thalia sudah tak terlihat oleh pandangan Alice, dia menghembuskan nafas kasar. Rasa khawatir akan keadaan putrinya membuat Alice tidak bisa tenang, mungkin mulai sekarang dia tidak akan mengambil pekerjaan yang bisa menjauhkan ia dan putrinya itu.

Tristan yang sedang menuruni anak tangga mengernyit heran melihat mama nya masih duduk santai di ruang keluarga sembari memandang lurus ke depan, entah apa yang di pandangi karena televisi pun sedang tidak menyala.

Ia menghampiri Alice lalu mengecup pipinya singkat. " Mama kenapa belum tidur? Kok malah ngelamun disini, udah malem tau."

Alice yang menyadari kehadiran putra sulungnya langsung menyuruh Tristan duduk di samping Alice dan tentu saja Tristan menuruti perkataan mama nya itu.

"Kak, gimana keadaan kantor?" tanya Alice. Semenjak meninggalnya Michael - suami Alice sekaligus ayah dari Tristan, Johan dan Thalia- semua urusan kantor di serahkan kepada si sulung yang sudah tiga tahun lulus kuliah.

"Semuanya baik-baik aja kok ma, rencananya Tristan mau urus cabang yang di Jakarta aja biar yang di Jogja nanti di urus sama Jordan." Bukan hanya satu atau dua saja, keluarga Thalia memiliki beberapa kantor cabang di Indonesia, maka dari itu selepas kepergian Michael mereka semua sibuk mengurus kantor sampai-sampai Johan harus bisa membagi waktu kuliah dan urusan kantor.

Bukan hanya mereka saja yang sibuk, saudara dari papa dan mama nya pun yang sudah ahli dan di percaya, menjabat beberapa jabatan penting di perusahaan termasuk Jordan. Ia adalah Kakak sepupu Tristan dari pihak sang ayah, ibu Jordan dan Papa Tristan itu adalah adik kakak.

Jangan heran kalau begitu, bukan hanya karena dia kakak sepupu Tristan tapi Jordan memang cerdas dan sangat ahli dalam bidang bisnis. Perusahaan Alexander Grup bergerak di bidang bisnis properti, seperti restoran, hotel, villa, pusat perbelanjaan, dan juga yayasan.

"Kak, mama mau tanya serius sama kamu?" ucap Alice sambil memandang lekat sang anak sulung. Tristan yang di pandang seperti itu merasa kikuk, seperti sudah ketahuan melakukan suatu kesalahan.

"Iya ma, tanya apa?" Tristan berusaha menetralkan suaranya agar tidak terdengar gugup.

Alice yang menyadari sedikit ada gelagat aneh dari si sulung segera mengelus puncak kepalanya. "Mama cuman mau tanya keadaan Thalia selama mama tinggal ke luar negeri. Apa dia sering kambuh?"

Mendengar penuturan sang mama membuat Tristan jadi gelagapan dan bingung sendiri. Bagaimana dia bisa menjawab jika dia tidak tahu bagaimana kondisi Thalia selama di Jakarta, karena kesibukan pekerjaan yang membuat dia tidak bisa mengawasi Thalia.

"Maaf ma, Tristan terlalu sibuk jadi nggak terlalu mengontrol kondisi Thalia. Johan juga sibuk sama kuliahnya. Seinget Tristan juga Tante sama om nggak pernah bilang kondisi Thalia memburuk atau membaik, semuanya berjalan normal." Jelas Tristan kepada sang mama yang hanya memperhatikan dengan mata tanpa berkedip.

"Ya udah kalau gitu nanti mama tanya sama Miya aja," tutur Alice.

*****

Ini sangat luar biasa, seorang Jhonson yang mereka kira hanya mengetahui dunia game dan segala yang berhubungan dengan itu bisa meraih nilai fisika yang sempurna bahkan sangat sempurna. Mereka rasa ada yang salah dengan kinerja otak Jhonson, mereka berebut bertanya apa yang membuatnya tiba-tiba bisa mendapat nilai sempurna dalam ulangan harian fisika kali ini.

Jika ulangan harian fisika hanya berupa pilihan ganda mereka tidak akan mempermasalahkan nya, mungkin saja itu hanya kebetulan. Tapi kalau di pikir memangnya ada kebetulan yang menghasilkan nilai yang sempurna?

"Ini gila, gila, gila dan luar biasa. The best lo Jho."

"Jho gue nggak percaya lo dapet nilai sempurna, lo makan apa tadi pagi sebelum berangkat sekolah?"

"Gue rasa lo punya mantra tersembunyi ya?"

"Atau lo punya mata batin dan bisa liat kunci jawaban atau jawaban dari kepalanya Bu Rika?"

"Mungkin sebenarnya lo pinter tapi pura-pura bego?"

"Ini gue lagi mimpi bukan sih?"

Teman-teman sekelas Jhonson terus saja mengoceh menanyakan hal apa yang membuat seorang gamers seperti Jhonson yang hanya selalu fokus pada layar ponsel bisa mendapatkan nilai fisika yang sangat sempurna.

Jika teman-teman yang lainnya sibuk menanyakan pertanyaan yang bahkan belum mendapat jawaban dari yang bersangkutan, Thalia hanya bisa memandang bingung dan syok kepada kekasihnya yang saat ini kembali sibuk dengan games di ponselnya.

