Bintang

By fhateiliya

517K 45.2K 1.8K

(COMPLETED) Cover : Uswatun Hasanah Bintang bersinar begitu terang menandakan ada pekat yang menggenggam mala... More

Big Bang
Sirius
Canopus
Arcturus
Alpha Centauri A
vega
Rigel
Procyon
Archernar
Betelgeuse
Altair
Aldebaran
Spica
Antares
Pollux
Regulus
Orion
AlNilam
Polaris
Alnitak
Nebula
Bintang Senja
SEQUEL BINTANG

Bellatrix

13.8K 1.6K 93
By fhateiliya

(*) Bellatrix adalah bintang tercerah ketiga dirasi Orion dan bintang paling cerah kedua puluh tujuh dilangit malam. Bintang ini berada pada jarak 243 tahun cahaya dari Bumi dan merupakan bintang kelas B2III. Bintang ini bermagnitudo 1.64.

Angin pagi ini begitu menyegarkan, menyapa hati dua sejoli yang basah akibat perang air baru saja. Denyut rasa menggema sampai ke telinga mereka sendiri. Nyata segala keinginan itu bersatu padu.

Sesaat senyuman itu mengembang. Lalu hilang dalam sekejap mata, Diingat lagi siapa mereka saat ini. Tubuh Bintang merosot di balik pintu kamar mandi.

Dingin ditubuhnya kini menjadi gigil yang menguar kembali nyeri dalam hati.

"Kita terlalu naif bisa melewati semua ini, Tapi nyatanya selalu seperti ini."

Bintang langsung membersihkan dirinya. Mengguyur badannya kembali dengan air pagi ini. Dia harus pergi dari sini.

Saat dia sedang membereskan pakaian, Handponenya berdering tanda ada panggilan masuk.

"Pak Rio? Iyaa. Jadi sudah di Indonesia? Kenapa baru bilang." Ujar Bintang.

"Baik, Nanti aku akan menemuimu. Sampai bertemu nanti." Sambung Bintang lagi lalu menutup telponnya.

Baru dia keluar dari pintu kamar yang dia tempati. Surya sudah menunggunya.

"Sarapan dahulu sebelum pulang."

Bintang pun mengiyakan tanpa penolakan. Dimeja makan sudah terhidang menu sarapan yang menggiurkan. Senja belum nampak di sana.

"Bi, Coba panggilkan Senja untuk sarapan." Perintah Surya.

Pembantu rumah besar ini pun mematuhi lalu naik ke lantai atas untuk memanggil tuannya. Dikamarnya Senja sedang termenung sendiri. Mengeja hatinya sendiri.

Pintu kamarnya diketuk dan Pembantu memberitahukan perintah tuannya. Senja menghela.

"Iya. Saya akan turun." Ujarnya.

Senja turun dengan langkah lunglai. Dia merasa segala kebahagiaan yang bersarang dihatinya hanya semu. Walaupun semua itu tepat berada di hadapannya.

Dia melihat Bintang yang duduk dimeja makan. Mengobrol dengan papanya. Dia pun menghampiri dengan senyuman palsu barunya yang selalu bertengger diwajahnya.

"Pagi semuaa. Senang melihat adik dan Papa mengobrol seru dipagi hari."

Surya mencoba tersenyum seolah dia pun senang. Bintang, tidak. Dia malah murung mendengar penuturan itu.

"Kenapa kok Bintang murung? Apa omongan kakak salah?" Tanya Senja.

Bintang menggeleng.

"Pa, Kita pun harus mencarikan dia suami. Suami yang baik. Kalau perlu kita menikah dihari yang sama saja." Ujar Senja lagi.

"Keputusan yang bagus. Apa Bintang sudah mempunyai calon sendiri?" Tanya Surya.

"Belum Pak, Senja saja yang duluan menikah. Bintang masih banyak hal yang harus dipikirkan."

"Apa yang kamu pikirkan? Jelas-jelas semua tentang kita tidak akan pernah jadi kenyataan." Ujar Senja tanpa diduga.

Senja sedang semerawut saat tadi mendapati telpon dari Jingga yang menangis.

"Hatimu dan janjimu selalu menyakitiku Senja. Apa yang kamu harapkan lagi dari Bintang, Hah? Cintamu itu pun tak lebih dari cinta yang tak pantas dimata tuhan."

