bayangkan ㅡjikook

babigesit tarafından

3.9K 372 37

Tentang Jimin, juga wanitanya. Daha Fazla

cerita,

pagi itu,

1.4K 150 9
babigesit tarafından






pjmpark's instagram update:

625 likes
pjmpark pagiku di kamu,
view all 45 comments






Bagi Jimin, bangun pagi-pagi di hari Sabtu itu, sudah jadi kebiasaan favorit.


Aneh, ya?


Padahal, kebanyakan mahasiswa (pada umumnya), paling benci bangun kepagianㅡmendahului bunyi monoton alarm yang berdering mengintimidasi dengan bunyinya yang repetitif, terutama di hari libur.

Tapi, bagi Jimin, bangun pagi di hari libur, terutama hari Sabtu, adalah kenikmatan tersendiri. Sebuah rutinitas yang nggak bakal dilewatkan dalam keadaan apapun. Diulangi,

Apapun.




Sebab, pagi di hari Sabtu punya Jimin, bersambut oleh wajah wanitanya. Pujaan hati yang kini tengah terlelap, dengan gurat kelelahan, tidak terusik sekalipun jemari Jimin tanpa henti menyibak halus helaian rambut yang terjatuh menelusuri tulang pipi.

Pagi ini, seperti biasa, Jimin terbangun dengan Jung-ah yang mengusal di pelukan. Berupaya mencari sepercik kehangatan dari tubuh separuh telanjang pemudanya. Kulit bersentuhan dengan kulit; Jimin sudah lebih dulu tenggelam dalam candu lembutnya sentuhan seorang perempuan.

Perempuannya yang adalah Jung-ah. Pujaan hati. Kekasih. Pacar. Disemogakan jadi teman hidup sampai habis usia.

Aminin, ayo.






"Rise and shine, princess. Kamu dicariin ayam dari tadi subuh."


Sambutan paginya berupa Jung-ah yang merengek malas, tepisan pada telapak tangan, juga si sayang yang semakin bergelung dalam selimut.

Tadi, Jimin masih dapat mengintip bahu. Sempat dicium-cium halus pula. Warna yang semalam merah, beberapa berubah jadi ungu di bagian tertutup. Sekarang, seluruh kulit Jung-ah, mutlak tersembunyi di balik selimut hitam tebal hangat punya Jimin.


Cemburu, duh.

Cemburunya sama selimut pula. Padahal semalam sudah bergerumul. Gak tahu malu.

"Jung-ah," Jimin memanggil lagi, "Sayangㅡ"

"Berisik, Jimin." Jung-ah mendesis dengan bibir menyembul lucu, "Masih ngantuk akunya,"

"Akunya juga ngantuk,"

"Ya udah, sini Jimin tidur lagi!"

"Tapi aku lebih rindu ketimbang ngantuk," candanya lagi sambil mengulum senyum, "Bangun dulu. Sapa pacarmu. Kasih cium, terus ketemu ibu."

Jung-ah merengut. Menyibakkan selimut yang semula menutupi sampai pucuk kepala untuk memperlihatkan dahinya yang berkerut bingung,

"Ketemu ibu? Ngapain?"

"Ya kamu pulang lah, sayangku," Jimin terkekeh, "Kenapa, sih? Segitunya rindu sama aku, sampe gak mau pulang, iya?"

Jung-ah tambah memberengut, "Mau lah,"

"Ya sudah, bangun, ayo?"

"Tapi masih ngantuk," Rengeknya, "Salah siapa, aku capek?"

"Salah siapa, semalem nakal?"

"Salah siapa, ngajak-ngajak?"

"Salah siapa juga, beraninya ngundang?"

"Bukan berarti harus diterima, Jimin."

"Gak sopan menolak undangan, Jung-ah," kekehnya, "Bangun, ayo? Nanti aku disembelih ayah kamu kalo gak pulangin anak perempuannya semaleman."

Jung-ah mengerling, "Paling di rumah kamunya malah diajak main catur."

"Gak nolak sih, kalo soal gitu." Kekehnya, "Udah lama juga, gak main catur sama ayah kamu."

"Kamunya sibuk,"

"Sibuk urusan kampus toh, sayang." Jimin kasih ciuman satu kali di bibir Jung-ah yang masih mengerucut, "Ayo, mandi?"

"Gendong tapi, sakit ini."


Jimin terima tangan Jung-ah yang terjulur menggapai. Nggak tertantang juga, sekalipun begitu selimut tersibak, bersambut tubuh telanjang wanitanya.

Sudah biasa, bagi Jimin. Tubuh Jung-ah itu indahnya seni, musti dijaga.

Jangan diperlakukan sekenanya sementang sudah memiliki, lho.










//

Persis Jung-ah, sosok seorang ibu Jeon itu anggun sekali. Cantiknya masih terasa padahal usia nyaris senja; sekalipun kerutan kulit samar itu jadi penghias, tapi Jimin jelas bisa menebak tepat darimana kulit mulus seorang Jung-ah diturunkan.





