Hello Mr. Stupid • Wooseok ☑

By Lalunaxxx

14.7K 1.9K 217

[Completed] [Belum Revisi] "Aku kira dia hanya bodoh. Tapi ini semua di luar ekspektasiku" - Jooyeon More

[PROLOG]
[PROLOG II]
[Debat]
[Hukuman]
[Care]
[Les Privat]
[Jungsoo]
[Skors]
[Seo Yoongeun]
[Minggat]
[Help me] (17+)
[Camp]
[I.L.Y]
[Ibu] (17+)
[New Life]
[Sick]
[Kerja]
[Birthday]

[A day for Wooseok] (End)

474 56 5
By Lalunaxxx


Aku menatap tangan kananku dimana wooseok meletakan jari-jarinya di sela-sela jariku, menyatukannya tak menyisakan ruang dan mengelusnya lembut menyalurkan sengatan-sengatan asing dibadanku.

Aku yakin bahkan semenjak kita meresmikan hubungan setahun yang lalu, kita tak pernah punya waktu untuk hal se intim ini.

Terkecuali untuk malam itu. Tapi aku mengecualikannya karna saat itu kita tidak menyalurkan kebahagiaan masing-masing.

Aku hanya merasa sentuhan-sentuhan kecil darinya sekarang ini lebih intim dibanding semua hal yang terjadi di malam itu. Terutama karna aku dapat merasakan ketulusannya.



"Yeon.. diantara semua pria, kenapa kau memilihku?"

Tanyanya setelah menaruh kepalanya di atas pangkuanku membuat wajahnya sedikit terpancar cahaya televisi.

Aku menggelengkan kepalaku kemudian sedikit memainkan senyum kecil menanggapinya.



"Aku tidak pernah memilihmu tuh"

Ucapku kemudian yang membuat ia sedikit menurunkan ekspresinya.


Sebelum wooseok mengeluarkan omelannya, aku meletakan jari telunjukku di depan bibirnya.


"Kau tau sendiri kan kalau semuanya takdir yang menentukan"


Tambahku membuat wooseok kembali mengembangkan senyumnya lebar.


Aku sekali lagi menatap cincin kecil bersinar di jari manisku lamat. Cincin pertama yang kudapatkan dihidupku, dan kuharap ini juga untuk yang terakhir.

Aku tak pernah tau bahwa menjadi seorang penulis lagu memberikan banyak keuntungan untukmu. Buktinya wooseok membeli cincin ini, dan menyiapkan beberapa kejutan lainnya dengan semua keuntungan itu.


"Yeon"

Wajahnya sekali lagi menunjukan bahwa ia ingin bertanya.


"Aku bodoh kan?"

Konyol, faktanya ia itu hanyalah pertanyaan retoris semacam pertanyaan yang anak kecil tanyakan secara random.


"Tentu saja"

Jawabku bahkan tidak meredupkan ekspresi wajahnya mungkin karna ia sudah terlalu menerimanya.


"Kalau gitu, kau bodoh dong untuk menerima lamaranku?"

"Aku tak pernah menyesali hal itu"

Tanggapku langsung tanpa jeda membuat senyumnya lagi-lagi berkembang.


"Sejauh ini sih"

Ia mengerucutkan bibir bawahnya kemudian bangkit duduk dan menghadap wajahku lamat.


"Jangan macam-macam!"

Ucapnya sebelum menarik daguku kemudian mentautkan bibirku dengan bibirnya.



***


"Haduhh! Kenapa ibu menangis?"


Aku mencubit keras pinggang wooseok yang tertutupi setelan rapihnya itu semakin membuatnya terlihat tampan.


"Orang tua mana yang tidak menangis melihat anaknya menikah dengan orang pilihannya?"


Tidak ada perkembangan, ia masih saja bersikap bodoh. Tapi aku suka.


"Kau tau, paman disana itu.."

Aku mengarahkan daguku menunjuk seorang pria paruh baya yang sedang menepuk pelan pundak ibu wooseok disebelahnya.


"Kenapa?"

"Ayah dari temannya joohwan, dann... Aku rasa ibumu sedang dekat dengannya"

Ucapku membuat wooseok berdiri tegak dengan mata membulat.

"Tidak mungkin!"

"Ya tentu mungkin, dasar wooseok!"


Aku mengangkat gaun putih panjang yang menghalangi langkahku mendekati wooseok.


"Kubilang apa? Duduk disana, aku tau semua ini sulit"

Ucapnya menahan lengan dan pinggangku begitu heels tinggi yang kugunakan tak sengaja menginjak sisa gaun yang menjulur dan membuatku sedikit limbung.


"Jadi, jangan pedulikan paman itu.. okay? Biarkan ibumu berlaku sesukanya!"