"Apa yang kurang dariku? Memang ada perempuan yang mau menerima seorang lelaki yang hatinya milik adiknya sendiri. Pikirkanlah. Kita sebentar lagi akan menikah."

Telpon itu ditutup. Membuat letupan kesal, sedih, dan sebagainya membelit hati Senja.

Senja merasakan bagaimana semua ini mempermainkannya. Kehadiran Bintang di sini pun tidak pernah jadi penyelesaian.

"Apa maksudmu?" Tanya Bintang.

"Lupakan aku Bintang, Buang cintamu itu. Aku ini kakakmu. Ingat."

"Apa maksudmu berbicara seperti itu kepadaku?" Tanya Bintang mulai kesal.

"Aku sedang memperjelas hubungan kita."

"Memperjelas atau sedang menyadarkan hatimu sendiri? Aku mengenalmu dengan baik Senja. Kamu mulai muak dengan keadaan ini. Baiklah, Aku akan pergi." Ujar Bintang dingin.

Dia berdiri dari meja makannya dengan air mata menggenang. Surya hanya bisa termangu ditempat, melihat air mata jatuh dipipi putranya.

"Pergilah. Bahkan pergilah dari bumi ini. Kehadiranmu hanya selalu membuatku sesak saja." Teriak Senja.

"Senja, Apa yang kamu katakan pada adikmu. Sudah. Hentikan." Teriak Surya.

"Aku ingin berhenti Pa, Sedari dulu. Papa tidak tahu apa-apa soal perasaanku atau siapa pun." Timpal Senja lagi berlalu meninggalkan meja makan.

Surya duduk dimeja makan sambil menutup matanya saat deruman suara mobil menjauh dari kediamannya.

Senja melajukan mobil dengan kesetanan. Tak mengerti lagi apa yang hatinya rasakan saat ini. Saat terdengar dentuman keras tidak jauh dari mobilnya dijalan raya.

Kemacetan memburuk.

"Sepertinya ada kecelakaan di depan." Ujar salah satu pengamen saat Senja menanyainya.

Dia kembali menutup kaca mobilnya. Berjalan merayap diantara tumpukan kendaraan. Dia semakin dekat ditempat kecelakaan. Terlihat mobil itu penyok dibagian depan dengan serakan kaca dijalan.

Saat Senja mengabaikan semua itu. Dia tersadar siapa pemilik mobil itu. Suara ambulance mendadak membuatnya tuli.

"Bintang. Bintang." Ujarnya panik.

Dia turun dari mobil di tengah kesemerawutan lalu lintas. Mobil milik Bintang menabrak besi pembatas jalan.

Suara klakson semakin membuat pening kepala Senja.

"Pergi, Bahkan pergilah dari bumi ini." Teriakannya tadi menggema dikepalanya.

"Pak, tolong kembali ke mobil bapak. Akan semakin macet. Korban sudah dibawa ke rumah sakit." Ujar Polisi yang mengamankan lalu lintas.

Senja kembali naik ke mobilnya. Dia langsung menghubungi Bintang.

Apa Bintangnya baik-baik saja?

Saat telpon itu diangkat yang mengangkatnya dari pihak polisi.

"Maaf pak, apa ini sanak saudaranya? Saudari yang mengendari mobil bernopol sekian tadi mengalami kecelakaan dan sedang ditangani dirumah sakit."

Senja menjatuhkan handponenya begitu saja. Terbayang metamorfosis gadis yang dia kasihi ini dari kecil sampai barusan terkena kekesalannya.

Senja langsung melajukan mobilnya menuju rumah sakit. Kakinya berjalan tak tentu arah saat menanyai korban yang dibawa ke sini kepada resepsionist.

"Dia sedang diberi penanganan pak."

Senja termangu. Saat melihat ibu Panti terduduk layu di depan ruang UGD. Tidak berapa lama terlihat Bulan sahabatnya Bintang dan Awan.

Telinga Senja mendadak tuli, Pandangannya mengabur. Dia berbalik menahan segala sesak dalam batinnya. Di saat dia akan ambruk satu tangan menahannya.

Luna perempuan paruh baya itu ada di sini. Diajak Awan katanya ada temannya yang terkena musibah. Luna akan ikut menghampiri keluarga korban saat tahu siapa yang terduduk layu di depan ruang UGD.

