Legally Bound

By BlackLunalite

889K 118K 31.3K

Semua berawal dari kegilaan seorang Kim Namjoon yang bermaksud untuk menjebak wanita yang sudah menolaknya de... More

Prologue: Drunken Register
Part 1: Accidentally Married
Part 2: Husband and Wife?
Part 3: Official Statement
Part 4: Marital Agreement
Part 5: Moving In
Part 6: First Night
Part 7: Lunchbox
Part 8: Crazy Rich
Part 9: Official Introduction
Part 10: Scars
Part 12: Lip Smack
Part 13: The Defender
Part 14: Sparks of Feeling
Part 15: Independent
Part 16: Facts
Part 17: Investigate
Part 18: Day-Off
Part 19: Break
Part 20: Birthday Party
Part 21: Birthday Present
Part 22: Storm
Part 23: Clarification
Part 24: Confession
Part 25: Long Distance
Part 26: Lies
Part 27: Another Date
Part 28: Christmas Eve
Part 29: Angery
Part 30: Stalling
Part 31: Lullaby
Part 32: Confrontation
Part 33: The Plan
Part 34: New Beginning

Part 11: Lazy Nap

24.6K 3.6K 1.3K
By BlackLunalite

Hari-hari selanjutnya berlalu dengan normal untuk Seokjin. Berita mengenai dirinya dan Namjoon juga berkurang, netizen memang sempat ramai membicarakan foto yang Seokjin post di sosial medianya, itu adalah foto dirinya saat memegang kotak berisi makanan dari food truck yang diberikan Namjoon, beserta foto lainnya yaitu kartu yang diberikan Namjoon dalam kotak.

Seokjin memberikan caption 'Thank you, hubby~' dan seluruh dunia menggila karenanya.

Bahkan Seokjin dengar dia mendapatkan banyak fans internasional karena itu. Ada banyak sekali fans internasional yang mendukung hubungan Seokjin dan Namjoon hingga mereka membuat semacam 'fanclub' untuk mendukung Seokjin dan Namjoon.

Seokjin tidak pernah mendapatkan perhatian sampai sehebat ini. Sosial medianya dipenuhi banyak followers baru dan tiap kali dia memberikan post baru di sosial medianya, para fans itu akan memberikan banyak komentar manis, walaupun sebagian besar komentar diberikan dalam bahasa asing dan Seokjin membutuhkan aplikasi penerjemah untuk itu, Seokjin bisa merasakan ketulusan mereka dan bagaimana mereka menyukai Seokjin.

Seokjin berjalan keluar dari kamarnya untuk bekerja dan dia melihat Namjoon sedang berdiri di ruang tengah dan kelihatannya sedang menghubungi seseorang. Namjoon menoleh ke arah Seokjin saat mendengar langkahnya, Seokjin tersenyum tipis dan berjalan melewati Namjoon menuju dapur.

Ketika Namjoon memberikan food truck dan makanan itu, Seokjin segera menelepon Namjoon untuk mengucapkan terima kasih, reaksi Namjoon saat itu hanya tertawa pendek dan mengatakan bahwa Namjoon melakukan itu untuk membuat Seokjin merasakan bagaimana rasanya mendapatkan kiriman food truck.

Menurut Seokjin, Namjoon agak berlebihan karena food truck dan pesan manis di kartu itu membuat Seokjin mendapatkan senyum aneh dari seluruh staff saat itu. Bahkan make up artistnya secara terang-terangan mengatakan bahwa dia iri pada Seokjin dan dia juga ingin memiliki suami seperti Namjoon.

Yah, seandainya mereka tahu bahwa pernikahan di antara Namjoon dan Seokjin bukanlah sesuatu yang real, mungkin mereka akan bereaksi sebaliknya.

Seokjin sedang meneguk jus jeruk yang diambilnya dari lemari es ketika Namjoon berjalan memasuki dapur.

"Kau sibuk hari ini?" tanya Namjoon.

Seokjin mengulum bibirnya seraya meletakkan gelas di atas meja, "Tidak juga, agensi memintaku datang untuk melihat para trainee di agensiku. Agensi ingin aku memberikan sedikit motivasi untuk mereka, dan mungkin berbagi tips berjalan di runway, karena hanya aku model di agensi yang rutin berjalan di runway."

