Sang Penantang Badai (Sudah T...

By Winnyraca

675K 30.1K 2.7K

Kini tersedia di Gramedia. (Cerita dimulai Februari 2019, selesai April 2021, dihapus 23 Juli 2021 untuk pene... More

Prolog
Pertemuan Pertama
Masalah
Trauma dan Histeria
Nama saya bukan Debbie!
Sekeping Kenangan
Fakta baru
Pengamat Yang Baik
Bukti dan pernyataan saksi
Sang Penantang Badai Pre Order dan Penghapusan
Kemana Ku Harus Mencari?
Extra Part- Sensitif
Extra Part: Mantan, Kolega, dan Kolam Bola

Tersangka

13.7K 2.7K 293
By Winnyraca


"Napa lo, Rom?"

Pemuda bernama Roman menggerakkan dagunya ke arah pasangan yang terlihat sedang bertengkar di meja bar untuk menjawab pertanyaan temannya. Pemuda bertopi.

"Cowok yang lagi berantem sama ceweknya itu kapolres, Sob."

Ferry, si penanya, secara spontan langsung menoleh ke arah yang dimaksud, dan wajahnya memucat begitu saja.

"Kapolres?" ulangnya.

Salah satu temannya yang lain, yang memiliki ekspresi misterius, memperhatikan semua yang ada di situ.

"Memangnya kenapa kalau Kapolres? Kenapa lo jadi pucet gitu?" tanyanya dengan nada sambil lalu.

Teman-temannya yang lain langsung termangu, dan cengengesan salah tingkah.

"Enggak apa-apa sih, El. Eh ... dengar-dengar, kakak lo polisi juga?" Pemuda berkaus polo, Arif, bertanya.

El, atau Noel, pemuda berekspresi misterius menggeleng. "Bukan, cuma kerja di labnya."

"Oh."

Sepi sejenak, lalu Ferry kembali mencuri pandang ke arah pasangan yang lagi-lagi terlihat bertengkar itu.

"Mereka berantem terus ya, dari tadi?"

Roman masih terus mengawasi. "Cewek itu tadi udah dateng duluan, gue belum pernah lihat dia. Kalian?"

Teman-temannya semua menggeleng.

"Emang belum pernah ke sini kayaknya," jawab Arif.

Semua temannya manggut-manggut spontan, entah kenapa. Lalu tiba-tiba, salah satu dari merekaberucap tak sadar, "Mbak Tatik enggak dateng lagi, ya?"

Roman, Ferry, dan Arif, langsung pucat. Terbata Ferry bertanya, "Emang kenapa lo cari Mbak Tatik?"

Rifan, pemuda yang ditanya, mengerucutkan mulutnya. "Gue kangen sama dia, emang kalian enggak? Waitress lain mana ada yang seramah dia? Bohay pula."

Arif tertawa kaku. "Lo masih saingan sama Roman, naksir Mbak Tatik?" godanya untuk menutupi salah tingkah.

"Bukannya lo juga suka sama Bu Tatik?" Noel nyeletuk.

Arif menoleh kaget. "Eh, Bocah! Sok tahu banget, lo!" serunya. Lalu tersadar kalau suaranya pasti terlalu keras karena pasangan yang sedang bertengkar tadi kini melihat ke arah mereka. Panik dia melemparkan pandangan ke arah Roman dan Ferry.

"Ck! Biasa aja, kali!" Noel bergumam, lalu bangkit dan berjalan ke arah bar.

"Lo mau ngapain?" Ferry bertanya cepat.

Noel menatap datar. "Pesen kopi, ngapain lagi?" tanyanya balik dengan nada menyebalkan.

Ferry membulatkan bibir.

Dengan langkah penuh percaya diri, Noel melangkah ke arah bar, dan meletakkan kedua lengannya yang berkulit putih ke atas meja.

"Espresso con panna, Bu Welli. Whipped cream-nya dikasih taburan ini, ya?" Dengan gerakan anggun dia menyerahkan sebuah kantung plastik berisi bubuk warna putih dengan titik-titik kekuningan.

Welli melemparkan senyum geli kepadanya. "Cuma kamu yang panggil saya 'Bu', lho, El," ujarnya.

Pria dan wanita yang ada di meja bar melihat kepada Noel dengan tertarik.

"Itu bubuk apa?" Si pria bertanya.

Noel menoleh dan tersenyum. Manis, tapi menyembunyikan misteri.

"Bukan narkoba, Pak Polisi," jawabnya. "Kalau narkoba, enggak mungkin saya serahkan ke Bu Welli di depan Anda."

