For My Bad Boy 2

By Blue_Blossom07

46.7K 2.8K 616

For My Bad Boy 2 Rate : T Genre : Romance/Drama, Friendship Disclaimer : Naruto Belong to Masashi Kishimoto :... More

0.0
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11

Chapter 8

2.7K 206 15
By Blue_Blossom07

Chapter 8 : Is it a Fail?

:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

"Hufft" gadis dengan surai coklat di cepol dua itu berjalan terseot-seot menuju kelasnya. "Ck, sedikit lagi" gumannya ketika dirinya hampir menjangkau pintu kelasnya. Namun langkahnya terhenti kemudian berduduk menyander di dinding karena nyeri yang dirasakan pada pergelangan kakinya. "Ugh, kenapa bisa sesakit ini sih".

"Kau yakin bisa menang dengan keadaanmu itu?" gadis itu menoleh dan langsung mendengus dengan wajah masam ketika tau siapa yang menegurnya.

"Kau tenang saja, aku tidak akan mengecewakan Hyuga's Dojo" dengus gadis itu. Sementara pemuda bersurai coklat panjang itu menghela nafasnya pasrah akan sikap judes dari gadis bercepol itu. "Lagipula apa yang kau lakukan di sini? Kenapa kau belum pulang?".

"A'a, aku ada latihan basket dengan teman-teman tim ku. Mm... perlu ku bantu?" dengan cepat gadis itu menggeleng dan mencoba untuk berdiri. Yah, usaha yang tidak sia-sia. Gadis itu berhasil bangkit meski harus menahan sakit yang amat sangat.

"Tidak perlu, aku bisa jalan sendiri dan... kelasku sudah dekat" ujarnya. Gadis itu mulai melangkahkan kakinya, seperti tadi... gadis itu berjalan dengan terseot-seot dan meninggalkan Neji. Pemuda itu menatap kepergian Tenten dengan raut khawtir namun setelahnya pemuda itu tersenyum, dalam hati dia yakin kalau gadis yang diam-diam mulai disukainya itu akan baik-baik saja. Ya begitu pikirnya saat pemuda itu berbalik meninggalkan tempat itu tapi...

'Bruk'.

"Argh" histeris seseorang dan pemuda itu jelas tau siapa pemilik suara itu. Dengan langkah seribu Neji berbalik dan berlari menuju Tenten.

"Kau baik-baik saja?" tanya pemuda itu sembari bersujud dan merangkul tubuh Tenten hingga membuat gadis itu tersentak atas apa yang dilakukan pemuda itu.

"U-um, ya."

Neji segera mengecek pergelangan kaki Tenten, namun dia tidak tau separah apa kaki gadis itu sekarang karena kakinya sedang di perban. Pemuda itu menyentuh sedikit perban itu dan Tenten langsung meringis, mungkin lebih parah dari yang pemuda itu perkirakan.

"Kenapa kau bisa sampai seperti ini?" tanya pemuda itu dengan tatapan menajam dan syarat akan rasa khawatir.

"Yah, aku jatuh dari tangga dan tangganya menimpa kakiku."

"Kenapa bisa jatuh dari tangga? Memang apa yang kau lakukan?" yup, pemuda itu tau seberapa cerobohnya gadis itu dan pemuda itu sangat khawatir akan kebiasaan buruk gadis bercepol itu.

"Kenapa aku harus memberitaumu?" Neji terdiam, benar yang dikatakan Tenten. Hubungan pertunangan mereka sudah putus dan persahabatan mereka juga sedang renggang.

"Maaf kalau aku terlalu banyak bertanya... tapi... biarkan aku tetap bisa mengkhawatirkanmu sebagai sahabatmu, jika kau butuh bantuan, tolong katakan saja padaku. Dan jika kau tidak mampu, jangan paksakan dirimu itu akan menyakiti dirimu sendiri" Tenten hanya mengangguk santai menanggapi ucapan Neji, dan pemuda itu hanya menundukkan wajahnya menghindari tatapan Tenten padanya.

"Oh kue cepol, kau di sini rupanya. Daritadi aku mencarimu" ujar gadis dengan surai blonde itu yang kini berjalan menuju Tenten. "Kau kenapa?".

"Tidak apa-apa, hanya saja... tiba-tiba kakiku rasanya nyeri" Ino mengangguk paham kemudian membantu Tenten berdiri dengan perlahan kemudian merangkul gadis bercepol itu.

"Sudah ku bilang jangan memaksakan dirimu. Kaki itu aset penting, jangan memperparah keadaan kakimu."

"Aku tau cerewet."

"Jadi... apa kita akan langsung pulang?" Tenten menghendikkan bahunya.

