[SINGTOxKRIST/PERAYA] My Evil...

By aqpearls__99

81.8K 7.9K 818

Genre : Romance, school life Rate : T-(M)ature Cast : Singto Prachaya, Krist Perawat Warning : Boys love, yao... More

PROLOG
1. The Beginning
2. Boy Meet You
3. Rooftop
4. Call Me "Phi"
5. Confused
6. Jealousy Singto
7. I Know, You Know
8. Dreaming
9. Dreaming 21+ (2)
11. They dont Know About Us
12. Your Scent
13. What's Wrong
14. Best Friend
15. Lovefool (1)
16. Lovefool (2)
17. Love Confession (1)

10. What I Feel

4.5K 422 22
By aqpearls__99

Mimpinya tentang Singto membuat Krist merasakan tamparan pada wajahnya. Seakan menyadarkan Krist akan posisinya. Seakan menyadarkan Krist bahwa mereka memang mempunyai ikatan hubungan. Bahkan Krist bermimpi tubuh Singto menyatu kedalam tubuhnya. Krist tidak bodoh. Mimpi tersebut seakan menjadi alarm pengingatnya. Kembali membawa Krist kedalam kenyataan.

Krist memandang kosong sepasang sepatu yang ia kenakan. Sudahkah ia  menepati janjinya dengan Daddy dan Mommy? Tenggorokan Krist tercekat. Kenapa dirinya yang masih begitu muda dengan gampangnya mengucapkan sebuah janji? Tapi, jika itu sebuah janji yang harus ia tepati untuk kedua orang tua tersebut, Krist tentu akan bersedia.

Krist hanya tidak tahu, langkah apa yang harus ia gunakan untuk menepati janji tersebut. Atau, tanpa sadar Krist sudah menepati janjinya?

Itu tidak mungkin. Selama ini Singto selalu membuatnya marah dan kecewa. Krist membencinya. Tapi, bukan benci seperti itu yang Krist rasakan. Mungkin Singto mempunyai alsannya tersendiri. Seharusnya Krist lebih mengerti dirinya. Seharusnya Krist menemani dan menjaganya bukan? Seperti janji yang telah ia ucapkan.

Krist teringat, Singto telah merawatnya pada saat sakit, salahkan dirinya yang tetap memilih berangkat sekolah disaat tubuhnya demam. Ini menjadi terbalik. Seharusnya ia yang menjaga dan merawat Singto. Hati Krist menghangat. Singto memang tidak seburuk yang ia pikirkan. Pantas saja, hatinya selalu menyangkal pikiran, meski Singto suka sekali menjahilinya.

“Krist..Krist...HEI! KAU—“

Ah! Krist mendongak melihat Chimon yang sedang berkacak pinggang.

“Y-ya?”

Chimon menggelengkan kepalanya. “Kau sejak tadi hanya diam melamun! Kau bahkan mengabaikanku yang sejak tadi berteriak memanggilmu!” Krist menggaruk belakang lehernya. Memangnya ada apa?

“Astaga! Kau masih belum sadar ternyata. Cepat ganti seragammu atau kita akan melewatkan jam olahraga!”

Mata Krist membulat beberapa detik kemudian ia beranjak pergi, bergegas membuka loker miliknya dan berganti seragam olahraga.

Chimon kembali menggeleng pelan. Boom yang berada disampingnya hanya menepuk bahu Chimon beberapa kali, menenangkan temannya tersebut. Mata besar Boom beralih kedepan, melihat Krist yang sedang melepas kemeja putihnya. Mulut Boom terbuka sedikit. Sebelumnya ia tidak pernah melihat tubuh setengah telanjang Krist. Tapi kini, pemandangan apa ini. Ia bahkan tidak bisa mengalihkan tatapannya pada tubuh mulus, putih, tanpa cacat milik Krist.

“Ayo kita pergi!”

Krist sudah berada didepannya tapi tetap saja Boom masih belum bisa kembali sadar. Bagaikan potongan klip video yang bergerak lambat. Benar-benar pemandangan yang menarik. Astaga! Bagaimana bisa ia memikirkan hal tersebut disaat temannya adalah seorang laki-laki! Boom menggeleng beberapa kali untuk menyadarkan dirinya sendiri.

“Kau kenapa, Boom?” Krist bertanya. “Ah! T-tidak ada apa-apa!” jawab Boom. “Benarkah? Wajahmu memerah! Apa kau demam?” Chimon bertanya dengan penasaran. “Tidak! Ayo kita bergegas.”

