NADIYA LUNAR

By dreisqy

84 10 1

Nadi dibenci oleh seluruh murid di sekolahnya. Awalnya, Nadi kira, memiliki Biru dan Tama saja sudah cukup. ... More

PROLOG // Kardigan Navy
BAB 2 // Insiden UAS
BAB 3 // Dua Kecuali

BAB 1 // Pelatih Teater Baru

24 4 0
By dreisqy

"Di. Gue denger Afran masuk ngajar teater, ya?"

Nadi hampir memuntahkan isi siomay Bang Borot dari mulutnya saat Tama bilang begitu. "Afran? Abang gue? Ngapain dia di sini tadi?"

"Ngajar teater."

Napsu makan Nadi hilang seketika. Seperti ditimpa nilai seratus, ia mendesah. "Ngapain? Ngga ada orang lain selain dia, ya, di Jakarta? Gilak."

Berbeda dengan reaksi Nadi, Biru justru terlihat senang. "Kenapa gitu? Bukannya seneng, bisa ketemu abang lo. Dia udah lama ngga di rumah 'kan?"

"Iya, balik seminggu lalu," kata Nadi. "Tapi tiba-tiba aja, gitu. Kenapa dia nglamar kerja di sini, sih? Kurang kerjaan banget."

"Kalau ngga kurang kerjaan dia ngga bakal nyarilah," kata Tama. "Setres lu."

Nadi pasrah. Ia menepuk jidatnya berkali-kali, berharap jika ini halusinasi—atau, drama yang sedang dua teman cowoknya lakukan. Tapi tidak. Ini bukan halusinasi, bukan mimpi. Ini nyata.

Nadi dan abangnya sendiri, bakal satu sekolah.

"Untungnya ngga jadi ikut teater lo, Di," kata Tama sambil beranjak dari kursi kantin.

*

Berita kedatangan Afran sebagai pelatih ekskul teater di sekolahnya cukup membuat Nadi frustrasi. Afran, baru seminggu lalu pulang dari KKN-nya di luar Jakarta, tiba-tiba menjadi pelatih teater. Afran aktif di acara-acara teater Jakarta. Ia juga menjadi salah satu pendiri Jakarta Teens Theatrical, teater untuk anak SMA dan usia di bawahnya.

Padahal, cowok yang hampir selalu berpenampilan acak-acakan itu, tengah menggarap skripsinya tapi masih sempat untuk mengajar teater di sekolah Nadi. Nadi berdecak kagum dan gemas, mau seberapa sibuknya lagi dia.

Kapan nyari pacarnya sih, Bang?

Selain itu, kedatangan Afran di sekolah Nadi juga tanpa kabar sedikitpun. Oke, jika si Ayah Nadi tidak memberitahunya, mengingat si ayah memang selalu terlambat info tentang keluarganya. Tapi, bagaimana bisa Bang Afran ngga ngasih tahu apa-apa? Nadi makin frustrasi.

Nadi ingat, belakangan ini abangnya sering bertanya pada Nadi tentang sekolahnya.

Di suatu kesempatan saat Nadi tengah main ponsel, di ruang TV.

Eh, Di. Lo ikut teater ngga?

Ngga, lah. Gue mah ogah teriak-teriak kayak lo, tenggorokan gue bisa putus.

Estetik itu mah!

Saat Nadi hendak berangkat sekolah.

Eh, Di. Sekolah lo luas ngga? Gue anter, yuk. Pengen liat gue.

Ngga usah, ntar temen gue pada kepo.

Susah, ya, jadi orang cakep.

Kepo kenapa gue naik gojek ilegal.

Sialan lo, Di!

Saat Nadi masih olahraga, di minggu pagi depan rumah.

Di, gue cariin pacar, dong. Temen lo ngga papa deh.

Masak iya gue kakak-adekan sama temen sendiri.

Asik, dong. Kan malah makin akrab.

Stok di luar sekolah gue udah abis ya, Bang?

Yah, mungkin aja gue bisa nargetin satu dua ntar, jadi rekomen-in dulu.

Lo rasa temen gue playlist lagu apa.

Sepertinya Afran memang sudah berkali-kali memberi kode tentang kedatangannya ke sekolah Nadi. Tapi, Nadi itu cewek yang tidak peka. Dia bukan telmi, hanya tidak paham dengan segala kode-kode seperti itu. Bahkan, bisa dibilang, tingkat kepekaan Biru—sahabatnya—lebih tinggi.

Nadi punya dua teman cowok yang anehnya, lebih dekat daripada temen-temen sekelasnya dia. Tama dan Biru. Nadi menemukan dua spesies langka itu waktu dia SMP. Jika diumpamakan, Nadi, Tama, dan Biru adalah gerombolan yang—sebenarnya—jika dilihat dari sifat mereka, tidak nyambung sama sekali.

Tama itu cowok yang bakalan rela kamu tendang, kamu kata-katain, dan cowok yang menjadi target acungan saat guru bertanya siapa murid paling bandel di kelas. Tama punya style ala-ala badboy tapi versi gagal. Tingkat kewarasan Tama berada di tepi jurang, tapi sayangnya Tama lebih sering terpeleset, jadi lebih sering tidak waras. Hidup Tama itu seperti jalan terjal, sementara Nadi adalah pemakai jalan itu. Tama membuat Nadi ikut-ikutan tidak waras. Namun, entah dapat tips darimana, atau mungkin Tama memakai jampi-jampi; dia banyak yang suka.

Nadi benar-benar tidak habis pikir.

