Where Is My Calon Imam?

By rasamaa

20.1K 882 51

Cinta adalah Fitrah. Menikah adalah Sunnah. Jatuh cinta dan memendamnya adalah caraku menghormati rasa. Menj... More

prolog
1|Nama
2|Hari Pertama
3|Kembaran
4|Rumah Belajar
5|Jaga Sendiri Aja (1)
Jodoh
5|Jaga Sendiri Aja (2)
6|Bukan Benci
7|Jangan Lagi
9|Pergi
10|Rindu dan Doa
11| Move on
12|Baper
13|Rencana Allah
14|Kabar Gembira
15|Menjemput
16|Baper Jangan
17|Gagal Move On?
Bertemu Misha
18|Pengakuan
19. Menunggu?
20| Sakit
21|Gugup
22|Menunggu

8|Diam Dan Mengikhlaskan

742 31 2
By rasamaa

Assalamu'alaikum..

Jangan lupa baca Al-Qur'an!


💕🏡💕

Tetapi tetap diam dan tak berharap adalah satu-satunya cara mengikhlaskan apapun yang akan terjadi diantara kami.

Misha

💕🏡💕

Ketukan pintu, dan suara salam kompak terdengar bersama pintu yang perlahan terbuka.

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarrakatuh."

Intan, Hasan, Husen, Anda dan Hari muncul satu persatu dari balik pintu yang mulai terbuka.

"Ehh, ada Kak Aqil," Sapa Intan sambil menyalami nenek bergantian dengan Hasan, Husen, Anda dan Hari yang hanya menangkupkan tangan didada mereka masing-masing.

Aku lihat Husen yang terus memandang kak Aqil, wajah datar tanpa ekspresi. Mungkin dia bingung, wajar sih kalau Husen bingung. Tapi biarkanlah yang penting jangan su'uzon aja. "Astagfirullah," gumamku sambil mengusap mukaku sendiri, tanpa sadar aku yang sudah su'uzon duluan.

"MaasyaAllah, repot-repot jengukin nenek ... apa jengukin Fath yang gk sekolah ini?" ucap nenek dengan nada bercanda pada teman-temanku. Nenek sudah cukup mengenal mereka karena berada di lingkungan dan sering datang kerumah.

Aku berdiri menyambut Intan yang membawa buah tangan dan meletakkannya di nakas. Aku mengambil karpet. Menggelar di samping ranjang Nenek sebagai alas tempat duduk. Rumah sakit hanya menyediakan satu kursi plastik dan satu sofa yang lebih tepat seperti tempat tidur satu orang.

"Jengukin Nenek, lah ngapain jengukin Fath." Intan tersenyum mengejek ke arahku.

Aku hanya mendengus sebal, hari ini aku jadi bahan becanda mereka. Tapi aku senang suasana jadi lebih baik sekarang, Nenek jadi banyak tersenyum.

"Alhamdulillah, terimakasih sudah repot-repot." Nenek perlahan duduk dengan sandaran bantal di punggungnya.

"Gak Nek ini kan kewajiban kita sebagai muslim bersaudara menjenguk saudara yang sedang sakit dan mendoakan," ucap Hari sok bijaknya keluar.

"Mendoakan apa?" ucapku menantang.

" lLaa ba'-sa thahuurun insyaa Allah
Artinya :Tidak mengapa, semoga sakitmu ini membersihkanmu dari dosa-dosa, insyaAllah ... Hadits riwayat Bukhari," Hari menggerakkan tangan, seperti sedang praktek ngajarkan hadits pada anak-anak TPA seperti biasanya, kami tertawa sambil mengaminkan doa.

Hari memang paling bisa menyampaikan ayat, hadits ataupun kebaikan disela obrolan dengan siapa saja dia bicara.

"Kalian bawa apa?" Aku membongkar bawaan yang di bawa Intan dan teman-teman. Aku menghentikan pergerakan tanganku dan tersenyum ke arah Intan, Hasan, Husen, Anda dan Hari.

"Makasih ya Tan. Tau aja kesukaan aku." Aku tersenyum dan kembali melanjutkan pekerjaanku mengeluarkan kotak kue dari plastik untuk diletakkan sebagai hidangan tamu dan beberapa gelas aqua mineral.

