Bintang

By fhateiliya

516K 45.2K 1.8K

(COMPLETED) Cover : Uswatun Hasanah Bintang bersinar begitu terang menandakan ada pekat yang menggenggam mala... More

Big Bang
Sirius
Arcturus
Alpha Centauri A
vega
Rigel
Procyon
Archernar
Betelgeuse
Altair
Aldebaran
Spica
Antares
Pollux
Regulus
Orion
AlNilam
Polaris
Bellatrix
Alnitak
Nebula
Bintang Senja
SEQUEL BINTANG

Canopus

23K 2.3K 95
By fhateiliya

(*) Canopus (α Car / α Carinae / Alpha Carinae) adalah bintang paling terang di rasi Carina, dan merupakan bintang paling terang kedua di langit malam, setelah Sirius, dengan magnitudo tampak −0.72.

Malam yang pekat tak membuat serta merta Bintang ini bersinar. Dia tertunduk dengan air mata menggenang. Sedangkan Senja berlalu tanpa ucap.

Pikiran perempuan itu terhempas kepada masa mereka remaja. Di mana Bintang memakai seragam putih biru dan lelaki itu putih Abu. Usia mereka yang terpaut tiga tahun saja.

"Bintang."

"Hmmmmm."

"Kebahagiaan apa yang kamu mau? Nanti akan aku carikan untukmu, Aku tak senang melihatmu muram. Aku tak senang kamu sedih karena alasan apapun. Aku tak suka." Gerutu lelaki itu melihat Bintangnya menangis sesegukan di hadapannya.

"Senjaaaaaa, Aku ingin bahumu bukan omelanmu." Ujarnya.

Senja merangkul bahu gadis remaja itu. Membawa kepalanya bersandar dibahunya.

"Kenapa diciptakan air mata? Melihatnya jatuh dipipimu saja membuatku tak kuasa." Omel Senja lagi sambil mencebikkan wajahnya kesal.

Sedangkan Bintang hanya asyik dengan air matanya. Tangannya sibuk menghapus air mata yang jatuh dipipinya.

Mengingat itu Bintang menangis seorang diri.

Senja diruang tamu panti hanya terdiam memperhatikan anak-anak yang sudah mau beranjak tidur. Jingga terlihat menatapnya karena sudah menyelesaikan dongengnya.

Terlihat Bintang datang. Mengintruksikan untuk anak-anak tertib menuju tempat tidurnya.

"Kak Bintang menangis?" Tanya anak-anak nyaring sekali.

"Enggak. Kata siapa kakak nangis."

"Mata kakak merah. Pipinya juga."

Jingga menatap Bintang juga Ibu Panti. Sadar dirinya diperhatikan, Bintang langsung membawa anak-anak masuk kamarnya.

"Terimakasih sudah meluangkan waktu kesini." Ujar Ibu Panti kepada Jingga.

"Jingga senang datang kesini. Hangat sekali suasananya."

Senja pun berdiri dari duduknya. Ibu Panti menyentuh lengan lelaki itu.

"Sebentar, Bintang. Tamu kita mau pamit." Teriak Ibu Panti.

Bintang tidak berapa lama muncul dengan mata yang masih sembab seperti tadi. Mata Senja langsung menatap tajam.

"Ahh iya. Mba Jingga terimakasih sudah ke sini..Maaf merepotkan."

Jingga tersenyum tulus sekali sambil menggeleng pelan menandakan tidak masalah.

"Dan Senja. Makasih juga untukmu." Ujar Bintang berusaha terdengar biasa saja.

Mata mereka bertemu. Tertangkap jejak air mata dari mata Bintang. Senja membuang pandangan matanya dan berlalu tanpa pamit.

Langkahnya tergesa. Sampai Jingga harus berlari kecil mengikuti langkahnya. Selama dalam mobil tingkah lelaki ini aneh.

Sorot matanya begitu tajam menatap jalanan yang dia lewati.

"Senja. Apa ada masalah?"

"Aku hanya lelah." Jawabnya singkat.

"Perihal ucapanmu tadi di depan anak-anak. Benarkah itu?"

"Ya."

Jingga terlihat salah tingkah. Mengingat tadi Senja mengakui mereka sedang berpacaran.

"Bisa berikan alasannya kenapa begitu?" Tanya Jingga.

"Alasannya karena itu kamu. Sudah cukup bagiku." Jawab Senja langsung membuat Jingga bahagia setengah mati.

Senja mengantarkan dahulu Jingga ke rumahnya. Sampai di depan rumahnya. Senja juga ikut turun.

