Bintang

Von fhateiliya

515K 45.2K 1.8K

(COMPLETED) Cover : Uswatun Hasanah Bintang bersinar begitu terang menandakan ada pekat yang menggenggam mala... Mehr

Big Bang
Sirius
Canopus
Arcturus
Alpha Centauri A
vega
Rigel
Procyon
Betelgeuse
Altair
Aldebaran
Spica
Antares
Pollux
Regulus
Orion
AlNilam
Polaris
Bellatrix
Alnitak
Nebula
Bintang Senja
SEQUEL BINTANG

Archernar

13.6K 1.6K 32
Von fhateiliya

(*) Achernar merupakan bintang yang cemerlang, berwarna biru tipe B yang terletak pada jarak 144 tahun cahaya dari Bumi. Meskipun digolong sebagai bintang katai, bintang ini memiliki kecemerlangan 3,000 kali Matahari. Sampai bulan Maret 2000, Achernar dan Fomalhaut merupakan bintang magnitudo tingkat pertama yang cukup terpencil. Juga Archenar Bintang Lonjong yang ditemukan.

Malam itu hujan turun begitu deras. Bintang langsung mandi tanpa peduli dia kedinginan atau tidak. Rasanya tubuhnya memang butuh kesegaran untuk hari ini.

Selesai mandi, baru dia merasakan tubuhnya lemas serta kepalanya pening. Di ruang tamu panti, Ibu Ningsih menemani Senja dan Jingga mengobrol.

"Sebentar ibu panggil dulu  Bintangnya ya." Ujarnya.

Ibu Ningsih langsung masuk ke kamar Bintang dan mendapati putri angkatnya itu sedang tidur.

"Loh, Kok kamu tidur? Masih ada Senja di luar." Ujar Ibu.

"Kepala Bintang pusing banget bu." Jawabnya, Sambil memejamkan matanya.

Ibu Ningsih memegang kening Bintang yang ternyata panas.

"Kata ibu apa, Tadi harusnya mandi air hangat. Beginikan jadinya, Besok kamu kerja bagaimana?"

Bintang hanya memejamkan matanya, Tidak menimpali omelan ibunya.

"Bintang, Butuh istirahat aja Bu. Bilang aja kepada Senja, Bintang sudah tidur." Ujarnya.

Ibu Ningsih pun keluar untuk memberitahukan kepada Senja dan Jingga.

"Mana Bintangnya Bu?" Tanya Jingga.

"Dia pusing, Sepertinya karena kehujanan. Jadi sudah istirahat. Mohon maaf, Jadi Bintang tidak bisa menemui kalian lagi."

"Ahh, Tidak apa-apa Bu, Lain kali aku akan membicarakannya dilain waktu. Kami pamit kalau begitu."

Jingga berdiri untuk bersiap meninggalkan panti, Hujan sudah sedikit reda. Hanya Senja yang masih duduk diam di sana.

Ibu Ningsih menghampirinya dan duduk di sampingnya.

"Bintang tidak kenapa-kenapa. Pulanglah. Sudah malam, Kasihan Jingga."

Senja mengangguk dengan senyuman yang sekarang mudah tercetak diwajah tampannya.

Mereka pamit meninggalkan panti. Di dalam mobil Senja tidak berbicara sama sekali. Matanya fokus terhadap jalanan basah yang dilalui mobilnya.

"Ada yang mengganggu pikiranmu?" Tanya Jingga.

"Tidak ada." Jawab Senja sambil tersenyum.

Jingga melirik wajah Senja dari samping, Tak nampak apapun dari ekspresi wajahnya, Tapi Jingga seperti tahu apa yang berkecamuk di dalam hati lelaki ini.

Sesampainya di depan kediaman Jingga. Senja ikut turun.

"Aku langsung pulang." Ujar Senja.

Jingga mengangguk dengan berharap ada pelukan atau kecupan sayang dikeningnya, Tapi itu hanya angannya saja. Kekasihnya itu berlalu begitu saja.

Senja melajukan mobilnya dengan cepat kembali ke Panti. Sesampainya di sana, Dia langsung mengetuk pintu panti asuhan ini.

"Senja?" Tanya Ibu Ningsih melihat Senja kembali lagi.

"Bagaimana keadaan Bintang Bu?" Tanya Senja tanpa basa-basi.

Senja langsung masuk, Tanpa dipersilahkan untuk itu.

"Dia tidak mau minum obat."

"Masih tidak berubah kebiasaannya?"