Namjoon mengangguk pelan, "Nanti malam ada acara makan malam bersama dari kantorku. Ini hanya makan malam rutin, tapi karena yang hadir hanya jajaran tertentu, kupikir akan bagus jika kau datang."

"Oh? Makan malam?"

"Ya, kalau kau mau datang, aku bisa mengatur Lee untuk mengantarmu ke sana. Kurasa Jimin sudah memesan tempat di sebuah restoran tradisional khas Jepang."

Seokjin memiringkan kepalanya, "Kenapa restoran Jepang?"

"Karena restoran tradisional khas Jepang memiliki private room. Dan sake itu lezat." Namjoon menatap Seokjin, "Kau pernah mencoba sake?"

Dahi Seokjin berkerut, "Tidak, tapi aku suka makanan Jepang."

"Okay, kau bisa katakan pada Lee kalau kau akan datang." Namjoon melirik arlojinya, "Aku harus pergi, ada rapat pagi ini."

Seokjin mengangguk, dia ikut berjalan di belakang Namjoon karena dia juga perlu berangkat karena Taehyung akan segera menjemputnya. Namun baru beberapa langkah Namjoon berjalan, pria itu terhenti. Seokjin ikut menghentikan langkahnya saat Namjoon berhenti.

"Ada masalah?" tanya Seokjin.

Namjoon berbalik, "Aku melupakan sesuatu." Namjoon berjalan menuju brankas yang ada di ruang tengah, "Kemarin aku pergi untuk urusan pertemuan bisnis dengan salah satu partner kerja dari luar negeri, dia mendengar kabar pernikahanku dan memberikan hadiah."

"Oh? Okay.." Seokjin berdiri diam sementara Namjoon membuka brankasnya dan mengeluarkan sebuah kotak beludru. Dahi Seokjin berkerut, "Dia memberikan perhiasan?"

Namjoon menarik napas, "Well, tidak. Tapi harga benda ini setara dengan perhiasan." Namjoon berjalan menghampiri Seokjin dan membuka kotak itu di hadapannya dan Seokjin melihat sebuah arloji di sana.

"Woah," ujar Seokjin kagum, dia memang tidak gemar mengoleksi barang-barang mahal, tapi sebagai model, Seokjin tahu beberapa brand ternama dan arloji di hadapannya itu jelas berasal dari brand ternama.

"Dia memberikan ini, ini untuk pasangan, yang ini milikmu." Namjoon mengangkat lengan kirinya, "Arloji milikku yang ini."

Seokjin melirik arloji Namjoon kemudian memperhatikan arloji dalam kotak, "Sepertinya arloji milikmu lebih besar daripada milikku?"

Namjoon berdeham, "Well, seperti yang sudah kukatakan, ini untuk pasangan. Arloji milikku adalah model arloji pria, dan milikmu.. hmm... kau bisa menyebutnya.. unisex."

Seokjin mengerjap beberapa kali sampai artinya dia paham maksud Namjoon. "Oh, ya, benar." Seokjin mengerutkan dahinya, "Tapi apa boleh aku memakai ini? Nampaknya mahal."

Namjoon mengambil arloji dari kotak kemudian meraih lengan kiri Seokjin, dia melepas arloji Seokjin yang sudah terpasang di sana dan menggantinya dengan arloji dari dalam kotak. "Ini memang mahal, tapi ini hadiah dan tidak sopan jika tidak dipakai."

Seokjin memperhatikan arloji yang terpasang di tangannya, "Hmm, baiklah kalau begitu." Seokjin menatap Namjoon, "Terima kasih, sampai bertemu nanti malam."

Namjoon mengangguk, "Hmm.."

.
.
.

Seokjin menggoyang-goyangkan kakinya untuk menghilangkan rasa pegal di sana setelah bolak-balik menunjukkan cara berjalan di runway pada para trainee di agensinya.

Agensi Seokjin memang bukan agensi besar dan terkadang para artisnya memang suka memberikan sesi latihan khusus seperti ini atas permintaan agensi. Seokjin bukan aktor maka dia tidak pernah memberikan sesi latihan akting, latihan yang Seokjin berikan hanya terbatas pada latihan berpose dan juga latihan berjalan seperti ini.