Semua siswa kelasnya sudah berkumpul di dalam gedung orlahraga. Untung saja gedung olahraganya sudah diperbaiki, jika tidak, mungkin Krist akan terkena terik matahari. Krist sedang tidak dalam mood yang baik, kepalanya pasti akan lebih meledak jika terkena panasnya matahari.

Sudah setengah jam berlalu. Seorang temannya berlari memasuki lapangan. Itu adalah wakil ketua kelas. Memberi informasi jika guru olahraga mereka sedang sakit. Jadi seorang guru memerintahkan untuk berolahraga sendiri.

Banyak teriakan kekecewaan yang Krist dengar. Krist pun juga. Lebih baik ia tidur di dalam kelas!

“Dengarkan aku! Kita tidak bisa keluar dari gedung ini. Seorang guru akan mengawasi kita. Dan yang tidak sengaja ku dengar dari dalam ruang guru tadi, ketua komite disiplin akan kesini.”

Semua mata saling berpandangan. Semula beberapa siswa yang sudah merencanakan aksi malas-malasnya pun mengurungkan niatnya. Jantung Krist berdetak cepat. Ketua komite disiplin, berarti itu Singto?

“Tenang. Ketua tidak akan menghukum kalian! Ia hanya mengawasi proses olahraga karena disuruh oleh kepala sekolah. Akhir-akhir ini banyak terjadi pertengkaran siswa disini.” Candy yang merupakan anggota komite disiplin menjelaskan kepada teman-teman sekelasnya.

Beberapa siswa bernafas legah. Chimon berkata kecewa karena tidak membawa kamera digitalnya. Chimon yakin jika Singto pasti akan membawa anak buahnya, bukan? Ini kesempatan Chimon untuk melihat ketampanan para anggota komite disiplin. Boom ikut bergabung dalam gerombolan siswa yang sedang membahas permainan bola apa yang akan mereka lakukan.

Sedangkan, Krist masih tetap berdiri mematung. Meski Candy sudah memberitahu jika Singto hanya akan mengawasi mereka tanpa berbuat apapun dan menghukum siswa. Tetap saja jantung Krist tidak berhenti berdetak cepat. Ada apa sebenarnya? Bayangan mimpi kembali berputar dikepalanya. Membuat Krist semakin tidak bisa bergerak di tempatnya.

“Krist..”

Krist menoleh kesamping, melihat Chimon yang memberi kode dengan dagunya. Krist dengan cepat melihat kedepan. Krist merasa ia berhenti bernafas untuk beberapa saat. Ia berdiri mematung. Krist dapat melihat Singto datang dengan Pluem. Singto berjalan di pojok lapangan, ia memilih duduk di bangku panjang dengan menyilangkan kaki dan tangannya yang bersedekap.

Untuk sesaat Chimon pun juga sama seperti Krist. Mereka saling terdiam melihat dua pria yang baru saja datang tersebut.

Mata tajam Singto bertemu pandang dengan Krist. Mereka saling bertatapan lama. Krist terbawa kedalam mata gelap dan tajam milik Singto.

Singto teringat dengan mimpinya, ia pun tanpa sengaja langsung mengalihkan tatapannya dengan cepat. Dada Singto bergemuruh hebat. Ada apa dengannya? Ini bukan dirinya sama sekali. Krist tertegun untuk sesaat. Singto mengalihkan tatapannya, kenapa? Suara Boom menyadarkannya. Ia datang untuk mengajak Krist dan Chimon untuk ikut bermain bola basket.

Satu kelas terbagi menjadi dua team, laki-laki bermain bola basket, sedangkan untuk perempuan bermain bola voli. Mungkin ini saatnya, Krist melupakan mimpinya sejenak. Ia bermain dengan gesit. Mendribble bola dengan cepat, melewati beberapa pemain lawan. Boom melihatnya dengan mengerutkan dahi. Tumben sekali temannya tersebut.

Singto melebarkan matanya. Astaga! Singto baru menyadari. Kenapa Krist sangat seksi sekali! Kaos olahraga berwarna hitam sangat kontras dengan kulitnya yang putih. Kaos lengan pendek. Celana pendek diatas lutut. Bahkan itu panjangnya hanya setengah paha. Kaki jenjang mulusnya terpampang begitu saja. Apalagi jika Krist meloncat untuk memasukkan bola ke dalam ring, celananya ikut begerak memperlihatkan pahanya.