Setelah menghela nafas rendah ia kemudian membawaku kembali duduk di kursi mempelai perlahan.


Iya, ini hari pernikahanku. Tentu saja dengan wooseok, aku bahkan abai terhadap pria lain.

"Halo jooyeon, selamat ya.. sekaligus maaf"

Ucap seseorang menyentuh pundakku dari arah belakang membuatku memutar kepala. Hongseok sunbae.

"Ahh iya, terim–"


"Terimakasih, pintu keluar disana"


Wooseok memotong ucapanku sembari tangannya diangkat tegas menunjuk pintu keluar membuatku sedikit meringis tertawa.


"Kan sudah kubilang—"

"Itu tidak mungkin"

Tegasku mengingat wooseok memang sudah memperingatiku untuk tidak mengundang hongseok sunbae datang tapi aku rasa aku perlu mengundangnya.


***


"Wooseok-a, kenapa kau memilih untuk menikah di usia jagung seperti ini?"


Aku menangkap samar-samar suara hyunggu dari dalam ruang ganti wooseok. Dan karena pertanyaan itu juga aku urung untuk masuk ke ruangannya.

"Karena itu jooyeon"

Jawaban dari suara berat jung wooseok berhasil membuatku mengerutkan kening semakin penasaran dengan kelanjutannya.


"Ya, karena itu jooyeon. Kalau wanita lain aku tidak akan pernah merasa sesiap ini untuk memegang tanggung jawab besar"

Lanjut wooseok lagi, dugaanku mungkin hyunggu juga sedikit kebingungan mendengar jawaban awal rancu dari wooseok.

"Aku sudah melewati banyak hal dengannya. Dari saat aku berada di posisi tertinggi dihidupku, bahkan sampai yang terendah. Apa aku perlu berfikir dua kali untuk menikahinya?"

Sebuah tetesan air membasahi punggung tangan ku membuat aku tersadar bahwa itu aku sendiri yang menangis.

Gila, kenapa ia mendadak semanis itu?



Aku memang cukup yakin untuk menikahinya, tapi bahkan hal seperti itu tidak sempat terlintas dibenakku.

Yang aku tau, pilihanku tepat.



***

Kau tahu, penderitaan sebagai ibu itu benar-benar menyiksa bahkan hanya dengan waktu 9 bulan aku merasa sekarat setiap harinya.

Bukan mauku juga untuk memiliki anak diusiaku yang menginjak 24 ini. Sangat muda bukan?


Iya, siapa lagi kalau bukan wooseok?

Aku bahkan awalnya sangat ragu, tapi ibu wooseok banyak membantu meyakinkanku.





Tapi setelah melihat raut bahagia dari wooseok ketika menggendong buah hatinya membuatku sekali lagi berani untuk mengatakan, ya.. pilihanku tepat.

"Yeon lihatt.. ia menatapku, apa ia akan memanggilku appa sebentar lagi?"

Berisik wooseok saking antusiasnya meskipun gendongannya masih penuh dengan hati-hati seperti menggendong sebuah bom yang senantiasa meledak kapan saja.


"Bodoh! Ia baru lahir.. mana mungkin?"


"Astaga, iya.. mudah-mudahan anakku nanti akan sepintar ibunya"

Ucapan wooseok itu membuatku mengulas senyum.

Aku tidak berharap banyak. Tidak peduli juga ia akan pintar atau tidak.

Tapi yang pasti, aku mau hidupnya berjalan lebih baik daripada hidupku dulu. Cukup, sesimpel itu.

Mengenai penyesalan-penyesalan yang telah lalu... Aku juga tidak mau banyak berfikir, yang penting aku sekarang sudah cukup puas dengan kehidupanku sekarang ini.

Mulai dari orang-orang tersayang sampai kondisi sekitarku, aku banyak bersyukur untuk itu.

Thankyou Mr. Stupid, for always beside me. I love how you take care of me. How you keep working to be a better man. Even on days i fail to be a better woman.



End.









Thankyou so much for all readers who've been come to read here in such a long waiting.


Sebenarnya part terakhir ini udah aku buat sekitar beberapa bulan yang lalu, tapi karna aku perlu feel yang bagus jadi baru dapet dan langsung aku publish.

Semoga tidak mengecewakan kalian!


Thankyouu so muchhhh, big love for y'all 💖💗💗💗💗



Continue Reading

You'll Also Like

11.6K 2.6K 20
dear diary, apa yang harus aku tuliskan hari ini?
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1M 60.4K 52
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
2.4M 128K 61
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
9.6K 2.4K 26
Kamera, walkman, biola, dan jungkat-jungkit di taman dekat rumah kita mungkin bisa menjadi saksi kisah kita delapan tahun lalu. Hingga akhirnya kau p...