"Capek?"

Seokjin mendongak dan melihat Taehyung sedang membungkuk ke arahnya yang duduk di lantai dengan kaki lurus ke depan. Manajer Seokjin itu memberikan satu kaleng jus pada Seokjin dan mengambil tempat untuk duduk di sebelah modelnya itu.

Seokjin mengucapkan terima kasih dan membuka kaleng jusnya, "Hmm tidak juga."

Taehyung tersenyum seraya menatap Seokjin, sejak foto di sosial media Seokjin dan juga netizen yang menggila, Taehyung mencoba untuk tidak merasa terlalu sakit hati atas semua ini.

Taehyung tahu Namjoon dan Seokjin hanya 'pura-pura' menjalani pernikahan ini, namun semakin banyak hari berlalu, interaksi di antara Namjoon dan Seokjin terlihat semakin santai dan publik semakin yakin bahwa hubungan mereka memang nyata.

Sebenarnya itu bagus, karena memang mereka ingin membuat publik percaya bahwa Namjoon dan Seokjin benar-benar menikah, akan tetapi Taehyung tidak bisa tidak merasa marah karena Seokjin terasa semakin jauh darinya. Modelnya itu memang masih bersikap seperti biasanya, Seokjin tetap mengajaknya berbicara seperti biasa dan bekerja seperti biasa, bahkan dia juga masih tetap merengek pada Taehyung ketika merasa lelah atau bosan.

Namun Taehyung tidak bisa lagi menerimanya dengan santai dan bahagia seperti dulu. Taehyung tidak bisa lagi menatap Seokjin dan melihat senyumnya tanpa berpikir bahwa Seokjin juga tersenyum pada Namjoon.

Taehyung menghela napas pelan, dia tahu dirinya sangat kekanakkan, dia adalah salah satu sosok yang mengusulkan pada Namjoon dan Seokjin untuk melanjutkan pernikahan mereka selama beberapa bulan demi menyelamatkan karir Seokjin. Oleh karena itu tidak seharusnya Taehyung marah, lagipula posisinya hanya sebagai manajer Seokjin, tidak lebih.

"Tae? Taehyung?"

Taehyung tersentak saat Seokjin memanggilnya, "Ya?"

Seokjin mengerutkan dahinya, "Kenapa melamun? Kau baik-baik saja?"

Taehyung mengangguk, "Ya, aku baik."

Seokjin mengangguk kemudian dia mengintip arlojinya, "Apa kita sudah selesai di sini, Taehyung?"

Taehyung mengangguk, "Hmm, kurasa.." dia terhenti saat melihat arloji Seokjin. "Apa itu.. arloji baru?"

Seokjin menatap arlojinya, "Oh! Iya, ini hadiah dari rekan bisnis Namjoon." Seokjin mengangkat bahunya, "Hadiah untuk pernikahan kami." Seokjin bergerak bangun, "Kalau di sini sudah selesai, apa aku boleh pergi?"

"Kau mau kemana?"

"Namjoon memintaku datang di acara makan malam perusahaannya." Seokjin melirik arlojinya lagi, "Ini masih siang, jadi kurasa aku akan ke kantor Namjoon dulu."

"Ah, kalau begitu aku akan mengantarmu." Taehyung bergerak bangun namun Seokjin menahannya.

"Tidak perlu, kurasa kau lelah, aku bisa pergi bersama Lee." Seokjin tersenyum, "Jangan sampai kau kelelahan, Taehyung. Sampai ketemu besok." Seokjin melambaikan tangannya kemudian berjalan pergi meninggalkan Taehyung yang masih duduk diam di sana.

Dia menghela napas pelan, benar dugaan Taehyung, Seokjin memang terasa semakin jauh darinya.

.
.
.

Namjoon sedang sibuk membaca statistik data kepuasan pelanggan dari hotelnya ketika tiba-tiba saja pintu ruangannya diketuk dari luar. Namjoon mengucapkan 'Masuk' dan ketika dia mendengar pintu dibuka, Namjoon menoleh ke arah pintu dan dia tertegun.