Sahabat Nadi berikutnya adalah Biru Moswen. Jika diibaratkan dengan Tama, keduanya seperti laut dan langit. Tidak akan bertemu, jika dilihat dalam perspektif vertikal. Namun, saat kamu pergi ke laut, lalu memandang sampai di titik habis penglihatanmu, Tama dan Biru benar-benar bertemu di garis ujung laut. Jika Tama adalah perusuh, tidak waras, semua yang ada padanya adalah hal-hal gila, Biru benar-benar jauh dari semua itu.

Dia cowok berkacamata, yang punya pandangan dan omongan judes, tapi Nadi tahu, Biru sayang Nadi dan Tama. Apa namanya? Oh, tsundere. Pakaian dan style Biru rapi, murid idaman para guru. Pekerjaannya tidak lepas dari baca buku, mengerjakan PR.

Jadi, Biru adalah spesies paling normal di antara mereka bertiga?

Nadi berteriak di samping saya, "TIDAK!"

Cara berpikir Biru itu mirip seorang pria lima puluhan. Lebih tua dari usianya. Beberapa pembicaraan membuat Biru terdengar bijak. Ia tipe garis keras, yang keberadaannya antara Nadi dan Tama bagai penunjuk jalan untuk membuat mereka tetap dalam keputusan yang benar.

Nadi dan Tama terkadang frustrasi, tapi Biru juga, pernahlah, sekali-kali ikut gila seperti kedua temannya. Dan itu momen langka. Kegilaan Biru sering berhubungan dengan kerapian, tugas yang kurang sempurna, lalu kebersihan. Nadi bersumpah, jika sikap "gila" Biru keluar, semua yang ada di sekitar Biru adalah salah.

Kelahiran Nadi di tahun kabisat itu salah. Sikap Tama yang aneh tapi punya banyak yang tergila-gila padanya salah. Pak Heru yang datang tepat jam 7 salah. Tanaman yang tumbuh keluar dari pot salah. Soal matematika yang gampang salah. Semut yang lewat di depan dia saja salah!

Beneran, mirip cewek pms aja dia.

Tapi, kata Nadi, ia tidak bisa memilih antara lebih baik mana Tama atau Biru. Karena Biru bisa memberikannya nasihat, saran-saran kehidupan yang rasional dan logis, sedangkan Tama adalah orang yang mengajak Nadi menuju lubang jahanam—sebelum Biru segera meluruskan mereka.

Dan Nadi bersyukur mempunyai Tama dan Biru.

Dua teman tidak sekutub itu.

Kedatangan Afran sebagai pelatih teater baru, membuat seisi kelas gempar. Termasuk si jagonya main teater, Angga atau yang biasa dipanggil teman-teman dia, Agak. Penghuni kelas Nadi memiliki minat yang besar pada salah satu cabang seni tersebut. Awalnya Nadi juga tertarik, tapi setelah melihat Afran berkali-kali latihan di kamar; gesture, lusinan kostum aneh di kamarnya, perubahan suara, mimik, dan entah apa lagi, membuat Nadi urung. Kakaknya itu hampir setiap malam memecahkan barang, atau paling ringan... saja; ia membanting kursi. Kebayang? Saat Nadi masih tenang memainkan PS4 di kamar, tetangga kamarnya itu marah-marah, detik berikutnya senang, kemudian terdiam. Dan sampai pada titik ia membanting kursi atau pintu.

Nadi nyerah.

Nadi berusaha bersikap biasa saja. Ia takut jika ada yang mengetahui jika Afran adalah kakaknya. Sekali lagi, Nadi tidak ingin perhatian. Nadi tidak ingin apa pun yang menjadikannya terkenal, famous. Maka dari itu ia membenci urutan rangkingnya yang selalu di nomor pertama. Padahal, Nadi sudah berusaha semalas mungkin, agar semua nilai ulangannya dapat 7.

Tidak, tidak. Lebih tepatnya, Nadi tidak mau kehadirannya semakin dibenci.

Waktu sepulang sekolah, Nadi bertemu Afran di dekat parkiran. Afran menyapa adiknya itu. Nadi acuh. Ia tidak ingin ada yang mencurigai hubungan keduanya. Afran tidak mengetahui niatan Nadi, malah balik mengejar adik perempuannya dan menawarinya tumpangan.

"Di, ngga mau bonceng gue lu?"

Nadi menoleh kanan-kiri, melihat situasi. Kemudian ia berbisik pada kakaknya, "Bang, lu ngapain di sini?"

"Gue diundang buat ngajar teater, sih. Kenapa emang?"

"Diundang?" Nadi tercengang.

"Kan, lu tau. Nama gue sempet melejit gara-gara proyek Batavy Land kemarin. Jadi gue dapet tawaran kerja. Lumayanlah, buat nambah uang kuliah."

Nadi mendekatkan wajahnya, "Bang, awas, ya. Kalo ada yang tahu abang itu kakak gue. Ngga boleh. Karena abang, ntar ketenangan gue bakal terganggu."

Afran gemas, mengacak rambut Nadi yang diikat satu itu. "Iya, iya, Rembulannya Afran."

"Hidih, apaan sih lu."[]

Continue Reading

You'll Also Like

1M 53.8K 34
Millie Ripley has only ever known one player next door. Luke Dawson. But with only a couple months left before he graduates and a blackmailer on th...
184K 7.2K 66
An Indian brother-sister/family story. The Singhania family is the most prestigious family in the country. Together, they seemed to be invincible...
130K 5.4K 200
This story follows the early life of James also known by his street name Headshot or Shooter. James had an extremely rough childhood, one that turned...
4M 86.9K 62
•[COMPLETED]• Book-1 of Costello series. Valentina is a free spirited bubbly girl who can sometimes be very annoyingly kind and sometimes just.. anno...