Confession Of Love

By lorcin

9.8K 608 66

"Dia itu sebenarnya lemah tapi ia tidak pernah memperlihatkannya" ****** aku benci dia dan akan selamanya ia... More

BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 4
BAB 5
BAB 6
BAB 7
BAB 8
BAB 9
BAB 10
BAB 11
BAB 12
BAB 13
BAB 14
BAB 15
BAB 16
BAB 17
BAB 18
BAB 19
BAB 21
BAB 22
BAB 23
BAB 24
BAB 25
BAB 26
BAB 27
BAB 28
BAB 29
BAB 30
BAB 31
BAB 32
BAB 33
BAB 34
BAB 35
BAB 36
BAB 37
BAB 38
BAB 39
BAB 40 (REVA POV)
BAB 41
BAB 42
BAB 43
BAB 44
BAB 45
BAB 46
BAB 47
BAB 48
BAB 49
BAB 50
BAB 51
BAB 52
BAB 53
BAB 54
BAB 55
BAB 56

BAB 20

200 14 0
By lorcin

"Kenapa lo senyum-senyum sendiri? Lagi chatan sama siapa lo?" Kepala Ezra terangkat ketika Wildan mendekatinya sambil mencoba mengintip layar ponsel milik Ezra yang masih menyala, namun gerakan tangan Ezra langsung menyimpan ponsel nya di dalam saku seragam sembari bersikap kembali biasa-biasa saja.

"Gue dapat sms spam tadi," Jawabnya pendek, Ezra berdehem saat Wildan mendekatkan tubuhnya kepada Ezra sehingga tubuhnya harus menghindari Wildan. Jika ia tidak mundur pasti ada mata yang memandang mereka dengan kebingungan sekaligus ngeri.

"Kenapa?" Tanya Ezra. Ia menolak tubuh Wildan untuk menjauhinya. Wildan tersenyum jahil, ia menarik tubuh Azka yang berada di sampingnya yang tengah bermain ponsel dengan santai. Sikap Azka terlalu santai dan juga sangat pendiam, bertolak belakang sekali dengan Ezra dan Wildan.

Wildan masih melirik Ezra dengan mata menyipit kemudian mendekatkan dirinya dengan Azka yang tampak terganggu dengan tangan Wildan yang mengalungi lehernya. "Ka, gue tadi liat Ezra senyum-senyum gaje sambil liat hpdia, tu cowok kayaknya lagi chat sama cewek." Azka mengalihkan perhatian nya kepada Ezra yang saat ini sedang melihat mereka berdua.

Ezra tertawa kecil, kemudian ia menunjukkan wajah kesal. "Apa lu berdua liatin gue?"

Azka pun kembali memalingkan kepalanya kepada Wildan yang sedang tertawa kecil, tangannya melepaskan tangan yang berada di lehernya. Lalu ia kembali memusatkan perhatiannya kepada layar ponsel tanpa mengucapkan kata-kata membuat Wildan melongo atas sikap Azka yang sangat dingin namun tetap terlihat keren di matanya.

Sial.

Ezra terkekeh memperhatikan kedua temannya, Azka memang memiliki sifat yang dingin dan juga sangat pendiam. Ia memang sudah hafal dengan sikap satu sahabat nya itu. Dirinya dan Azka sudah berteman dari kecil hingga sekarang. Sedangkan dengan Wildan ia mulai berteman saat menduduki bangku SMP.

"Gak mungkin kan lo ketawa karena masuk sms spam?" Tanya Wildan kembali membuat Ezra bergerak tidak tenang, pasalnya apa yang di tanya Wildan berhasil membuatnya tidak bisa berkutik. Ezra kembali berdeham seraya menyisir rambutnya untuk mencoba bersikap biasa-biasa saja.

Mata nya mengarah ke Azka yang masih asik k dengan ponselnya. "Woi Ka! Kita hari ni jadi kan main futsal?" Ezra sengaja mengalihkan pertanyaan kepada Azka yang kini sudah menatapnya dengan wajah datarnya.

"Jadi, tapi gue balik ke rumah dulu."

"Lo ikut gak?"