"Seokjin?" ujar Namjoon agak terkejut saat melihat kepala Seokjin yang menyembul dari balik pintu ruangannya yang berukuran besar.

"Hai, apa aku mengganggu?"

"Jika aku mengatakan kau mengganggu, apa kau akan pergi?"

Seokjin menggembungkan pipinya, "Apa ada CCTV di kantormu?"

"Ya, kenapa?"

"Kalau tidak ada CCTV aku pasti sudah melemparmu dengan sepatuku."

Namjoon tertawa mendengar itu, "Masuklah, Seokjin. Aku masih bekerja, jadi kenapa kau tiba-tiba datang ke sini?"

Seokjin berjalan masuk dan matanya bergerak memperhatikan seisi ruangan Namjoon. "Jadwalku di agensi sudah selesai dan karena kau mengajakku makan malam, kurasa tidak ada salahnya kalau kita berangkat bersama, bukan?"

Namjoon mengangguk pelan, "Ya, kau benar. Duduklah dulu di sofa, kita akan berangkat setelah jam kerja selesai."

Seokjin menghempaskan tubuhnya ke sofa, "Wah, sofamu empuk dan lembut sekali." Seokjin mengusap-usap permukaan sofa itu. "Kenapa sofa semacam ini ada di kantormu?"

"Aku sering bekerja overtime dan kadang kalau aku sudah terlalu lelah, aku akan berbaring di situ." jelas Namjoon sementara dia sudah kembali fokus pada pekerjaannya.

"Kau sering bekerja lembur?"

"Hmm, begitulah. Pekerjaanku banyak, kau tahu?"

Seokjin memiringkan kepalanya, "Tapi rasanya kau selalu pulang tepat waktu jika aku ada di rumah. Kau baru akan pulang terlambat kalau ada pertemuan di luar kantor."

Namjoon terdiam sebentar kemudian berdeham keras. "Mau minum sesuatu? Kau sudah makan siang, kan?"

"Hu-uhm, aku makan siang bersama para trainee tadi." Seokjin menoleh ke arah Namjoon, "Jangan khawatir, Lee yang membelikan makanan itu, makanan itu jelas aman."

Namjoon tersenyum tipis, "Hmm, baiklah. Jadi, mau minum sesuatu?"

Seokjin memiringkan kepalanya, "Mungkin.. es kopi? Aku merasa agak mengantuk."

Namjoon meraih telepon di mejanya dan menghubungi pantry. "Kau kurang tidur?" tanyanya pada Seokjin kemudian kembali berbicara di telepon, "Tolong bawakan satu es kopi dan biskuit ke ruanganku. Terima kasih."

Seokjin menggeleng, "Tidak juga, kurasa tidurku cukup. Hanya saja aku memang merasa agak mengantuk, mungkin lelah setelah melatih para trainee itu."

Namjoon memperhatikan Seokjin yang menyandarkan tubuhnya ke sofa dan mengerang nyaman. Jelas terlihat bahwa Seokjin hampir tertidur hanya karena menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa yang empuk.

Kegiatan Namjoon memperhatikan Seokjin terputus saat terdengar suara ketukan di pintu Namjoon dan ketika pintu itu terbuka, Jimin muncul dari sana.

"Oh? Seokjin?" ujar Jimin saat melihat Seokjin duduk di sofa dalam ruangan Namjoon.

"Hai, Jimin." Seokjin menyapa dengan senyum cerianya.

Jimin menoleh ke arah Namjoon dan menatapnya dengan sebelah alis terangkat. Namjoon yang mengerti arti tatapan Jimin segera menjelaskan, "Aku mengundang Seokjin untuk makan malam bersama dengan kita semua. Ternyata jadwalnya selesai lebih cepat dan dia ke sini karena menurutnya tidak masalah jika kita berangkat bersama."

Jimin mengangguk paham, "Hmm, bisa diterima."

Namjoon berdecak, "Tidak ada yang salah dengan itu dan aku tidak mengarang alasan."

Jimin mengangguk-angguk dengan ekspresi tidak acuh, "Ya, ya, kau benar." Dia menunjuk dokumen di hadapan Namjoon, "Tandatangan di sini."