"Itu si Hasan yang punya ide." Intan mengangkat wajah menunjuk Hasan.

"Siapa yang bawain kamu diih. Ge-er banget." Ingin rasanya aku memotong lidahnya, yang melelet.

"Siapa yang Ge-er, kan aku bilang aku suka," jawabku tak mau kalah.

"Ya Allah gara-gara itu aja ribut." Nenek melerai sambil tersenyum.

Kusodorkan kotak kue pada nenek dan kak Aqil bergantian menawarkan untuk mengambil kue.
Okeh liatlah begitu kompaknya mereka, Nenek dan kak Syaqil, tidak mengambil kue, dan menggeleng bersamaan.

Kulihat kak Aqil tersenyum canggung memeriksa ponselnya dan membenahi tasnya beranjak.

"Nenek, aku pamit pulang yah." Kak Syaqil beranjak berpamitan pulang.

Kuletakkan kotak kue dan beberapa air mineral gelas, di tengah-tengah Intan dan Husen yang duduk di karpet, sedangkan Hasan, Anda dan Hari duduk di kursi sofa yang tadi aku duduki.

"Udah mau pulang?" tanya Nenek.

"Iya Nek." Kak Aqil mengangguk membenarkan. "Semuanya, duluan yah. Assalamu'alaikum," pamit Kak Aqil sebelum berlalu keluar ruangan pulang.

"Wa'alaikumussalam," jawab serempak semua yang ada di ruangan dengan mata yang mengikuti arah pergerakan langkah kak Syaqil keluar.

Kududuki diri di karpet bersama Intan dan Husen.

"Ada yang abis dijengukin kak Syaqil nih ceritanya.. Ehemm.." Hasan berdehem, memulai candaan yang tak lucu menurutku, atau aku yang sensitif.

Kuhembuskan napas dengan kasar dan membulatkan mata menatap Hasan.

"Kenapa kamu Sha? Awas tu mata keluar. Ge-er ya, orang aku bilang Nenek kok kamu yang cemberut? ... Hahaha" ucap hasan sambil tertawa membuat teman-teman yang lain jadi memperhatikanku.

"Apaan sih. Siapa yang ge-er sih." dengan cepat kuubah raut wajahku, menatap teman-teman dengan berusaha biasa saja. Mungkin wajahku sudah memerah. Tapi aku yakin tadi maksud Hasan berbeda.

Aku tak suka dibecandain, soal perasaan. Tar kalau aku baper siapa yang mau tanggung jawab? Enak dihalalin, kalau dianggurin, kan baper seminggu aja enggak enak, apalagi berbulan-bulan.

Makanya aku selalu membatasi dalam berbicara, bercanda dan bertingkah laku pun aku berhati-hati beda halnya dengan Hasan, aku belum tau cara menyikapinya. Tetapi tetap diam dan tak berharap adalah satu-satunya cara mengikhlaskan apapun yang akan terjadi diantara kami.

"Nenek ada yang ribut!" ucap Anda mengadu kebiasaan Anda buat suasana makin ricuh.

"Siapa yang ribut," ucap ku bersamaan dengan Hasan

"Iya, bener Sha. Kita mah cuman bercanda, kan?" Hasan, dia menaik turunkan alis. Penawaran berdamai, agar tak kena tegur nenek.

Ku lihat nenek tersenyum tanpa menjawab.

"Nenek gimana kabarnya?" Husen bangkit pindah duduk disamping Nenek. Menyadarkan kembali tujuan awal mereka ke rumah sakit untuk menjenguk nenek bukan mengobrol dan membuat keributan diruangan yang bernuansa putih dengan parfum khas obat-obatan ini.

"Alhamdulillah baik, cuman Husen yang perhatian yah," ucap nenek tersenyum pada Husen sambil melirik pada Hasan,Intan, Anda dan Heri.

Senyum cengiran terukir diwajah Intan, Hasan, Anda dan Hari.

"Gara-gara Hasan Nek, sampek sini malah ribut sama Misha." Intan cemberut menghampiri Nenek, dan berdiri disamping ranjang Nenek, bersebrangan dengan Hasan.

"Iya betul." Anda dan Heri mengangguk.

"Hasan mah semua diajak ribut Nek," ucapku tak mau disalahkan.