Sejak kapan Jhonson mahir di pelajaran Fisika? Dia selalu melihat Jhonson seperti tidak bertenaga dan lesu ketika menyangkut pelajaran yang memiliki banyak rumus dan hitungan.

Tapi hari ini dia mencetak rekor yang membanggakan sekaligus rekor yang banyak di pertanyakan. Apa jangan-jangan sebenarnya Jhonson selalu memperhatikan guru ketika menjelaskan di depan kelas dan kinerja otaknya menangkap dengan cepat penjelasan itu.

Jhonson tidak akan berfikir seserius itu jika bukan menyangkut dengan games. Raut muka yang dia perlihatkan pun biasa saja tidak seperti sedang berfikir keras. Lalu ini ada apa? Hal yang biasa menjadi luar biasa begitu?

"Tha?" Suara sekaligus tepukan keras di bahu kanan Thalia sontak membuat gadis itu terkejut dan juga membuyarkan lamunannya. Bahkan suara tepukan itu terdengar jelas, bisa dibuktikan bahwa nanti bagi Thalia akan memerah.

Tanpa pikir panjang, langsung saja Thalia membalas dengan memukul kerasa lengan si pelaku tersebut. "Aww, lo gila ya Tha? Sakit tahu. Merah nih kan."

"Hah? Lo bilang gue gila? Lo yang gila. Kalau mau tepuk bahu orang ya tepuk nya biasa aja nggak usah pake tenaga."

Cewek yang di semprot marah oleh Thalia hanya terkekeh tidak jelas seperti orang gila. Tangan yang tadi dia gunakan mengelus lengannya kini beralih menggaruk tengkuknya. Apa sakit yang tadi dia bilang bisa hilang dalam sekejap? Atau tiba-tiba pindah ke tengkuk?. Bahkan tepukan di bahu Thalia tadi pun masih terasa berdenyut dan Thalia masih mengusap-ngusap bahunya itu.

"Sorry, nggak sengaja gue."

Setelah itu Thalia kembali fokus pada ponselnya dan Lolita memilih duduk di samping kursi Thalia yang ditinggal pemiliknya ke luar kelas.

Untuk ukuran orang yang suka keramaian dan bosan dengan kesepian, Lolita gerah sendiri terus-terusan duduk di samping Thalia. Tak ada suara atau obrolan ringan seperti yang lainnya, kedua matanya sibuk memandang layar ponsel yang sedang menyala.

"Tha, nggak bosen apa?" tanya Lolita memecah keheningan.

"Nggak."

"Kantin yuk!"

"Nggak."

"Gue traktir deh."

"Nggak."

"Temenin gue ya."

"Nggak."

"Ish dari tadi nggak mulu jawabannya. Nyebelin lo."

"Hm."

Bisa nggak sih sekarang dia telan Thalia hidup-hidup. Cukup Miya yang cuek, Thalia jangan. Kalau keduanya Lolita tidak sanggup. Siapa nanti yang bisa kasih dia solusi soal perasaan nya ke Reno yang semakin besar? Hanya Thalia yang mengerti, karena Miya sudah bosan terus-menerus membahas soal Reno jika sedang berkumpul.

Memang Miya terlihat mendengarkan dan memperhatikan tidak seperti Thalia yang matanya saja selalu berpaku pada ponsel, tapi meskipun begitu dia itu orang pendengar dan penasehat yang baik walau tidak memperhatikan dengan seksama.

"Tau ah nyebelin, gue mau ngantin dulu kalau gitu. Lo ngebosenin hari ini." Lolita menggeser kursi lalu beranjak pergi meninggalkan kelas. Thalia hanya melirik sebentar lalu kembali fokus pada layar ponsel.

Jhonson yang sedari tadi memperhatikan interaksi keduanya tersenyum kecil dari kursinya yang terletak di pojok kelas. Lalu dia kembali mengambil ponselnya yang tadi sempat dia letakan sebentar.

*****

Hay,Hay,Hay. Gamers couple comeback guys. Ada yang kangen sama cerita mereka? Atau malah kangen sama penulisnya? 😁

Gimana? Gimana? Kasih kritik dan sarannya dong buat cerita ini dan jangan lupakan vote nya juga. Aku tunggu teman-teman semua 🤗

- Anya❤️

Continue Reading

You'll Also Like

301K 17.8K 36
JANGAN LUPA FOLLOW... *** *Gue gak seikhlas itu, Gue cuma belajar menerima sesuatu yang gak bisa gue ubah* Ini gue, Antariksa Putra Clovis. Pemimpin...
822K 99.5K 13
"Gilaa lo sekarang cantik banget Jane! Apa ga nyesel Dirga ninggalin lo?" Janeta hanya bisa tersenyum menatap Dinda. "Sekarang di sekeliling dia bany...
RAYDEN By onel

Teen Fiction

3.8M 231K 69
[Follow dulu, agar chapter terbaru muncul] "If not with u, then not with anyone." Alora tidak menyangka jika kedatangan Alora di rumah temannya akan...
Love Hate By C I C I

Teen Fiction

3.2M 222K 38
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Ada satu rumor yang tersebar, kalau siapapu...