LadyBoy - Yunjae Ver

By twofivefive

13K 494 47

Suara tersebut berasal dari kamar ayahku. Pintu sedikit terbuka, cukup untuk membuat siapapun mengintip. Ku k... More

THIS IS A TRANSLATED FIC
A Month Ago/Present
[M] I Like Your Habits/Haero
The Bar/Worse Day
[M] Limp/Tried
Bello/Deli
[M] Must be The Feeling

The Cocktail Party/Later

1.6K 76 5
By twofivefive




YUNHO POV



The Cocktail Party



Ayahku mengenalkanku pada semua wanita dewasa. "41" berdiri di samping ayahku, tersenyum padaku setiap kali aku melirik padanya. Bahkan senyumnya mempesona, seperti wajahnya.


Para wanita memuji betapa tampannya wajahku membuatku cepat lupa akan ayahku. Mereka menggodaku. Sungguh tidak nyaman, aku tidak terbiasa dengan wanita yang melemparkan dirinya padaku. Aku pernah punya pacar, mereka tidak seperti perempuan di sini yang menggoda pria tampan dan menempatkan matanya di celana para pria.


Aku juga bukan orang yang dengan mudahnya tidur dengan siapapun. Aku dibesarkan lebih baik dari itu. Aku dibesarkan oleh Minji dan dia mengajariku hal benar dan salah.


Ayahku melihat gelagat tidak nyamanku. Dia berdiri di sana, meminum sampanye dan menyengir seperti orang bodoh. 41 meminum sampanyenya dan terlihat terbiasa dengan perlakuan para wanita di sini.

"Baik, ladies. Sudah cukup." Ucap ayahku, melangkah menuju kerumunan singa lapar.


Para wanita cemberut dan merengek. Beberapa menolak jauh dariku, tapi ayahku menjadi womanizer pada umurnya, mengambil perhatian mereka. Memberikan ku kesempatan kabur ke mini bar.


Aku duduk dan memesan minuman, bernafas lega. Aku menengok, melihat ayahku melingkarkan tangannya ke pinggang "41" dan para wanita yang masih mengerubuninya. Ku alihkan pandangan ke sekiar dan menyadari tidak setiap pria di pesta ini terlihat senang bahwa ayahku ada di sana.


Mereka mengobrol dan terus melihat ke arah ayahku dengan pandangan iritasi. Mungkin istri mereka ada di kerumunan para wanita itu. Mereka bahkan melihatku dengan pandangan kotor.


Aku membalikkan badanku dan melihat bartender sudah membuat minumanku dan menaruhnya tanpa memberitahuku, atau mungkin dia memberitahuku tapi aku tidak mendengarnya. Aku mengucapkan terimakasih dan dia menganggukkan kepalanya dan kembali melayani tamu lain.


Aku duduk meminum minumanku dan mendesah layaknya pria yang memiliki masalah keuangan. Aku berumur 22 tahun, tapi aku merasa lebih tua. Aku merasakan ponselku bergetar.


Pesan dari Minji, ingin tahu apakah ayahku membawa wanita baru yang lain. Aku memandang pesan dengan ragu. Sepertinya aku punya kebiasaan melamun karena "41" sekarang duduk 1 bangku di bawahku dan aku tidak mendengarnya mendekat.


Bartender merubah sikapnya dalam sedetik dan memberikan "41" senyuman lembut. "Hello, Ms. Kim. Mau pesan apa?"


"41" menggigit kuku ibu jarinya kemudian tersenyum. "Aku tidak benar-benar ingin minum, sebenarnya aku duduk karena di sini tempat terdekat untuk duduk. Heels ini membunuhku."


Aku berpura-pura tidak memperhatikan percakapan mereka dan lebih tertarik dengan ponselku. Suaranya seperti perempuan. Cocok dengan wajahnya, suaranya halus, tipis, dan tentunya indah.


Aku tidak percaya aku memikirkan hal seperti itu tentangnya.


Bartender mengangguk dan mencoba membuat percakapan mereka menjadi lebih lama dengan memuji gaunnya, rambutnya, dan kecantikan alaminya. "41" dengan senang mengucapkan terimakasih, tapi dengan jelas membuatnya terdengar seperti dia tidak sedang ingin diganggu, ia menganggukan kepalanya dan membuang muka. Melihat ke kiri dan ke kanan, atau tidak meresponnya.

