Setitik embun dibalik salju

By Runni001

1.3K 76 2

Apa yang kau inginkan bila mendapat sebuah cawan suci yang dapat kabulkan segala keinginan? Apakah itu harta... More

Pengenalan karakter
Jeanne dan Jane
Serangan pertama
Perkenalan yang tidak wajar
Api yang tak akan padam
Harga diri dan keputusasaan
Dua sisi
Dibalik kegelapan
Tragedi Fuyuki
Tragedi Fuyuki (2)

Perbandingan yang tak setara

83 6 0
By Runni001

Disclaimer : BSD adalah milik Harukawa Sango sensei dan Kafka Asagiri sensei. Serial fate adalah milik Nasuverse dan Kinoko Nasu sensei beserta cabang-cabangnya (Lord El Melloi II case files adalah milik Sanda Makoto dan Mineji Sakamoto). Kesamaan karakter, latar, dan tempat hanyalah kebetulan semata dan untuk keperluan fanfiksi. Cerita bersifat AU (Alternate Universe). Akan dilakukan perbaikan EYD kedepannya.

.

.

It is not our differences that divide us. It is our inability to recognize, accept, and celebrate those differences - Audre Lorde

.

.

Selamat membaca!

.

.

Setelah mengetahui identitas Barbatos, Jane memutuskan untuk istirahat di rumahnya yang terletak tak jauh dari pusat kota. Semua servantnya bekerja, demi kelangsungan umat manusia. Ia bukan malas atau mengeluh, tapi ia memikirkan tentang siapa musuhnya dalam perang kali ini. Merebahkan badan ke kasur bukanlah solusi terbaik.

Ia tidak bisa tidur. Setelah mendengar ocehan El Melloi, ia terus saja terpikirkan oleh hal tersebut. Sembari ia menatap kotak yang berisikan Avalon, ia menyentuh material tersebut dan mengucapkan mantra. Perlahan-lahan benda itu merasuki tubuhnya dengan kilauan cahaya yang terlihat semu.

Bayang-bayang malam yang terasa begitu jauh terlihat dari pelupuk matanya. Sembari mengindahkan jejak-jejak kenangan yang terhempas oleh genangan waktu. Terasa dekat, namun juga jauh. Waktu telah menunjukkan pukul 10 malam, ia memutuskan untuk berlatih sihir di ruang bawah tanah.

***

Tidak cukup... hanya segini. Aku butuh lebih, kalau tidak banyak orang yang akan menjadi korban!Ia menggigit jarinya hingga berdarah karena ketakutan yang ia miliki walau perlahan menghilang karena kekuatan Avalon. Rasa takut kehilangan karena tak bisa menyelamatkan semua orang yang sudah mendarah daging. Bagaimana kalau dirinya tak bisa menyelamatkan kota dan justru kehancuran yang ia buat? Dengan pikiran bergerombol yang berusaha menjatuhkannya, Jane akhirnya pegi keluar mencari angin segar.

Mungkin dengan berjalan-jalan sebentar pikiranku bisa lebih tenang , begitulah pikirnya sebelum bertemu Dazai di taman kota sendirian.

"Kau keluar malam? Tumben sekali," berusaha bersikap dekat, Dazai menyuruhnya duduk di kursi. Jane menganggukan kepala dan duduk disampingnya sambil memandang sejenak langit malam yang penuh bintang.

"Aku hanya sedang bosan di rumah," jawabnya singkat.

"Bosan? Seorang magus sepertimu ternyata bisa bosan dirumah. Apalagi berkutat dengan mantra dan ramuan."

"Apa kau baru saja mengejekku?"

"Ah tidak... kau benar-benar defensif seperti Jeanne. Tsundere pula,"

"Aku minta maaf bila sikapnya merepotkan kalian. Aku tekankan kalau aku ini bukan tipe orang yang seperti itu."

"Oh, ayolah, jangan bersikap terlalu formal."

"Oke. Jadi... sedang apa kau disini, Osamu-kun? Kutebak kau pasti sedang mencari wanita yang bisa kau goda untuk bunuh diri ganda."

"Jawabanmu cukup kejam, nona konglomerat. Tetapi sayang sekali salah. Aku sedang menunggumu disini."

"Memangnya kalau aku tidak datang, apakah ada masalah?"

"Mungkin. "

"Hah?"

"Hanya bercanda. Ngomong-ngomong aku ingin mengucapkan terimakasih padamu,"

"Untuk apa?"

"Atas penyelamatanmu waktu itu. Para warga terselamatkan berkat dirimu," ia menjurus ke arah penyelamatan warga dari Demon god pillar Baal

"Aku hanya menjalankan tugasku,"

"Begitu ya. Kalau itu bukan tugasmu, apa kau tidak akan menyelamatkan mereka?"

