[SINGTOxKRIST/PERAYA] My Evil...

By aqpearls__99

81.8K 7.9K 818

Genre : Romance, school life Rate : T-(M)ature Cast : Singto Prachaya, Krist Perawat Warning : Boys love, yao... More

PROLOG
1. The Beginning
2. Boy Meet You
3. Rooftop
4. Call Me "Phi"
5. Confused
7. I Know, You Know
8. Dreaming
9. Dreaming 21+ (2)
10. What I Feel
11. They dont Know About Us
12. Your Scent
13. What's Wrong
14. Best Friend
15. Lovefool (1)
16. Lovefool (2)
17. Love Confession (1)

6. Jealousy Singto

4.5K 469 72
By aqpearls__99

Singto sempat mendengar pembicaraan Krist dengan Tay kemarin, ia kemudian bertanya. “Apa Tay akan mengikuti pertandingan besok?”

Singto mengetuk jarinya di meja. Melihat New penuh tanya. “Sepertinya iya.” Jawab New. Bagaimana Singto tahu?

“Jangan bilang kau juga ingin ikut?” New menatap Singto curiga.

Singto mengangkat bahunya, tak menjawab.

“Kalian seharusnya tahu. Bahwa kita tidak boleh ikut serta! Bagaimana jika kekurangan anggota pengurus?” New berdiri bersedekap di depan Singto.

Singto melirik kumpulan orang di pojok ruangan tersebut. “Mereka masih ada banyak!” Singto menunjuk dengan dagunya.

New hanya menghela nafas pasrah.

***

Krist membuka lembar perlembar halaman buku. Beberapa kali ia menguap lebar. Melirik jam yang bertengger didinding sekilas, kemudian kembali membaca tiap halaman dan mengetik dilaptopnya. Meskipun Singto sangat menyebalkan hingga menciumnya paksa, Krist masih ingat akan tugas yang diberikan Singto. Tidak ingin Singto memberikan Hukuman yang lebih berat dari ini.

“Sedang apa?” Sebuah suara mengejutkan Krist. Ia nyaris terjatuh dari kursinya jika tidak berpegangan pada meja belajarnya. Pria itu tanpa mengetuk pintu dan masuk begitu saja ke kamarnya. Oh sepertinya Krist harus membangun benteng pertahanan yang lebih kuat.

“P-phi? Sed-dang Ap-a?” Krist dengan mencicit takut mengintip wajah kakaknya. Matanya datar dan gelap. Astaga. Apakah pria ini tidak memiliki ekspresi? Mungkin sedang dalam suasana buruk.

“Memberimu ini..” Pria itu menaruh segelas susu putih hangat di meja belajar Krist. “Minumlah. Kau terlihat semakin kurus!”

Krist mengangguk patuh. Ia menahan jantungnya yang berdetak nakal. Sama sekali tak berani menatap mata kakaknya. Pipinya mendadak bersemu kemerahan mengingat moment ajaibnya. “T-terima kasih phi!” Krist menunduk dalam.

Ia bisa melihat bahwa kakaknya mengangguk, berjalan keluar kamar. Kemudian tiba-tiba berbalik. “Apa kau suka kue stoberi?”

“Tentu saja!” Krist menjawab dengan lancar. Sebuah kata terlontar begitu spontan ketika kue kesukaannya disebut. Krist melihat kakaknya sedang tersenyum miring. Krist menjadi malu dan menggaruk belakang kepalanya.

“Aku akan kembali untuk membawakannya. Em, besok kau jangan ikut pertandingan basket!”

Krist hanya mengerjapkan matanya sembari memperhatikan punggung lebar kakaknya yang tertelan pintu.

***

Krist berjalan menuju ruang kelasnya dengan berbagai pikiran yang berkecamuk. Kemarin Singto menciumnya dengan paksa. Memagutnya kasar hingga bibir Krist membengkak. Krist lagi-lagi tidak tahu apa alasan Singto melakukan itu. Bagaimana bisa Singto berkata jika ciuman itu berasal dari tindakan yang tanpa alasan? Lalu, bagaimana bisa Singto berkata tidak suka, jika melihat Krist berdekatan dengan orang lain?

Jantung Krist berdentam ngilu. Apa maksudnya ini? Jelas pasti ada alasannya, bukan.

Krist duduk dibangkunya, pandangannya lurus menghadap papan berwana putih di depan kelasnya, pandangannya kosong. Pikirannya pergi melayang tidak pada tempatnya.