Bartender pada akhirnya mengerti sinyal tersebut dan kembali bekerja.


Aku mengirim pesan pada Minji dan memberitahunya bahwa ayahku tidak membawa siapapun. Aku berbohong agar tidak lebih menyakitinya, tapi aku tetap menyakitinya dengan berbohong. Ku taruh ponselku dan menyesap minumanku.


"Hi."


Aku melihat ke arah "41", melihatnya melipat tangan dan menatap ke arahku. Aku menaruh minumanku dan kembali melihat sekitar.


"Aku berbicara denganmu."


Aku melihatnya kembali dan menunjuk diriku sendiri.


"Aku?"


Dia menganggukkan kepalanya dengan pelan dan aku bersumpah melihat senyuman kecil tertarik di sudut bibirnya, tapi kemudian menghilang.


"Yeah, kau."


Aku mengedarkan pandanganku kembali karena aku merasa canggung. Dia mengatakan 'hi' dan tidak tersenyum saat menyapaku. "Uh, hi?" aku menyapa balik yang kedengarannya seperti pertanyaan.


"41" tersenyum lebar menampilkan gigi putih sempurnanya. "Hi"


Sepertinya dia terhibur dengan kebingunganku.


Aku melihat minumanku dan mengangkatnya. Aku mendengar dia beranjak dan aku melihatnya duduk di bangku sebelahku. Dia melihat ke arah gelasku. "Kau mau tambah?"


Aku mengerutkan kening. Melihat ke gelasku yang ternyata sudah kosong. "Ah, tidak, tidak. Tidak apa-apa, terimakasih sudah bertanya."


"41" bergumam dan menganggukkan kepalanya. Aku bisa merasakannya melihat sisi wajahku, gelas kosongku, dan aku yang melihat ke botol liquor yang tersusun rapi di depanku. "41" menaruh sikunya di meja bar dan kepalanya di tangan.


Dia terkekeh. "Kau terlihat sama seperti ayahmu. Kau tahu itu? Tetapi sedikit berbeda. Matamu lebih besar, dan tentu saja, kau lebih muda."


Aku meringis dan "41" menyadarinya.

"Oh, ma-maafkan aku jika aku membuatmu tersinggung!"


Aku akhirnya menolehkan kepalaku, melihatnya menurunkan sikunya dari bar berdeham dan duduk dengan tegak.


"Tidak apa-apa."

"41" menunduk, ke arah tangannya dan aku juga ikut melihat tangannya. Aku melihat bahwa dia merawat kukunya dengan baik, memotong pendek, dan mewarnainya dengan warna lime. Tangannya juga terlihat halus seperti selalu diberikan lotion. Kemudian aku menyadari kaki telanjangnya. Heels emasnya ditaruh di samping kursi.


"Namaku Jaelin..." Ucapnya pelan.


Aku menganggukkan kepalaku. "Aku Yunho."


Jaelin terkekeh dan mendongak ke arahku. Dia bergeser mendekat, bahu telanjangnya menyentuh bahuku.


Dia menggodaku?


"Aku tahu." Balasnya.


Benar, ayahku sudah memperkenalkanku sebelumya.


Aku tidak bisa berlama-lama lagi di sampingnya. Dia duduk sangat dekat hampir membuatku jatuh. Sekali lagi, aku merasa tidak nyaman akan keberadaannya, kedekatannya, dan tatapannya.


Aku lalu menjauh dari bangku. Jaelin terlihat terkejut pada seberapa cepat aku menjauh. "Well, menyenangkan bertemu denganmu. Ku harap kita bisa berjumpa lagi." Kegelisahan terdengar melalui suaraku.


Jaelin terlihat sedih – hampir seperti dia tidak ingin aku pergi. "Maafkan aku jika membuatmu tidak nyaman di waktu sendirimu. Itu merupakan kebiasaan burukku sejak kecil."


Jaelin membuang pandangannya dariku dan mulai menggambar di atas bar dengan telunjuknya. "Maaf jika aku dengan anehnya tiba-tiba datang."


Aku berdiri dengan canggung dan menganggukkan kepalaku berpura-pura mengerti. Aku lalu melihatnya setiap 5 detik sekali melirikku sambil mencoret-coret meja bar dengan telunjuknya.