"Hinata dan Temari sudah pulang. Hanya anak nakal itu entah dimana, sebenarnya aku ke sini mau mengecek dia ada di kelas apa tidak" jelas Tenten.

"Baiklah, aku akan menelponnya" Ino segera merogoh smartphonya dari saku roknya, kemudian menghubungi nomor milik sahabat pinknya. Gadis itu mengernyit ketika panggilannya teralih.

"Ada apa?"

"Nomornya tidak aktif" Tenten ikut mengernyit ketika Ino menjawab pertanyaannya.

"Bagaimana mungkin?".

"Entah, mungkin baterai ponselnya habis?".

"Wah, sangat tidak Sakura sekali" ucap Tenten dengan seringainya.

"Oh ya, aku ingat. Hari ini dia ada rapat dengan club kesehatan, mungkin dia mematikan ponselnya."

"Apa kita akan pulang diluan?".

"A'a, sebaiknya aku mengiriminya pesan supaya dia tidak khawatir dan sebaiknya kita bawakan tasnya" Tenten mengangguk setuju. Gadis itu menoleh ke arah Neji yang sejak tadi hanya diam menyimak.

"Um... sudah ada Ino, terima kasih sudah berniat membantuku" Neji menganggukan kepalanya, Ino melotot menatap pemuda itu.

"Neji-san, sejak kapan kau di sini?" pemuda itu menatap datar wajah cantik milik ratu gossip sekolah itu.

"Aku bahkan sudah di sini sebelum kau datang, Yamanaka" Ino menampilkan cengirannya.

"Oh, maafkan aku kalau begitu. Ne, terima kasih sudah menjaga saudara kami" ujar Ino dan setelah itu membantu Tenten berjalan menuju kelas dan meninggalkan Neji. Pemuda itu berbalik setelah Ino dan Tenten menghilang di balik pintu.

::

::

Jarum jam sudah menunjukkan pukul lima, saat ini anggota klub basket tengah melakukan briefing sebelum mengakhiri latihan mereka hari ini.

"Yosh, baiklah. Cara bermain kalian semakin baik. Untuk Naruto, ku harap kau tidak kabur-kabur lagi".

"Hai sensei".

"Baiklah, kalian boleh kembali ke rumah masing-masing" ucap sang pelatih dan semua siswa bersiap untuk kembali.

"Teme, aku tidak bawa mobil. Boleh aku menumpang denganmu?" Sasuke menghendikkan bahunya.

"Kenapa tidak?" Naruto menampilkan senyum sumringahnya sebelum berbalik dan pergi meninggalkan lapangan basket outdor KIHS. Namun sayang, langkahnya harus terhenti kerena sahabat oraknya itu menarik pergelangan tangannya.

"Ada apa?" Naruto bertanya dengan tampang bodohnya.

"Kau yang bawa mobil. Tunggu aku di sana, aku harus membereskan bola-bola ini dulu" Naruto mengangguk mengerti lalu pergi meninggalkan lapangan.

Tak berapa lama, pemuda emo itu di kejutkan dengan pemandangan yang benar-benar membuatnya kesal dan marah.

"Sakura?"...

::

::

Kita kembali ke beberapa saat sebelumnya.

Bel pertanda pulang sudah berdenting sejak setengah jam yang lalu, sekolahpun mulai sepi dan tinggal beberapa orang saja yang tinggal untuk mengikuti kegiatan klub, seperti klub kesehatan dan klub basket yang saat ini tengah melakukan latihan persiapan lomba. Dan saat ini, seorang gadis dengan surai pink berjalan santai menuju ruang klub kesehatan untuk melakukan rapat bersama para anggota tapi.

"Hmmp.." seseorang membekap mulut gadis itu hingga membuatnya tidak sadarkan diri.

::

::

Dua jam kemudian, di toilet lama KIHS enam orang perempuan tengah berdiri mengelilingi seorang gadis bersurai soft pink yang sedang tidak sadarkan diri. Mereka menempatkan gadis malang itu ke dalam bak berisi air dengan tangan dan kaki yang diikat, dan mulut di sumpal menggunakan lakban hitam. Perlahan mata itu mengerjap dan menampilkan manik emerald teduhnya.

"Ngh."

"Oh, akhirnya kau bangun yah, tuan putri" gadis itu tersentak ketika sadar sepenuhnya. Bak itu terlalu sempit hingga membuat gadis itu kesulitan bergerak. Matanya bergulir ke arah enam perempuan yang tengah menyeringai setan menatapnya. "Yah... kami minta maaf karena memperlakukanmu seburuk ini. Tapi... aku yakin kau tau apa alasannya kan?" ujar wanita dengan surai merah terang dengan kacamata berframe merah sewarna dengan maniknya.