Rasanya Singto ingin menutup mata teman-teman Krist. Tanpa sadar, Singto mengepalkan tangannya. Hanya Krist yang dapat membuat Singto seperti ini. Singto sudah sering melihat siswa berpakaian olahraga, tapi jika itu Krist, kenapa rasanya menjadi berbeda?

“Sepertinya tidak akan ada pertengkaran di kelas ini.” Pluem membuka percakapannya. Singto hanya bergumam pelan. “Aku heran, kenapa banyak terjadi pertengkaran pada saat olahraga berlangsung. Itu membuat kepala sekolah menyuruh kita mengawasi setiap kelas dan membuat laporan. Itu membosankan!” keluh Pluem. Singto menoleh kesamping. Melihat Pluem dengan tajam. “Ya ya ya!” jawab Pluem. Seakan tatapan Singto mengatakan, jangan-mengeluh.

Kaki Krist tidak sengaja tergelincir pada saat mendribble bola. Tubuhnya terhuyung, tidak seimbang. Dengan cepat Boom yang pada saat itu berada dibelakang Krist dengan sigap menangkap tubuhnya.

Singto yang melihat Krist jatuh terhuyung langsung berdiri akan menghampiri Krist, tapi tangannya ditahan oleh Pluem. “Phi, kau mau kemana?” Singto diam. Ia kembali melihat ke tengah lapangan. Krist ditolong oleh pria tinggi, temannya. Singto kembali duduk dengan tenang. Meski ada rasa tidak suka tubuh Krist direngkuh oleh orang lain.

Krist dibantu Boom dan Chimon duduk dipinggir lapangan. Chimon melepaskan sepatu Krist. Boom disampingnya mengurut kaki Krist. “Akh! Pelan-pelan Boom!”

Candy mengambil bola voli yang terlempar dimana-mana, hingga ia menoleh ketika mendengar teriakan kesakitan Krist. Dari melihat Krist yang mengernyit kesakitan, ia beralih melihat Singto yang matanya tidak pernah lepas dari Krist. Candy berlari ke sudut lapangan. Mengambil botol minuman kemudian ia melambai ke Singto dan Pluem. Seperti rencana Candy, Singto melihatnya. Ia berjalan menghampiri Krist.

“Untukmu..” Candy mengulurkan botol minuman yang ia bawa dengan tersenyum.

Krist mendongak. “Terima kasih.”

Candy berbalik melihat Singto dan memberi jempol. Sebagai isyarat bahwa Krist tidak apa-apa.

Boom kembali bermain bola basket. Krist duduk ditemani oleh Chimon. “Krist, tumben sekali Singto tidak memanggilmu!”

“Memanggilku? Untuk apa?”

“Biasanya dia akan menyuruhmu ini dan itu! Lihatlah, meskipun dia tidak memanggilmu, tapi matanya tidak pernah lepas darimu! Hah..” ucap Chimon panjang kali lebar dengan diakhiri hembusan nafas.

Krist bahkan lupa jika Singto ada di ruang olahraga! Krist melihat Singto dari kejauhan. Benar saja, mata keduanya saling memandang. Krist ingin sekali melihat ekspresi dan emosi yang muncul dari wajah Singto. Krist tidak menemukannya, juga tidak mengerti tatapan dari mata gelapnya.

Tidak lama kemudian, Krist kembali menoleh dan Singto sudah tidak ada disana.



***



Krist berbaring di taman belakang sekolah. Menahan tangan kanannya dibawah kepala sebagai bantalan untuk tidur. Matanya memandang langit yang dihiasi gumpalan awan. Krist suka melihat langit, apalagi awan. Tangan kirinya terangkat ke udara. Ia menahannya ke udara, seakan ia bisa menggapainya. Krist tersenyum sembari memejamkan mata.

Krist tidak membolos mata pelajaran. Entah semua gurunya pada hari ini absen tidak mengajar. Mungkin semuanya sedang berencana mogok mengajar. Krist sengaja pergi diam-diam dari kelas hingga Chimon tidak menyadarinya. Seperti biasa, jika kelas kosong, teman sekelasnya akan membuat onar didalam kelas. Bermain game gila-gilaan, hingga saling membicarakan guru dari yang disukai hingga yang tidak disukai. Krist memilih menghindar. Ingin menyendiri.

