Deep Wells

By newtela

4.6K 1K 244

"You can love two people at the same time, but never at the same level." More

Meet Kai
Meet Seno
Halte Transjakarta
I'm Joy
Movie
Dia
Their Beginning
Giliran Seno

Cenat Cenut

328 89 40
By newtela

Kai

Biasanya kalau cucian baju belom numpuk kadang gue males pulang kerumah. Ngapain juga udah bayar kos mahal malah sering bolak balik pulang, rugi dong gue. Rugi waktu, uang, dan tenaga. Daripada itu mending uangnya gue sisahin buat ngelaundry baju. Gue emang semales itu sampe-sampe baju aja gue laundry tapi kalo baju favorit gue atau baju yang sekiranya berat kalo ditimbang gue bawa pulang biar dicuciin Bunda dirumah.

Dasar Aku.

Tadinya gue juga gak mau pulang, cucian gue belom numpuk sih. Besok juga ada kelas jam 10 pagi, rada males juga bolak balik gak pake motor. Perjalanan pulang naik transportasi umum juga gak pernah enak, mau transjakarta kek atau krl gak ada yang gue suka. Karena kalau naik transjakarta kadang masih suka macet, sedangkan kalau naik krl emang gak macet tapi gila orang-orangnya liar semua. Ya tapi mau gimana lagi, namanya juga transportasi umum. Mau nyaman mah naik kendaraan sendiri kali, Kai.

Tapi karena hari ini ulangtahun Mbak Yuri, Bunda jadi masak banyak makanan enak. Ya kali gue gak pulang. Gue udah bosan makan di warteg juga.

"Kai, bungkusin buat gue lah!" kata Bisma sok merangkul gue padahal tinggi badannya aja lebih pendek dari gue. Bisma ini anak Teknik Sipil juga, gue bisa kenal dia karna kamar kita sebelahan di kosan. Gue sering nyari makan, ngelaundry, dan pulang bareng ke kosan sama dia. Anaknya aktif banget, kadang suka pusing ngobrol sama dia.

"Warteg kali dibungkus," gue melepaskan rangkulannya. Apa sih emang nyokap gue buka warung nasi padang apa, minta dibungkus.

"PELIT!" seru Bisma, tangannya menarik lengan denim yang gue pakai. Setelah itu dia pasang muka imut, komuknya persis cewek yang lagi merengek-rengek minta dibelikan jajan sama cowoknya. Bisma ini emang agak lenjeh ke gue, gara-gara kelakuannya banyak orang yang ngatain kita homoan karena kemana-mana gue sering sama dia. Untungnya cowok ini udah punya pacar, kalau enggak bisa-bisa kita dikira Gay beneran. Bisma pacaran sama senior dari jurusan PR, gue gak terlalu kenal ceweknya karena dia udah lulus setahun yang lalu. Justru Bisma malah lebih ngenalin gue ke sahabat ceweknya. Kebetulan sahabatnya ini kuliah di kampus yang sama, makannya gue kadang suka papasan jalan sama dia. Herannya gue selalu lupa nama sahabat Bisma ini, namanya Arin, Elin atau Karin?

Sekarang beberapa cewek melirik kita, gue tau bukan karena mereka tertarik sama gue ataupun Bisma. Pasti mereka lagi gibahin kita.

"IYA IYA... SANA LU JAUH-JAUH DARI GUE!" bisa-bisa gosip kita homoan makin kesebar lagi. IH.

"Yailah masih kaku aja lo sama gue," Bisma menoyor kepala gue, emang songong banget nih bocah.

"Eh adzan tuh... Sholat yuk, biar kalau lo mati dijalan insyaallah dalam keadaan istiqomah." setelah mencolek gue, Bisma berjalan cepat menyebrangi jalan.

Meskipun songong gue masih betah temenan sama dia karena Bisma ini selalu ngingetin gue buat gak lupa ngejalanin kewajiban kita sebagai umat muslim sesibuk apapun kita sama urusan kuliah. Cowok ini meskipun gesrek tapi pemahaman agamanya lebih baik dari gue, yaiyalah doi kan mantan anak pesantren. Tapi jangan tanya ke gue, kenapa mantan anak pesantren masih bisanya pacaran.

