Gamophobia Love Story [NARUHI...

By SE_I30

33.6K 3.6K 401

Hyuuga Hinata, wanita karir berumur 27 tahun, lajang yang ingin melajang seumur hidupnya. Bertemu dengan Uzum... More

Prologue
Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12

Bab 7

2.2K 280 16
By SE_I30

Aroma biji kopi yang dimasak berbaur mengelilingi ruang kafe. Desisan uap sesekali terdengar bersama alunan musik jazz. Kedai kopi siang itu tidak terlalu ramai, mengingat jarum jam masih dibawah angka dua belas. 

Di sudut ruang berdinding karamel, Naruto duduk dengan ponsel ditangan. Pria itu kali ini memakai kaos oblong dengan kerah bebentuk 'v' berwarna hitam yang melekat pas pada tubuhnya, serta celana jenis ripped jeans berwarna biru dongker.

Pengunjung wanita yang duduk tak jauh darinya, sesekali melirik dengan semburat merah. Siapa yang tidak terpesona pada pesona lelaki pirang itu? ketika penampilan Naruto bagai sebuah patung yang dipahat sempurna. 

Suara lonceng di pintu masuk terdengar. Seorang gadis manis berambut panjang dengan manik rembulan terlihat. Hanabi menelisik sekitar dan saat menemukan sosok Naruto, ia segera menghampiri. 

"Hei! maaf membuatmu menunggu." Hanabi menyapa setelah ia duduk di depan Naruto. 

lelaki pirang itu mendengkus pelan, "Apa tidak apa-apa kau melewatkan kelas pagi?"

"Tidak masalah, toh..., sebentar lagi aku akan mulai magang." Hanabi mengangkat tangan , memanggil seorang pelayan untuk memesan minuman. "Jadi, bagaimana kemajuan hubungan kalian berdua? kalian sudah saling suka? pacaran? atau malah sudah melakukan hubungan lebih?" Hanabi memburu dengan rentetan pertanyaan. 

Naruto tertawa hambar, bagaimana bisa gadis ini berpikir sejauh itu? jangankan saling suka, jadi teman saja masih belum ada tanda-tanda.

"Kakak perempuanmu itu wanita yang sulit ditebak dan sulit didekati." Naruto menyesap kopi hitam yang mulai mendingin. Rasa pahitnya menyebar dalam mulut dan membuatnya tersenyum tipis. "Dia wanita yang menarik."

Hanabi menatap pria itu lekat-lekat, ada yang salah di sini. "Kalian masih belum akrab?" tebakan itu terjawab begitu Naruto menghela napas pelan. "Kau melakukan hal yang sudah aku beritahu, bukan?"

"Mendekatinya dengan sikap sopan namun santai, berbicara sedikit dan lebih banyak bertindak, tidak mendekatinya dengan agresif maupun memberinya kata-kata manis?" Naruto mencoba mengulang apa saja yang Hanabi ingatkan padanya dulu. "Seingatku itu semua sudah aku lakukan," dustanya. 

Ayolah, sejauh ini Naruto selalu mendekati perempuan dengan rayuan dan tindakan manis. Ia tidak mengerti mengapa Hanabi menyuruhnya untuk mendekati Hinata dengan sikap yang agak dingin seperti itu. 

Alis Hanabi turun, ia menatap pria itu penuh curiga. "Kalau kau benar melakukannya, mengapa aku tidak mendengar satupun hal tentangmu dari Nee-chan?"

"TIdak ada satupun?" Naruto memicingkan mata. 

Hanabi menggeleng dengan polosnya, "Ia malah lebih banyak bercerita tentang seorang duda di tempatnya bekerja." 

"Duda?!" mata biru itu membulat, lalu ia terdiam sejenak. "Kau yakin Hinata belum pernah menikah sebelumnya?"

Sebuah cubitan Naruto terima, laki-laki itu mengaduh pelan. Hanabi memberinya cubitan keras di lengan. 

Mata peraknya menatap nyalang pemuda itu, "kau kira nee-chan seorang janda?!"

"A-aduh! oke, oke! aku salah!" Naruto berusaha melepaskan tangan Hanabi. "Itu karena aku tidak menyangka Hinata tertarik pada seorang duda."