"Sudah cukup kau bersenang-senang selama ini. Kau pikir aku tidak akan membalas perbuatan yang sudah kau lakukan pada teman-temanku?" gadis dengan surai perak itu berucap sembari menjambak surai pink milik Sakura, sementara gadis itu hanya meringis tertahan dan menatap tajam wajah cantik gadis kejam di depannya. "Ku peringatkan jangan coba-coba menjauhkan teman-teman Sasuke dengan teman-temanku lagi. Atau tidak kau akan mendapatkan hal yang lebih buruk dari ini."

"Sudahlah Sheena-chan, aku yakin dia tidak akan medengarkannya. Sebaiknya kita beri saja dia pelajaran, dia pantas mendapatkannya" ujar gadis dengan surai pirang pucat.

"Yup, sebaiknya kita apakan dia?" kelima gadis itu saling menatap.

"Kalian tau? Selama ini aku ingin sekali menenggelamkannya" ujar Karin dan saat itu juga Karin membenamkan wajah Sakura ke dalam air. "Ne, bagaimana rasanya? Ini menyegarkan bukan?" ujar wanita di dengan seringai setannya. Gadis dengan surai soft pink itu tidak mampu melakukan apapun selain pasrah menghadapi semua siksaan yang diberikan Karin dan teman-temannya. Lama Karin membenamkan kepala Sakura dan akhirnya gadis itu melepaskannya. "Sebenarnya aku masih belum puas, tapi tak masalah. Setidaknya aku sudah bisa membalaskan dendamku untuk sekarang".

"Ne, sebenarnya aku tidak begitu benci padamu. Aku hanya tidak menyukai Hinata karena dia berhasil merebut Naruto-kun dariku, dan kau tau? Semua itu karenamu jadi..." gadis itu mencengkram kuat pipi gadis bersurai pink itu hingga membuatnya meringis, badan gadis itu juga mulai menggigil karena kedinginan. "Maafkan aku yah..."

'Plak'

Satu tamparan keras mendarat dengan mulus di pipi gadis itu. Matanya mulai berkaca-kaca.

"Diantara kalian, aku lebih membenci Tenten sebenarnya. Tapi tetap saja kau ketua mereka dan kau yang memegang kendali mereka. Aku juga kesal saat kau berani mempermalukanku di depan orang-orang saat libur musim panas kemarin. Aku membencimu" gadis dengan surai coklat itu keluar dari kamar mandi sebentar dan mengambil beberapa ember berisi es yang sudah di pecahkan dan di bantu oleh Karin membawanya. "Aku tau kau tidak kuat dengan dingin dan maafkan aku, aku mengambil kesempatan ini untuk membuatmu semakin menderita Sakura" mereka menupahkan ember-ember berisi es itu ke dalam bak tempat Sakura di rendam. Gadis itu memejamkan matanya saat rasa dingin menyentuh permukaan kulitnya. "Haha... ku harap kau menikmatinya yah".

"Dan yang terakhir..." Sakura membuka kelopak matanya saat Yukimaru dan Tayuya menyentuh rambutnya. "Kami berdua sangat iri dengan rambut panjangmu itu, dan kami juga sudah bosan melihatnya. Bagaimana kalau kami buatkan kau style rambut yang baru" mata Sakura membelalak, gadis itu tidak akan mampu melawan. Ikatan pada tangannya benar-benar kuat dan lagi-lagi, gadis itu hanya pasrah ketika Yukimaru dan Tayuyu memangkas rambutnya hingga tak berbentuk. Lama mereka menyiksa gadis itu, dan akhirnya mereka berhenti setelah Sakura kehilangan kesadarannya.

"Sebaiknya kita segera pergi dari sini" ucap Sheena dan keenam gadis itu meninggalkan Sakura. Perlahan Sakura membuka matanya saat di rasa Karin dan teman-temannya sudah jauh dari tempat itu. Gadis itu mencoba melepaskan dirinya, namun nihil dia sama sekali tidak bisa bergerak. Sakura mendongak dan menatap ke beberapa sudut ruangan. Dia tau teman-temannya sudah memasang CCTV di tempat ini.

"Apa mereka tidak mengawasi CCTVnya sekarang?" batin gadis itu. Namun gadis itu mengingat sesuatu. Tangannya berusaha meraih saku roknya. Yup, gadis itu ingat kalau dirinya pernah menyimpan pisau lipat dalam saku roknya. Gadis itu berusaha memutuskan tali yang mengikatnya. Sakura berhasil memotong talinya tapi dia harus mendapatkan luka pada pergelangan tangannya karena tidak sengaja pisau itu mengenai pergelangan tangannya karena bak yang sempit. Gadis itu segera melepaskan dirinya dan segera keluar dari bak itu. "Ugh, dimana mereka menyimpan ponselku?" gadis itu mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan itu dan berhasil menemukan ponselnya yang sudah hancur. "Huff... aku harus bersabar untuk ini" dengan gontai gadis itu berjalan menuju ponselnya, kemudian memungutnya dan pergi dari tempat itu.