Wildan menghela nafasnya, tatapannya masih seperti tadi yaitu memandang Ezra dengan raut wajah tidak puas. Untuk kali ini ia akan membiarkan sahabatnya itu berkelit.
"Ikut dong, tanpa gue hidup kalian gak akan bahagia,"

Ezra tertawa mengejek, ia tidak habis pikir dengan tingkat kepercayaan diri Wildan yang sudah melebihi kapasitas, alias tidak punya urat malu. "Tanpa lo hidup gue bahagia, itu yang benar,"

"Najis,"

"Alay!"

"Tai,"

"Kencing kuda!"

*********


Suara deringan telepon mengagetkan Reva saat tidur dalam keadaan posisi tengkurap, matanya masih tertutup dengan tangan yang sibuk meraba-raba di atas kain kasur untuk mengambil benda berisik yang menganggu waktu tidurnya. Ketika sudah mendapatkan ponsel, mata Reva terbuka sedikit untuk menggeser ikon hijau lalu meletakkan ponsel di daun telinga tanpa melihat siapa penelepon.

"Halo"

"Gue udah di depan rumah lo,"

Kening Reva berkerut dalam begitu mendengar suara berat di balik telepon, Reva mengangkat sedikit tubuhnya.

"Ta, kok suara lo jadi berat sih? Keselek apa lo? Lagian ngapain juga lo mesti pake acara bilang di depan rumah gue? Masuk aja kali, Ta! Sumpah ya, lo ganggu tidur gue aja,"

"Ta, Ta! Bangun lo kebo! Udah setengah jam gue nunggu di depan pagar rumah lo!"

Mata Reva terbuka setengah, ia berdecak mendengar suara keras membentak nya. Siapa sih yang sedang ia terima panggilan sekarang? Begitu Reva melihat penelepon di layar ponselnya, tubuhnya langsung bangkit dengan gerakan kilat bersamaan dengan matanya yang melotot.

Ya Tuhan, manusia yang sedang ia terima panggilan teleponnya adalah manusia yang paling ia hindari di daftar list kehidupan nya sekarang. Tangan Reva menggaruk frustasi rambutnya, lalu meletakkan kembali ponsel di dekat telinganya.

"Lo-Lo ngapain di depan rumah gue?" Agh! Kenapa pula ia harus menjadi gagap seperti ini?

"Pikun lo ya? Gue tadi minta lo temenin gue latihan futsal! Mana lo? Gue udah mau main bentar lagi,"

Reva berjalan terburu-buru ke arah jendela kamarnya untuk memastikan Ezra ada di depan rumahnya atau tidak, dan benar saja. Tubuhnya melengos lemas saat melihat mobil berwarna hitam di depan pagarnya, ia juga dapat melihat Ezra dengan jelas di dalam mobil karena cowok itu menurunkan kaca mobilnya. Ya Tuhan, kenapa lagi ia harus menemani cowok menyebalkan itu?

"Woi!" Reva tersentak kembali begitu mendengar teguran keras di teleponnya.

"Iya iya! Tunggu sepuluh menit!" Tanpa mendengar jawaban dari Ezra, Reva langsung mematikan sambungan telepon dan melempar begitu saja ponsel nya di atas kasur untuk mengganti pakaian.

Dalam hati ia masih dongkol melihat sikap Ezra yang sudah seenaknya kepada dirinya. Baru saja Reva tidur sebentar dan ia harus rela jam tidurnya di ganggu oleh manusia kejam seperti Ezra.

"Tampang nya aja bagus, tapi sikapnya kayak setan!" Sungut Reva saat ia sudah memakai kaus putih oblong di padukan celana jeans warna biru, kaus yang ia pakai ia masukkan ke dalam celana agar terlihat santai. Terlebih kaus yang sedang ia pakai agak kebesaran. Ia lebih nyaman memakai kaus lebih besar dari ukuran tubuhnya ketimbang harus memakai ukuran baju yang pas-pasan di tubuhnya.

"Kalau aja gue gak ketemu lo waktu itu mungkin gue gak akan apes kayak gini!" Lanjutnya kembali sambil mengingat asal rambutnya menjadi ekor kuda. Setelah melihat dirinya sebentar di cermin, Reva mengambil ponsel yang berada di atas kasur kemudian keluar dari kamar. Deringan ponsel miliknya kembali terdengar, Reva berdecak lagi saat ia sudah memaki sepatu kets dengan gerakan kilat. Cowok itu memang tidak sabaran!