Jingga terlihat kikuk sekali.

"Aku masuk dulu ya."

Senja hanya mengangguk mencoba menyunggingkan sebuah senyum dari wajahnya. Setelah Jingga masuk ke rumahnya dia pun melajukan mobilnya kembali ke kediamannya.

DiPanti. Dikamarnya, Bintang sedang menulis sesuatu di atas buku. Sampai suara ketukan pintu menghentikan kegiatannya.

"Ibu boleh masuk?" Ujarnya dari luar.

"Masuk saja bu."

Ibu Panti masuk dengan senyum hangat. Senyum yang selalu mampu membuat Bintang merasa baik-baik saja.

"Ibu ke sini ingin mempertanyakan soal tangismu itu."

Bintang tersenyum.

"Ibu ayolah, Bintang tidak kenapa-kenapa."

"Kamu mengingat ibumu lagi?"

"Tidak ibu." Jawab Bintang langsung memekarkan sebuah senyum diwajahnya.

Ibu Panti mengelus kepalanya.

"Dulu, Saat kamu nangis hebat. Ibu ancam akan dibilangin kepada Senja. Tangismu akan reda langsung."

Bintang tersenyum tapi tak dapat menyembunyikan sedih dari wajahnya.

"Ada apa dengan kalian ini?"

Bintang hanya bungkam seperti biasanya. Tidak menjawab pertanyaan sama sekali.

"Dulu, Kamu bilang. Jangan bilangin Senja, Aku menangis Ibu, Nanti dia sedih dan aku tidak suka melihat dia sedih. Ikatan kalian kuat sekali saat itu. Yang satu sakit, Satunya ikutan sakit. Kayak anak kembar."

Bintang menunduk dan air matanya pecah saat itu juga. Dia hanya menangis sambil memeluk ibu pantinya tanpa mengatakan apapun. Ibu Panti hanya menenangkan tidak mencari lebih jauh apa yang sebenarnya terjadi antara Bintang dan senja.

***

Ke esokan paginya. Bintang sudah seperti sedia kala. Ceria dan mengayomi anak-anak panti. Setelah meyelesaikan amanahnya. Dia pun pergi ke kantor.

Kantor yang sudah seperti keluarganya. Di loby kantor dia berpapasan dengan Isterinya pimpinan perusahaan ini.

"Bu Ai, Mau kemana?" Tanya Bintang melihat perempuan muslimah itu akan keluar kantor padahal masih pagi.

"Melupakan tas kerja pak suami dimobil." Ujarnya sambil nyengir.

Bintang hanya tersenyum kecil. Sudah tidak aneh melihat perempuan ini melupakan apapun. Kalau pak Reynand selalu bilang. Tak apa kamu mudah lupa terhadap apapun asal jangan lupa sama suamimu saja.

Mereka sudah dikaruniai satu anak perempuan menggemaskan sekali namanya Rania, Yang selalu ikut ke kantor. Maka kenapa kantor ini menjadi tempat nyaman karena agar Rania nyaman di sini berbaur bersama para karyawan.

Didivisinya bekerja. Bulan sahabatnya sudah ada di meja kerjanya. Di balik kubikel manis itu.

"Pagi Bintang, dapat pesan dari pak langit. Kalau Bintang datang disuruh ke ruangan katanya." Ujar Bulan dengan wajah penuh godaannya.

"Eh ngomong-ngomong semalam heboh digroup Wa perusahaan. Menu kantin hari ini dimasak koki spesial ya." Ujar Bintang sambil menyimpan dulu tasnya sebelum menemui Managernya itu.

"Iyupz. Ini hari pertama Koki itu bekerja. Aku penasaran setampan apa wajahnya dan makanannya." Celoteh Bulan.

Bintang hanya menggeleng dan langsung pamit untuk masuk ke ruangan Pak Langit.

"Assalamualaikum. Pagi pak." Sapa Bintang.

"Wa'alaikumsalam. Pagi. Duduklah, Ada yang mau dibicarakan denganmu."

Bintang langsung duduk disofa ruangan itu. Langit pun menghampirinya dan duduk di hadapannya hanya tersekat meja kaca di tengah mereka.

"Nanti jam makan siang, Kamu ikut meeting bareng Surya Pratama ya."

"Ouh baik pak."

"Pak Reynand akan membuat kembali Hotel. Surya Pratama sudah menjadi arsitek andalan perusahaan. Terlebih kamu dekat dengan beliau. Jadi lebih asyik bekerja samanya."

"Baik pak. Hanya mungkin menu baru kantin perusahaan kita tidak akan mencicipi ya." Sesal Bintang sambil becanda.