Sebuah botol kemasan minuman dingin menempel disisi pipi bulatnya hingga membuat Krist mendesis. Ia mendongak. Melihat Tay yang membungkuk, menggoyangkan botol kemasan minuman diatas wajahnya.

“Ah, hai Phi!”

Tay duduk disebelah Krist. “Kau bolos kelas?” Krist yang dituduh membolos jam pelajaran menyipitkan mata bulatnya, tak terima. “Tentu saja, tidak!”

Tay tertawa renyah. “Lalu?”

“Gurunya sedang tidak masuk, ya jadi, aku memilih disini.” Jelas Krist.

“Kau tidak takut dipergoki anak komite disiplin?” tanya Tay.

“Bukankah aku sudah kepergok sekarang?” Krist menoleh, melihat Tay. “Ah, kau benar.” Tay kembali tertawa. Krist memperhatikannya.

“Lalu, bagaimana jika yang datang bukan aku, tapi Singto?”

Krist terdiam, tidak mengeluarkan reaksi apapun. Tapi, hatinya tidak pernah bisa berbohong. Hanya mendengar nama Singto disebut membuat jantungnya mulai berdetak tidak beraturan.

“Emh.. jika itu Singto... maka aku akan dihukum, mungkin?” Krist balik bertanya. Tay mengacak rambutnya.

Singto berdiri dibelakang mereka. Ia berniat pergi ke belakang sekolah mencari tempat nyaman untuknya. Tapi, apa pemandangan yang ia lihat sekarang? Krist berdua dengan Tay. Singto memilih pergi dari sana. Ia harus bisa mengendalikan dirinya. Tidak boleh cemburu dan egois.

Krist teringat. Bukankah Krist menyukai Tay? Bukankah jantungnya akan berdetak jika berdekatan dengan pria tersebut? Bukankah Krist mengagumi Tay? Tapi kenapa jantungnya juga berdetak jika ia berdekatan dengan Singto. Bahkan menjadi berkali kali lipat. Melihat tatapan Singto saja sudah membuatnya tidak bisa bergerak.

Krist suka berdekatan dengan Tay, tentu saja. Jujur saja, Krist juga suka berdekatan dengan Singto. Seluruh diri Krist seakan didominasi oleh Singto. Hanya Singto.

Krist mempertanyakan dirinya. Siapa yang sebenarnya ia sukai?

“Krist..”

“Ya?”

“Menurutmu, aku seperti apa bagimu?”

Krist mengernyitkan dahinya. Maksudnya apa? “Phi Tay orang yang baik.” Tay tersenyum. “Hanya itu saja?” Tay kembali bertanya.

Krist terdiam cukup lama. Ia mencoba menanyakan pada dirinya, dan akhirnya kalimat inilah yang ada dipikirannya. “Aku merasa nyaman berada dekat denganmu. Aku merasa kau seperti kakak yang selalu ada dan menenangkanku.” Krist berucap sembari memandang awan.

“...Aku mengagumimu Phi, sejak aku melihatmu pada saat berpapasan di koridor setahun lalu. Kau sering melemparkan senyum pada semua orang. Aku suka.”

“Aku mengagumi karena aku merasa kau bisa menjadi contoh yang baik untukku. Dan juga kau pintar! Haha..”

“Sudah?” tanya Tay yang melihat Krist tertawa lebar memandang langit. Tay tidak tahu sejak kapan, tapi ia suka melihat senyum dan tawa Krist.

“Ya!” Krist tersenyum.

Akhirnya ia mengerti sekarang. Rasa apa yang ia rasakan untuk Tay. Krist nyaman berada disampingnya. Nyaman karena Krist merasa Tay sudah seperti seorang kakak untuknya. Lalu, perasaan apa yang ia rasakan untuk Singto?

Tay sedikit merasa kecewa ketika Krist berkata bahwa ia menganggap dirinya sebagai kakak. Mereka berdua saling terdiam lama. Berkutat dengan pikiran masing-masing, ditemani oleh hembusan angin yang menerpa wajah.

Waktu berlalu begitu cepat hingga bel sekolah berbunyi.

“Krist ayo pulang bersama denganku.” Hanya pulang bersama, tidak apa-apa bukan?

Krist mengangguk. “Tapi aku perlu mengambil tasku terlebih dahulu di kelas.” Tay mengangguk setuju.