::

::

Sakura berjalan ke kelasnya dengan terseot-seot, namun gadis itu tidak menemukan siapapun di kelasnya. Bahkan tasnyapun sudah tidak ada di tempat itu. Baik, apa yang harus dia lakukan sekarang? Tidak ada siapapun di sini dan dia tidak bisa menghubungi siapapun karena ponselnya rusak.

Gadis itu memutuskan untuk pergi ke ruang guru untuk meminta bantuan. Gadis itu tau ini akan menjadi hal yang sulit karena ruang guru lumayan jauh dari kelasnya. Kakinya mulai dilangkahkan, menuju ruang guru meski badannya sepenuhnya lemah.

Sesampainya gadis itu di lapangan basket, mata emeraldnya menangkap pemuda yang saat ini sangat ingin dihindarinya. Pemuda itu berjalan menghampirinya.

"Sakura, ada apa denganmu?" tanya pemuda itu sembari menahan bahu gadis itu. Gadis itu menatap si pemuda dengan mata sayu.

"Minggir Sasuke-kun, aku sedang tidak ingin bicara denganmu" ujar gadis itu sembari mendorong tubuh pemuda itu dengan sisa-sisa tenaganya. Tak ingin membuat gadis itu semakin marah, pemuda itu menyingkir dan membiarkan gadis itu lewat. Manik onixnya menatap nanar punggung gadis itu. Dan... mata pemuda itu membelalak ketika...

'Bruk'

Tubuh gadis itu ambruk dan segera pemuda itu menghampiri gadis itu lalu menopang tubuh lemah gadis direngkuhannya.

"Sakura! Sebenarnya apa yang terjadi padamu?" tanya pemuda itu kini memangku sang gadis.

"Sasuke-kun" lirih gadis itu yang kini mencengkram baju Sasuke dengan tangan bergetar dan tubuh menggigil. Pemuda itu terkejut ketika melihat darah segar di pergelangan tangan Sakura mengalir dengan deras. Dengan segera pemuda itu menggendong Sakura ala bridal style dan membawanya ke bench pemain lalu mengambil perban pada kotak P3K-nya.

"Bertahanlah sebentar Sakura" pemuda itu segera melilitkan perbannya di pergelangan tangan Sakura, lalu menyampirkan jaketnya pada Sakura setelah selesai memerban tangan Sakura.

"Sasuke-kun" lirih gadis itu, air matanya kembali menetes karena tak sanggup menahan sakit dan rasa dingin pada tubuhnya. Pemuda itu menatap prihatin gadis yang dicintainya dan segera merengkuh tubuh mungil gadis itu. Sebelah tangannya merogoh saku celananya dan mengambil ponselnya.

"Sabarlah Sakura" Sasuke semakin mngeratkan pelukannya dan menghubungi seseorang. Bersyukur karena tugasnya mengumpulkan bola sudah selesai.

"Moshi-moshi Te-".

"Naruto, segera parkir mobilnya di depan lobi. Kita harus membawa Sakura ke rumah sakit" seru Sasuke yang masih setia dengan posisinya.

"Hee? Ada apa dengan Sakura-chan?".

"Aku juga tidak tau? Keadaannya sangat buruk sekarang."

"Baiklah. Aku tunggu di depan lobi Teme" Sasuke segera mematikan sambungan teleponnya lalu menggendong Sakura dan membawanya pergi dari tempat itu.

::

::

Dalam perjalanan ke rumah sakit, Naruto yang menyetir mobil sesekali menengok ke kaca yang berada di depan bagian atas mobil. Nampak Sasuke yang berduduk menopang tubuh mungil Sakura yang menggigil kedinginan. Pemuda itu tersenyum melihat perlakuan Sasuke pada Sakura sekarang dan pemuda itu tau sebenarnya sahabat emonya itu masih mencintai Sakura.

"Cepatlah sedikit Dobe" sentak Sasuke dan membuat pemuda durian itu mendengus.

"Ini sudah yang tercepat Teme. Aku tidak ingin membuat kalian dalam bahaya" dengus Naruto.

Sesampainya mereka di rumah sakit, Naruto segera keluar dari mobil dan mencari suster ataupun dokter untuk merawat Sakura, sementara Sasuke segera membawa Sakura keluar dan berlari menyusul Naruto.