Langit tertawa, Kata para karyawan tawa pak Langit itu bikin kaum hawa gemeteran saking merdunya.

Langit Sadewa. Seorang lelaki muda dengan perawakan tinggi tegap dengan alis tebal membingkai kedua mata hitamnya.

"Kamu ini, Makanan mulu yang dikhawatirin. Sudah, Nanti berangkat bareng saya ke sananya."

Bintang mengangguk dan berlalu dari ruangan bos divisinya itu. Sebelum jam makan siang, Langit sudah keluar dari ruangannya.

"Bintang, Kita berangkat."

"Berangkat kemana pak? Sama Bintang mulu?" Tanya para Karyawan menggoda.

"Sudah, Kerjakan kerjaan kalian sebentar lagi jam makan siang. Jangan kebanyakan menggoda saya." Tegurnya tapi dengan nada becanda.

Mereka beriringan berjalan ke luar kantor.

"Pak Reynand, Menyusul katanya. Kita ke restoran Hardinata terlebih dahulu saja. Takut pak Surya datang belum ada siapa-siapa."

Bintang mengangguk. Lalu langkah Langit terhenti.

"Kamu tunggu dulu sebentar di mobil ya. Saya ada perlu dulu sebentar."

Bintang mengiyakan dengan membawa tas kerja milik lelaki ini juga. Langkahnya diloby dengan tas Langit ditangannya membuat pak satpam tersenyum menggoda.

"Di mana Pak langitnya mba?"

"Ada perlu dulu katanya pak."

Satpam hanya mengangguk penuh arti. Bintang pun langsung masuk ke mobil Atasannya itu dan duduk dengan nyaman. Tidak berapa lama Langit datang dengan membawa kresek putih ditangannya.

Dia masuk dan langsung duduk dikursi kemudi dan memberikan kresek itu ke Bintang.

"Apa ini pak?"

"Menu kantin hari ini, Biar kamu gak penasaran."

Bintang membukanya dan benar saja isinya makanan.

"Hanya cuci mulutnya saja. Makanan beratnya, Nanti kamu kekenyangan pas lagi makan siang hari ini."

Langit selalu mengerti seperti ini. Dengan diamnya. Apa yang Bintang inginkan selalu dia laksanakan tanpa sepengetahuan Bintang sama sekali.

Ada kue dengan parutan keju yang sudah dipanggang. Terlihat enak sekali.

"Kokinya seorang lelaki. Tampan." Jelas Langit.

"Lalu kalau tampan kenapa pak?"

"Ya, Siapa tahu kamu suka, Seperti sedih waktu gak bisa makan menu kantin hari ini."

"Saya gak sedih kok. Hanya menyayangkan."

"Makanya saya bawain, Takut lagi meeting yang keluar dari mulutmu. Menu kantin hari ini apa ya."

Bintang tertawa mendengar ledekan Langit. Bersama lelaki ini Bintang selalu bisa tersenyum dan tertawa dengan leluasanya.

Di Restoran Hardinata. Di mana meeting hari ini diadakan. Senja duduk bosan bersama Ayahnya dan Jingga.

"Indonesia pun tak kalah menyenangkan dari London." Ujar Surya.

"Apa Klien yang meminta jasa kita, Biasa datang terlambat seperti ini?" Tanya Senja kesal.

"Bukan terlambat, Kita yang datang lebih awal saja, Papa lebih senang nungguin daripada ditungguin."

Senja hanya menggeleng sambil kembali membuka tabletnya. Memantau kantor arsiteknya yang ada di London sana.

Bintang dan Langit berjalan ke arah mereka dengan obrolan seru. Saat melihat dari jauh siapa yang duduk dimeja itu. Langkah Bintang menjadi melambat.

"Kenapa lagi?" Tanya Langit sambil menarik pergelangan tangan Bintang.

"Enggak. Hehehe."

Langit melepaskan tangannya dari pergelangan Bintang. Dia langsung menyapa para tamunya.

"Siang pak Surya, Selalu malu kalau sama pak Surya ini. Saya terlihat telat selalu." Ujar Langit sambil menyalami Surya.

"Tidak apa, Anda on time seperti biasanya. Ini kenalkan putra saya. Senja Prtama."

Senja ikut berdiri dan menyalami Langit.

"Senja Pratama, Arsitek kesayangan kerajaan Inggris. Saya sering mendengar arsitektur bangunannya seperti karya seni. Luar biasa sekali bisa bertemu. Kenalkan ini Bintang, yang menemani saya hari ini." Ujar Langit memperkenalkan.