Sebelum iqomah gue duduk bersila sambil mainin hp, membuka satu persatu story Whatsapp di kontak gue. Gue cuma scoll aja satu persatu karena gak ada yang menarik. Sampai akhirnya gue melihat update an Joy, foto teman-temannya nampak dari belakang. Gue jadi inget ini kan hari yang sama waktu gue pertama kali ketemu dia di halte transjakarta, trus kita pulang bareng. Gue mereply statusnya, ngomong-ngomong ini pertama kalinya gue chat dia.

Kai: Masih dikampus?

Joy: Masih nih, kenapa Kai?

Kai: Mau pulang bareng?

Joy: Eh boleh. Gue lagi di Indomaret sih, lo dimana?

Kai: Dimasjid

Joy: Oke. Gue samperin lo ya.

"ETDAH BOCAH MALAH SENYAM SENYUM SENDIRI! DAH QOMAT TUH!" Bisma berdiri meninggalkan gue, cowok itu merapatkan shaf depan. Gue memegang pipi gue sekilas, masa iya sih tadi gue senyum. Kemudian jalan perlahan ke barisan depan.

Abis itu sepanjang sholat gue malah gak khusyuk.

-

Gue berjalan perlahan mengikuti langkah kaki perempuan di samping gue, hari ini cewek itu memakai sweater coklat kebesaram dan bucket hat warna kuning. Ngomong-ngomong sweater coklat Joy ini mirip banget sama sweater gue yang sudah berhari-hari ini hilang entah kemana.

Sambil meminum susu kotak rasa coklat pemberiannya, gue memperhatikan dia yang sedari tadi jalan jinjit atau melompat kecil setiap kali ada genangan air didepannya. Memang seharian ini turun hujan dari pagi sampai sore hari, makannya banyak genangan air yang belum kering di trotoar jalan.

"Awas," Gue menariknya, ada rombongan mahasiswa yang berjalan cepat dibelakangnya. "Jalan yang bener dong Joy. Kalau mau balet nanti aja dirumah." niatnya gue bercanda tapi kenapa malah kedengaran sewot ya.

"Ih kalau gak gitu nanti sepatu gue basah, Kaiii" pertama kalinya gue melihatnya merengut. Joy mengoyang-goyangkan kakinya, dia bilang setengah bagian sepatunya basah.

"Gak bakal kalau lo jalan ngikutin gue," gue memperlihatkan cara jalan gue pada Joy, cewek itu memperhatikan lalu mengernyitkan dahinya.

"PFFTT!"

"Gak ada bedanya sama jalan gue." Joy menyedot susu kotak rasa strawberry miliknya.

"Adaaaa," sekarang gue berjalan lebih pelan dari yang tadi. "Jadi tumit kaki lo dulu yang harus kena tanah, nih kaya gini. Nanti airnya gak akan nyiprat kemana-mana, cuma akan nyiprat ke depan sepatu lo aja."

Cewek itu mempraktekan teori gue. Perasaan gue gak gitu tadi, iyasih dia jadi jalan slow motion tapi tangannya kenapa harus begitu sih. Cewek ini malah lebih mirip pinguin dengan sweater kebesaran dan bucket hat kuningnya.

Rasanya pengen gue karungin deh nih cewek, saking gemesnya.

"Ah sama aja!" Joy kemudian berhenti mengikuti gue dan berjalan seperti biasa. "Ih gara-gara hujan nih!"

"Gak boleh gitu kali," kata gue saat kita sudah sampai di halte transjakarta. Gue melipat lengan kemeja gue, meskipun habis hujan gak ada udara yang berhembus dari tadi. Halte yang ramai jadi membuat suasana makin gerah.

"Gak boleh apa?" tanya Joy, cewek itu mengekor gue setelah men tap kartu flashnya. Kita berdiri di depan pintu masuk bus. Kira-kira 5 menit lagi bus jurusan Harmoni sampai di depan kita.

"Menghina hujan," gue jadi inget omongan Bisma saat gue berceloteh mengomentari hujan yang gak kunjung reda pagi itu. Hari itu harusnya kita presentasi tugas kelompok kita berdua, gue dan Bisma sudah berpakaian rapih dari biasanya. Kemudian Bisma memberitahu gue buat gak mengomel terus saat hujan. Dia bilang Allah sudah mengatur waktu, cuaca, dan seluruh alam semesta ini. Jadi mencela salah satunya sama saja menghina penciptanya. Kemudian Bisma menjelaskan dalil dan sabdah Rasul yang gue gak inget sama sekali. Intinya dia melarang gue buat mencela hujan lagi.