Namjoon menghela napas pelan dan menunduk untuk membaca dokumen yang diberikan Jimin padanya.

"Oh, Jimin, kudengar kau melarikan diri bersama Yoongi setelah pesta waktu itu. Jadi.. bagaimana?"

Pertanyaan yang dilontarkan dengan sangat terang-terangan oleh Seokjin itu membuat Jimin terdiam dengan wajah yang perlahan-lahan berubah menjadi merah padam. Namjoon yang melihat perubahan ekspresi Jimin.

"Hmm, jadi bagaimana Jimin?" goda Namjoon.

Jimin mendelik pada Namjoon sebelum kemudian dia menatap Seokjin. "T-tidak ada apa-apa. Yoongi.. Yoongi pria yang baik." ujar Jimin dengan wajah yang semakin memerah.

Seokjin menaikkan sebelah alisnya, "Oh? Benarkah? Aku belum sempat bertemu Yoongi, tapi aku ikut senang jika kalian berteman."

"Oh, Seokjinnie, kurasa Jimin dan penasehat hukummu itu tidak 'berteman'." ujar Namjoon.

Jimin kembali mendelik pada Namjoon namun pria itu terlihat tidak peduli sama sekali dengan tatapan tajam Jimin.

Dahi Seokjin berkerut, "Mereka tidak mau berteman? Kenapa?" Seokjin menatap Jimin, "Kenapa? Apa karena Yoongi terkadang dingin? Yoongi memang tegas dan terkadang sangat galak, tapi dia baik kok."

Jimin mengibaskan tangannya, "T-tidak! Bukan seperti itu! Aku.. aku jelas mau berteman dengan Yoongi." bisik Jimin pelan dan suaranya semakin mengecil saat menyebut nama 'Yoongi'.

Namjoon melipat bibirnya ke dalam mulut untuk menahan tawa sementara Seokjin terlihat lega.

"Begitu ya? Aku senang kalau kalian berteman, mungkin jika dia berteman denganmu, dia tidak akan terlalu galak padaku." ujar Seokjin.

Namjoon sudah hampir pingsan karena menahan tawanya.

Jimin menghela napas pelan kemudian dia kembali menatap Namjoon, "Kau sudah selesai atau belum? Aku banyak pekerjaan."

Namjoon mengangguk dan memberikan dokumen yang ada di mejanya pada Jimin. "Aku tidak keberatan jika kau mau mengajak Yoongi malam nanti, Jimin." goda Namjoon seraya menyeringai.

Jimin menyipitkan matanya, "Mati saja sana, Kim Namjoon."

Namjoon menyentuh dadanya, "Ow, kau melukaiku dengan kata-katamu yang tajam." ujarnya seraya memasang ekspresi kesakitan yang dibuat-buat.

Jimin mendengus kemudian berjalan keluar dari ruangan Namjoon sementara pria itu tertawa keras.

Dahi Seokjin berkerut saat Namjoon tertawa begitu keras, "Apa yang lucu?" ujarnya bingung. 

.
.
.

Seokjin memainkan jarinya seraya bersandar di sofa dalam ruangan Namjoon. Es kopi dan biskuit yang diberikan padanya sudah habis, dan Seokjin masih merasa mengantuk.

Dia melirik arlojinya dan menghela napas pelan saat jam kerja baru akan berakhir sekitar dua jam lagi. Seokjin mulai merasa bosan dan rasa bosannya justru membuat dia semakin mengantuk.

Seokjin menatap Namjoon yang masih serius bekerja di mejanya. Pria itu terlihat sangat fokus hingga dia bahkan tidak mempedulikan Seokjin yang sejak tadi bergerak-gerak bosan di sofa.

Mata Seokjin menatap sofa yang didudukinya, sofa itu dilengkapi dengan banyak bantal yang empuk dan nyaman. Seokjin melirik Namjoon ragu-ragu dan saat melihat pria itu sama sekali tidak menoleh ke arahnya, Seokjin menyusun bantal sofa itu untuk menjadi sandaran kepalanya dan setelah selesai, dia melepas sepatunya pelan-pelan dan perlahan berbaring di sofa.