"Maaf." Ucapnya ke empat kali.


Menghela nafas, "B-berhenti meminta maaf. Tidak apa-apa."


Jari telunjuknya berhenti dan dia menatapku. "S-sungguh?"


Aku sedikit menggangguk. Dia tersenyum lembut dan melihat sekitar. Lagi, aku menyadari berdiri di sana menggenggam gelas kosong. Aku mengerutkan alis. Kapan aku mengambil gelasnya dari meja?"


Jaelin terkekeh dan aku mendongak. Ku tebak dia melihatku mempertanyakan gelas yang ku pegang.


"Saat aku menakutimu, kau mengambil gelas dan berdiri."


Aku bergumam dan melangkah kecil ke arah Jaelin dan meja bar. Aku tidak mengerti mengapa bertingkah seperti ini. Ini bukan aku, aku tidak pernah bersikap seperti pria yang tidak pernah berkomunikasi dengan siapapun sebelumnya. Atau pria yang selama ini mengunci dirinya di kamar dan tidak pernah melihat orang lain.


Jaelin membuatku seperti ini, dan jujur aku tidak menyukainya.


Ku taruh gelas dengan keras membuat beberapa orang melihat ke arahku dan bartender di sisi lain berhenti menuangkan air. Dia menaikkan alis, dan memelototiku.


Aku tidak tahu ada masalah apa dia dengan ku.


Aku menurunkan tangan dan berbalik dengan tajam menatap Jaelin. Aku akan memberitahunya untuk pergi dan tinggalkan aku sendiri. Aku tidak menyukai diriku saat ini.


"Bye."


Tapi, itulah yang aku katakan.


"....Bye...."



---------





Later



Ayahku pulang dengan ocehan penuh tentang aku yang meninggalkan pesta dengan cepat dan tidak memberitahunya. Aku meninggalkan pesta dengan terburu-buru. Aku tidak bisa menjaga sikapku dan berbicara dengan pria yang ayahku tiduri. Terlalu sulit untukku.


Sambil berbaring malam itu, aku menatap plafon kamarku. Mati otak, dalam arti, tidak memikirkan apapun. Aku terkejut karena aku melewati banyak hal hari ini dan seharusnya aku punya alasan untuk berpikir, tapi aku tidak bisa.


Kosong.


Tapi aku tetap bangun dan menyalakan lampu kamar, dan berjalan menuju lemari mengambil kotak foto. Aku melewatkan foto ibuku kandungku dan barang tidak penting lainnya. Kemudian aku mengambil foto ayah dan ibuku saat mereka berkencan di sekolah menengah. Ayahku melingkarkan tangannya di bahu ibuku dan berpose dalam pakaian sekolah mereka.


Aku menatap tajam ayahku, dan bahkan tidak melirik ibuku.


Aku beranjak dan berjalan menuju kamar mandi yang ada di dalam kamar. Menyalakan lampu dan melipat foto setengah vertikal, memisahkan ayahku dan menaruh foto ayahku di samping wajahku dan menatap cermin.


Tidak ada kesamaan.


Aku tidak terlihat sepertinya.


Beralih ke sisi satunya, foto ibuku, aku tidak melihat kesamaan.


Aku tidak terlihat seperti ayah dan ibuku.


Aku meremas foto dengan satu tangan dan membuangnya ke tempat sampah. Ku matikan lampu dan menjatuhkan tubuhku ke atas kasur. Menghela nafas dengan dalam.



Aku tidak bisa tidur.








-----------




Sampai jumpa di chap selanjutnya! Reponse kalian akan sangat memotivasiku untuk posting chap selanjutnya. 


So, sempatkan untuk berikan komentar ya^.^


Continue Reading

You'll Also Like

2.1M 57.7K 95
On the twelfth hour of October 1st, 1989, 43 women gave birth. It was unusual as none of them had been pregnant since the first day they started. Sir...
189K 8.6K 107
In the vast and perilous world of One Piece, where the seas are teeming with pirates, marines, and untold mysteries, a young man is given a second ch...
86.4K 2.4K 39
Francesca Astor came to Love Island to find her soulmate, and once she sets her eyes on him, she's never letting go. Rob Rausch x Fem!oc #1 robertrau...
379K 33K 93
Sequel to my MHA fanfiction: •.°NORMAL°.• (So go read that one first)