Chimon datang dengan wajah cerah bak matahari yang hari ini sedang baik hati menyinari bumi. Yah, semoga hari ini cerah tanpa ada awan mendung. “Hei!” Chimon menyapa Krist, ia duduk manis di samping Krist yang kini hanya diam tak merespon.

Chimon hanya melirik Krist sekilas kemudian bercerita panjang lebar jika hari ini ada pertandingan bola basket antar kelas yang diadakan oleh kepala sekolah. Bercerita dengan bangga bahwa Boom akan ikut masuk kedalam tim basket kelasnya. Chimon bersyukur ia tidak jadi mengerjakan tugas matematikanya dan dapat memotret laki-laki tampan di pertandingan nanti.

Wajah cerah Chimon berubah kusam, ketika melirik Krist yang hanya terdiam sejak tadi. Chimon menyentuh lengan Krist dengan sikunya. “Hei, kau tak apa?” Chimon yang semula tak menyadari perbedaan dari Krist, wajahnya berubah halus. “Apa Singto mengganggumu lagi?”

Chimon menyentuh bahu Krist. Tidak ada respon. Tapi, tidak berapa lama, Krist beralih menatap Chimon dengan wajah bingung. “H-hah? S-singto?” Chimon tersenyum miring. Jika ia menyebut nama Singto, Krist langsung menyahut.

Krist sadar telah melamun sejak ia duduk di dalam kelas. Menarik nafas berulang kali dan menghembuskannya perlahan. “Maaf, tadi kau sedang berkata apa?”

Chimon mengerucutkan bibirnya. “Ada pertandingan bola basket antar kelas, dan Boom masuk kedalamnya mewakili kelas kita bersama anggota kelas yang lainnya!”

“Oh itu. Kemarin phi Tay sudah memberitahuku. Baguslah jika begitu, Boom memang bisa diandalkan.” Krist menjawab dengan suara pelan tanpa ada rasa minat untuk membicarakannya.

“Phi Tay? Bukankah dia anggota komite disiplin? Sejak kapan kalian dekat?” Chimon menelisik Krist dengan berbagai pertanyaan. Kedua matanya memincing, curiga.

Krist diam tidak menjawab. Ia ingat, bahwa tidak pernah cerita tentang Tay kepada Chimon. “Eum, baru-baru ini saja. Tak sengaja bertemu di rooftop waktu itu.” Krist menjawab dengan tenang. Rasanya Krist tak berminat untuk berbicara untuk hari ini. Pikirannya dipenuhi satu nama, Singto.

Chimon mengangguk kemudian bertanya kembali. “Apakah dia yang meloloskanmu dari hukuman Singto waktu itu?”

Krist mengingat kejadian awal ia bertemu dengan Tay, pada saat ia hampir telat datang. Bukan awal pertemuan, sebenarnya Krist sudah sering berpapasan dengan Tay di sekolah, tapi pria itu tak memperhatikan kehadiran Krist. Krist menatap Chimon dan mengangguk. “Iya..”

“Ah begitu, pantas saja kau senyum-senyum tidak jelas karenanya. Phi Tay memang keren!” Chimon berkata dengan wajah berbinar.

Krist mengangkat alisnya, kemudian bertanya. “Kau mengenal phi Tay?”

Chimon menepuk pelan bahu Krist. “Tentu saja, tidak! Tapi, siapa yang tidak tahu pria tampan itu, hihihi.” Chimon menutup mulutnya dengan telapak tangan sembari tertawa malu. Krist memandangnya tak percaya. Ada apa dengan temannya ini? Seperti seorang fanboy. Atau, jangan-jangan memang, iya.

Krist melirik sesuatu yang menggantung dileher bersih Chimon. Kamera. Pantas saja. Krist ingat bahwa Chimon suka sekali menguntit para anggota osis dan komite disiplin.

“Krist! Nanti pastikan kita duduk di depan ya! Kalau bisa, kita berdiri di pinggir lapangan saja! Bagaimana?” Chimon berkata dengan semangat.

“Eum, terserah kau saja!”

Suara gemuruh sepatu yang berisik mengalihkan Krist dan Chimon. Teman-temannya dengan rapi duduk di bangku masing-masing. Seorang guru setengah baya nemasuki kelasnya. Krist menghela nafas. Mata pelajaran pertama dan ke dua tetap ada guru yang akan mengajar, selanjutnya kelas dibebaskan.