Pada saat mereka berbalik. Singto sudah berdiri disana dengan membawa tas Krist. “Ayo pulang!” katanya. Sudah seperti perintah. Bukan ajakan lagi.

Krist mengerjapkan matanya imut. Ia bingung harus menerima ajakan pulang siapa?

“Singto, bukankah kau masih ada laporan yang harus kau selesaikan untuk kepala sekolah?” tanya Tay kepada Singto.

“Kau menyuruhku mengerjakannya? Kenapa tidak kau saja?” ucap Singto dingin.

Tay tersenyum miring. Sudah jelas Tay pasti akan kalah dengan Singto. Ia melihat Krist dan berlalu pergi, menepuk pundak Singto. Bagaimana bisa permainan yang ia sengaja buat untuk melihat respon Singto agar ia bergerak, terkena dirinya sendiri?

Krist diam di tempat. Ia melihat Tay berlalu pergi hingga hilang dari pandangannya.

Singto semula mengajaknya pulang malah berbaring di atas rumput hijau. Krist ikut duduk disebelahnya.

“Krist..”

“Ya..”

“Aku bermimpi tentang kita berdua.”

Jantung Krist seperti dihantam benda besar padat. Apa ini? Apakah mimpi mereka sama?

“Aku bermimpi kita menyatu. Dengan aku berada didalammu.” Suara Singto menjadi serak diakhir kalimat.

Krist melebarkan matanya. Bagaimana bisa Singto berkata hal yang seperti itu? Tubuh Krist menegang sempurna. “A-Apa maksudmu?” Krist beranjak dari duduknya.

Sebelah tangan Singto menariknya dengan kuat hingga ia terjatuh diatas tubuh Singto. Tubuh Krist semakin kaku. Ia mencoba beranjak tapi lengan Singto menahannya. Singto membisikkan sesuatu ke telinganya. “Sebentar. Hanya sebentar saja.”

Krist diam. Ia bisa merasakan jantungnya yang berdetak semakin cepat. Krist juga dapat merasakan detak jantung Singto. Membuat wajahnya memerah.

Singto memutar tubuhnya. Krist sekarang berada dibawahnya. Ia menyingkap poni Krist kemudian mengecup keningnya. Singto turun, mencium bibir merah mudah Krist. Ia memagutnya. Mengulumnya. Menyesapnya. Mengigitnya kecil. Krist hanya diam tidak bereaksi apapun.

“Aku merindukanmu, sangat.” Bisik Singto ditelinga Krist.

Singto memandang wajah Krist yang berbalik memandangnya. “Singto, aku bermimpi Daddy dan Mommy. Aku merindukannya.”

Sekilas Krist dapat melihat perubahan wajah Singto.

“Mau pergi bersama menemui mereka?”

Krist mengangguk mantap. Singto memeluk Krist. Tangan Krist tidak ragu membalas pelukannya dan menepuk pelan punggung Singto.

TBC.

(A/N) : Sebelumnya aku mau berterima kasih buat yang udah baca cerita ini. :) Aku mau memperjelas nih, mungkin banyak yang engga paham sama chapter dreaming kemarin. Jadi, aku sengaja bikin past memory mereka itu didalam mimpi, begitu :) bisa dibilang alur flashback.

Bulan April ini aku sibuk praktikum, UTS dsb /soksibuk/. Jadi mungkin engga bisa up cepet seminggu/2minggu sekali. Sebenarnya aku agak gimana gitu ngeliat cerita ini. Udah pengen ngehapus aja, jijik sendiri, serius🌝 tapi udah janji sama diri sendiri bakal nuntasin sampe end🌝

-190401
Vi🐼let.

Continue Reading

You'll Also Like

809K 84.5K 57
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...
69.9K 14.5K 161
Jimin membutuhkan biaya untuk operasi transplantasi ginjal sang bunda namun dia bingung mencari uang kemana dalam waktu kurung 2 bulan. Sementara CEO...
98.9K 11.9K 37
'benci bisa jadi cinta loh, cantik' 'apaan, diem lu' 'aduh, malu malu ih si geulis' 'gue laki ya, jangan main cantik-cantik lu' 'tapi lu emang cantik...
93K 10.4K 43
Setelah kepergian jennie yang menghilang begitu saja menyebabkan lisa harus merawat putranya seorang diri... dimanakah jennie berada? Mampukah lisa m...