Happy Reading.
Steffi tidak menyangka jika Salsha akan sebodoh ini dalam menanggapi candaannya. Astaga dia bahkan hampir meleleh karna tatapan tajam dari Jeha yang sejak tadi dilayangkan padanya.
"Kata Salsha kalian udah jadian, congrats ya, doain biar Salsha cepet nyusul," kata Mark.
Salsha menyenggol keras pundak lelaki di sampingnya, "Apaan sih!" katanya sok marah.
Mark tertawa yang mana membuat Steffi semakin was-was.
"Benerkan? Kamu kan udah lama gak di-officialin?" kata Mark semakin menggoda.
Salsha memberengut yang kemudian diberi rangkulan oleh Mark. Lelaki itu berbisik pada Salsha kemudian tertawa membuat kelima orang yang disana saling berpandangan kemudian menatap Iqbaal yang asik dengan makanannya. Lelaki itu tampak mencoba acuh meski realitanya dia mencuri pandang sejak tadi.
Pada akhirnya suasana makan malam mereka tampak canggung dan berbanding terbalik dengan apa yang telah direncanakan.
***
Salsha melambai pada mobil Mark yang berjalan menjauh. Gadis itu memilih masuk ke dalam rumah setelah mobil Mark keluar dari halaman rumahnya.
"Habis jalan kemana lagi? Kok jam segini baru pulang?" Suara Al menyambut kedatangannya ketika ia baru saja menutup pintu.
"Ke tempatnya Aldi tadi, diajakin makan-makan bareng," jawab Salsha sembari melambai ke arah Kak Yuki yang ada di samping kakaknya.
Al nampak menghela napas, "Lain kali kalo pulang jam segini kabarin kakak dulu, kan kakak khawatir."
"Iya maaf, besok-besok nggak lagi."
"Kemarin juga bilangnya gitu, bosen dengernya."
Salsha tertawa kemudian bergabung di depan televisi bersama keduanya. Gadis itu menyandarkan kepalanya di pundak tunangan kakaknya.
"Capek ya? Mau kakak bikinin teh anget?" tawar Yuki.
"Ihh kakak baik banget sih," kata Salsha sembari merengek memeluk tubuh wanita itu.
Al memutar bola matanya. Lelaki yang diabaikan itu memberengut, "Jangan dimanjain nanti keterusan dianya."
"Biarin dong, manja sama kakak ipar juga?" kata Salsha mengejek.
"Emang siapa yang bilang kak Yuki bakal jadi kakak ipar kamu?"
Salsha melempar wajah tampan kakaknya dengan bantal sofa terdekat.
"Tuhkan! Udah mending kak Yuki sama Abang El aja!"
Lelaki berhidung besar itu tertawa dengan suara bassnya. Matanya menyipit membentuk bulan sabit meski sebenarnya pangkal hidungnya cukup sakit akibat lemparan brutal adiknya.
"Lagian Yukinya udah kesem-sem dunia akhirat sama kakak."
"Pede!" Ketiganya mengumbar tawa kemudian. Sungguh visual keluarga harmonis di masa depan.
***
"Mau sampe kapan lo terus pendem perasaan lo?"
Iqbaal mengalihkan pandangannya dari buku besar yang dibaca. Lelaki yang baru saja mengemban tugas untuk meneruskan usaha keluarganya itu fokus pada buku bisnisnya sebelum kedatangan trio kwek-kwek ini mengusik.
"Bicarain itu ntar aja, gue pusing."
Aldi mengembuskan napas besar. Lelaki sipit itu adalah penggagas paling utama akan penclbk ini.
"Sampe kapan? Sampe Salsha nikah sama orang lain?"
"Ald, hidup gue bukan cuma sebatas mikirin cinta."
"Gini nih, ambisi lo terhadap sesuatu ngebuat semuanya hancur. Ego lo, kenapa sih masih belum bisa runtuh?" Aldi mulai tersulut emosi.
"Your words, Ald," peringat Kiki.
"Gue bicara gini biar dia ngebuka pikiran, Bang. Kita ada disini buat ngebantu dia ngegapai perasaannya. Tapi?" Aldi mendecih sinis.
Bastian yang masih belum paham keadaan sekitar dikarnakan fokus pada jajanan di depannya ini mulai peka sedikit. Lelaki itu tampak menatap saudaranya yang tegang dan juga Iqbaal yang tampak menahan amarah.