"Mau kemana kamu?" Suara dari belakang menghentikan gerakan tangan Reva untuk membuka gagang pintu rumah. Tubuhnya memutar setengah untuk berhadapan dengan Ayahnya yang sedang melihatnya tajam. Raut wajah Ayahnya seperti di kantor wakil kepala sekolah tadi, dingin dan juga tidak senang.

"Keluar sebentar," Jawabnya singkat.

"Sama siapa?"

Reva menaikkan sebelah alisnya sedikit, sejak kapan Ayahnya peduli kepadanya setiap ia ingin keluar rumah? Reva menghela nafasnya pelan, melihat wajah Ayahnya saat ini entah kenapa mengingatkannya tentang itu di mana ia sudah membenci keluarganya saat ini.

"Temen,"

"Ngapain kamu keluar? Gak cukup kamu buat onar di sekolah? Seharusnya kamu merenungkan perbuatan kamu-"

"Cukup, Yah!" Teriak Reva membuat Wijaya menghentikan ucapannya, ia memandang putrinya ini dengan perasaan campur aduk. Putrinya yang dulu selalu nurut apa kata ucapannya sekarang menjadi seorang anak pembangkang.

"Aku pergi." Lanjut Reva sambil membuka keboo pintu tanpa menoleh lagi ke belakang, nafasnya begitu sesak saat mendengar semua kata yang keluar dari mulut Ayahnya. Sampai kapan pun juga Ayahnya tidak akan pernah mengerti apa yang ia inginkan. Sampai kapan pun juga Ayahnya tidak akan peduli dan selalu membandingkan dirinya dengan Kakak tirinya.

Reva berjalan keluar dengan gerakan cepat, ia bisa melihat Ezra yang saat ini tengah melihat ke arahnya. Reva membuka kursi kemudi bagian belakang dan langsung masuk ke dalam sambil memasang wajah datar.

Lain dengan Ezra yang justru memandang Reva kesal, cowok itu menoleh ke belakang dan bertemu dengan tatapan Reva yang saat ini memandangnya dengan kening berkerut dalam. Apa lagi yang akan cowok ini katakan kepadanya?

"Ngapain lo duduk di belakang?"

Reva semakin mengerutkan keningnya kebingungan, cowok di hadapannya ini sungguh cowok yang paling menyebalkan. "Jadi gue duduk di mana? Di ban mobil lo?" Tanya Reva sarkatik, matanya melihat Ezra dengan tajam. Tangannya sudah ia letakkan di depan dada khas gaya Reva.

Ezra menghela nafas, cewek yang berada di mobilnya ini memang spesies langka sekaligus ingin sekali ia ekspor ke Afrika supaya di makan singa. "Di depan bego, lo kira gue supir lo?" Balas Ezra tak kalah kasar dari Reva. Reva mencebikkan bibirnya. Untuk apa ia harus duduk di samping cowok menyebalkan ini? Ia lebih nyaman duduk di radius jauh dari Ezra. Berdekatan dengannya bisa-bisa membuat suasana hati Reva kacau.

"Woi! Dengar gak lo? Cepetan tukar, gue gak mau terlambat," Reva memutar bola matanya dengan malas, perempuan itu dengan cepat bangkit tanpa harus membuka pintu, kakinya mengangkang sedangkan tangannya menumpu pada bagian kursi kemudi. Ia pun mendarat dengan sempurna di kemudi depan dengan durasi waktu yang terbilang cepat dan tiba-tiba.

Ezra yang melihat kelakuan Reva yang begitu tiba-tiba menahan nafasnya. Cewek ini memang mempunyai sikap bar-bar sehingga dirinya selalu terkejut dengan sikapnya yang di luar dugaan.

"Kenapa lo liatin gue? Cantik? Iya gue tau kalau gue cantik, udah ah buruan! Tadi katanya mau cepet-cepet,"

Ah satu lagi yang ia lupa akan sikap cewek di sebelahnya ini, yaitu kadar kepercayaan dirinya sangat tinggi sampai tidak ada urat malu.

Ezra hanya mendengus, bola matanya berputar kesal sambil menyalakan mobil meninggalkan rumah Reva tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Di dalam perjalanan pun mereka berdua hanya diam, keduanya hanya sibuk dengan perhatian masing-masing. Baik Reva maupun Ezra tidak repot-repot mengeluarkan suaranya untuk memecah keheningan di antara mereka. Hanya ada suara deruman mesin mobil dan suara bising kendaraan di jalan saja yang menemani mereka, selebihnya Reva hanya sibuk berselancar di dunia maya sedangkan Ezra fokus mengemudikan mobil.

