Hijrah Bersama Imamku

By SalsalPut07

29.9K 1.2K 48

Tamat (Part Masih Lengkap) Mungkin aku terlalu egois dalam memendam sebuah perasaan. Perasaan yang sebenarnya... More

Prolog
Bab 1: Assalamualaikum cahaya
Bab 2: Cinta
Bab 4: Desas-Desus
Bab 5: Bayu
Bab 6: Mifzal
Bab 7: Perdebatan
Bab 8: Hari Spesial
Bab 9: Kehilangan
Bab 10: Misi
Bab 11: Ketenangan
Bab 12: Pindah
Bab 13: Kita satu
Bab 14: Kamu Segalanya
Bab 15: Assalamualaikum Masalah
Bab 16: Klimaks
Bab 17: Wa'alaikumsalam Solusi
Bab 18: Perjalanan Baru Dimulai
Bab 19: Surat
Bab 20: Hijrah Bersama Imamku
Epilog

Bab 3: Terlambat!

1.3K 66 9
By SalsalPut07


“Dengar ya, Lya. Itu artinya Allah cemburu, karena kamu lebih mencintai makhluknya melebihi cintamu pada sang pencipta. Cobalah untuk belajar mencintai Allah melebihi segalanya, dan cintailah dia karena Allah.”

****

“Bay, lo kenapa si dari kemarin, diem aja. Diajakin ngobrol malah ngelamun. Apa gara-gara, perkataan Lya kemarin?” tebak Nadir yang mulai risih dengan tingkah Bayu yang berubah menjadi pendiam.

Bayu hanya diam, tak berniat menjawab pertanyaan dari Nadir. Nadir adalah sahabatnya sejak kecil, yang sayangnya berbeda jurusan dengannya sekarang.

Bayang-bayang Ilya terus terlihat, kata-kata ‘Aku mencintaimu karena Allah’ terus saja berputar-putar, di pikiran Bayu. Bahkan Bayu sendiri belum sepenuhnya paham apa yang dimaksud Ilya.

“Woi! Bay,” panggil Nadir yang sudah gemas dengan sikap Bayu.

“Hm.”

“Lo udah nggak waras, ya? Diajakin orang ngobrol malah ham-hem-ham-hem.”

“Astaghfirullahaladzim, Nadir. Jaga omongan kamu, nggak boleh kayak gitu.”

“Serah lo, deh.”

Bayu terkekeh melihat ekspresi Nadir, raut wajahnya berubah masam. Bayu tak menghiraukan Nadir yang sudah mendengus kesal padanya. Mata Bayu teralihkan pada sesosok perempuan berhijab panjang yang sedang tersenyum dengan beberapa temannya.

“Nad,” panggil Bayu.

“Apa?” tanya Nadir yang kemudian mengikuti arah pandang Bayu. “Oh, Annasya.”

Bayu menatap Nadir lekat, tatapan mereka mengunci. Seakan ada ikatan batin di antara kedua sahabat ini, sehingga Nadir paham apa yang ingin disampaikan Bayu.

“Sana, samperin,” saran Nadir.

“Oke, duluan ya. Assalamualaikum,” pamit Bayu.

“Wa’alaikumsalam.”

****

“Lya,” panggil Sely yang mendapati Ilya berlalu di hadapannya dengan senyum lebar. Ia membawa sebuah paperbag berwarna biru di tangan kirinya.

Ilya mendengar suara seseorang memanggil namanya. Ia refleks menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Sely. Sely memiringkan kepalanya sebagai tanda penasaran dengan apa yang akan dilakukan Ilya.

“Itu apaan?” tanya Sely merebut paksa paperbag yang dibawa Ilya. Ia membuka dan mengintip isi di dalamnya. “Lo mau kemana?”

“Mau nyamperin pangeran gue,” ucap Ilya spontan.

“Pangeran?”

Ilya mengambil tas kertasnya kembali, “Dah, Sely.” Ilya membalikkan badannya seraya melambaikan tangan ke arah Sely.

Sely hanya membalas lambaian Ilya, beribu-ribu pertanyaan terus memutari pikirannya, Pangeran? gumam Sely.

Ilya menuruni beberapa anak tangga, untuk sampai di kantin kampus. Ilya seratus persen yakin bahwa laki-laki itu pasti di sana.

Jam menunjukan pukul 13.30 WIB. Tak salah lagi kantin akan ramai dengan orang-orang yang kelaparan. Materi yang disampaikan oleh dosen tak pernah membuat mereka kenyang, hanya empat sehat lima sempurnalah yang membuat mereka bisa beraktifitas kembali.