Ningsih, Sahabatnya saat dahulu. Ningsih, yang dia bebankan putrinya dikehidupannya. Luna membopong tubuh Senja yang seperti tidak menapak bumi. Pemuda ini seperti linglung.

Dia ajak untuk duduk dikursi halaman rumah sakit. Pemuda itu langsung menutup wajahnya. Bahunya bergetar hebat. Luna tidak tahu ada apa dengannya.

Dia hanya mengusap punggung itu.

"Apa ada sesuatu yang terjadi?" Tanya Luna.

Senja hanya diam. Dia pun tidak sadar bahwa perempuan ini adalah ibu yang selama ini dicari Bintang.

Luna pun belum sadar bahwa yang terkena musibah adalah putrinya sendiri. Dia pikir Ningsih di sana karena anak pantinya yang lain.

Telpon Luna berdering. Panggilan dari Awan.

"Iya, Bibi tunggu diparkiran saja." Ujar Luna.

Telponnya ditutup.

"Ibu tinggal ya. Semoga apa yang kamu sedihkan segera menemukan kabar baik." Ujarnya.

Luna melangkah menuju parkiran  saat dia bersitatap dengan Surya yang baru meninggalkan mobilnya. Dua mantan suami isteri itu saling tatap tidak percaya.

"Lunaa." Guman Surya.

Luna terdiam, Di saat tersadar dia langsung berlari menjauh dari Surya.

"Lunaa. Tunggu. Lunaaa." Teriak Surya mengejar langkah perempuan itu.

Surya terus mengejar langkah Luna yang cepat masuk kembali ke rumah sakit.Surya yang punya masalah jantung tidak kuat berlari. Dia pun memilih menghentikan laju kakinya.

"Lunaa, Putri kita." Lirihnya.

Luna terus menghindar menyusuri koridor rumah sakit. Dia begitu takut diketahui. Saat matanya selalu melihat ke belakang langkah ke depan tidak dia perhatikan.

Dia pun menabrak kursi roda yang membuat tubuhnya terjatuh.

"Anda bisa berhati-hati nyonya? Ini rumah sakit." Ujar seseorang dengan bahasa inggris.

Luna, langsung menengadahkan wajahnya. Betapa tercengangnya ia saat melihat satu wajah yang teramat dia rindukan duduk dikursi roda. Menatapnya tak kalah tajam.

"O o rionn." Lirih Luna.

Charles pun sama terkejutnya. Melihat wajah seorang wanita yang selalu dilukiskan Orion kini tepat berada di hadapan mereka.

***

Surya tidak mencari lebih jauh lagi keberadaan Luna. Dia lebih mengkhawatirkan keadaan Bintang. Dia menghampiri Ningsih yang sedang dipeluk Bulan. Perempuan itu begitu terguncang.

"Bagaimana keadaan Bintang?" Tanya Surya.

"Dia mengalami benturan yang keras. Kata Polisi, Dia menghindari mobil yang rem mendadak di depannya. Dia banting stir sehingga menabrak mobil di sisinya. Lalu terguling membentur pembatas jalan." Jelas Ningsih.

Surya pun ikut duduk melihat ruangan itu yang kini keluar seorang dokter mengintruksikan operasi.

Mereka pun kembali menjadi panik. Dokter dalam keadaan genting seperti ini tak patut mereka cecar dengan berbagai pertanyaan.

Brankar itu bergerak cepat dengan selang-selang menyokong tubuh Bintang. Langkah kaki suster bergemuruh memenuhi koridor rumah sakit.

Semua suara itu begitu menakutkan bagi orang-orang yang menyayangi Bintang.

Di luar Senja masih termangu. Seperti sebagian jiwanya ikut hilang. Jingga yang mendapat kabar ini pun langsung ke rumah sakit.

Dia menghubungi Senja. Senja mengangkatnya dengan lemah bahwa dia pun ada dirumah sakit.

Jingga pun menghampiri Senja yang terduduk dikursi halaman rumah sakit. Wajahnya kusut sekali. Entah berapa lama lelaki ini menangis, Karena matanya merah.

Jingga duduk di sampingnya. Mengusap bahunya.

"Apa dia baik-baik saja? Aku takut dia tidak baik-baik saja. Takut dia pergi walaupun aku meminta padanya tadi." Lirih Senja.