“Aku kira kelas kita akan free sampai pulang!” bisik Chimon. Krist mengabaikannya dan mengambil buku teks sejarahnya.

Krist menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri. Merasa ada seseorang yang tengah mengikutinya. Tapi tidak ada siapapun di koridor. Ia memasuki toilet. Membasuh wajahnya dengan air dingin. Krist harus mengembalikan moodnya, tidak mau Singto selalu terbayang dikepalanya.

Ketika Krist membuka matanya yang ia dapati adalah kegelapan. Tubuh Krist menegang. Ia menyentuh tangan seseorang yang kini menutup matanya. “K-kau siapa?” Orang itu juga mendekap Krist dari belakang. Tubuh Krist dua kali lipat merinding. Jangan-jangan selama ini Krist mempunyai penguntit.

“Hahahahahha..”

Suara tawa meledak diikuti dengan tangan seseorang itu yang melepaskan dekapannya dan kedua mata Krist sudah tak mendapati kegelapan. “BOOM!” Krist setengah berteriak. “Ini tidak lucu. Asal kau tahu!” lanjut Krist.

“Kau lucu sekali. Hahaha. Astaga!” Boom mengacak rambut Krist hingga tak berbentuk. Krist menggeram dalam hati, padahal ia sudah menatanya dengan seni yang tinggi.

“Aku kira kau penguntit!” Krist menatap pria tinggi didepannya dengan sebal.

“Iya! Akulah penguntitmu!” Boom memainkan sebelah alisnya sembari tersenyum lebar. Tampan.

Krist tersenyum. Entah kenapa hal kecil seperti ini membuat suasana hatinya lebih baik. Krist mengabsen Boom dari atas kepala hingga kaki. Pria itu memakai seragam basket sekolah. Menampilkan lengannya yang terbentuk. Wajah Krist tiba-tiba memanas tanpa sebab.

Boom mengalungkan lengannya pada bahu Krist. Mereka berjalan beriringan keluar dari toilet siswa. Saling melempar senyum dan tertawa.

Krist merasakan sesuatu yang tidak nyaman. Ia mengedarkan pandangannya dan menangkap sepasang mata yang kini menatapnya tajam. Jantung Krist berontak tak karuan. Kedua mata tajam itu milik Singto. Krist hanya diam tapi tak mampu mengalihkan tatapannya pada mata tersebut.

Singto mengalihkan tatapannya. Ia tengah berjalan sembari berdiskusi membicarakan sesuatu dengan kertas ditangannya. Disampingnya terdapat Candy teman sekelasnya, juga Pluem. Jantung Krist berdenyut sakit. Kenapa? Hati Krist merasa kecewa. Tapi kenapa? Apa karena Singto hanya menatapnya sekilas?

“Hei kalian!” Chimon berteriak memanggil Krist dan Chimon yang diam di tempat. Boom tersenyum dan melambaikan tangannya ke udara.

“Pertandingan akan segera dimulai! Cepatlah.” Teriak Chimon.

Boom dan Krist saling berpandangan kemudian berlari mengejar Chimon.

Krist duduk dibarisan ke tiga dari depan. Disamping kanannya ada Boom dan disebelah kirinya ada Chimon yang sudah sibuk menyiapkan kamera. Bahkan jurnalis sekolahnya kalah!

“Boom kau tak turun?” tanya Krist.

“Tidak. Nanti saja!” Boom tersenyum.

Chimon mendekatkan tubuhnya untuk melihat Boom yang berada disebelah Krist. “Hei jerapah! Kau hari ini kenapa?” Chimon mencium kecurigaan yang sangat dalam disini. Boom hanya mengangkat bahunya acuh.

Mereka sibuk dengan lamunannya sendiri, banyak beberapa siswa yang sudah menduduki bangku penonton. Pertandingan kali ini tidak diadakan didalam gedung olahraga, tapi berada di luar gedung. Sekolah Krist mempunyai lapangan olahraga yang berada di luar gedung dengan bangku penonton yang menjulang ke atas. Krist hanya bisa berharap semoga tidak ada hujan hari ini.

Krist dapat melihat Singto dan para anteknya berdiri di tengah lapangan. Singto memberikan pidatonya setelah kepala sekolah. Singto mengumumkan bahwa pertandingan antar kelas akan segera dimulai sampai dua hari kedepan. Semua siswa bertepuk tangan.