Hingga mobil Ezra berhenti di tempat tujuan, Reva mendongkak kan kepalanya saat Ezra mematikan mesin mobil, perhatian Reva pun menuju ke arah Ezra yang sudah keluar dengan membawa tas olahraga di pundak nya. Reva menghela nafas kesal, kenapa ia harus menemani cowok itu latihan futsal?

Tanpa mau berlama-lama Reva pun ikut keluar, raut wajahnya menunjukkan bahwa ia memang tidak senang berada di tempat latihan futsal. Ezra menghampiri cewek yang saat ini bersikap ogah-ogahan yang membuat nya ingin sekali tertawa melihat raut wajah Reva.

"Nih," Kening Reva kembali mengerut dalam, tangan cowok itu memberikan tas besar kepadanya yang Reva tebak isinya adalah peralatan cowok ini untuk latihan futsal.

"Apa nya?" Tanya Reva dengan nada tidak senang, yang membuatnya kembali kesal adalah raut wajah Ezra yang begitu santai dan sikap seenaknya ini.

Ezra kembali menggoyangkan tas yang sedang ia pegang dengan tubuh agak sedikit membungkuk, cewek di hadapan nya ini hanya setinggi dadanya. "Lo gak ngerti juga? Buat apa gue bawa lo ke sini kalau bukan lo bawa semua peralatan latihan futsal gue,"

Ezra sialan! Kurang ajar! Hebat sekali ia berkata seperti itu kepada dirinya, Agh!

"Lo gila? Lo bawa perlengkapan latihan banyak banget, gak liat tu tas besar? Pasti berat, gak gak! Gue gak mau. Lo kan punya tangan!" Tolak Reva mentah-mentah sambil memundurkan tubuhnya untuk menjauhi cowok menyebalkan di depannya ini namun tangan panjang Reva mencegahnya, Ezra menahan kepalanya sehingga jarak tubuh dirinya dan Ezra hanya beberapa senti membuatnya tertegun atas perbuatan Ezra.

"Lo lupa kalau lo itu punya utang budi sama gue?" Mata Reva mengerjab, tangannya menolak tubuh Ezra dengan gerakan reflek saat cowok ini berbicara sambil mendekatkan wajahnya kepada dirinya, jika orang melihat perbuatan Ezra pasti akan menimbulkan salah paham.

Reva pun mengambil dengan kasar tas yang di pegang oleh cowok itu, mata nya memandang Ezra dengan tajam. Ia pun berjalan deluan meninggalkan Ezra dengan mengenggam tas cukup kuat. Cowok itu memang sudah keterlaluan kepadanya, dan bodohnya ia tidak bisa melakukan apa-apa untuk membalas cowok ini.

Berbeda dengan Ezra yang mengikuti Reva dari belakang, raut wajahnya begitu puas saat melihat Reva tidak bisa berkutik atas perbuatan nya. Cewek yang terkenal sombong dan egois itu akan nurut seperti anak kecil ketika bersamanya. Entah kenapa memancing emosi perempuan yang sedang berjalan di depannya ini membuatnya senang sekaligus puas. Reva yang terkenal bersikap seenaknya di sekolah akan tunduk kepada nya.

Reva mendesah. Pulang dari sini, Reva harus mengonsumsi garam banyak-banyak, takut gondok nya membesar akibat sikap Ezra yang selalu berhasil memancing emosinya.

Mereka berdua masuk kedalam gedung latihan futsal di mana yang isinya lebih banyak anak laki-laki dari pada perempuan. Reva mendesah kembali, ia pasti merasa sangat bosan jika berada di sini terlebih ia tidak bisa melakukan apa-apa selain duduk manis di tempat bangku penonton. Menyebalkan.

Tangan Ezra tiba-tiba saja memegang lengan nya dan membawanya ke tempat kursi penonton yang tidak jauh dari arah lapangan. Reva menghentakkan tangannya agar terlepas dari pegangan tangan cowok ini, ia pun menghapus jejak tangan Ezra yang menyentuh kulit nya dengan raut wajah menahan kesal sedangkan Ezra tidak habis pikir dengan cewek ini, apakah ia spesies mahluk menjijikan sampai cewek ini bersikap seperti ini kepadanya.