"Apasih yang mau digapai? Dia udah bahagia sama Mark kan?" jawab Iqbaal seringan kapas.
Aldi berdecak, "Jangan jadi lelaki letoy yang takut untuk ngutarain perasaannya. Jangan jadi pecundang yang cuma bisa sembunyi natap miris ke dia bahagia sama orang lain."
Iqbaal mengembuskan napasnya. Lelaki itu mencoba mendinginkan kepala meski panasnya amarah membakar pikiran.
"Masalah ditolak atau nggak itu urusan nanti, yang penting kan lo jujur dulu sama dia. Bukan malah diem kayak gini."
"Emang salah ya kalo gue ngebiarin dia sama orang lain? Salah kalo gue milih buat diem sama perasaan cinta gue?"
Iqbaal meletakkan kacamata bacanya. Lelaki yang duduk bersebrangan dengan sahabatnya itu mulai beranjak berdiri.
"Bukan berarti gue pengecut bermental lemah karna memilih untuk ngebiarin dia sama yang lain. She deserve better than me. Dia punya kesempatan dan berhak bahagia meski bukan karna gue."
"Dulu, gue ninggalin dia karna cewek lain. Dulu, gue nyia-nyiain dia yang cinta tulus ke gue. Dulu, gue ngacuhin semua perhatian dia. Dan sekarang? Saat dia nemuin cowok jauh lebih bisa ngejaga hatinya, lo nyuruh gue untuk bilang kalo gue nyesel dan ingin mengulang semua dari awal?" tanya Iqbaal.
Iqbaal menarik napas, "Gue cukup sadar diri untuk gak mengusik kehidupan dia. Gue cukup sadar diri akan kesalahan gue di masa lalu. Salsha berhak dapetin cowok yang lebih dari gue yang pecundang ini."
Iqbaal memilih keluar dari ruangan barunya meninggalkan ketiga sahabatnya yang mematung karna speechless.
"Kok dia jadi baper?" Pertanyaan yang keluar dari mulut Aldi itu membuat Kiki yang ada di kursi seberangnya menarik satu alis bingung.
"Padahal kan tadi gue cuma mau ngeprank doang," kata Aldi selanjutnya yang malah disambut kesal oleh kedua sahabatnya.
"Dasar bego!" Kiki spontan melempar jeruk yang ada di keranjang buah depannya.
"Emang gak ada pikiran ini orang!" tambah Bastian yang kesal hingga melempar kacang sukronya.
"Ya kan gue cuma mau si Iqbaal ngerti."
Kiki menepuk jidatnya kemudian menyandarkan tubuhnya di sofa. Lelaki itu enggan berkomentar dengan kebodohan Aldi yang satu ini.
"Ya enggak gitu caranya,go—aduhhhh... Heran gue kayak nggak ada isinya ya itu kepala lo!"
***
Iqbaal melajukan kemudinya dengan pelan meski amarah masih menguasainya. Perkataan Aldi yang jika dilihat dari satu sudut pandang itu sebenarnya tidak sepenuhnya salah. Niatnya baik, ingin membantu dirinya. Tetapi... Waktu penyampaiannya kurang tepat.
Seandainya saja Salsha masih belum memiliki kekasih dia tak akan menunggu untuk segera menyatakan isi hatinya.
Sayang, gadis manisnya itu sudah memiliki seseorang yang spesial.
Iqbaal mencengkram stirnya. Perkataan Aldi terus menganggunya. Ucapan itu seolah tlah direkam dan diputar terus menerus oleh otaknya. Ia bingung apakah dirinya harus mengikuti saran Aldi atau malah bersikap bak malaikat seperti ini.
Pada akhirnya keputusan tiba-tiba dibuatnya. Iqbaal akan menemui Salsha. Sama seperti yang dikatakan Aldi.
"Masalah ditolak atau nggak itu urusan nanti, yang penting kan lo jujur dulu sama dia. Bukan malah diem kayak gini!"
Dewa batinnya seolah memprovoksi. Ditolak atau tidak yang paling penting adalah jujur lebih dulu.
Oke. Doakan semoga Iqbaal berhasil.
***
S
elamat malam minggu, di sini hujan jadi para pejuang ldr bersama oppa seperti saya cuma bisa mengo.
What do you think about this part?
Cium beceq
—sels.