Seokjin mengeluarkan desahan puas saat akhirnya dia berbaring di sofa, dia mengusak wajahnya ke bantal sofa dan samar-samar Seokjin bisa mencium aroma parfum Namjoon.

Sepertinya ucapan Namjoon soal dia yang suka berbaring di sini adalah benar.

Seokjin memejamkan matanya seraya tersenyum damai dengan perasaan nyaman. Dia berniat untuk mengistirahatkan matanya yang sudah sangat mengantuk sebentar saja, Seokjin rasa tidur 15 menit akan membuatnya merasa lebih baik, lagipula tidak sopan jika dirinya pergi ke acara makan malam bersama Namjoon dan para karyawannya namun Seokjin terus menguap karena mengantuk.

Seokjin menghela napas puas dan akhirnya menyerah pada rasa kantuknya yang membawanya jatuh tertidur dengan cepat.

Namjoon sama sekali tidak sadar Seokjin sudah tertidur di sofanya, bahkan bisa dibilang Namjoon hampir lupa bahwa Seokjin ada di ruangan itu bersamanya. Dia baru menyadari Seokjin ada di sana saat salah satu karyawannya masuk ke ruangannya dan tertegun saat melihat Seokjin yang tertidur pulas di sofa.

Setelah karyawannya itu pergi karena urusannya dan Namjoon sudah selesai, Namjoon berdiri dan berjalan menghampiri sofa tempat Seokjin tertidur. Seokjin tertidur dengan posisi meringkuk di sofa, dan walaupun posisinya tidak terlihat menyenangkan, Seokjin tidak terganggu sama sekali.

Namjoon berjongkok di depan sofa, dia memperhatikan wajah Seokjin yang tertidur dengan hembusan napas teratur yang terdengar darinya. "Bagaimana bisa kau tertidur dalam posisi seperti ini?"

Seokjin menggumam dalam tidurnya dan mengusak wajahnya ke bantal, Namjoon tertawa kecil melihat kebiasaan tidur Seokjin yang seperti anak kecil. Pria itu memperhatikan posisi tidur Seokjin, sofa di ruangan Namjoon memang cukup besar, dia sengaja membeli sofa yang besar di ruangannya untuk tempatnya beristirahat.

Namun Namjoon tidak pernah sampai tertidur di ruangannya seperti Seokjin. Kaki Namjoon terlalu panjang dan Namjoon tidak akan bisa tidur jika harus menekuk kakinya. Seokjin menggerung pelan dalam tidurnya dan semakin meringkuk seperti bola.

Namjoon menghela napas pelan kemudian berdiri dan melepas jasnya, Namjoon menduga mungkin Seokjin kedinginan karena tertidur di sofa seperti ini, terlebih lagi saat ini sudah musim gugur. Namjoon menyelimuti tubuh Seokjin dengan jasnya kemudian kembali berjongkok di depan Seokjin.

Namjoon memperhatikan wajah Seokjin kemudian tangannya bergerak menepuk kepala Seokjin, "Kau kekanakkan sekali sampai tertidur di sofa ruanganku." bisik Namjoon sementara tangannya aktif mengusap-usap kepala Seokjin.

Seokjin tidak terganggu sama sekali, sebaliknya dia justru terlihat nyaman karena usapan tangan Namjoon di kepalanya. Namjoon mendengar suara ketukan di pintu ruangannya namun dia tidak berhenti mengusap kepala Seokjin, tak lama kemudian pintu terbuka dan ketika Namjoon menoleh ke arah pintu, pria itu tertegun.

Namjoon melihat Seojin berdiri di ambang pintu ruangannya dengan tangan memegang sebuah map. Namjoon berdiri dan memasukkan kedua tangannya ke saku celana, "Ada perlu apa?"

Seojin terdiam memperhatikan Namjoon yang berdiri di depan sofa, Seojin melihat pria itu sebelumnya berjongkok di depan sofa tempat Seokjin tidur dan Seojin tidak bodoh untuk tidak menyadari bahwa jas yang menyelimuti tubuh Seokjin adalah jas Namjoon.