"Kenapa, gitu?"

"Coba bayangin kalau di dunia ini gak ada hujan?" gue menghadapkan badan gue ke arah Joy. Karena gak hafal dalil-dalil yang dijelaskan Bisma, gue mencoba menjelaskannya dengan cara gue sendiri. "Dunia tanpa hujan, sama aja kaya dunia tanpa air."

"Hujan itu menciptakan laut, menumbuhkan tumbuhan, memberikan kehidupan, melindungi kita dari panas, dan memberi rezeki bagi sebagian manusia. Tanpa hujan, gak akan ada aliran sungai, juga air. Gak akan ada apapun di bumi ini. Termasuk kita, Joy. Jadi hujan itu rezeki, sesuatu yang harus kita syukuri." lanjut gue.

"Yahh.Berarti selama ini gue salah ya?"

"Ya gapapa, kemaren kan lo gak tau." Gue memasang Jansport Biru tua gue di depan badan, kebetulan tasnya kosong. Beberapa buku gue titipin ke Bisma, jadi besok gue cuma nenteng tuperware isi masakan Bunda aja buat Bisma. "Eh kalau gasalah ada doanya."

"Gimana? Gimana?" Joy jadi antusias sekarang sambil mengingat ingat gue memandang layar jadwal keberangkatan bus. 1 menit lagi menuju bus sampai di halte.

".... Allohumma Shoyyiban Naafi'aan."

Setelah itu Joy mengulangnya berkali-kali sampai lancar, "Artinya apa ya, Kai?"

"Pegangan," gue melirik dia yang sedang memeluk tasnya didepan, tanganya melepaskan bucket hat kuningnya dari atas kepala, memasukannya ke dalam tasnya. Mungkin cewek itu takut topinya bisa jatuh nanti, lagian hawanya juga panas banget kalau dia masih tetep mau pakai topinya.

"Udah nih," kata Joy mantap.

Gue mendecap, lalu menarik tangan kirinya melingkari lengan gue. "Bukan pegang pintu Joy, tapi pegangan ke gue."

-

Joy

kenapa hatiku cenat-cenut tiap ada kamu
selalu peluh pun menetes setiap dekat kamu
kenapa salah tingkah tiap kau tatap aku
selalu diriku malu tiap kau puji aku

Sedari tadi yang gue lakuin cuma mengulang ulang lirik itu berkali kali. Kalau dihitung mungkin sudah 5 kali atau lebih gue menyanyikan lagu smash itu didalam hati.

Karena gue gak bisa mendapat pegangan di dalam bus, cowok itu dengan santainya terus mengingatkan gue untuk berpegangan padanya. Kai bilang, dia takut gue jatuh. Padahal sebenarnya selama ini gue gak pegangan ke apapun juga gak pernah jatuh di dalam bus. Ya cuma gimana ya, kapan lagi gue bisa pegang tangannya. Kesempatan langka ini gak boleh dong di sia siakan.Jarak sedeket ini bikin gue canggung banget, gue gak tau mau ngajak ngomong Kai apa. Akhirnya gue putusin liat ke luar jalan. Macet, dari tadi bus cuma merayap di sekitar jalan Daan Mogot. Gak heran sih daerah sini memang langganan macet, apalagi dijam pulang kerja gini.

"Disini gak ujan ya?" gue berbisik. Jalanan disini gak basah, gue jadi berspekualasi kalau daerah sini gak diguyur hujan tadi.

"Ujan kok," sahut Kai.

Eh, padahal gue ngomong sendiri tapi malah di sahutin Kai. Gue jadi harus mendangak untuk melihat responnya, cowok itu malah memandang keluar jalan. Dari sini gue bisa melihat wajahnya dengan jelas. Mata coklat, hidung iritnya, bibirnya serta rahangnya yang tajam.

"Tau dari mana kalau hujan?"

"Liat tuh, dipinggir jalan masih ada sedikit bekas air hujan." Kai menunjuk dengan dagunya.

Gue masih mencari-cari posisi yang dia tunjuk, mane sih orang jalannya ketutupan mobil semua.

"Ituu tuuhhh," Kai menyentuh dagu gue pelan, mengarahkan wajah gue sampai gue bisa melihat yang dia maksud.