Banyak yang berteriak memanggil nama Singto. Krist sedikit melebarkan matanya terkejut. Disana ada banner nama Singto yang terpajang dengan para siswa perempuan memakai rok sangat pendek! Krist mendengus. Apanya yang akan terlihat seksi? Krist yakin kaki jenjang putih mereka itu tidak alami! Banyak suntikan pemutih dan laki-laki yang telah menjamahnya.

Chimon dengan sigap memotret kejadian langkah tersebut. Sayang sekali Chimon bukan team Singto. Jika iya, mungkin Chimon akan ikut bergabung!

“Gambar apa yang kau ambil?” Chimon tersentak kaget. Krist tiba-tiba bertanya dengan ketus. “A-Aah ini. Aku hanya memotret para gadis itu dengan membawa banner nama Singto. Lucu bukan? Haha.” Chimon tertawa garing. Krist mendegus dan mengalihkan pandangannya. Chimon melirik Krist, kemudian diam-diam memotret sosok Singto yang berada di tengah lapangan.

Boom hanya diam. Ia menyodorkan coklat kepada Krist tanpa sepengetahuan Chimon. Krist otomatis menoleh kesamping yang hanya diberi anggukan oleh Boom. Krist berucap “Terima kasih” dengan pelan.

“Krist!”

“Huh?” Krist menggigit coklatnya mengabaikan panggilan Chimon. Ia sibuk mengunyah coklatnya.

“Astaga! Astaga! Kereen!” Chimon sibuk memotret dengan kameranya. Coklat Krist hampir terjatuh karena tubuh Chimon yang selalu bergerak menyenggolnya.

“Lihatlah!”

Mata Krist membulat. Mulutnya menganga.

Tay bergerak sangat gesit. Lengannya bergerak cepat, telapak tangannya mendribble bola. Krist menelan ludahnya. Lengan Tay kenapa terlihat sangat seksi?

Chimon menyenggol pelan lengan Krist. “Hei! Bukankah itu Singto?” Krist langsung mengedarkan pandangannya dan yah, Singto juga mengikuti pertandingan tersebut. Tapi, bukankah.. “......seharusnya anggota osis dan komite tidak boleh ikut...” Boom yang sejak tadi diam, ikut menyuarakan suaranya. Chimon mengangguk, diam menganga melihat pemandangan di depannya.

“Ini akan seru!” sahut Candy yang entah kenapa berada dibelakang mereka. Bukannya membantu tapi ia malah duduk disini menjadi penonton. “Kenapa kalian menatapku seperti itu?”

Krist yang tidak pernah berkomunikasi dengan Candy, akhirnya bersuara. “Bukankah kau anggota osis dan juga komite? Kenapa kau tidak menbantu dibawah sana?” Krist melihat New yang sedang berjalan mondar mandir bingung. Seperti mencari teman anggotanya. Janhae dan Pluem sudah sibuk memandu kelas apa yang akan bertanding berikutnya. “..Sepertinya phi New sedang mencarimu.”

Candy menghela nafas. Krist mengganggunya saja. Candy juga ingin menjadi siswa normal yang duduk cantik menyaksikan pertandingan para pria tampan, bukan. Candy berjalan turun dengan menghentakkan kakinya. Krist mengerjapkan matanya beberapa kali. Kenapa gadis ini sangat imut. Seperti sedang merajuk.

Krist kembali memutar tubuhnya kedepan. Ia melirik kedua temannya yang sudah fokus memperhatikan pertandingan di depan. Krist mencari keberadaan Tay, tapi matanya malah tertuju kepada sosok pria tan yang sedang berlari dengan keringat yang menghiasi tubuhnya. Baru kali ini Krist melihat Singto yang seperti itu. Memakai baju dengan lengannya terbuka. Keren. Tanpa sadar, Mata Krist tertuju pada lengan Singto sejak tadi. Mungkin akan nyaman jika ia melingkarkan tangannya, kemudian bersandar dilengan dan bahu Singto.

“Bukankah phi Singto sangat keren?” Boom ikut menganga melihat pemandangan didepannya. Ucapan Boom membuyarkan lamunan Krist.

Singto merebut bola yang berada ditangan Tay dengan cepat. Ia melakukan jump shot, menembak bola ke arah keranjang dengan melompat. Tiba-tiba saja hati Krist berdentam melihatnya. Dan yah! Singto berhasil memasukkan bolanya. Pendukung Singto bersorak senang. Krist melihat, begitu banyaknya pendukung Singto yang berada disana, termasuk para gadis yang memakai rok pendek.