"Saya membawakan dokumen yang anda minta kemarin, saya sudah selesai mengurutkan datanya." Seojin melangkah menghampiri Namjoon, berusaha mengontrol ekspresinya.

Namjoon mengangguk, "Duduklah," ujarnya kemudian dia mengambil map yang dibawa Seojin dan duduk di sandaran lengan sofa tempat Seokjin tidur. Namjoon memeriksa data yang dibawakan Seojin dengan dahi berkerut.

"Apa Seokjin-ssi sakit?"

Namjoon menatap Seojin kemudian menoleh ke arah Seokjin. "Tidak, dia hanya lelah karena jadwalnya, kurasa dia bisa istirahat sebentar sebelum pergi makan malam bersama nanti."

Seojin menipiskan bibirnya, "Seokjin-ssi akan ikut makan malam bersama?"

Namjoon mengangguk tanpa beban, "Hmm, begitulah." Dia menutup map di tangannya, "Aku akan memeriksa ini lebih lanjut nanti. Kau bisa pergi sekarang."

Seojin menatap Namjoon, "Tadinya aku ingin membicarakan sesuatu."

Namjoon mengerutkan dahinya, "Oke, katakan saja." ujar Namjoon kemudian perhatiannya teralihkan saat Seokjin menggumam dalam tidurnya dan bergerak-gerak. Namjoon menoleh ke arah Seokjin dan tangannya bergerak secara refleks mengusap kepala Seokjin agar dia merasa lebih nyaman.

Seojin memperhatikan gerakan tangan Namjoon, "This is personal." Seojin menatap Namjoon, "Kurasa aku tidak bisa mengatakannya di sini. Temui aku setelah makan malam nanti."

Dahi Namjoon berkerut lagi, "Ada apa sebenarnya?"

Seojin menarik napas dalam, "Ini hal pribadi yang hanya bisa dibicarakan oleh kau dan aku." Seojin melirik Seokjin kemudian menatap Namjoon dalam-dalam, "Tidak ada orang lain."

Walaupun masih agak bingung, Namjoon tetap mengangguk. "Oke, kita bicarakan nanti."

Seojin berdiri, "Aku percaya padamu, Namjoon. Kuharap kau benar-benar datang menemuiku." Seojin melirik Seokjin sekali lagi, "Just make sure he is not around when we're talking."

"Kau tidak boleh bicara soal Seokjin seperti itu, apalagi di depanku." Namjoon berdiri, dia melipat tangannya di depan dada. "Aku akan datang, aku akan menemuimu nanti setelah makan malam dan mendengarkan apa yang ingin kau katakan."

Seojin mengangguk, "Oke." ujarnya kemudian dia berjalan keluar dari ruangan Namjoon.

Setelah Seojin pergi, Namjoon menghela napas pelan kemudian dia melirik Seokjin, dia ingat soal ucapan Seokjin yang melarangnya untuk menatap Seojin lagi, tapi kali ini Seojin terdengar sangat serius dan Namjoon rasa dia perlu menemuinya.

"Yah, kurasa ini bukan masalah besar." gumam Namjoon.

To Be Continued

.
.
.

Aku masih belum punya laptop baru

Soalnya aku mau operasi gigi dulu :")

Jadi ya gitu hehehe

Continue Reading

You'll Also Like

9.9K 1K 1
Seokjin itu beku. Dia tidak lagi bisa merasakan apapun sejauh yang bisa diingatnya. Seokjin itu dingin. Dia tidak lagi bisa merasakan hangatnya caha...
18.7K 1.3K 1
Seokjin and Namjoon are rivals for the 'Head Boy' positions. Seokjin try his best to win but he's having difficulty trying to beat Namjoon whose a ge...
377K 12K 5
Sebagai anak Dewi Athena, Seokjin seharusnya cukup pintar dan bijaksana untuk urusan dirinya sendiri. Terutama urusan keselamatan dirinya. Tapi mung...
16.6K 1.4K 1
Seokjin adalah Omega, dan dia menikah dengan Namjoon, seorang Alpha, atas permintaan kedua orangtuanya. Namjoon memang luar biasa, hanya saja Namjoo...
Wattpad App - Unlock exclusive features