"Yugao-san" panggil Naruto pada perawat yang sedang bercengkrama dengan perawat yang berjaga di meja receptionist. Yup, pemuda itu sudah mengenal perawat yang kini menjadi kakak angkat Sakura.

"Uzumaki-san? Ada apa?" tanya gadis itu dan berjalan menghampiri Naruto. Namun matanya membelalak ketika menemukan Sakura yang babak belur dengan keadaan lemah dan saat ini tengah digendong oleh Sasuke. "Ya Tuhan, apa yang terjadi pada Sakura?" seru gadis itu dan segera memanggil perawat lain untuk membawa ranjang rawat untuk Sakura.

"Kami juga tidak tau. Aku menemukannya sudah seperti ini" ucap Sasuke.

"Seperti apa keadaannya?".

"Pergelangan tangannya terluka dan mungkin dia kehilangan banyak darah. Tubuhnya menggigil kerena kedinginan dan pakaiannya basah. Aku tidak tau... apa yang sudah terjadi padanya" jawab Sasuke sementara Yugao mengangguk.

"Yugao-chan ada apa?" seorang dokter menghampiri mereka dan beberapa perawat membawa sebuah ranjang rawat untuk Sakura. Sasuke segera merebahkan Sakura di atas ranjang itu.

"Mangetsu-kun, kita harus memeriksa keadaan Sakura, dia tidak baik sekarang. Uzumaki-san dan Uchiha-san bisa tunggu di sini" ujar Yugao dan segera membawa Sakura bersama Mangetsu dan perawat yang lain. Keadaan di tempat itu menjadi hening.

"Ne Teme" ucap Naruto dan membuka percakapan diantara mereka, sementara Sasuke hanya berujar dan menggumankan kata Hn. "Menurutmu Sakura akan baik-baik saja?" pemuda itu terdiam. "Etto, aku keluar dulu yah. Aku akan memberitau Hinata-chan kalau Sakura-chan masuk rumah sakit" Sasuke mengangguk dan buru-buru Naruto keluar dari tempat itu.

::

::

Di Yamanaka's flower shop.

Gadis dengan surai blonde itu bergerak gelisah kesana kemari dan tentu itu ada alasannya. Yup, sejak tadi sahabat pinknya tidak bisa dihubungi. Nomor ponselnya tidak aktif.

'Kring...kring...'

Gadis itu menghentikan kegiatannya sejenak untuk menyambut costumernya.

"Selamat datang di-" belum sempat gadis itu menyelesaikan kalimatnya, gadis itu dikejutkan dengan kedatangan seorang pemuda dengan surai hitam klimis dan seperti biasa dengan senyum palsunya memasuki toko bunga itu. "Oh kau, ada apa?" tanya Ino dengan nada kesalnya.

"Kau tidak seharusnya berkata seperti itu pada costumermu. Dan aku ke sini untuk membeli bunga."

"Baiklah, kau bisa tanya pada pegawaiku yang lain. Aku sedang sibuk" tutur Ino dan Sai menurut. Pemuda itu segera menghampiri seorang florist yang tengah menatap bunga-bunga yang mungkin baru sampai di toko.

"Ada apa denganmu Forehead" dengus gadis itu ketika belum mendapatkan kabar apapun dari sahabat pinknya.

Sementara di kejauhan pemuda itu sesekali melirik gadis blonde itu.

"Sebenarnya kenapa dengan Ino?" pemuda itu bertanya pada si florist dan wanita paruh baya itu tersenyum pada Sai.

"Dia sedang mencoba menghubungi nona Sakura, sejak tadi nona tidak bisa di hubungi dan kau lihat hasilnya? Nona Ino gelisah karena tidak mendapat kabar darinya" Sai mengangguk paham. "Oh ya, bukankah kau pemuda yang dijodohkan dengan nona muda?" Sai terdiam sebentar kemudian mengangguk dengan senyum canggungnya. "Aku sudah menganggap nona muda dan teman-temannya seperti putriku sendiri. Mereka adalah gadis-gadis yang baik juga kuat. Terus terang aku juga khawatir jika hal seperti ini terjadi tapi-"

"APA!" atensi dua orang itu teralih pada Ino yang tengah menelpon entah dengan siapa. "Baiklah, aku dan kesana dengan Tenten sekarang." ... "Tidak, aku baru akan ke apartemennya."... "Um, baiklah. Ja" gadis itu menoleh pada wanita paruh baya yang tadinya tengah bercengkrama dengan Sai yang kini menatap bingung pada Ino begitupula Sai. "Azuki ba-san, tolong jaga toko sampai Meiko-chan datang yah. Aku harus ke rumah sakit sekarang" ujar gadis itu.