"Lo duduk di sini, jangan kemana-mana. Kalau lo berani pergi masa lo jadi pembantu gue akan gue tambah," Ancam Ezra kepadanya membuat Reva kembali mendengus kesal sambil mencebikkan bibirnya.

"Siapa juga yang mau kabur," Reva berkata sewot tanpa memandang wajah Ezra, kalau ia memandang wajah cowok itu ia takut kehilangan kendali untuk memukul wajah sok ganteng itu.

"Gue cuma ingatin, siapa tahu lo mau lama jadi pembantu gue supaya bisa dekat dengan gue,"

Reva memutar bola matanya jengah atas tingkat kepercayaan diri Ezra, sekarang saja ia merasa ingin muntah berada dekat dengan cowok itu.
"Pergi lo dari hadapan gue!" Bentak Reva, ia memang sudah tidak tahan lagi dengan Ezra yang semakin menjadi-jadi kepadanya.

Ezra justru tertawa melihat ekspresi kesal Reva, ia pun beranjak pergi meninggalkan singa betina yang sudah mengeluarkan taringnya.

Reva melipat kedua tangannya di dada saat ia hanya bisa memandang ke arah lapangan di mana sosok yang membuatnya harus berada di sini duduk dengan bosan sedang bermain bola di sana.

Jadi sepertinya menunggu cowok itu akan menjadi kebiasaannya di waktu ke depan mengingat dirinya saat ini harus menjadi pembantu Ezra selama sebulan, dan sepertinya semesta seolah sudah mentakdirkan dirinya untuk menjadi pesuruh cowok menyebalkan itu sehingga dalam waktu yang agak lama ia harus berdekatan dengan cowok yang sudah ia anggap menjadi musuh hidupnya di mulai cowok itu yang sudah mencari masalah kepadanya sehingga berakhir dirinya lah yang harus tunduk atas semua perintah dari Ezra yang ingin sekali ia pukuli jika ada kesempatan untuk membalas semua rasa kesalnya yang sudah menumpuk di hatinya.

Kali ini Reva merasa dirinya begitu bosan, tangannya mengambil ponsel yang berada di saku celana nya. Mungkin bermain game akan menghilang kan rasa bosannya menunggu makhluk menyebalkan itu yang sedang bermain bola.

Di saat Reva tengah asik bermain game di ponselnya, ia merasakan ada orang yang duduk di sampingnya, namun yang namanya Reva ia tentu tidak harus repot-repot mengangkat wajahnya untuk melihat siapa yang saat ini sedang duduk di samping nya, ia tidak akan peduli selama tidak ada yang menganggu dirinya.

"Reva? Lo Reva?" Merasa ada yang memanggil namanya, mau tak mau Reva mengangkat wajahnya kemudian mengerut kan keningnya saat melihat dua cowok saat ini sedang duduk di sampingnya. Dari wajahnya ia merasa tidak asing dengan dua cowok yang saat ini duduk di kiri-kanan sisi tubuhnya sehingga dirinya berada tepat di tengah-tengah mereka.

Ah, dirinya lupa! Dua cowok yang sedang duduk di dekatnya ini adalah Wildan dan Azka yang merupakan sahabat Ezra. Tiga cowok yang ia tahu terkenal di sekolahnya karena kadar ketampanan wajah mereka mampu membuat para cewek di sekolah nya melting, namun tidak untuknya.

"Lo ngapain di sini?" Wildan bersikap manis seolah-olah berteman dekat dengan Reva yang akhirnya mendapatkan respon memutar bola mata malas dari Reva.

"Ah, gue tau. Lo pasti temani Ezra ya? Secara lo kan sekarang jadi pembantu nya dia, gue benar gak?" Lanjut Wildan kembali tanpa merasa terganggu dengan ekspresi wajah Reva yang sudah masam.

Reva hanya tersenyum sinis dengan memandang tajam seolah memberi kode agar Wildan mau menutup mulutnya yang begitu menganggu Reva yang saat ini ingin sekali melanjutkan permainan nya dengan tenang.

"Ngomong sama lo kayak ngomong sama tembok ya?"

Fix! Reva sudah tidak lagi dengan Wildan.