"Kita kesini jengukin Nenek kok ... Nenek udah makan, kan?" ucap Hasan mulai mencari perhatian pada Nenek.

Nenek tersenyum sambil sesekali tertawa kecil melihat ulah kami.

"Udah-udah jangan pada ribut. Nenek sudah makan ini kan udah sore ...." Nenek menghela nafas. "Gimana kabar Husen? Nenek seneng akhirnya bukan cuman bisa ngaji aja, sekarang malah hafal semua isinya. Nenek masih inget, Husen yang badung suka kabur waktu ngaji." Nenek tertawa. Husen menghela nafas, tersenyum kaku menggaruk lehernya. Aku sedikit kaget mendengarnya.

"Iya,ya Nek, sekarang aja kalem," ucap Anda menyahut ucapan Nenek.

Husen mendengus, merespon ucapan Nenek, "itu kan dulu Nek."

"Iya, Alhamdulillah Nenek seneng berubah lebih baik itu harus. Oh ya, ini sudah pada izin orang tua belum, sebelum kesini?" Nenek mengingatkan, takut orang tua Intan, Hasan, Husen, Anda dan Hari belum dikabari jika mereka pulang terlambat.

"Sudah Nek," ucap Intan dan Husen, namun beda hal nya dengan Anda dan Hari yang mengerutkan kening dan tersenyum Kaku, pasti belum memberi kabar.

"Kalau aku sudah diwakili Husen Nek." ucap Hasan yang mulai beralasan lupa ... terselamatkan karena Husen yang sudah mengabari Uminya dan otomatis akan tau.

"Yasudah, Nenek bukan mau ngusir, Nenek seneng kalian sudah baik jengukin Nenek. Tapi sekarang sudah sore. Hari sama Anda juga belum pamit sama orang tua, nanti mereka khawatir." Nenek menghela nafas panjang.

💕🏡💕

"Wahh pemandangannya indah banget ya dari sini." Intan menekuk lututnya berdiri di atas sofa memerhatikan di luar jendela kaca lebar di dekat sofa.

Aku hanya menggeleng. "Bagusan pemandangan dari kamar kamu lah Tan. Sawah, sungai, lapangan bola. Yang hijau-hijau itu lebih menyejukan mata daripada gedung-gedung tinggi, Tan ...." Kulihat dia mengangguk.

"Ada tugas apa hari ini Tan?" Aku merapihkan selimut Nenek yang sudah tertidur sejak tadi, tak lama setelah Hasan, Husen, Anda dan Hari pulang, dan Intan tetap tinggal. Dia tetap ingin menemaniku.

"Enggak ada. Udah, enggak usah dipikirin Sha ... Eh iya, banyak cerita tau Sha di sekolah tadi." Intan duduk dengan raut wajah serius menatapku.

"Cerita apa? Lagi enggak ngegibahin aku, kan?" Aku duduk di samping Intan setelah membereskan makanan, dan karpet. Dia menepuk bahuku pelan.

"Bukan kamu. Tapi Husen." Dahiku refleks mengerut.

"Kenapa Husen?"

"Aku penasaran ya Sha, kenapa Husen lagi kecil mau aja mondok?"

"Emang, kenapa Tan? Bukannya bagus ya."

"Iya sih, tapi ya tetap aja Sha lagi kecil udah berani tinggal jauh dan tinggal di pondok. Itu hebat sih."

Aku hanya mengangguk, kembali bertanya, "terus kenapa dia mau mondok?"

"Enggak jelas, Hasan juga enggak tau. Uminya malah sempat ngelarang."

"Kok ngelarang?" Aku menatap serius Intan.

"Kan, Umi cuman tinggal sama mereka. Eh iya, Hasan juga bilang, Husen udah janji sama temannya buat jadi hafidz Quran."

💕🏡💕


Gimana baca sampai Part ini? Kasih tau dong. 😙🙏

Kalau suka, jangan lupa Vote ya!!

Syukron 🙏🙏🙏

Continue Reading

You'll Also Like

1M 16.9K 27
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
3.4M 279K 62
⚠️ BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...
2.7M 135K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Aku terlalu mengenal warna hitam, sampai kaget saat mengenal warna lain" Tapi ini bukan tentang warna_~zea~ ______________...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

6M 331K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...