Bintang terlihat canggung dan menyalami Senja dengan Formal.

"Kenapa kalian seformal ini. Bintang mengenal baik saya, Jadi putra saya pun mengenalnya." Ujar Surya.

"Ahh iya. Saya melupakan itu." Timpal Langit santai.

Jingga yang ada di sana hanya tersenyum saja. Karena mereka sudah sering bekerja sama.

Mereka pun duduk dan langsung memesan makanan sebelum meeting dimulai sambil menunggu pimpinan mereka.

"Saya pesankan air putih saja untuk Bintang ya." Ujar Langit mulai.

"Pak." Rengek Bintang sambil mencebikkan bibirnya.

"Dia sudah makan menu kantin perusahaan hari ini, Tapi heran tetap lapar." Jelas Langit membuat Surya dan Jingga tertawa tapi tidak dengan Senja.

"Bintang hanya makan Kuenya saja. Bukan nasi."

"Baiklah, Mau pesan apa kamu?" Tanya Langit  sambil menyodorkan buku menu karena mereka duduk bersisian.

"Jadi benar ya gosip bahwa kalian bersama itu?" Tanya Jingga.

Langit tertawa. Bintang diam seribu bahasa.

"Kurang tahu saya. Bagaimana Bintang menurutmu?" Tanya Langit membuat Bintang terkesiap.

"Saya juga tidak tahu."

Langit tertawa. Jingga pun demikian. Senja lelaki itu tetap fokus dengan tabletnya tanpa terganggu dengan kehebohan ini.

Makanan terhidang. Mereka langsung mulai makan dengan Langit dan Surya membicarakan bisnis mereka. Reynand pun tidak berapa lama datang seorang diri mengintrupsi sedikit acara makan siang mereka.

Setelah ini berlanjut dengan pembicaraan proyek baru perusahaan Hardinata.

"Yang akan menanganinya kali ini. Putra saya. Jika Pak Rey berkenan." Ujar Surya.

"Untuk alasan apa saya tidak berkenan. Senang bekerja sama dengan arsitek muda berbakat ini." Jawab Rey.

"Saya melihat bangunan hasil rancangannya. Selalu ada tempat untuk melihat Bintang ya?" Tanya Reynand kali ini.

Senja kali ini bersuara.

"Ya, Benar."

"Wuah. Pasti ada alasan di balik itu semua?" Tanya Rey lagi.

"Selalu ada alasan, Tapi biarkan alasan itu tak dimunculkan ke permukaan. Mempertahankan kemisteriusan itu harus tetap diam walaupun kita ingin membeberkan segala hal." Jelas Senja.

Reynand mengangguk dengan senyum takjub.

"Ngomong-ngomong soal Bintang. Karyawan saya ini juga namanya Bintang nih dan satunya Langit." Ujar Rey.

"Langit dan Bintang serasi ya pak?" Tanya Langit.

"Seriusin. Lelaki itu tindakannya yang dikedepankan bukan omongannya." Omel Rey.

Langit hanya mengangguk saja. Sedangkan Bintang memang diam sedari tadi.

"Bintang tanpa Langit. Mustahil ada. Tapi Bintang tanpa Senja. Kurasa akan baik-baik saja." Timpal Jingga seolah becanda.

Senja diam tanpa bersuara dengan Bintang pun melakukan hal yang sama. Tak ada kata untuk ikut nimbrung dalam candaan yang terasa menyesakkan dada.

***

Pagii..aku datang membawa Bintang...Akan mulai buat jadwal Up ya..

Jadwal Up Bintang Hari Selasa dan kamis.. Semoga aku bisa konsisten..

Selamat membaca..^^

(*) Sumber : Belajarsemesta.blogspot.com

Continue Reading

You'll Also Like

23.9K 1K 23
Tentang anak berandalan yang di jodohkan dengan CEO yang sangat amat terkenal di kota nya. Ini tentang MARKNO ‼️ Jangan salah lapak‼️ BXB‼️ BL‼️ ga s...
22.4K 1.4K 37
(G A B U T) ditulis dengan hati, diciptakan dengan kegabutan, dan dirasakan dengan kenyataan bertemu dengan'mu adalah takdir, tapi jatuh cinta dengan...
3.4K 177 37
Rindu itu selalu curang,bertambah tanpa pernah tau caranya berkurang
27.5K 1.8K 31
[antologi puisi] duduklah, kan ku suguhkan kidung-kidung yang terasingkan. mi-casa, 2018 [] start : 2018/11/11 finish : 2019/08/25 pict from Pinterest