"Ya, Maka cobalah kamu bujuk. Mumpung kamu ada di sini."

Senja masuk ke kamar Bintang, Yang penuh dengan hiasan Bintang sesuai namanya. Dari pernak-pernik kecil sampai yang besar.

Perempuan itu sedang berusaha terlelap, Tapi Senja melihat tak kunjung ngantuk itu datang. Senja duduk di sisi ranjang.

"Bintang tidak mau minum obat Bu, Pahit." Ujarnya langsung karena yang dikira di sisinya kinim ibu pantinya.

"Ini aku." Senja bersuara.

Mata Bintang langsung terbelalak sempurna.

"Kamu? Ngapain ke sini?"

"Masih tidak bisa minum obat?" Tanya Senja sambil menghancurkan butiran obat itu menjadi lembut dipiring.

"Pahit, Senja." Rengek Bintang.

"Ayo bangun."

Bintang mencebikkan wajahnya, Terpaksa bangun dengan bersandar disandaran ranjangnya. Senja menyentuh kening Bintang yang ternyata begitu panas.

"Demam begini, Masih tidak mau minum obat?"

"Senjaaa." Rengeknya lagi saat melihat Senja, menuangkan obat yang sudah lembut ke sendok dan diisi air sedikit.

"Aaaaa, Buka mulutmu."

"Pahit." Jawab Bintang.

Senja tersenyum kecil. Perempuan di hadapannya tidak berubah sedari dulu. Senja menggenggam satu tangan Bintang.

"Pahitnya tidak lama, Hanya beberapa detik saja dimulutmu." Ujar Senja.

Mata Bintang yang berkaca-kaca karena suhu badannya yang panas pun. Pasrah. Dia membuka mulutnya lalu memakan obat itu dengan disuapi Senja. Bintang meringis, Senja langsung buru-buru meminumkan air.

"Sebentar saja kan? Rasa pahitnya."

Bintang mendelik dan menidurkan dirinya kembali. Senja tersenyum, Senyuman yang selalu Bintang lihat sedari dulu.

Senja kembali menyentuh kening Bintang.

"Aku ambil air untuk mengkompresmu."

"Aku tidak apa-apa Senja, Pulanglah."

Senja tidak mendengar, Karena keluar dari kamar Bintang kembali masuk dengan membawa baskom kecil air dengan kompresan tersampir dibahunya.

Senja kembali duduk di sisi Bintang. Memeras kain yang sudah dicelupkan air lalu menyimpannya dikening Bintang.

Mereka terdiam. Senja menatap wajah yang merah karena panas itu. Mata Bintang melihat ke arah lain.

"Jangan bersikap seperti ini Senja." Ujar Bintang kini menatap dua manik mata yang pernah menatapnya penuh kekecewaan itu.

"Kenapa? Bukankah kita ini teman sedari kecil? Aku hanya bertingkah sebagai temanmu karena untuk lebih dari itu aku tidak bisa."

Bintang menghela, memilih memejamkan matanya. Takut, tangisnya kembali tumpah di hadapan lelaki yang sudah berdiri digarisnya sendiri ini.

Bintang merasakan tangan Senja menggenggam tangannya. Tak pernah melepaskan itu sampai Bintang hilang kesadarannya karena tertidur pulas.

Melihat genggaman tangan Bintang melemas ditangannya. Senja tersenyum sedih. Tangannya mengusap pipi Bintang lalu meraba keningnya yang sudah tidak sepanas tadi.

Senja, mendekatkan wajahnya lalu mencium kening Bintang lama sekali.

"Jaga dirimu dengan baik. Aku khawatir." Ujarnya.

Senja membenarkan selimut Bintang, Keluar dari kamar itu dan di depan pintu sudah ada ibu panti.

"Senja, Izin pulang sekarang."

"Ini sudah tengah malam, Menginaplah di sini. Besok pagi baru pulang ya."

Senja pun mengiyakan tanpa bantahan.

Keesokan paginya, Bintang bangun dengan panas yang sudah hilang tapi pusing dikepalanya masih ada.

"Tidurlah lagi setelah shalat shubuh, Ibu akan telpon Bosmu bahwa kamu sakit." Ujar Ibu Panti.

Bintang pun ikut saja untuk ini, Karena sepertinya dia tidak bisa bekerja hari ini. Setelah shubuh dia kembali tidur dan terbangun kembali karena teringat siapa yang mengantar sebagian anak-anak panti sekolah.

Peningnya sudah lumayan hilang, Bintang keluar dari kamar mencari ibunya.