Tunggu! Berarti disini, Singto dan Tay menjadi lawan? Er, tentu saja jika memang mereka berada di kelas yang berbeda.

“Aku ingin menjadi salah satu dari musuh mereka di babak final nanti.”

“Itu masih besok! Atau mungkin besoknya lagi, atau kemungkinan buruknya kau tidak akan masuk dalam babak final nanti, hahaha. Persiapkan saja dirimu dulu, Boom!” Chimon tertawa sembari memegang perutnya hingga terasa keram.

Krist tiba-tiba berdiri dari duduknya. Sebelah tangannya ditahan oleh Boom. “Kau mau kemana?” Krist melirik Chimon. “Mon bukankah kau ingin turun melihat dari samping lapangan? Ayo ikut aku!” Chimon menganga tak percaya kemudian menganggukkan kepalanya mantap.

“Boom aku akan membelikanmu minuman dan snack. Untuk sekarang bergabunglah dengan anggota team kelas kita yang lain!” Boom melihat Krist dan Chimon yang berjalan menjauh.

***

Krist berdiri dipinggir lapangan dengan membawa botol minuman ditangannya. Ia masih menunggu sampai pertandingan pertama selesai. Tak sengaja matanya bertemu pandang dengan mata tajam Singto. Singto mendribble bola sembari kedua matanya menatap Krist dengan lekat. Krist menjadi gugup, ia teringat adegan ciuman kasar Singto kemarin. Wajah Krist memanas hinga merah.

Chimon yang sejak tadi mengarahkan kameranya ke Tay, lensa kameranya tak sengaja menangkap Singto. Singto melihat ke arahnya dan kemudian ia melirik Krist yang tengah menatap Singto. Huh, Chimon merasa menjadi obat nyamuk disini. Oh tidakkah disini ada banyak orang kenapa mereka saling mentap seperti itu?

“Krist!” Suara Tay memanggil namanya. Krist dengan reflek memutus kontak matanya dengan Singto. Tay mengedipkan sebelah matanya, membuat Krist menjadi salah tingkah dibuatnya. Wajah Singto berubah kusam, dipenuhi aura hitam.

“Wah, andai saja Tay itu phi ku! Duniaku pasti berwarna!” Chimon berucap sembari mengarahkan lensa kameranya pada sosok Tay yang mengedip genit.

Krist tersenyum miring, “Nyatanya dia memang bukan phi mu..” ucap Krist lirih.

Pertandingan pertama telah selesai. Kelas Singto menang. Tidak diragukan sama sekali. Krist tahu itu. Ia melihat Tay yang setengah berlari menuju ke arahnya. Krist tersenyum manis. Ia memberikan botol minuman dingin yang berwana kepada Tay. “Terima kasih!” Tay mengacak rambut Krist pelan.

Mata Singto tertuju pada Krist dan Tay yang kini sedang berbincang. Krist yang malu-malu sedang memberikan botol minuman kepada Tay. Mata Singto menjadi lebih tajam dan berkilat ketika melihat tangan Tay yang mengacak rambut Krist.

“Ini ketua! Jangan suka cemburu!” Candy tiba-tiba berada disampingnya memberikan botol air mineral.

Tidak jauh dari mereka berdua New berdiri dan berkata lirih. “Jadi ini yang kau maksud dengan bermain?” New tersenyum miring memperhatikan Tay. Kenapa hatinya sedikit berdenyut, tidak suka. New berjalan ke arah Singto ketika melihatnya akan pergi. Ia dengan cepat mencegah sebelah tangannya.

“Kau akan kemana hah?” Singto melihat New. Kemudian kembali duduk. “Tahan dirimu Sing! Lagi pula, bantu aku mengurus ini! Ada beberapa kelas yang dengan sengaja tidak mendaftar pertandingan ini.”

Singto meneguk botol air mineralnya hingga tak tersisa kemudian meremasnya. Candy memperhatikannya. Ia menopang dagu, andai saja Singto bersikap seperti itu juga padanya. Tidak hanya pada Krist saja.

Chimon dan Krist kembali ke lapangan setelah istirahat makan siang di kantinnya. Ia mendapat info jika kelasnya akan bertanding sebentar lagi.