Si pria, Bayu, berkedip. Lalu tawa kecil terlepas dari mulutnya.

"Keren! Gue suka gaya lo, Man!" ujarnya sambil meninju lengan atas Noel.

Noel melihat ke lengannya yang ditinju.

"Tidak usah bergaya anak muda, Pak Polisi. Anda sudah terlalu tua," katanya kalem.

Kali ini tawa kecil terlepas dari mulut wanita di sebelah Bayu, Ora. Bergegas juga dia menutup mulutnya saat Bayu dan juga Noel melihat ke arahnya dengan heran.

"Wah ... Calon Istri sudah bisa tertawa," ujar Bayu terkagum-kagum.

Noel berkedip-kedip, lalu memegang dagunya. "Oh, jadi calon istri sungguhan. Tadinya saya kira cuma penyamaran," gumamnya lirih.

Bayu dan Ora menoleh kepadanya dengan tatapan kaget, dan Noel balik memandang ke arah mereka. Tatapannya masih misterius, lalu dia menoleh kepada Welli yang sudah meletakkan minuman yang dia pesan.

"Terima kasih, Bu Welli," ucapnya. Dia meletakkan selembar uang, dan menatap Welli sungguh-sungguh. "Ambil kembaliannya, walaupun saya tahu Ibu tidak terlalu butuh."

"Thanks, El," ucap Welli sambil menyeringai geli. Dia mengambil uang itu dan memasukkannya ke saku.

Noel mengangguk lalu menoleh kepada Bayu dan Ora yang masih memandangnya.

"Bubuk putih tadi adalah wafer keju yang saya tumbuk sampai halus, setelah itu saya campur dengan gula bubuk," katanya dengan nada datar.

Bayu melongo. "Memangnya enak ditaburi itu?'

Noel mengerutkan kening. "Biasa saja, sih. Tapi kesannya keren, karena semua polisi yang duduk di bar pasti akan bertanya. Permisi."

Dengan gaya tak acuh Noel membawa minumannya kembali ke meja teman-temannya, yang sejak dia melangkah ke bar, tidak melepaskan perhatian mereka darinya.

"Ngapain lo ngobrol sama pasangan itu, El?" Ferry langsung bertanya.

Noel hanya mengangkat bahu. "Biasa. Mereka heran lihat bubuk gue," jawabnya.

"Cuma itu?" Arif mencecar.

Noel menatapnya. "Serius, kalian sehat? Udah biasa kan, gue ditanya-tanya soal itu? Kenapa kepo?"

Arif tersurut, begitu juga Ferry. Di tempatnya, Roman tertawa kecil. Gugup bercampur sinis, tapi tidak satu pun kalimat terucap dari mulutnya menjawab komentar Noel yang sekarang duduk dan mulai menikmati kopinya.

Dengan cepat pemuda-pemuda itu pun mengalihkan pembicaraan, dan obrolan kembali mengalir. Terlihat santai, tapi sebetulnya, tiga di antara mereka betul-betul dalam keadaan waspada.

************
"Jadi tiga anak muda itu yang paling terakhir ada di kafe sebelum kafe ini tutup?" Bayu memastikan.

Welli mengangguk. "Ya."

"Bagaimana dengan yang lain?"

Welli terlihat mengingat. "Dua anak muda dekat jendela kadang suka sampai malam, tapi biasanya kalau sudah kelewatan akan ada yang jemput. Mereka jarang ada di sini sampai kafe tutup. Sedangkan Noel, dia cuma sampai jam delapan paling malam, itu pun enggak selalu dengan kelompok itu."

"Maksudnya?"

"Noel itu kayak bunglon. Enggak ada warna aslinya. Kadang dia dengan kelompok ini, lain waktu dengan yang lain. Malah sesekali dengan orang-orang dewasa, padahal umurnya baru delapan belas. Dia bisa kayak tuaaa ... gitu."

"Aneh." Ora berkomentar.

Welli tertawa. "Tidak aneh, dia itu anak psikologi, dan suka mempelajari orang lain. Memangnya Pak Polisi dan Mbak Ora barusan enggak merasa kalau dia tadi menyelidiki kalian?"

Bayu dan Ora tercenung. Saat itu Welli menatap dengan sungguh-sungguh.

"Kenapa kalian menanyakan tentang keberadaan anak-anak itu? Mereka memang suka sampai malam, dan seingat saya empat hari lalu waktu mereka di sini, mereka juga sempat mabuk. Tapi ... biasanya mereka anak-anak yang baik, kok. Tidak pernah bermasalah, atau berkelahi. Enggak mungkin mereka terlibat kriminal sampai harus diselidiki, kan?"