"Kalo gitu jangan ajak gue ngomong, pergi aja lo sana. Ganggu gue aja!" Ketus Reva dengan tidak sabar. Kenapa ia harus berhadapan dengan Wildan yang mempunyai sifat sebelas dua belas dengan Ezra yang begitu menyebalkan.

Bukannya diam, Wildan justru tertawa keras membuat beberapa perhatian orang-orang di gedung kearah mereka termasuk Ezra yang saat ini sedang melihat ke arahnya sebentar kemudian melanjutkan kembali bermainnya.


"Lo harusnya bersyukur bisa dekat-dekat sama kita bertiga, di sekolah aja pada lomba supaya dekat sama kita bertiga apalagi sama Ezra,"

Reva tersenyum mengejek, yang ada ia merasa begitu sial berdekatan dengan cowok famous di sekolahnya.

"Gak usah kepedean lo, gue dekat sama lo bertiga aja udah enek. Dari mananya gue merasa bersyukur? Ckckckckck, jangan merasa bangga. Bagi gue lo bertiga cuma remah-remah kue gak menarik."

"Anjir! Ni cewek ngomongnya sadis amat!"

"Bodo! Pergi lo!"

Wildan pergi dengan raut wajah masam, ucapan Reva membuatnya tidak bisa berkata-kata. Cewek itu memang memiliki mulut tajam seperti pisau, ada saja perkataannya yang bisa membuat orang hanya mengelus dada.

"Gue cuma mau bilang lo harus bertahan jadi pembantu Ezra selama sebulan," Kali ini Reva menoleh kepalanya kepada cowok yang dari tadi tidak mengeluarkan suaranya. Reva melirik sebentar kepada Azka yang saat ini sedang bermain ponselnya.

Reva memilih untuk tidak peduli, ia melanjutkan kembali perhatian nya kepada ponsel. Saat ini ia tidak lagi merasa semangat untuk melanjutkan kembali gamenya yang tertunda. Semuanya ini salah Wildan yang membuat kesal. Agh!

Namun, saat ini ia merasa haus. Ia lupa untuk membawa botol minum saat pergi tadi. Kalau ia keluar sekarang membeli minuman pasti Ezra tidak mengizinkannya. Sial!

"Bangke! Gimana gue mau beli minum ini, tu cowok gak kasih gue pergi kemana-mana," Gumamnya kecil nyaris tanpa suara.

Sabar Reva, sabar. Sebentar lagi tu cowok pasti selesai latihan.

Tiba-tiba saja Reva sedikit terkejut saat sebuah tangan memberinya botol minuman dingin yang membuat rasa hausnya makin menjadi, Reva menoleh ke samping dan melihat Azka yang saat ini menatapnya dengan wajah datarnya.

Reva kembali kebingungan dengan Azka yang memberinya botol minum.

"Lo haus kan? Minum aja punya gue,"

"Tapi-"

"Gue latihan dulu, minum aja punya gue." Reva mengambil botol minuman dari tangan Azka, setelahnya ia hanya bisa memerhatikan Azka beranjak pergi dari tempatnya untuk menyusul Wildan yang sudah ikut bermain di lapangan.

"Kok dia bisa tau gue lagi haus?"

Lorcin




Vote dan komennya jangan lupa ya☺tetap setia nunggu cerita  ini😁

Untuk pengenalan visual mungkin di bab pertengahan ya, di sini ada banyak tokoh yang akan muncul. Mungkin kedepannya kalian agak sedikit bingung tapi tenang saja, cerita ini sudah aku buat sebagus mungkin.

Semoga kalian suka dengan karya saya yang baru ini☺mohon dukungan vote dan komennya🙏

Follow IG aku @hi_ndiin

EZRA

REVA


AZKA

Continue Reading

You'll Also Like

3.3M 272K 62
⚠️ BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...
RAYDEN By onel

Teen Fiction

3.7M 228K 69
[Follow dulu, agar chapter terbaru muncul] "If not with u, then not with anyone." Alora tidak menyangka jika kedatangan Alora di rumah temannya akan...
280K 11.3K 31
Menjadi seorang istri di usia muda yang masih di 18 tahun?itu tidak mudah. Seorang gadis harus menerima perjodohan dengan terpaksa karena desakan dar...
395K 40.8K 19
*Spin off Kiblat Cinta. Disarankan untuk membaca cerita Kiblat Cinta lebih dulu untuk mengetahui alur dan karakter tokoh di dalam cerita Muara Kibla...