"Baiklah, tapi... sebenarnya ada apa nona?" Ino terdiam sebentar dan menatap florist itu dengan tatapan memelas.

"Sakura masuk rumah sakit, jadi aku ingin menjenguknya sekarang" dua orang itu cukup terkejut akan penjelasan Ino.

"Baiklah nona, hati-hati di jalan" gadis itu hanya mengangguk menanggapi ucapan wanita itu.

"Ino" gadis itu terdiam sejenak. "Boleh aku mengantarmu?" gadis itu berbalik dan menatap heran pada Sai.

"Tidak perlu Sai, lagipula aku harus ke rumah Tenten" ujar gadis itu dan segera meninggalkan toko bunga itu dengan mobilnya. Sementara Sai hanya menatap nanar kepergian gadis itu.

"Kau sedang bertengkar dengan nona?"

"Yah, begitulah".

'Kring...kring...'

Dua orang itu menoleh ke arah pintu dan seorang gadis dengan surai jingga memasuki toko bunga itu.

"Oka-san dan... Sai-san?" ujar gadis itu berjalan menghampiri si florist juga pemuda fake smile setelah menyampirkan jaketnya. "Dimana nona?" tanyanya ketika tidak menemukan Ino di tempat itu.

"Nona muda pergi ke rumah sakit, nona Sakura masuk rumah sakit katanya" mata gadis itu membelalak.

"Bagaimana bisa?".

"Ka-san juga tidak tau Meiko-chan. Nona menyuruhmu menjaga toko karena dia pergi ke rumah sakit sekarang" gadis itu mengangguk semangat. Netra hijaunya kini bergulir pada pemuda yang sejak tadi hanya menyimak.

"Bunga yang seperti biasanya Sai-san?" pemuda itu menggeleng dengan senyum palsunya dan gadis itu sudah terbiasa dengan kebiasaan tunangan dari majikannya itu.

"Aku mau membeli bunga hagi" gadis itu sedikit tersentak namun segera digantikan dengan senyuman.

"Kau mau memberinya pada nona Ino? Dia pasti akan senang sekali" ujar gadis itu dengan kekehannya. "Kau bisa tunggu sebentar? Aku akan menyiapkannya?" Sai mengangguk mengerti dan mulai menjelajahi toko bunga milik tunangannya itu, sementara florist muda itu langsung menyediakan apa yang diminta oleh Sai.

::

::

Sementara itu, di rumah sakit tepatnya di ruang rawat Sakura. Pemuda itu berduduk di sebelah ranjang rawat sang gadis, mata jelaganya menatap sendu gadis yang kini tengah terlelap itu.

"Sakura-san baik-baik saja. Luka di pergelangannya memang cukup parah dan membuatnya kehilangan banyak darah, itu juga yang membuatnya semakin lemah. Ditambah dia juga kedinginan, itu semakin membuatnya semakin melemah. Dia mungkin akan mengalami demam hebat karena itu dan mungkin membutuhkan waktu beberapa hari untuk pemulihannya"

Pemuda itu kembali mengingat ucapan dokter yang merawat Sakura beberapa waktu lalu. Jelas sekali, pemuda itu tau siapa yang sudah melakukan semua itu pada gadis kesayangannya.

"Cepatlah sadar Sakura" guman pemuda itu sembari mencium jemari Sakura. Dibandingkan sebelumnya, keadaan gadis itu jauh lebih baik. Pemuda itu melirik arloginya sebelum menghela nafas beratnya dan berdiri dari duduknya. "Aku... harus pulang, lain kali aku akan menemuimu lagi" ucap pemuda itu sembari mengusap lembut kepala Sakura.

'Cup'

Dan satu kecupan lembut di bibir Sakura sebelum pergi meninggalkan tempat itu.

Perlahan mata itu terbuka dan menampilkan manik emerald menyejukkannya. Gadis itu mendudukkan dirinya dengan hati-hati kemudian menyentuh bibirnya.

"Sasuke-kun... gomen."

::

::

Malam harinya, di apartemen Tenten. Empat gadis itu terdiam dengan pemikiran masing-masing.

"Lalu bagaimana?" tanya gadis bercepol membuka pembicaraan diantara mereka.

"Yang punya rencana Forehead, aku tidak tau harus melakukan apa setelah ini. Tapi syukur kita telah memasang CCTV dan kita tau siapa pelaku yang melakukan itu" ujar si barbie.

"Se-semoga Sakura-chan baik-baik saja."

"Kita lakukan sesuai alurnya saja. Kita kemarin lengah karena tidak melihat CCTV itu dan membuat Sakura menjadi korban Karin dan teman-temannya."