Hanabi akhirnya melepaskan cubitannya, tatapan matanya berubah sendu. "Kau akan tahu alasannya, ketika nee-chan telah mempercayaimu sepenuhnya."

Pria itu memandang Hanabi tak mengerti. Mengapa begitu banyak hal yang sulit dipahami. Sebenarnya seperti apa sosok Hyuuga Hinata sebenarnya. Bukankah dia hanya seorang wanita yang tidak tertarik menikah?

"Aku harap kau tidak menyerah untuk mengenal kakak. Aku tahu kau akan jatuh hati padanya setelah kau mengenal dirinya lebih baik." Hanabi melempar senyum tipis, "tetapi jika kau ada niat untuk melukai hatinya, maka aku sarankan untuk menjauh darinya." lanjutnya dengan tatapan dingin. 

Gadis itu berdiri, menaruh selembar uang lalu pamit pergi. Ia meninggalkan Naruto yang terdiam dengan pemikirannya sendiri. 

...

Hinata menaruh barang-barangnya ke dalam tas berwarna hitam keluaran gucci. Senja telah datang, sudah waktunya ia untuk pulang kerja. Sepatu heels hitam itu melangkah santai di lorong koridor perusahaan. Setelah ia turun ke lantai dasar dan menuju lobi, mata peraknya bertemu dengan seorang anak perempuan berusia lima tahun. 

Anak perempuan berambut hitam dengan kaca mata berbingkai merah itu tengah duduk di sofa sembari memeluk boneka beruang coklat. Diam-diam Hinata tersenyum, anak itu sangat manis dengan bibir gembilnya. 

Hinata merogoh sesuatu di dalam tas, seingatnya ia memiliki botol kecil berisi permen manis. Setelah menemukannya, ia menghampiri gadis kecil itu. 

"Hei ..." sapanya dengan senyuman ramah. "Apa kau menunggu Sasuke-san?"

Gadis kecil itu mengangkat dagu, memertemukan mata hitam beningnya dengan mata perak di depannya. Keningnya mengkerut, menatap wanita itu dengan raut heran. 

"Bagaimana Anda tahu nama ayahku?"

Hinata terkekeh, anak ini menggemaskan sekali ketika berbicara sesopan itu. Ia lalu mengangguk tanpa memudarkan senyumnya. 

"Tante teman ayahmu. Nama tante Hinata, salam kenal Sarada-chan." Hinata mengulurkan tangan dan membuka telapak tangannya, memerlihatkan beberapa permen manis. "Apa kau suka permen?"

Gadis kecil itu terlihat senang, hendak mengambil permen itu sebelum matanya berubah meragu. "Kata papa, tidak boleh menerima sesuatu dari orang asing."

"Hm ..., baiklah. Permen ini akan ikut menunggu bersama Sarada-chan!" Hinata lalu mengambil tempat, ikut duduk di samping gadis kecil itu. "Tante juga akan menemani, boleh?"

Sarada tersenyum lebar, ia mengangguk sembari memeluk boneka beruangnya. "Tentu boleh!"

Mereka berdua saling melempar senyum. Keduanya tidak menunggu lama kedatangan Sasuke. Pria itu datang setelah lima belas menit kemudian.

"Terima kasih sudah menemani Sarada." Duda beranak satu itu menunduk sekilas. "Maaf merepotkanmu, Hinata-san."

Hinata menggeleng pelan, "Tidak, saya tidak melakukan apa-apa. Justru Sarada-chan yang sangat sabar menunggu Anda." 

Sarada mengerjap, ia membalas senyum Hinata dengan cengiran lebar. Pipinya bersemu merah, begitu menggemaskan, membuat wanita muda itu mengusap puncak kepala si gadis kecil. 

"Kau benar-benar menggemaskan, Sarada-chan!" Setelah puas mengusap kepala si gadis kecil, Hinata kembali menatap Sasuke. "Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu. Sampai jumpa besok, Sasuke-san."

"Sampai jumpa."

Mereka berpisah di persimpangan, Hinata melangkah menuju stasiun bus yang akan membawanya pulang. Ketika sampai, ia duduk menunggu datangnya kendaraan beroda empat berwarna hijau. Sambil menunggu ia mengeluarkan ponsel dan mamasang headset dan mendengarkan lagu. 