"Sebagian anak-anak berangkat sama siapa Bu?"

"Senja, Mengantarnya pake mobilmu."

"Senja?"

"Ya, Dia menginap semalam."

Bintang tertegun.

"Sudah kembali ke kamarmu, Ibu mau buatkan dulu bubur untukmu."

Bintang kembali ke kamarnya dengan panggilan masuk di Handponenya.

"Kamu sakit?" Tanya Langit di seberang sana.

"Iyaa pak, maaf aku tidak bisa bekerja hari ini."

"Kata ibu Panti, Kamu pulang kehujanan. Memangnya dari mana?"

"Tidak tahu pak. Hehe." Jawab Bintang.

"Jangan bandel terhadap dirimu sendiri, Sayangi tubuhmu itu karena walau bagaimana pun dirimu itu ada hak untuk suamimu nanti."

"Issshh, Lagi sakit bahasnya suami-suami." Ujar Bintang.

Langit tertawa di seberang sana.

"Istirahat, Nanti saya pulang kerja ke sana. Mau dibelikan apa?"

"Mau yang pedas-pedas ya pak. Mau..."

"TIDAK." Jawab Langit langsung.

"Yahhhh."

Langit tersenyum gemas di seberang sana.

"Saya harus kembali bekerja. Dibelikan makanan apapun. Harus dimakan nanti."

"Siap pak, Selamat bekerja."

"Ya. Awan nanyain kamu tadi." Ujar Langit sebelum menutup telponnya.

"Terusss?"

"Saya cemburu."

Bintang termangu mendengar jawaban Langit.

"Saya masih menunggu Bintang. Agar saya leluasa bagaimana harusnya bersikap kepada lelaki yang juga menyukaimu."

Setelah itu, Sambungan telpon itu terputus dengan bersamaan pintu kamarnya terbuka. Ibu Panti membawa nampan berisi bubur.

"Makanlah." Ujarnya dan kembali berlalu.

Bintang kembali terdiam. Dia tidak menyentuh buburnya. Memilih menidurkan kembali tubuhnya.

Senja sudah kembali dari mengantar anak-anak. Dia masih berada di dalam mobil Bintang. Melihat kotak cincin yang ada di dashboard mobil. Senja mengambilnya dan keluar.

Dia langsung mencari Bintang dikamarnya.

"Buburnya tidak dimakan?" Tanya Senja.

Bintang menggeleng di balik selimut yang menutup seluruh tubuhnya.

Senja langsung menarik selimut itu.

"Jajaaaa. Jangan ganggu kenapa." Omel Bintang kesal.

"Makan sarapanmu, Bintang."

Bintang bangun, Dia mengambil mangkok berisi bubur itu, Menyendokan bubur buatan ibunya. Memakannya dengan malas.

"Ini hambar dilidahku, Senja. Kamu tidak merasakan bagaimana kalau sakit."

"Aku tahu, Bintang. Memangnya yang pernah sakit kamu saja?"

Bintang mencebikkan bibirnya. Senja tertawa melihat itu semua. Dia mengambio mangkok itu dan menyuapi Bintang.

"Buka mulutmu!."

Mau tidak mau bintang pun membuka mulutnya. Senja dengan perintahnya yang selalu Bintang turuti.

Habis, Bubur itu dimakan Bintang. Mereka kini terdiam. Senja mengambil kotak cincin itu dan menyodorkannya kepada Bintang.

"Dilihat ini ada dimobilmu, Berarti selalu kamu bawa kemana-kemana. Ini pasti berarti bagimu, Jadi simpanlah ditempat yang baik. Nanti bisa hilang." Ujar Senja.

Bintang mengambilnya dengan ragu.

"Langit yang memberikanmu itu?"

Bintang mengangguk.

"Ya. Dia lelaki yang baik."

Bintang tersenyum.

"Jingga, Dia juga perempuan yang baik."

"Ya. Aku tahu." Jawab Senja.

Kini mereka dilanda hening yang membuat hati mereka sesak.

"Aku mau mandi dulu." Ujar Bintang Buru-buru. Ingin menjauh dari kecanggungan ini.

"Mau aku temani?" Tanya Senja.

"Senjaa. Siapa yang mengajarimu berkata seperti itu."

"Tidak ada, Tapi aku pernah melihatmu tidak memakai baju saat kecil. Sering malah."

Bintang yang sudah berdiri dengan Senja yang masih duduk diranjangnya, terkejut mendengar itu semua.

"Jangan menggodaku." Pekik Bintang.