"Selamat malam, ibu cantik."

Sapaan Jimin itu manis, semanis senyum si ibu yang menyapa ramah begitu pintu terbuka,

"Selamat malam juga, Jimin ganteng." Ujarnya dengan tepukan halus di pipi kanan selepas Jimin menyelesaikan ritual cium tangan,

"Kesini niatnya ngadu, bu." Jimin menyikut wanitanya halus, "Anakmu rindu."

"Rindu ibu?"

"Rindu aku." Kekehnya, "Bener gak, Jung?"

Yang disasar cuma mendengus kesal. menghentakkan kaki sebal sebelum beralih menggelayut manja di lengan sang ibu,

"Bohong ma. Akunya dipaksa sama Jimin buat nginep!"

"Tapi sekarang Jiminnya yang gak boleh pulang bu."

"Kapan aku bilang begitu?"

"Tadi, kan? Sengaja rewel minta jalan-jalan diajak keliling kota. Katanya masih mau sama Jimin, gitu?"

"Nggak ada!"

"Lho, memang gitu?"

"Bohong itu!"


Jimin menatap dengan pandangan separuh gemas separuh mengejek dengan alis berkerut dan terangkat satu, sambil menoleh ke arah sang ibu yang cuma menggeleng disertai decakan melihat tingkah keduanya.

"Berantem terus, kalian ini pacaran atau gimana?"

"Biasa 'kan bu? Jung-ah ini malu-malu buat ngaku kalo dia memang rindu aku,"

Ibu Jeon terkekeh, "Tapi katanya Jimin rindu ibu?"

Jimin mengangguk, "Memang rindu ibu," dia mengangguk; telak cuek dari Jung-ah yang mulai sebal sambil menatapnya cemberut, "Rindu ayah juga, ayah apa kabar bu?"

"Ayah tidur, capek katanya habis dari luar kota. Kapan-kapan main kesini iya, nak Jimin? Ayah juga rindu, sudah lama gak main catur bareng."

"Siap, bu. Nanti, kalo urusan kampus sudah beres dan waktu mulai longgar, pacaran sama Jung-ahnya di rumah iya, bu?"

Ibu Jeon tertawa kecil kemudian. Berbekal ucapan selamat malam, si ibu memilih pamit.

Sengaja; supaya kedua insan muda yang sudah jelas masih saling merindu keberadaan satu sama lainnya, punya waktu untuk saling bersua.


Halah, padahal sudah nyaris semalaman memadu cinta.


Dan Jimin kemudian balik menatap wanitanya. Disitu, Jung-ah cuma diam bersidekap sambil membuang muka. Niat iseng Jimin muncul, dicoleklah pipi wanitanya sambil main-main,

Jung-ah merengut, "apa?"

"Tadi katanya pernyataanku bohong."

"Yang mana?"

"Ah, masa lupa?"

"Ya memang akunya lupa, Jimin."

Jimin mendecak, "Jung-ah,"

Lalu, Jung-ah yang cuma cuek tanpa menanggapi, lantas cuma bisa menatap sendu ke arah Jimin yang mulai sibuk menggulung lengan baju.


"Jimin,"

"Hm?"

"Tidurnya nanti jangan cepat, ya? Ngobrol dulu,"

Jimin menatap wanitanya dengan senyuman geli; senyum teduh yang buat matanya bentuk melengkung, "Kenapa itu? Segitunya masih rindu aku, iya?"

Yang dibalas Jung-ah dengan mengedikkan bahu.

Lantas melangkah maju satu kali, kemudian menyakup kedua pipi Jimin halus, seraya membubuhkan satu buah cium dengan lumatan pada pemudanya yang patuh menerima,

"Met malem,"

bibir Jimin dicium lagi,

"Sayang Jimin."

Dan ciuman final menempel lebih lama. dengan kedua telapak Jimin bersarang pada pinggang; memijit perlahan dengan milik Jung-ah yang kini turun melingkari leher.

Hembusan nafas menerpa wajah keduanya. sekarang baru terasa sadar;

Jimin rindu sekali pada wanitanya. Aroma Jung-ah membuat Jimin ingin memonopoli sekali lagi, tapi ya tahu diri lah.

Rasanya mau cepat-cepat ganti hari jadi besok, mengulang lagi satu hari isinya berdua.



***

Gula. Gula. Gula. Gula.
Ini terkhusus untuk cindi, karena sudah selesai PRnya hehe, sayang cindi💛

Okumaya devam et

Bunları da Beğeneceksin

62.2K 4.6K 29
Love and Enemy hah? cinta dan musuh? Dua insan yang dipertemukan oleh alur SEMESTA.
1M 86.7K 30
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
57.2K 8.8K 55
Rahasia dibalik semuanya
514K 5.5K 88
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...