Jingga menangis, Lelaki di sampingnya begitu mengenaskan.

"Tuhan harusnya tahu kan? Aku begitu menyayanginya. Sekuat apa di saat harus kehilangan lagi seseorang yang begitu berarti setelah Mama."

Mata Senja kosong. Dia menatap entah kemana.

"Aku tidak masalah dia sebagai apa di sisiku. Aku hanya ingin dia hidup. Tidak merasakan sakit seperti ini."

Jingga menangis hebat. Rasa bersalah merayapi hatinya. Dia begitu egois mengedepankan perasaannya. Sedangkan cinta yang coba dia hilangkan ternyata sebesar ini.

"Sejak kecil Bintang selalu bersamaku, ada fase di mana dia pun hilang tapi aku masih tahu bahwa dia masih bersinar. Walaupun redup sinarnya, Tapi Senja selalu menyukainya."

Senja hanya berkata-kata. Menumpahkan segala hal yang merongrong hatinya. Ketakutan teramat besar mengelilinginya. Dia takut kehilangan Bintang dalam arti sesungguhnya. Takut sekali.

"Aku menyukai segala hal tentangnya. Begitu mengenal dirinya dengan baik. Aku tahu kapan dia menyimpan kesedihannya. Pura-pura tidak mencintaiku. Padahal rasa kami sama besarnya. Bodoh sekali."

Senja tersenyum sendiri. Air mata tak lagi keluar membasahi wajahnya. Dia kehabisan cara bagaimana harus bersikap tegar.

Dia berdiri. Melangkah menjauh meninggalkan rumah sakit. Jingga mengejarnya.

"Kamu mau kemana Senja?" Tanya Jingga.

"Bawa aku dari sini. Menjauh dari tempat ini." Ujarnya.

Jingga mengangguk dengan tangis yang tertahan. Dia benar-benar sudah menjadi perempuan jahat.

***

Ruang operasi masih menyala. Surya, Ningsih, Awan, Bulan tak kenal lelah tetap berdiri menunggu kabar semuanya baik-baik saja.

Bulan selalu terisak sedari tadi. Awan lelaki itu merangkulnya membawa ke dalam pelukannya.

"Baru aku mau cerita kepadanya bahwa Ibu yang dia cari kita mengetahui keberadaannya." Lirih Bulan.

"Ssssst. Semua akan baik-baik saja. Bintang perempuan yang kuat." Timpal Awan.

Awan mengecup kepala Bulan. Baru dia pun mau bangga menceritakan kepada Bintang bahwa hatinya sudah berlayar kepada sahabatnya. Bintang pasti lega mendengar semua ini.

Di lain tempat. Langit mengusap wajahnya berkali-kali. Wajahnya tak cukup lihai menyembunyikan segala kekhawatiran dalam dadanya saat mendapati kabar bahwa Bintang kecelakaan.

Dia masih dikantor. Melihat lampu-lampu kecil perkotaan. Dia menyukai Bintang sinarnya temaram. Di saat begitu terang dan indah dipermukaan Langit berarti seberapa kuat Bintang itu mengumpulkan sinarnya.

"Bintang. Saya menerima kamu menolak lamaran saya, tapi saya tidak menerima kamu menyerah atas hidupmu. Kamu perempuan yang berarti bagi Senja yang selalu sabar menanti kalian duduk bersisian dilangit sana."

Malam ini. Langit begitu gelap. Tak ada kerlip bintang sama sekali. Yang ada hanya dingin mencekam hati siapa saja yang begitu menyayangi bintang dikehidupan ini.

***

(*) belajarsemsta.blogspot.com

Continue Reading

You'll Also Like

4M 38.9K 6
GENRE : GENERAL FICTION, DRAMA [Story 1] "Ini gila, bagaimana bisa gue harus menikahi seorang gadis bisu hanya karena taruhan konyol yang gue buat sa...
28.1K 3.4K 23
[ON GOING - SEMI THRILLER] #6 on nctmark #24 on nctlokal Keinginan Dira untuk menjadi penyiar di Comers Radio tampak berjalan mulus pada awalnya, tap...
10.8K 911 19
"mas punya adek" jeongwoo, dom! junghwan, sub!
19.2K 539 56
Cuplikan-cuplikan sebuah karya terbaik dari Kahlil Gibran. [Akan direvisi setelah selesai]