"Oh," gue gak peduli mana yang Kai maksud, yang buat gue kaget adalah cowok manis ini barusan menyentuh dagu gue, haduh mau meledak gue rasanya.

"Lo tau gak kenapa bagian jalan yang di tengah itu selalu lebih dulu kering dari pada bagian pinggirnya?" tanya Kai.

"Karena bagian tengah lebih tinggi, jadi airnya ngalir ke pinggir otomatis yang tengah lebih cepet kering."

"Hmmm bener sih. Faktor lainnya karena kendaraan yang lewat. Panas kendaraan buat air menguap, otomatis bagian tengah yang airnya tinggal sedikit jadi lebih cepat mengering dari bagian pinggirnya."

"Owh." gue memberinya jempol.

Oke sekarang gantian gue.

"Kai. Tau gak benda paling berat di alam semesta?" tanya gue.

Kai berpikir, satu alisnya naik keatas.

Gue hanya menahan senyum melihat Kai. Dia gak akan bisa jawab ini, masalahnya jawabannya agak sedikit ngaco.

Kai memasang muka serius, "Maybe Sun... Or black hole?"

"Maybe? Choose one of them."

"Black hole deh kayaknya. Setau gue masih misteri tuh isi black hole seluas apa."

Gue mengeleng. "Salah!"

"Hah?" Kai kaget. Tapi setelah itu dia menyimak.

"Nih dari yang kecil dulu ya. Pertama, Sun. Neuton Star. Black Hole. Dan yang paling berat itu.... PENYESALAN." gue tertawa puas.

Kai mendecap, kemudian tersenyum kecil. Heran nih cowok senyumnya irit banget sih.

Gue gak sadar ternyata beberapa orang melirik ke kita, entah karena kita yang terlalu berisik atau beberapa dari mereka mungkin iri melihat interaksi gue dengan cowok manis ini. Gak heran sih Kai hari ini emang manis banget. Eh manis tapi ganteng gimana ya mendeskripsikan manusia yang satu ini. Kai itu manis tapi jaket denimnya hari ini membuat dia jadi terlihat ganteng 3x lipat. Aura Dilan jadi keluar dari Kai. Ya pantesan aja cewek-cewek jadi ngelirik.

Bus berhenti di halte selanjutnya, beberapa orang turun tapi berlipat lipat yang naik kembali. Gue dan Kai jadi makin terbawa ke pintu samping yang gak terbuka. Gue berdiri diantara Kai dan cowok lain. Risih banget karena cowok itu berdiri membelakangi gue, otomatis pantatnya mengenai punggung gue.

"Tukeran," Kai bicara dengan suara pelan.

"Gak bisa," kata gue. Terlalu sempit buat bergerak.

Tanpa diduga-duga Kai melingkarikan satu tangannya ke leher gue, karena satu tangannya masih gue pegang. Setelah memeluk gue, Kai buru-buru menukar posisi gue dengannya. Jadi sekarang gue berdiri diantaranya dan seorang cewek.

Gue pikir setelah ini cowok itu bakal melepas pelukannya, tapi beberapa detik kemudian kepala cowok itu malah ada diatas gue.

"Pake shampoo lifeboy ya?" katanya santai.

Moon maap ni cowok seneng banget sih bikin jantung gue gak karuan?!

Continue Reading

You'll Also Like

974K 61.8K 37
οΌ³οΌ¬οΌ―οΌ· οΌ΅οΌ°οΌ€οΌ‘οΌ΄οΌ₯ Kisah tentang seorang bocah 4 tahun yang nampak seperti seorang bocah berumur 2 tahun dengan tubuh kecil, pipi chubby, bulu mata lentik...
123K 2K 20
Cerita mungkin dari imajinasi penulis serta pengabungan dari kisah nyata Cerita mengandung konten dewasa 21+
260K 1.9K 14
one-shot gay ⚠️⚠️⚠️ peringatan mungkin ada banyak adegan πŸ”ž anak anak d bawah umur harap jangan lihat penasaran sama cerita nya langsung saja d baca
366K 19.6K 20
[VOTE AND COMMENT] [Jangan salah lapak‼️] "Novel sampah,gua gak respect bakal sesampah itu ni novel." "Kalau gua jadi si antagonis udah gua tinggalin...