Bayu dan Ora berpandangan, lalu Bayu tersenyum tipis.

"Mudah-mudahan itu betul. Membayangkan anak-anak muda harapan bangsa berbuat kriminal itu memang sangat tidak nyaman. Iya, kan?" katanya.

Welli menggerakkan telunjuknya. "Nah."

"Jadi ... mari kita pastikan mereka tidak terlibat dalam masalah apa pun." Sambil berkata begitu dia bangkit, lalu menepuk lengan Ora sambil mengedipkan sebelah mata.

Tak sadar Ora merinding. Hiiiy ....

********

"Terutama kalian bertiga, lho." Noel berkata sambil menunjuk tiga temannya. "Dari tadi sikap kalian aneh. Apa ada yang enggak beres?"

"Kayaknya ada, El." Satu-satunya pemuda yang diam sejak tadi, Rio, yang menyahut. "Tuh ... bapak-bapak yang kata Roman tadi kapolres lagi jalan ke sini."

Semua temannya menoleh dan benar, sang kapolres sedang berjalan ke arah mereka, lalu berhenti sambil tersenyum. Membuat tiga dari enam anak muda itu membeku.

"Hai, Roman. Saya baru lihat kamu ada di situ," sapanya.

Roman tersenyum kikuk. "Selamat siang, Pak Kapolres."

"Siang." Dengan gaya santai, Bayu menepuk pundak Ferry. "Mbok dicopot topinya, ini dalam ruangan, lho. Kamu ndak pitak, kan?"

Bergegas Ferry melepas topinya. "Oh ... lupa, Pak. Hehehe ...."

"Ya sudah, kalian semua teman kuliah?"

Serempak, kecuali Noel, mengangguk.

"Lho ... ini Bocah Wafer bukan teman kuliah?"

"Bukan, saya anak UI Depok, mereka anak IPB," jawab Noel kalem.

"Kok bisa gabung dengan mereka?"

Lima anak muda langsung terlihat berpikir dan menoleh pada Noel yang terlihat merenung.

"Saya juga bingung. Tapi, sepertinya karena saya jago komputer, tinggal dekat sini, dan mereka sering butuh bantuan, jadi saya sering diajak gabung," kata Noel yang diamini teman-temannya.

"Begitu? Coba, kamu geser. Saya mau tanya sesuatu." Bayu mendorong bahu Arif, yang terpaksa pindah, setelah itu menempati kursinya.

"Euhm ... enggak ada masalah kan, Pak?" Ferry bertanya. Kedua tangannya saling meremas.

Bayu menatapnya. "Menurutmu?"

Ferry cengengesan, dan Bayu bisa mendengar suara tegukan dari Arif dan Roman, yang wajahnya memucat saat dia menoleh ke arah mereka.

"Oke, untuk Roman, kamu dan kamu ...," Bayu menunjuk Arif dan Ferry, " ... di mana kalian pada hari Jumat lalu sekitar tengah malam?"

Kali ini suasana hening, dan Bayu tahu kalau dia sudah menemui tersangkanya.

Tbc ....

Ehem! Ada yang tahu siapa Noel? Kalo ada, eike kasih jempol empat ... Wkwkwk ....

Nah ... Cerita ini bakalan rada berat yah, kurang lebih kayak cerita si Adek, deh. Jadi ... siapin hati kalian. Eaaaa ....

Udah diingetin, loh.

Betewe, makasih ya karena masih ngikutin terus, biarpun eike udah sering telat respons, telat apdet juga. Lopyuu ol deh pokoke.

Winny
Tajur Halang Bogor 14/4/19

Continue Reading

You'll Also Like

2.3K 504 33
Rambut pink. Mahasiswi baru di FSR IKJ. Suka BTS juga. Dan... anak perempuan Park Chanyeol.🌸✨ [OC Chanyeol's Daughter x Sehun's Son] Alur lambat - l...
243K 30.3K 20
Dua alasan sederhana mengapa menjadi pengasuh anak teman Mama (ternyata) merupakan pekerjaan terkutuk: 1. Anak yang kuasuh (ternyata) adalah bocah pa...
24.6K 1.9K 11
Cover by @henzsadewa Kejadian beruntun yang menyisakan trauma masa lalu,membuat seorang perempuan tak lagi ingin memiliki mimpi. Hingga dia dipertemu...
98.6K 7.5K 53
Naksir bapak kos sendiri boleh gak sih? boleh dong ya, kan lumayan kalau aku dijadikan istri plus dapet satu set usaha kosan dia