Ilya tak menemukan sosok yang ia cari. Namun, di satu sisi ia melihat sosok yang tak asing. Sosok yang katanya adalah sahabat Bayu. Bayu pernah bilang kalau namanya adalah Nadir. Gumamnya.

“Assalamualaikum,” salam seorang gadis.

“Wa’alaikumsalam.”

Nadir menghentikan aktifitasnya dan menatap gadis itu lekat. Wajahnya sedikit familiar di mata Nadir. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya tak percaya. Mengapa gadis ini bisa berada di sini. Mau apa dia? batin Nadir.

“Mau tanya, tau Bayu nggak?”

“Tau,” jawab Nadir singkat.

Ilya pun merasa senang, perjuangannya untuk bertanya ternyata tak sia-sia. Laki-laki yang bernama Nadir Rashdan Aliendra ini terkenal  sangat dekat dengan Bayu. Kemana-mana selalu bersama. Ilya yakin Nadir tau di mana Bayu sekarang.

“Tau di mana dia sekarang?”

Nadir masih menatap lekat gadis ini, matanya berbinar-binar seperti memohon untuk diberitahukan keberadaan Bayu sekarang. Perasaannya mulai tak tenang, Bayu sekarang sedang bersama Annasya. Bagaimana jika nanti Ilya melihat mereka? Hatinya pasti akan benar-benar hancur, itulah yang Nadir khawatirkan.

“Mau ngapain?” tanya Nadir balik.

“Mau ngasiin jaketnya,” ujar Ilya seraya memperlihatkan senyum manisnya.

“Taruh sini aja, nanti gue yang kasiin,” saran Nadir.

Sejujurnya Nadir benar-benar merasa khawatir pada Ilya. Yang jelas, khawatir sebagai seorang teman. Nadir tau persis bagaimana perasaan Ilya untuk Bayu, setelah melihat secara nyata Ilya menyatakan cinta kemarin.

“Enggak mau, gue mau kasiin ke orangnya langsung.”

Ilya tetap kekeh mempertahankan paperbag di tangannya. Ia tak mau menitipkannya pada siapa pun. Ia ingin memberikannya langsung pada pemiliknya.

Nadir hanya diam, antara harus menjawab atau tidak. Gadis di depannya ini ternyata adalah orang yang keras kepala.

“Bayu, lagi di sekitar ruang fakultas kedokteran, sama ....”

“Oke, makasih. Assalamualaikum,” potong Ilya yang berbegas pergi meninggalkan Nadir.

“Wa’alaikumsalam.”

****

Ilya bergegas menuju ruang fakultas kedokteran. Ia tersenyum pada semua orang yang ditemuinya. Banyak tatapan penuh tanda tanya, mengapa ada anak jurusan Agroteknologi di dekat ruang jurusan kedokteran.

Ilya merasa sangat senang. Bertemu dengan sosok yang telah, mengizinkan kapalnya untuk berlabuh. Hingga akhirnya Ilya menemukan sosok yang ia cari. Tapi dengan seorang perempuan berhijab panjang, perempuan yang sangat cantik dengan jilbab putihnya.

Hati Ilya hancur saat mengetahui satu hal yang menyakiti jiwa dan raganya. Bayu memberikan rangkaian bunga mawar pada perempuan itu, tepat di hadapan Ilya. Ilya sangat yakin  bahwa itu adalah Bayu, sangat jelas di mata Ilya. Bayu, sang pujaan hatinya.

Mata Ilya berkaca-kaca, pandangannya tak jelas. Air matanya mengalir begitu saja. Hati dan pikirannya benar-benar kacau. Apa dia salah menyukai seseorang?

Kini kapalnya memang berlabuh menuju pulau itu, tapi sebelum benar-benar berlabuh. Kapal tersebut menabrak beberapa karang, hingga membuatnya tenggelam seketika.

Ilya yang sudah tidak bisa menahan diri, membalikkan badan seraya menghapus air matanya. Pandangannya kembali jelas, ia menangkap sosok laki-laki yang sedang menatapnya lekat. Ilya berlari seraya melempar paperbag yang berisi jaket itu kepada Nadir.

“Lya,” teriak Nadir.

“Lya,” panggil Nadir yang mulai khawatir.