"...... Aku akan selamatkan mereka dengan caraku sendiri."

"Kau selalu menjawab seperti itu, Jane Watson."

"Apakah ada yang aneh dengan jawaban yang kuberikan?"

"Tidak.... Mungkin, hanya pikiranku saja sedikit kacau hari ini. Soalnya, sedari dulu kau selalu ingin menyelamatkan orang lain. Bahkan, saat aku di mafia dulu kau tanpa pandang bulu menyelamatkanku dari usaha bunuh diri. Apa kau tidak takut kalau dirimu suatu saat tidak terselamatkan?"

"Bagaimana ya... menyelamatkan fisik suatu mahluk belum berarti menyelamatkan jalan pikiran dan juga mental yang dimiliki. Tapi, ada suatu keindahan tersendiri menyelamatkan orang lain. Takut? Mungkin lebih tepatnya aku bahagia bila tewas dalam keadaan menyelamatkan seseorang."

"Apa kau bisa benar-benar bahagia seperti ini?"

".... Entahlah. Mencari kebahagiaan itu tidaklah mudah, karena semua kebahagiaan yang dulu kumiliki telah lenyap. Kini, aku hanya bisa mengais kebahagiaan dengan cara seperti ini."

"Prinsipmu mengerikan,"

"Yah, maaf saja jika hal itu menyakitimu, tuan perban berjalan."

"Kau ini masih sempat meledekku dengan keadaan seperti ini. Lalu soal insiden Dead Apple..." kalimat yang pria itu ucapkan sedikit terjeda sesaat

"Kau masih memikirkan hal itu? Aku sudah lama memaafkanmu, kok. Yang lalu biarkanlah berlalu."

"....."

Termasuk membiarkanmu hampir tewas di tangan Agatha?

Ia melihat air muka pria bersurai coklat itu yang terlihat sedikit lebih pucat dari biasanya. Dari fisik terlihat belum menyentuh makanan selama seharian. Tergerak, Jane menarik pelan lengannya dan mengajaknya untuk makan malam di rumahnya.

"Kau belum makan bukan? Aku akan masakkan sesuatu di rumah."

"Aku sudah makan, belladona."

"Jangan bohong. Dari wajahmu saja sudah terlihat kau belum makan,"

"Kau tidak takut bila ada yang mencapmu wanita nakal dengan mengajakku pergi?" Jane menoleh sesaat kearahnya dan menjawab "Aku melakukan hal baik dan aku punya bukti."

Sesampainya di rumah, Jane memerintahkan Dazai untuk menunggu di meja makan sementara dirinya memasak.

Sudah lama sekali aku tidak kesini, jadi rindu... dirinya memutuskan untuk memeriksa keadaan ruang makan. Ruangannya tidak terlalu besar, hanya muat untuk sekitar 7-8 orang dewasa. Meja makan berberntuk persegi panjang dengan pelindung di ujung tiap sisi dan beralaskan kain berwarna biru muda. Lampu yang digunakan adalah LED. Namun, ada satu hal yang membuatnya penasaran, yaitu pada kursi. Tiap kursi telah diberi nama dan kursinya sendiri tertulis dengan kata 'tamu'.

Bryn, Sigurd, Jeanne, Dantes, Salieri, Gorgon, dan Jane, perlahan-lahan ia membaca nama yang ada di kursi. Karena iseng, Dazai mencoba kursi-kursi lainnya. Kursi milik Dantes rasanya sangat keras, milik Jeanne rasanya terlalu tebal, sedangkan kursi Sigurd rasanya padat seperti batu es. Kapok mencoba kursi lainnya, ia memutuskan untuk kembali ke kursinya sendiri.

Jane datang sambil membawa makanan yang siap dihidangkan, rebusan seafood.Perempuan itu menyajikannya dengan tempo sedang, diikuti asap bergerumul.

"Silahkan makan," tawarnya. Dazai dalam hati cukup kaget karena dihidangkan menu ini, bagaimana tidak? Porsinya itu sendiri untuk 4 orang dewasa dan hanya dia sendiri yang makan di meja.

"Kau tidak makan? Ini terlalu banyak lo,"

"Aku sudah makan dengan yang lain tadi. Jadi makanlah," pria itu mulai mencicipi makanan dengan menyesap kuahnya terlebih dahulu. Kaldunya benar-benar lembut dan segar dengan sedikit percikan lada untuk hangatkan badan. Terlihat beberapa potongan sayur berbentuk bunga tersusun diantara rebusan. Dazai dengan lahap memakannya, namun ia tidak sadar kalau Jane terus memperhatikan dirinya dengan seuntai senyuman.

***

Setelah menyelesaikan makanannya, Dazai kembali ke asrama tidak lupa dengan membawa beberapa makanan yang bisa dihangatkan besok pagi.