Menunggu hingga beberapa waktu kemudian ia melihat Boom dan teman sekelasnya memasuki lapangan. Krist bersorak senang. Sorakan Chimon tentu saja tidak kalah dari Krist. Mereka berdua melambaikan tangannya kepada Boom.

Gerak-gerik Krist diamati sejak tadi oleh Singto. Rasanya Singto ingin menyeret tangannya keluar dari lapangan ini. Memenjarakannya di tempatnya. Tapi, tangannya ditahan oleh Pluem. Krist dapat merasakan sesuatu yang aneh sejak tadi. Seperti sedang diawasi tapi ia tidak tahu siapa. Disana ramai oleh para siswa!

Seperti dugaannya! Boom menang! Kelas mereka menang! Chimon dan Krist bersorak dengan kegirangan. Melompat-lompat kecil. Boom menghampiri mereka berdua. Chimon memberikan botol minuman yang langsung diteguk habis oleh pria jangkung tersebut. Krist memberikan handuk kecil kepada Boom. Boom tidak menerimanya, ia mencondongkan kepalanya kedepan. Mengerti maksudnya, Krist kemudian menyeka keringat Boom dengan handuk kecil yang ia bawa. Wajah mereka sangat dengat.

Tiba-tiba hujan turun dengan deras. Langit yang semula cerah menjadi kumpalan awan hitam. Semua siswa heboh berlarian berteduh, beberapa berlarian memasuki sekolah. New mencari Singto yang entah kemana. Kemudian menyuruh Janhae memberi pengumuman bahwa pertandingan selanjutnya diadakan esok hari.

Singto menahan tangan Krist. Krist tersentak kaget. Ia menyeret tangan Krist begitu saja ke tengah lapangan. Mengalihkan perhatian para siswa yang berteduh dari hujan. Singto dan Krist berada di tengah lapangan dengan hujan yang mengguyur tubuh mereka, basah.

Krist hanya diam, ia tidak tahu apa-apa. Krist ketakutan melihat tatapan tajam Singto. Auranya gelap. Hawa dingin menusuk tulang Krist.

“Apa yang kau lakukan sejak tadi?” Singto menggeram. Ia menekan bahu Krist hingga mengernyit kesakitan.

Singto menendang keranjang yang berisi bola basket didalamnya, hingga berjatuhan keluar.

“AMBIL SEMUA BOLA BASKET INI DAN TARUH DI KERANJANG BOLA!”

Krist tidak tahu apa-apa, sungguh. Ia tidak tahu telah berbuat salah apa kepada Singto? Ia melirik semua siswa tengah menatapnya dengan tatapan penuh tanya dan perasaan kasihan.

Bibir Krist bergetar. Ia malu. Kenapa Singto mempermalukannya di depan semua orang? Krist mengingat tidak melanggar aturan apapun.

Tay menuju ke arahnya. Ingin menyeret Krist tapi suara Singto yang tajam mendominasi, menyuruhnya untuk, “Jangan ikut campur!” Tay diam di tempatnya. Ia hanya berkata, “Apakah kau tidak terlalu berlebihan, Singto?”

Boom berlari menyusul Krist, tapi Krist memberinya gelengan lemah. Mengisyaratkan agar Boom tidak membantunya apapun. Chimon berdiri lemah di samping lapangan. Tidak mengerti apa yang telah terjadi. New hanya diam. Candy menganga, tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Bibir Pluem terkatup rapat, sedangkan Janhae menggigit ibu jarinya.

Krist melihat bola basket berserakan ditinggal para pemiliknya. Entah kenapa air mata Krist jatuh. Matanya memerah karena menangis dan terkena air hujan. Krist mengambil bola basket satu persatu yang berserakan di tengah lapangan. Matanya buram oleh air mata.


(A/N): Hola, bingung sama tugas tapi masih geregetan pengen up. Hehe. Keinget jaman SMA yang selalu ada pertandingan bola basket sama voli antar kelas nih. Jadi kangen. Sudah ada pemikiran, siapa kakak Krist?

-190226
Vi🐼let.

Continue Reading

You'll Also Like

124K 1K 6
isinya jimin dan kelakuan gilanya
35.5K 5.3K 34
Cerita tentang perjodohan konyol antara christian dan chika. mereka saling mengenal tapi tidak akrab, bahkan mereka tidak saling sapa, jangankan sali...
355K 4K 82
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...
437K 44.5K 37
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...