RUANG LUKA (END)

By abie_abdul

2.6K 120 6

(BUKU RUANG LUKA by OnePeach Media READY DI SHOPEE DAN BLIBLI) "Patah hati diciptakan semesta bukan tanpa ala... More

Prolog
(Part of Kelana) SATU - AKU KELANA
DUA - ARUNA DAN DYLAN
TIGA - KISAH BARU
EMPAT - SEBUAH KATA HILANG
LIMA - TIKET MENUJU PERTEMUAN
(Part of Kanaya) ENAM - PATAH HATI
TUJUH - EPISODE LUKA
DELAPAN - MAHESA
SEMBILAN - PINTU HATI
SEPULUH - BERTEMU BIRU
SEBELAS - BUNGA MAWAR
DUA BELAS - DEAR BIMBANG
TIGA BELAS - PERTH DAN KELANA
EMPAT BELAS - PAMERAN DAN PEMERAN
LIMA BELAS - PERTEMUAN KEDUA
ENAM BELAS - RUANG HATI
TUJUH BELAS - RAHASIA MAHESA
SEMBILAN BELAS - PERPISAHAN SESAAT

DELAPAN BELAS - LUKA YANG KEMBALI HADIR

55 3 0
By abie_abdul


AKU MENIMANG NIMANG – kartu nama milik Kelana. Aku sedang mendiskusikan tentang perjalanan ku ke Bandung untuk bertemu dengan Kelana, kini hati dan pikiran sepakat ingin cepat-cepat bertemu dengan Kelana karena rindu tak ingin kembali tertahan oleh sebatas mimpi. 

"Jadi lu sama Mahesa nggak jadian?" Kata Maya esoknya di kantin belakang kantor
Aku menggeleng.

"Iya sih, nggak baik juga memberikan harapan terlalu lama untuk orang sebaik Mahesa dan juga ga baik membohongi perasaan yang sebenarnya lu sendiri ga punya buat Mahesa"

"Tapi jujur gue ga enak sih, May"

"Pasti. Tapi ya untuk apa juga lu menjalin hubungan atas landasan ga enak, cinta kan ga sesederhana itu, Nay. Lalu rencana lu kedepan apa?"

"Gue harus ke Bandung, May"

"Jadi lu mau nyamperin cowok yang lu temuin di Perth. Siapa namanya?"

"Kelana," balasku

"Nay. Gue boleh menanyakan sesuatu, emang sih ini bukan urusan gue. Tapi gue penasaran aja"
Maya mendadak serius, jika sudah begini pasti ada hal yang benar-benar mendesak dirinya.

"May, kita temenan dari jaman kuliah. Cerita aja kali"

" sli gue ga enak harus bilang ini, tapi apa benar lu udah benar-benar lupa dengan Biru?"

DEG!

Entah kenapa serta dengan alasan apa Maya mengungkit tentang Biru, sebenarnya aku tak ingin kembali membahas tentang Biru. Tapi untuk apa juga Maya menanyakan hal itu.

"May, jujur dengan gue bertemu dengan Kelana, luka yang Biru tinggalkan sedikit menghilang. Dan kamu harus tahu bahwa Biru telah meninggalkan aku begitu saja, sakit itu masih ada. Tapi aku mencoba menyebuhkan hati bertahun-tahun, dan aku sadari ruang hatiku bukan untuk Biru saja, tapi juga orang lain yaitu Kelana. Dan kenapa lu mendadak menanyakan hal ini?"
Maya gelagapan, ada perasaan tidak enak dari raut wajahnya. 

"Nggak apa-apa,Nay. Gue kadang mikir aja ketika lu sudah dengan orang lain tiba-tiba Biru datang dengan penjelasan yang mungkin masih lu butuhkan"

"Dan jikapun dia kembali. Aku mungkin bisa menerima penjelasan namun tidak untuk membuka hati kembali"

Maya menghela nafasnya lalu mengangguk menerima segala jawabanku atas pertanyaannya. Maya adalah orang yang mengenalkan aku dengan Biru pun Maya yang juga menyuruhku untuk dekat dengan Mahesa ketika tahu aku telah dikecewakan oleh Biru. Lantas kenapa Maya menanyakan hal tentang Biru ketika aku mencoba dekat dengan Kelana?

*** 

AKHIR PEKAN – menjemputku sebagai sesuatu yang menyenangkan. Jumat malam aku menyiapkan segala hal yang aku perlukan, aku segera menjemput hatiku yang tertinggal pada lelaki bernama Kelana. Bermodal kartu nama yang diberikan Mahesa aku siap mengarungi Bandung esok hari. Ketika aku sedang mebereskan pakaianku didalam koper, sebuah benda mungil berbentuk menara the bell tower terjatuh. Itu adalah miniatur the bell tower yang sengaja aku belikan sebagai oleh-oleh untuk Darren. Namun aku semenjak kepulanganku dari Perth, aku belum bertemu dengannya. Dan malam ini aku mencoba mengunjungi rumahnya.
Sebuah mobil terparkir didepan rumah Darren, dan itu artinya Darren sedang berada didalam rumahnya. Aku mengetuk pintu beberapa kali, tidak ada jawaban. Pintu berdecit terbuka sendiri, perlahan aku membuka pintu rumah Darren dan ini untuk kali pertama aku masuk rumahnya. Rumah bercat coklat dengan beberapa kayu sebagai ornamen utama. Sebuah soffa berwarna coklat menantang tungku perapian didepannya, ada seseorang menghadap tungku perapian. Duduk disebuah soffa, matanya tertuju pada api yang sedang melumat. Perlahan aku mendekati lelaki itu. 