"Dan yah, aku yakin Sakura akan mengumpulkan semua bukti itu terlebih dahulu" ketiga gadis itu menyetujui ucapan Temari.

"Sebaiknya kita istirahat, besok baru kita bicakaran ini."

Hari itu, berakhir begitu saja. Tidak ada yang tau jika sesuatu yang besar telah terjadi tanpa mereka ketahui.

::

::

"Selamat pagi pemirsa, kembali lagi bersama kami di Konoha9 News. Semalam warga setempat menemukan seorang lansia terbunuh di sebuah gang sunyi, tepatnya di sebuah pemukiman kumuh di distrik 24 dan seorang pria berusia sekitar 35-an tahun yang beruntung masih dapat diselamatkan. Menurut keterangannya, kedua orang ini memergoki beberapa orang yang sedang melakukan transaksi narkoba di tempat itu. Para warga menyampaikan kekecewaannya karena polisi tidak juga menyelesaikan masalah ini. Untuk kejadian ini kami sudah terhubung dengan salah satu polisi yang bertugas menyelidiki kasus narkoba ini. Selamat pagi nona Hijiri."

"Selamat pagi."

"Baiklah, bagaimana tanggapan anda tentang kejadian ini? Apakah ini ada hubungannya dengan buronan yang dikabarkan lari ke negeri kita?"

"Aku hanya bisa mengatakan mungkin. Tapi aku yakin 90% itu adalah ulahnya."

"Lalu bagaimana langkah kalian selanjutnya?"

"Kami tidak bisa memberitaukan hal rahasia seperti itu ke publik. Orang ini benar-benar licik sampai bisa mengelabui para anggota kepolisian. Untuk masyarakat, kami minta untuk waspada. Jika memang kalian menemukan hal seperti ini lagi, mohon segera menghubungi kepolisian. Kami juga sedang berusaha keras untuk mengatasi kasus ini."

"Baiklah. Terima-"

Gadis itu mematikan televisi yang memberitakan kejadian semalam dan gadis itu benar-benar tidak mengetahui apapun.

"Huff..."

'Ceklek'

Pintu ruangan itu terbuka dan masuklah seorang perawat dan seorang dokter ke dalam ruangan itu.

"Kenapa lagi wajahmu itu?" tanya sang perawat.

"Aku lengah Yugao-nee."

"Haah... sebaiknya kau istirahat untuk sementara ini. Jangan terlalu memaksakan dirimu, kau mengerti?" gadis itu mengangguk dengan senyum lemahnya, sementara pemuda di sebelah gadis itu hanya tersenyum maklum menanggapi kelakuan kekasihnya. "Coba lihat, kau jadi lemah seperti itu. Kau terlihat seperti bukan Sakura, kau tau."

"Sudahlah Yugao, jangan memarahinya terus. Ne, Sakura-chan bagaimana tanganmu?"

"Biasa saja. Mangetsu-senpai mau mengganti perbannya?" pemuda itu mengangguk. "Oh ya, apa kalian sudah memberitau Tsunade-shisou? Hanya dia yang belum menemuiku" tanya gadis itu dengan wajah memelas.

"Sudah. Semalam dia ada operasi dadakan bersama Shizune-senpai, jadi beliau belum menemuimu" jawab gadis itu, sementara Sakura mengangguk mengerti. Namun gerakannya terhenti dan menatap horor gadis di depannya.

"Apa pasiennya, korban pembunuhan yang selamat saat memergoki orang-orang yang melakukan transaksi narkoba?" dua orang itu mengangguk.

"Begitulah. Dia memiliki luka serius karena beberapa kali di tikam di perutnya dan itu sedikit membuat Tsunade-sama kewalahan" jelas Yugao.

"Lalu bagaimana pasien itu bisa memberikan kesaksiannya saat keadaannya seperti itu?"

"Katanya dia mengatakan pada warga yang menemukannya soal itu sebelum di bawa ke rumah sakit semalam" Sakura mengangguk paham.

"Baiklah, sudah selesai. Jangan terlalu banyak menggerakkan tanganmu supaya jahitannya cepat menyatu" lagi Sakura mengangguk paham.

"Kau ingin makan apa? Kami akan membawakannya untukmu."

"Hmm..." Sakura memasang tampang berpikirnya. "Roti isi dan teh hangat saja."

"Baiklah, tunggu sebentar yah" Sakura mengangguk dan dua orang itu segera meninggalkan ruangan itu.

::

::

"Kami pasti akan menangkap buronan itu."

'Beep'

Pria paruh baya itu segera mematikan televisi di ruang makan mereka saat semua keluarganya sudah berkumpul.