"Bahkan, Aku pernah memakaikan baju saat itu, Mengawasimu hujan-hujanan hanya memakai celana dalam."

"Senjaa."

Pekik Bintang lagi langsung menutup mulut Senja. Bintang menutup mulut Senja dari belakang, Sehingga seperti memeluk.

Senja tertawa dalam bekapan mulut perempuan ini.

"Lalu, Menungguimu buang air besar dengan pintu terbuka. Jaja, Tungguin Bintang di sana. Bintang takut." Ujar Senja saat tangan Bintang dilepaskan dari mulutnya.

Bintang menyembunyikan wajahnya dibahu Senja. Senja tertawa begitu lepas hari ini. Tangan Bintang dia genggam erat-erat sehingga Bintang seolah memeluknya dari belakang.

"Jadi aku sudah tidak asing dengan apa yang ada dirimu."

Bintang menggigit bahu lelaki itu keras. Senja tentu saja memekik kesakitan sehingga pelukan yang susah payah diciptakan Senja terlepas.

"Jangan menggodaku lagi dengan semua itu." Pekik Bintang dengan wajah yang merah karena malu langsung berlari ke kamar mandi.

Sepeninggal Bintang, Senja berhenti tersenyum. Wajahnya terlihat begitu sedih. Panggilan masuk dihandponenya dari Jingga.

"Kata Papamu, Kamu semalam tidak pulang ke rumah? Kamu kemana?" Tanya Jingga terdengar marah.

Senja kelu. Dia tidak menjawab apapun.

"Aku ada urusan. Sekarang pulang."

"Urusan apa? Jangan berbohong padaku."

"Aku akan ke kantor saat jam makan siang. Tunggu aku di sana." Ujar Senja langsung menutup sambungan telponnya.

Senja langsung meninggalkan panti saat itu juga tanpa pamit terlebih dahulu kepada Bintang. Rasanya semua apa yang diharapkan tetap bertahan dalam angan. Kenyataan selalu mengingatkan, Bahwasannya hidup haruslah tetap dijalankan.

Langit terhampar luas, Menampung segala pernik semesta. Senja, Hanyalah bagian kecil dari satu keindahan dengan Bintang, kerlip kecil yang sinarnya begitu redup dari kejauhan.

Senja memiliki keindahan saat petang dengan Bintang bersinar saat Senja tumbang dari langit yang akan berganti pekat dimana Bintang di sana bersinar.

Langit di mana keduanya singgah tak memiliki kesamaan, Langit di mana diri mereka bertahan sungguh jauh dari saling mempertahankan.

"Bintang,"

"Hmmmmm."

"Jika nanti dimasa depan, kita berpisah bagaimana?"

"Emmmm, maksud Senja?"

"Misal, Senja nanti harus sekolah ke luar negri."

"Bintang, akan di sini menunggu Senja."

Senja menatap seorang perempuan yang duduk di sisinya. Duduk dibukit untuk melihat Senja bersama-sama.

Senja sudah kelas tiga SMA, Di mana mengerti apa itu degup dalam dada. Dia paham apa arti Bintang di dalam kehidupannya.

"Pokoknya, Senja dan Bintang akan bersama-sama bagaimana pun caranya." Pekik Senja dengan merangkul bahu Bintang.

Bintang yang belum mengerti hanya mengangguk. Melihat Senja dilangit yang kian meredup tapi Bintang belum juga muncul dilangit.

"Senja, Kenapa di semesta ini, Senja dan Bintang selalu tak pernah terlihat bersama-sama dilangit?"

Senja terdiam.

"Yang penting kita harus tetap bersama-sama." Jawab Senja sambil menggenggam tangan perempuan yang dia sayangi itu.

***

(*) Belajarsemesta.blogspot.com

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

12.9K 1.3K 155
Bertani di masa kiamat: Saya mengandalkan ruang untuk menimbun jutaan barang https://www.69shuba.pro/book/48552.htm Penulis: Anggur Qijiu Kategori: R...
22.3K 1K 23
Tentang anak berandalan yang di jodohkan dengan CEO yang sangat amat terkenal di kota nya. Ini tentang MARKNO ‼️ Jangan salah lapak‼️ BXB‼️ BL‼️ ga s...
660K 24.4K 34
[ O N G O I N G ] Sequel from Diary Receh. #1inTrueShortStory #1inNgakak #1inDaily #4inLife Sarcasm ngakak. Life is never flat, humor recehan.
23.3K 349 13
Saya ganti akun lanjutin cerita nya disini aja