"Permisi, Darren" Kataku pelan

Perlahan lelaki yang berada didepan perapian itu berdiri lalu bangkit. Dia memalingkan wajahnya ka arahku dan mendadak nafasku sesak. Miniatur the bell tower terjatuh pada lantai lalu memental ke sembarang arah. Lelaki itu bergidik, aku mengenalnya. Dia bukan Darren, dia adalah lelaki yang meninggalkanku. Dia adalah Biru. 

Biru didepanku dengan wajah yang sangat berbeda. Biru pucat dengan badan yang mengurus, Biru tampak ringkih. Nafasnya tersengal, wajahnya seperti kesakitan, satu tangannya tak pernah lepas memegang dadanya. 

Aku tak kuasa berdiri, kakiku lemas dan nyaris terjatuh jika tidak ada Darren yang menopang tubuhku. Darren dibelakangku. 

"Darren. Sebenarnya apa yang terjadi?"  

"Tanyakan saja semuanya padaku, Nay. Aku disini" Biru berusaha menjelaskan walau terbata.

"Dia adalah pasien yang aku ceritakan kepadamu beberapa waktu yang lalu"

Hatiku melengos,pikirku menjelajah pada obrolan aku dengan Darren tentang pasien yang sedang dirawat oleh Darren. Pasien itu mengidap kanker hati, dan dia adalah Biru. Aku mencoba  menerima bahwa ini adalah nyata.

"Kita perlu bicara banyak," Kata Biru

"Aku setuju" singkatku 

*** 

AKU DAN BIRU – saling diam cukup lama, tidak ada kata-kata yang mengapung untuk mengawali kecanggungan ini.  Darren memberikan aku ruang untuk mendengarkan hal-hal yang akan terucap dari Biru. Sesekali Biru terbatuk, satu tangannya masih setia mengelus-elus dadanya sambil meringis menahan tangis.

"Kamu, apa kabar?" Biru berusaha mengawali percakapan malam itu.

"Seperti yang kamu lihat. Aku baik" kataku bergetar

"Kamu sendiri?" Lanjutku

"Seperti yang kamu lihat sendiri. Sekarat" jawabnya sambil tersenyum

Aku meringis dibuatnya. Biru tak lagi sama, dia benar-benar kurus. Rambutnya pun berantakan tak terurus begitu pun dengan kumis serta jenggot yang dia biarkan merambat sesuka hati. Biru kacau, sangat kacau. 

"Nay. Maafkan aku, aku tidak bermaksud menyakitimu. Uhuk" Lanjutnya

Aku mengangguk perlahan, entah kenapa aku sulit menatap keadaan Biru. Darren kemudian mendatangiku dan Biru, memberikan beberapa butir pil kepada Biru. Aku mengamatinya seksama. Kemudian Darren kembali masuk.

"Aku sudah memaafkanmu jauh sebelum malam ini"

"Terimakasih"

"Anytime "

"Lalu kenapa kamu lebih memilih pergi?" kataku

"Seperti yang kamu lihat"

"Sakit bukan sebuah alasan untuk membuat aku sakit juga kan?"

"Tidak seperti itu, Nay. Justru aku tidak ingin kamu menderita dengan apa yang aku alami"

"Biru. Cinta itu tidak memandang kekurangan pasangan, cinta itu harus saling menguatkan apapun yang terjadi. Dan aku yakin kamu tahu hal itu"

Biru terdiam, bibirnya tersungging. 

"Aku menyayangimu lebih dari apapun, Nay"

"Aku tahu, lalu?"

"Maafkan aku jika sayang aku terkesan salah dimata kamu. Aku hanya tidak mau membuat kamu khawatir" 

"Aku menunggu penjelasan kamu bertahun-tahun. Dan apa yang aku dapat?. Hanya kekecewaan"

"Aku yang salah. bukan kamu – "

"Aku hanya ingin kamu bahagia. Dan kamu sudah bahagia sekarang"

" Aku harap begitu" balasku singkat.

"Aku masih mencintaimu, Kanaya" 

Keheningan kemudian mengudara lagi, aku dan Biru seperti sedang mereka-reka sebuah kalimat agar tak saling tersakiti. Biru kemudian terbatuk berkali-kali, tangannya dengan sigap mengusap cairan berwarna merah yang merembes di hidungnya. Dengan sigap aku menghampirinya, membantu mengusap darah yang mengalir deras. Aku memanggil Darren keras, tak lama Darren keluar. Mengggotong tubuh Biru yang melemah, air mata tak kuasa aku tahan. Aku mengkhawatirkan Biru, selalu. 