"Haah, kemarin Sakura-chan masuk rumah sakit dan pagi-pagi malah berita itu yang muncul. Benar-benar membuat mood-ku rusak" dengus wanita itu sembari menghidangkan makanan untuk sarapan pagi sekeluarganya.

"Ku harap kau tidak memasukkan sesuatu yang salah pada masakanmu Mikoto" ujar tuan Fugaku dengan wajah datarnya, sementara wanita itu menatap kesal suaminya. Hari yang benar-benar menyebalkan.

"Daijobu to-san. Aku sudah memastikan ka-san tidak memasukkan bumbu yang salah ke masakannya" ujar gadis dengan surai coklat yang juga sedang menghidangkan makanan di meja makan keluarga Uchiha.

"Kau jahat Izumi-chan" gadis itu hanya terkekeh menanggapi sikap calon mertuanya itu.

"Kerja bagus Izumi."

"Fuga-kun" sentak wanita sembari menggembungkan pipinya dan menatap kesal sang suami, sementara putra sulung dan calon menantunya tertawa kecil melihat tingkah ibu mereka. Mata jelaga milik wanita itu teralih pada pemuda yang sejak tadi diam sambil menopang dagunya. "Sudah ada kabar dari Sakura-chan?" pemuda itu tersentak dan menatap ibunya.

"Tidak" empat orang itu menghela nafas berat mereka. Yah, mereka tau apa yang sudah terjadi antara dirinya juga Sakura dan tuan Fugaku hampir saja mencincang Sasuke karena tau pemuda itu menampar Sakura. Ok itu berlebihan, pemuda itu hanya mendapatkan bogem mentah dari sang ayah atas apa yang dilakukannya pada Sakura.

"Segera temui dia dan baikan dengannya. Tidak baik jika kalian berdua terus-terusan seperti itu" ucap sang ayah dan pemuda itu hanya mengangguk menanggapi.

"Ohayou" semua atensi teralih pada gadis bersurai perak yang baru saja memasuki ruang makan.

"Ohayou/Ohayou mo/Hn" sahut kelimat orang itu.

"Mikoto ba-san dan Izumi-san, maaf yah aku tidak membantu kalian menyiapkan sarapan pagi ini."

"Yah. Tidak apa Sheena-chan, duduklah aku mau mengambil supnya dulu. Izumi-chan, kau duduklah diluan" Sheena mengangguk dan langsung berduduk di antara Sasuke dan Itachi.

"Baik ka-san" dan Izumi berduduk di antara tuan Fugaku dan Itachi, sementara nona Mikoto berduduk di antara tuan Fugaku dan Sasuke.

"Otouto, ku ingatkan padamu berhati-hatilah. Jangan asal memilih teman" ujar sang kakak sembari menatap tajam adiknya.

"Aku tau baka aniki, memang selama ini aku bergaul dengan orang yang salah?" dengus pemuda itu dan menatap kesal sang kakak. Itachi menghendikkan bahunya menanggapi ucapan sang adik.

"Yah, kau hanya tidak menyadarinya" ujar Itachi. Gadis di tengah-tengah mereka hanya menyimak ucapan kakak beradik itu. Dalam hati gadis itu bersorak senang, karena berhasil menjalankan aksinya.

"Baiklah, polisi-polisi bodoh, bagaimana cara kalian mengatasiku"...

TBC/Tsuzuku...

Just want to say –Don't forget to VoMent^^- segitu aja hehe. Jangan lupa kritik dan sarannya kalau ada yang mengganjang reader-san sekalian^^...

Continue Reading

You'll Also Like

1.9M 83.7K 127
Maddison Sloan starts her residency at Seattle Grace Hospital and runs into old faces and new friends. "Ugh, men are idiots." OC x OC
380K 12K 87
"I have a secret, a well-kept secret for the last almost seven years. The real reason why I went into hiding." After years in a complicated relatio...
186K 8.5K 106
In the vast and perilous world of One Piece, where the seas are teeming with pirates, marines, and untold mysteries, a young man is given a second ch...
1M 33.7K 80
"π™Ύπš‘, πš•πš˜πš˜πš” 𝚊𝚝 πšπš‘πšŽπš–! πšƒπš πš˜ πš•πš’πšπšπš•πšŽ πš—πšžπš–πš‹πšŽπš› πšπš’πšŸπšŽπšœ! π™Έπš'𝚜 πš•πš’πš”πšŽ πšπš‘πšŽπš’'πš›πšŽ...πšπš˜πš™πš™πšŽπš•πšΓ€πš—πšπšŽπš›πšœ 𝚘𝚏 πšŽπšŠπšŒπš‘...