"Meskipun sudah lama dekat, ia tetap saja memberiku sebanyak ini. Sobatku satu ini aneh sekali," ia menatap sejenak makanan di perjalanan pulang, lalu melihat Jeanne tengah berpatroli mengawasi keadaan sekitar dengan motornya. Kondisi malam itu tidak terlalu ramai sejak kemunculan demon god pillar, dan bisa saja membahayakan kondisi warga sekitar. Lalu, ia tidak sengaja melihat seseorang yang mencurigakan diantara kerumunan warga yang berbelanja karena mata mereka berdua sesaat bertemu sesaat sebelum Chuuya menghampiri dirinya.

"Oi, perban. Kau masih hidup juga rupanya,"

"Dasar cebol. Ngapain kamu kesini? Kukira port mafia sedang bekerja malam ini."

"Hari ini aku diminta istirahat oleh Ane-san. Tch, babu sialan itu menghajarku tanpa ampun." eksekutif mafia itu terlihat mengenakan perban yang terlilit di badan hingga ke lehernya. Dazai tidak bisa menahan tawanya melihat kondisi mantan rekan kerjanya satu ini.

"Kau terlihat seperti manequin di rumah sakit. Tampaknya kau cukup ceroboh berhadapan dengan servant milik Watson-chan."

"Sialan kau Dazai! Eh, tapi darimana kau tahu?!?"

"Aku hanya menebaknya, ternyata aku benar..."

***

Brynhildr kembali ke rumah Jane setelah selesai berpatroli, dan ia melihat tuannya tengah menyiapkan makanan untuk para servant. "Brynhildr," panggilnya.

"Ya, master?"

"Kalian bisa makan duluan setelah semuanya kembali. Aku akan ke kantor pusat sebentar lagi."

"Baiklah,"

Ketika semuanya kembali, Dantes tampak menahan tawa mendengar cerita Sigurd. "Jadi seorang pengguna kemampuan menantangmu?" dan dibalas anggukan oleh pria itu. Sementara Jeanne langsung mengambil porsi makanannya, Gorgon langsung menuju kamarnya untuk istirahat. Salieri sendiri tampak lelah ditambah mengantuk, dan Brynhildr hanya bisa meringis melihat mereka semua.

"Bryn, dimana master?" tanya Salieri sambil membuka jasnya.

"Ia ingin ke kantor pusat sebentar. Mungkin ia ingin memberi laporan padanya,"

"Laporan ya...pekerjaan kita kali ini cukup sulit mengingat kondisi kejiwaan warga disini ditambah kondisi para pengguna kemampuan supranatural yang seenak jidat menjadikan mereka lebih superior,"

"Mau bagaimana lagi, Salieri-san. Kita ini hanya sekedar mahluk yang dianggap rendah oleh manusia kebanyakan,"

"Oi, Bryn. Aku tidak mau dipanggil rendah hanya karena dipanggil sebagai servant. Selain itu tolong tancapkan di kepalamu kalau kita semua membenci manusia." Gorgon keluar dari kamarnya dan menyambung pembicaraan mereka.

".....Aku tahu kok."

Sementara itu, di Counter Force, seorang pria tampak menunggu di lobi sambil melihat kondisi sekitar. Kantor pusat hari itu cukup ramai dengan servant dan beberapa mahluk mistis yang hilir mudik disana.

"Malam ini ternyata lumayan ramai," dan ia melihat seorang wanita menghampirinya dengan wajah agak bersalah.

"Maaf membuatmu menunggu, Oda-san."

"Ah, tidak apa-apa kok. Lagian jam pertemuan rapat nanti masih sekitar sepuluh menit lagi. Kau juga pasti sibuk dengan kegiatan di Yokohama, bukan? Belum lagi kau harus mengurus para servant disamping bekerja sebagai anggota Agensi sementara."

"..... Kau lupa bahwa dirimu servantku juga? Aku harus bertanggung jawab atas kehidupanmu"

"Aku tahu, master. Tidak mungkin aku hidup disini tanpa bantuanmu,"

"Oda-san... terkadang kau terlalu jujur dan membuatku sakit hati,"

Bersambung... 

Continue Reading

You'll Also Like

81.8K 16.2K 176
Jimin membutuhkan biaya untuk operasi transplantasi ginjal sang bunda namun dia bingung mencari uang kemana dalam waktu kurung 2 bulan. Sementara CEO...
226K 33.8K 61
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
300K 22.9K 104
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
45.1K 4K 84
#taekook #GS #enkook "Huwaaaa,,,Sean ingin daddy mommy. Kenapa Sean tidak punya daddy??" Hampir setiap hari Jeon dibuat pusing oleh sang putra yang...