Namun ketenangannya terusik ketika salah satu headet dilepas oleh seseorang. Hinata baru saja berniat memarahi siapa yang telah bertindak kurang ajar itu. Hanya saja ia tidak menyangka akan bertemu dengan pemilik mata biru di sini. 

"Naruto-san?"

Pemuda itu duduk di sampingnya, memejamkan mata dan mendengarkan lagu dari headset Hinata. Ia mengacuhkan sekitarnya dan memilih tetap diam. Tidak mengerti dengan sikap lelaki itu, mata peraknya kembali teralih pada layar ponsel, ikut mengacuhkan keberadaan sang pemuda. 

"Apa kau suka lelaki seperti itu?" suara berat yang terdengar menahan amarah jelas membuat Hinata terkejut. "Apa kau benar-benar lebih tertarik dengan seorang duda?"

"Apa yang kau bicarakan?" Hinata mendengkus pelan, tak mau ambil pusing dengan perkataan aneh Naruto. 

"Ck! aku tanya apa kau menolak lamaranku, karena kau lebih memilih laki-laki kaya walaupun dia seorang duda?!" 

Naruto yang tiba-tiba membentak dan menarik pundak Hinata, benar-benar mengejutkan wanita itu. Kedua mata mereka bertemu, memancarkan gelombang yang berbeda. 

"Aku pikir kau berbeda Hinata ...," tatapan mata Naruto melembut dan malah berganti dengan sendu. "Kau menarik dan membuatku berharap kalau kau tidak sama seperti yang lain."

"Tapi ternyata, kau sama saja seperti perempuan pecinta materi yang lain."

Hinata benar-benar dibuat bingung oleh perlakuan Naruto. Tiba-tiba saja pria itu marah, menatapnya dingin dengan suara yang meninggi, lalu kemudian ia berubah sendu dan seenaknya menghakimi dirinya. 

"Maaf, Naruto-san. Tetapi kamu sudah salah menilaiku." Suara Hinata terdengar datar dan dingin. "Bagaimana bisa kamu menyimpulkan sesuatu tanpa mencoba membicarakannya lebih dulu?"

"Dengan adanya hal ini, bukankah sudah jelas kalau kamu belum mengenalku dengan baik? bagaimana bisa kamu memintaku untuk menerima lamaranmu?" Hinata menghela napas pelan, ia kemudian beranjak berdiri. "Lebih baik kita lupakan soal lamaran ini, dengan begitu kita berdua tidak perlu merasa kecewa karena hal yang tidak pasti."

Naruto yang tak kunjung merespon membuat Hinata berdecak pelan. Ia sungguh tidak mengerti, tetapi bukankah ini bagus? dengan begitu soal lamaran yang tidak ia inginkan bisa berakhir. 

"Selamat tinggal, Naruto-san." wanita itu kemudian berlalu, meninggalkan sang pemuda yang masih tertunduk dengan segala pemikiran kalutnya. 

.

.

.

Continue....

haloha~ setelah beberapa minggu terlewati. Baru hari ini aku ngelanjut lagi hehe... sungguh maaf bagi yang menunggu cerita ini, kenapa bisa gk update. Selain aku ada ikut projek NaruHina, kerjaan yang menumpuk dan padet membuatku kelabakan. Jadi mungkin kedepannya aku gk pake patokan lagi tiap sabtu update. Salam hangat darikoh, byebye








Continue Reading

You'll Also Like

919K 40.4K 97
Highrank 🥇 #1 Literasi (24 November 2023) #1 Literasi (30 Januari 2024) #3 Artis (31 Januari 2024) #1 Literasi (14 Februari 2024) #3 Artis (14 Fe...
188K 29.2K 53
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
7.5K 752 8
Kamu mengambil ciuman pertamaku, lalu kau mengambil hatiku, melalui rangkaian pertemuan di Peron Satu. Spesial untuk memeriahkan #NHFD9 [DISCLAIMER]...
119K 10.4K 21
(The End) *Semi Hurt Hinata hadir menambah satu garis diantara sebuah segitiga. Entah siapa yang memulai, dia menjadi jalan keluar untuk Naruto terbe...