"Darren apa yang terjadi?" 

"Kita harus bawa Biru ke rumah sakit secepatnya"

*** 

SESAMPAINYA DIRUMAH SAKIT – dalam lemahnya keadaan Biru. Biru sama sekali tidak pernah melepaskan tangannya dariku, kehangatan mengaliri tangannya. Bibirnya tak henti mengucap satu kata, namaku. Biru membutuhkanku teramat. 

Air mata tak berhenti menetes dari mataku, Darren dengan sigap mengantar Biru ke sebuah ruangan UGD. Wajahnya juga panik, sesampainya diruangan, dua perawat menghalauku agar tidak masuk keruangan. Darren menenangkanku lalu masuk keruangan itu. 

" its gonna be alright, trust me"

...

Dua jam aku menunggu kabar tentang Biru, tak lama Darren keluar dikawal dua perawat. Darren menghampiriku yang duduk tak jauh dari pintu ruang UGD. Darren duduk disampingku, membuka maskernya. 

" Biru lemah, hatinya sudah benar-benar lemah. Kanaya"

Aku mengatupkan kedua tanganku yang bergetar, air mataku kembali deras. Darren kemudian menjelaskan tentang kemungkinan-kmungkinan yang terjadi. Salah satu hal yang paling membantu  Biru adalah Biru harus sesegera mungkin mendapat pendonor hati. Darren juga menegaskan bahwa keberadaan aku disamping Biru juga tak kalah penting. 

" Sebenarnya gue sudah mencoba untuk mencari pendonor hati untuk Biru. Gue sengaja bolak balik Jerman. Ada hati cocok untuk Biru, tapi ditentang oleh keluarganya – ini bukan hal yang mudah di dunia kedokteran. Dan minggu kemarin  gue kembali ke Jerman memastikan ada hati yang siap di donorkan untuk Biru. Tapi aku tidak menemukan apa-apa –" 

" Biru yang meminta gue untuk tinggal dekat dengan rumah lu. Dengan begitu Biru bisa melihat lu dan itu merupakan asupan semangat untuk Biru dan itu berhasil bertahan beberapa bulan –"

" Dan orang yang mengirimkan satu tangkai bunga mawar putih setiap hari kerumah lu itu adalah gue. Atas nama Biru pastinya –"

" Biru sempat drop beberapa hari ketika kamu mulai menjalin hubungan dengan Mahesa, Biru masih tidak rela jika kamu dimiliki orang lain sedang dia juga tak ingin kamu tahu tentang dirinya –"

"Dan juga lu gak usah khawatir tentang keberadaan Biru disebuah Mall yang tak sengaja bertemu dengan lu itu. Perempuan itu kakak ku dan anak kecil itu keponakanku, Biru hanya ingin sekedar mencari angin setelah pulang kemoterapi waktu itu" 

" Gue pikir..." kataku menggantung

" Bukan, jelas perempuan itu bukan siapa-siapa Biru, Nay – "

" Biru selalu akan mencintai kamu, Nay. Tidak pernah seharipun dia tak membahas tentang kamu. Please stay with him, cause he's need you. A lot"

" Dan gue akan disamping dia. Selalu"

Tidak lama seorang perempuan berdiri diantara aku dan Darren. Dia adalah Maya,Maya memelukku erat. Air matanya tumpah. Dan keberadaan Maya diundang oleh Darren, Maya ditugaskan untuk menemaniku dan juga menjelaskan hal yang sama sekali aku tak duga. Jauh sebelum malam ini ternyata Maya sudah mengetahui keberadaan Biru dirumah Darren. 

" Malam sebelum kita berangkat ke Perth, tanpa sengaja aku melihat Darren menggotong Biru dijendela kamar lu, Nay. Maafin gue karena entah harus menceritakan dari mana"

Keanehan sikap Maya pun kini terungkap, tentang Maya yang sering membahas Biru bahkan Maya seperti memberikan sebuah sinyal bahwa dia tahu tentang Biru namun Maya tak pernah menemukan bagaimana cara memberitahuku sebelum aku sendiri yang tahu tentang Biru malam ini.

To be a continued..

Continue Reading

You'll Also Like

2.5M 31.4K 29
"Lebarkan kakimu di atas mejaku! Aku ingin melihat semua yang menjadi hakku untuk dinikmati!" desis seorang pemuda dengan wajah buas. "Jika aku meny...
18K 2.3K 39
Kata rindu menguap hilang bersama lembayung senja yang mengerikan, detik masih menjadi kendala terbesarku, dan dirimu masih tetap menjadi penyesalan...
6.2K 581 11
Hanya kisah seorang farzana aurelia, perempuan yang memiliki tubuh sedikit berisi, dan karena itu lah dia mendapatkan perlakuan yang berbeda dari sau...
1.8M 60.5K 69
Cinta atau Obsesi? Siapa sangka, Kebaikan dan ketulusan hati, ternyata malah mengantarkannya pada gerbang kesengsaraan, dan harus terjebak Di dalam n...