Ilya tidak menghiraukan panggilan itu. Ilya berlari menuju gerbang utama kampus Unswagati. Suara yang terus memanggil namanya sudah tak terdengar lagi. Langkahnya semakin gontai, mencari-cari angkot yang bisa mengantarkannya pulang.

****

Perjalanan yang memerlukan waktu setengah jam, membuat Ilya cukup lelah. Akhirnya Ilya sampai di depan rumahnya. Pintu rumah terbuka lebar, sudah dipastikan bahwa kakaknya berada di rumah.

“Assalamualaikum,” salam Ilya pada orang rumah.

“Wa’alaikumsalam, loh kok cepet pulangnya?” tanya Sheva, tanpa menatap ke arah Ilya.

Merasa ada yang janggal dengan Ilya, Sheva pun menatap Ilya lekat. “Lya," teriaknya.

Mata Ilya sembab, pipinya basah. Air matanya terus mengalir deras. Sheva merasa sangat khawatir, apa yang menimpa adiknya ini sampai menangis dalam diam. Sheva sudah tak tahan, nalurinya sebagai seorang kakak mendadak datang. Ia menghampiri Ilya dan menyuruhnya duduk di dekatnya.

Ilya sudah tak tahan lagi, selama perjalanan ia menahan air matanya agar tidak runtuh tiba-tiba. Dan sekarang air matanya sudah tidak bisa ditahan lagi.

Ilya mencurahkan segala kesedihannya di depan Sheva. Jika di luar rumah Ilya adalah sosok yang tegar, sosok yang mandiri. Tapi lain halnya di depan Sheva, saat di depannya Ilya hanyalah adik yang manja, cengeng itulah kata-kata yang pantas untuknya.

“Tenang, cerita sama kakak. Ada apa? Siapa yang berani bikin adik kakak nangis?” tanya Sheva dengan suara lembut.

“Cinta.” Satu kata berjuta makna.

“Cinta, Cinta siapa?” tanya Sheva seraya menggaruk-garuk belakang kepalanya yang sedikit gatal, seraya membenahi jarum pentul yang di pakainya.

“Cinta, ya cinta,” ujar Ilya yang gemas dengan kakaknya sendiri.

“Cinta siapa? Cinta anaknya Uya Kuya?” tebak Sheva yang diselingi kekehan kecil.

Ilya mendengus sebal. Ia mendekatkan bibir mungilnya tepat di telinga Sheva. “Kak!” Ilya pun berteriak.

Sheva menutup telinga rapat-rapat, Ilya benar-benar sudah gila. Hanya gara-gara cinta, hidupnya begitu saja berubah menjadi aneh.

Sheva pun baru sadar, setelah cukup lama berpikir. Rupanya adik satu-satunya ini sedang jatuh cinta.

“Oh, kamu lagi jatuh cinta?” tebak Sheva spontan.

Ilya melirikan matanya tajam. “Jatuhnya aja, nggak pake cinta,” ketus Ilya. Sheva hanya terkekeh mendengar adiknya yang sudah mulai mengenal, apa itu cinta.

“Lya, dengerin kakak.” Sheva menarik napas panjang suaranya terdengar cukup serius. “Lya, kamu tau nggak, kenapa kamu bisa merasakan yang namanya sakit hati?”

Ilya hanya menggeleng, air matanya mulai mengalir lagi. Matanya terlihat sembab, akibat menangis terus menerus.

“Dengar ya, Lya. Itu artinya Allah cemburu, karena kamu lebih mencintai makhluknya melebihi cintamu pada sang pencipta. Cobalah untuk belajar mencintai Allah melebihi segalanya, dan cintailah dia karena Allah,” ucap Sheva bijak.

....

Sudahkan anda bersedekah hari ini?

Continue Reading

You'll Also Like

440K 24.8K 40
Dina Sayyidatina Fatimah, berawal dari seorang gadis biasa hingga satu persatu jati dirinya terungkap bahwa ia adalah seorang 'Ning'. Sebelum ia meng...
112K 9.3K 44
{Spin-off Cahaya Takdirku} (Hijrah Series) BUKU INI TERSEDIA DI SHOPEE PENERBIT FIRAZ MEDIA PUBLISHING ~Sinopsis~ Kehidupan seorang gadis bercadar m...
3.5K 448 42
Baca aja dulu :) Fiksi remaja Menyimpan rasa pada lawan jenis memang hal wajar, tetapi cara menyikapi rasa tersebutlah yang harus diperhatikan. Kha...
2K 65 7
END???? END ATAU LANJUT???